(Materi 8)
Perbedaan ini berakibat adanya perbedaan jumlah Pajak Penghasilan yang diperhitungkan (menurut laba
akuntansi) dengan jumlah Pajak Penghasilan yang Terhutang (menurut SPT).
Pajak Penghasilan diperlakukan sebagai biaya bagi perusahaan.Oleh karena itu Pajak Penghasilan harus
diasosiasikan dengan laba dimana pajak penghasilan tersebut dikenakan atau diperhitungkan. Proses untuk
mengasosiasikan Pajak Penghasilan dengan laba dimana pajak itu dikenakan disebut Alokasi Pajak.
Karena tarif Pajak Penghasilan berubah-ubah dari waktu ke waktu, maka diperlukan suatu metode alokasi
agar diperoleh kepastian dan perlakuan yang konsisten terhadap pajak penghasilan tersebut beserta
penyajiannya dalam Laporan Keuangan.
Pada dasarnya terdapat 3 alternatif metode alokasi pajak yang bisa dipakai, yaitu :
1. Deferred Method
Menurut metode ini, selisih jumlah Pajak Penghasilan Terhutang (berdasar SPT) dengan Biaya Pajak
Penghasilan (berdasar laba akuntansi) dalam suatu periode harus dicatat dan disajikan dalam Laporan
Keuangan sebagai Pajak yang Ditangguhkan.
Jumlah Pajak yang Ditangguhkan ditentukan berdasar tarif pajak yang berlaku pada saat terjadinya
transaksi atau item yang menyebabkan terjadinya perbedaan atau selisih antara laba kena pajak dan
laba akuntansinya.
Deffered Method berorientasi pada Laporan Rugi – Laba dan menitik beratkan pada tercapainya
proper matching antara pendapatan dan biaya dalam periode di mana selisih perhitungan pajak
terjadi.
2. Liability Method
Menurut metode ini jumlah Pajak yang Ditangguhkan ditentukan berdasar tarif pajak yang diharapkan
akan berlaku dalam periode di mana selisih pajak akan dikompensasikan. Perhitungan Pajak yang
Ditangguhkan bersifat tentatif yang selalu memerlukan penyesuaian pada setiap kali terjadi
perubahan tarif pajak penghasilan.
Menurut liability method, Pajak yang Ditangguhkan harus dipandang sebagai kewajiban ekonomis
untuk Pajak yang Terhutang atau sebagai aktiva untuk Pajak yang Dibayar Dimuka.
Pada dasarnya Alokasi Pajak Penghasilan bagi perusahaan sebagai wajib pajak bisa mencakup dua hal :
1. Interperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku yang satu dengan periode-periode
tahun buku berikut atau sesudahnya. Alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku ini
diperlukan karena adanya perbedaan terhadap jumlah laba kena pajak dan laba akuntansi.
2. Intraperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan dalam suatu periode akuntansi karena adanya perbedaan tarif
pajak yang dikenakan terhadap tiap-tiap komponen laba atau pendapatan (Misal : tarif pajak untuk
laba sebelum pos luar biasa berbeda dengan tarif pajak untuk laba atau rugi luar biasa.)
Karena Undang-Undang Perpajakan di Indonesia tidak mengenal diskriminasi tarif yang diberlakukan
terhadap tiap-tiap komponen laba atau pendapatan, maka masalah Intraperiod Allocation praktis tidak
pernah dijumpai, sehingga pembahasan lebih dititikberatkan pada masalah Interperiod Allocation.
Perbedaan tarif depresiasi bangunan villa tersebut mengakibatkan Laporan Rugi-Laba untuk masa 10
tahun pertama menunjukkan adanya kerugian sebesar Rp 600.000,- per tahun, dan tarif pajak efektif
sebesar 140 % dari Laba sebelum Pajak.
Sedangkan untuk 10 tahun berikutnya, di mana biaya depresiasi tidak lagi diperhitungkan, tarif pajak
efektifnya menjadi sebesar 23 % dari Laba sebelum pajak.
Tanpa Alokasi Pajak, Laporan Perhitungan Rugi – Laba untuk Perusahaan tersebut tidak menunjukkan
jumlah yang realistis jika dibandingkan dengan laba yang diperoleh perusahaan. Hal ini disebabkan Biaya
Depresiasi untuk tujuan akuntansi diperhitungkan atas dasar taksiran umur bangunan selama 10 tahun,
sedang untuk perhitungan pajak penghasilan ditetapkan umur bangunan adalah 20 tahun. Sebagai
akibatnya, Pajak Penghasilan dilaporkan (dalam Laporan Rugi – Laba) tidak sesuai dengan Laba Kena
Pajaknya.
Oleh karena itu perlu diadakan alokasi pajak antar periode agar Pajak Penghasilan menunjukkan
korelasinya dengan laba yang diperoleh perusahaan, sehingga apliksi prosedur alokasi pajak Pada Laporan
Perhitungan Rugi – Laba perusahaan setiap tahunnya selama 20 tahun sbb :
3. Mencatat perhitungan penyelesaian Uang Muka Pajak Penghasilan Terutang menurut SPT tahunan
pada tahun 1987
Pajak Penghasilan yang Ditangguhkan Rp 1.500.000,- -
Uang Muka Pajak Penghasilan - Rp 1.375.000,-
Hutang Pajak Penghasilan - Rp 125.000,-
Pada akhir tahun 1987 rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan bersaldo debet sebesar Rp 1.500.000,-
yang akan disajikan dalam neraca sebagai Aktiva Lain-Lain. Situasi yang demikian akan berlangsung
untuk jangka waktu 10 tahun, yaitu sampai 31 Desember 1996, sehingga pada akhir tahun 1996 tersebut
rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan mempunyai saldo Debet sebesar Rp 15.000.000,-
Untuk masa 10 tahun berikutnya, jumlah Pajak Penghasilan yang harus dibayarkan setiap tahunnya sama,
yaitu sebesar Rp 2.100.000,- sedangkan Pajak Penghasilan yang dilaporkan dalam Laporan Rugi – Laba
setiap tahunnya sebesar Rp 3.600.000,- Sehingga dengan demikian, selama 10 tahun terakhir tersebut
rekening Pajak Penghasilan yang Ditangguhkan harus dikredit sebesar Rp 1.500.000,- setiap tahun.
2. Mencatat perhitungan penyelesaian Uang Muka PPh dan PPh terutang menurut SPT tahunan dalam
tahun 1997
Hutang Pajak Penghasilan Rp 2.875.000,-
Uang Muka Pajak Penghasilan - Rp 1.375.000,-
Pajak Penghasilan yang Ditangguhkan - Rp 1.500.000,-
Dalam Buku Besar perusahaan, rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan tampak sbb :
Melalui prosedur alokasi pajak yang demikian tersebut, maka pada akhir masa kegunaan bangunan, yaitu
pada akhir tahun 2006, rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan akan bersaldo NIHIL (0).
Ada banyak faktor yang menyebabkan timbulnya perbedaan Pajak Penghasilan menurut ketentuan
perpajakan, dan Pajak Penghasilan yang dihitung berdasar laba akuntansi. Faktor-faktor tersebut dapat
dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu :
b. Pendapatan atau laba yang diperhitungkan sebagai bagian dari Pendapatan Kena Pajak lebih akhir
daripada pengakuannya dalam Laba Akuntansi.
Contoh :
- Laba Kotor untuk Penjualan Angsuran
- Laba Atas Kontrak Jangka Panjang (Akuntansi metode % penyelesaian, Pajak Metode
Kontrak Selesai)
- Pendapatan atau hak atas laba dari investasi pada perusahaan afiliasi (Akuntansi metode
equity, Pajak metode Harga Pokok)
c. Biaya atau rugi yang diperhitungkan dalam penentuan pendapatan atau laba kena pajak lebih awal
dari pada pengakuannya dalam penentuan laba akuntansi.
Contoh :
- Penggunaan metode depresiasi yang semakin berkurang jumlahnya untuk tujuan pajak, sedang
untuk tujuan akuntansinya digunakan metode garis lurus,
- Penggunaan taksiran umur aktiva tetap yang lebih pendek sebagai dasar perhitungan
depresiasi untuk tujuan pajak dibanding untuk tujuan akuntansinya.
- Biaya bunga selama masa konstruksi aktiva tetap yang dibebankan kepada pendapatan pada
saat terjadinya transaksi untuk tujuan pajak, sedang untuk tujuan akuntansi dikapitalisasi
sebagai bagian dari harga perolehan aktiva tetap ybs.
d. Biaya atau rugi yang diperhitungkan lebih akhir dalam penentuan lba kena pajak dari pada
pengakuannya dalam penentuan laba akuntansi.
Contoh :
- Taksiran biaya garansi dan hadiah
- Taksiran rugi penurunan nilai persediaan, kontrak pembelian dengan penyerahan kemudian,
kerugian piutang, dan penurunan nilai surat berharga.
- Taksiran kerugian dari klaim ganti kerugian atau kontingensi
b. Transaksi yang diakui untuk tujuan pajak, tetapi tidak diakui untuk tujuan akuntansi.
Contoh : Rugi Operasi
Selisih permanen ini tidak pernah terkompensasikan, atau dengan kata lain, selisih permanen tidak
dibenarkan atau tidak memerlukan adanya alokasi antar periode untuk tujuan akuntansinya. Sehingga
apabila dalam suatu periode terdapat selisih permanen, maka akan dibebankan seluruhnya kepada
periode ybs.
CONTOH :
PT GUNADARMA melaporkan laba sebelun pajak (Laba Akuntansi) untuk tahun 1995 s.d. 1997
sebesar Rp 5.000.000,- per tahun. Tarif pajak yang berlaku pada saat itu 30 %.
Informasi yang diperoleh sehubungan dengan pajak penghasilan adalah sbb :
1. Laba kotor dari penjualan angsuran pada tahun 1995 sebesar Rp 525.000,-
Laba tersebut untuk keperluan perpajakan seharusnya diakui secara bulanan selama 18 bulan
terhitung sejak tanggal 1 Januari 1996, dengan jumlah yang sama setiap bulan. Sedangkan untuk
keperluan akuntansi, laba tersebut diakui seluruhnya dalam tahun buku 1995.
2. Perusahaan telah mengamortisasi Biaya Pendirian sebesar masing-masing Rp 375.000,- untuk
tahun 1996 dan 1997 yang ternyata tidak diperkenankan untuk tujuan perpajakan.
Rekonsiliasi yang dibuat sehubungan dengan adanya perbedaan perhitungan antara perusahaan dengan
kantor Pajak adalah sbb :
Selisih Temporer :
Laba Kotor Penjualan Angsuran
- Jumlah mula-mula ( 525.000) - -
- Jumlah reversing - 350.000 175.000
*** Perhitungan :
Jumlah Selisih Laba Temporer x tarif PPh
1995 Rp 525.000 x 30 % = Rp 157.500,-
1996 Rp 350.000 x 30 % = Rp 105.000,-
1997 Rp 175.000 x 30 % = Rp 52.500,-
Atas dasar perhitungan di atas, maka jurnal yang dibuat untuk mengakui biaya Pajak Penghasilan
adalah sbb :
Tanggal 31/12/1995
Pajak Penghasilan Rp 1.500.000,- -
Hutang Pajak Penghasilan - Rp 1.342.500,-
Pajak Penghasilan Ditangguhkan - RP 157.500,-
Tanggal 31/12/1996
Pajak Penghasilan Rp 1.612.500,- -
Pajak Penghasilan Ditangguhkan Rp 105.000,- -
Hutang Pajak Penghasilan - Rp 1.717.500,-
Tanggal 31/12/1997
Pajak Penghasilan Rp 1.612.500,- -
Pajak Penghasilan Ditangguhkan Rp 52.500,- -
Hutang Pajak Penghasilan - Rp 1.665.000,-
Pada akhir tahun buku 1997, yaitu pada saat berakhirnya masa kompensasi dari selisih temporer,
maka saldo rekening Pajak Penghasilan Ditangguhkan menjadi NIHIL (0).