Anda di halaman 1dari 25

Laporan Pendahuluan Resiko Perilaku Kekerasan

a. Definisi
Menurut Prabowo (2014), Perilaku kekerasan merupakan suatu
bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang
melakukan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan/mencederai
diri sendiri, orang lain bahkan merusak lingkungan. Perilaku
kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini
maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan
pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan (Dermawan & Rusdi,
2013).
Menurut Kio, Wardana & Arimbawa (2020), Perilaku kekerasan
adalah salah satu respon terhadap stressor yang dihadapi oleh
seseorang di tunjukan dengan perilaku kekerasan baik pada diri
sendiri, orang lain dan lingkungan baik secara verbal maupun non-
verbal. Bentuk perilaku kekerasan yang dilakukan bisa amuk,
bermusuhan yang berpotensi melukai, merusak baik fisik maupun
kata-kata.
b. Etiologi
Menurut Sutejo (2018), masalah perilaku kekerasan dapat
disebabkan oleh adanya faktor predisposisi (faktor yang melatar
belakangi) munculnya masalah dan faktor presipitasi (faktor yang
memicu adanya masalah).
1) Faktor predisposisi
a) Faktor biologis
Menurut Stuart (2016), bagian-bagian otak yang berhubungan
dengan terjadinya agresivitas sebagai berikut : Sistem limbic,
Lobus temporal, Lobus frontal Neurotransmiter.

1
b) Faktor psikologis
Berdasarkan teori frustasi-agresif, agresivitas timbul sebagai
hasil dari peningkatan frustasi. Tujuan tidak trecapai dapat
menyebabkan frustasi berekepanjangan.
2) Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari pasien, lingkungan
atau interaksi dengan orang lain. Kondisi pasien seperti kelemahan
fisik, keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya diri yang kurang
dapat menjadi perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi
lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada
penghinaan, kehilangan orang yang dicintai atau pekerjaan dan
kekerasan merupakan faktor penyebab lain (Parwati, Dewi &
Saputra 2018).
c. Tanda dan gejala
Menurut Sutejo (2018), tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat
dinilai dari ungkapan pasien dan didukung dengan hasil observasi.
1) Data subjektif : Ungkapan berupa ancaman, ungkapan kata-kata
kasar, ungkapan ingin memukul atau melukai.
2) Data objektif : Wajah memerah dan tegang, pandangan tajam,
mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan, Bicara
kasar, Suara tinggi, menjerit atau berteriak, Mondar mandir dan
melempar atau memukul benda/orang lain.

2
d. Rentang respon marah
Respon marah berfluktuasi sepanjang respon adaptif dan maladaptif.
Gambar 2.1 Rentang respon marah
Respondaptif
a Respon maladaptif

Asertif Pasif Perilaku kekerasan


Dalam setiap orang terdapat kapasitas untuk berperilaku pasif, asertif,
dan agresif/perilaku kekerasan (Dermawan & Rusdi 2013).
1) Perilaku asertif merupakan perilaku individu yang mampu
menyatakan atau mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju
tanpa menyalahkan atau menyakiti orang lain sehingga perilaku
ini dapat menimbulkan kelegaan pada individu.
2) Perilaku pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu
untuk mengungkapkan perasaan marah yang sedang dialami,
dilakukan dengan tujuan menghindari suatu ancaman nyata.
3) Agresif/perilaku kekerasan. Merupakan hasil dari kemarahan
yang sangat tinggi atau ketakutan (panik).
Tabel 2.3 Rentang respon marah
Asertif Pasif Agresif
Isi pembicaraan Positif Negatif, Menyombongkan
menawarkan diri ( merendahkan diri diri, merendahkan
“ saya dapat”, (“Dapatkah saya?”, orang lain (“kamu
“saya akan.”) “Dapatkah kamu?”) selalu”, “kamu tidak
pernah.”)
Sedang Cepat, lambat, Keras, ngotot
Tekanan suara
mengeluh
Tegap dan santai Menundukkan kepala Kaku condong
Posisi badan
kedepan

Mempertahankan Menjaga jarak Siap dengan jarak


Jarak
jarak yang nyaman dengan sikap acuh/ akan menyerang

3
mengabaikan orang lain
Penampilan Sikap tenang Loyo, tidak dapat Mengancam , posisi
tenang menyerang

Kontak mata Mempertahankan Sedikit / sama sekali Mata melotot dan

kontak mata sesuai tidak dipertahankan

dengan hubungan
yang berlangsung

e. Mekanisme koping
Menurut Prabowo (2014), beberapa mekanisme koping yang dipakai :
1) Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia.
2) Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik.
3) Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk kealam sadar.
4) Reaksi Formal
Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan. Dengan
melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan.
5) Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan bermusuhan. Pada obyek
yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu (Prabowo, 2014).
f. Penatalaksanaan
Menurut Prabowo (2014), penatalaksanaan yang dapat diberikan :
1) Farmakoterapi
Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai
dosis efektif tinggi contohnya Clorpromazine HCL yang
berguna untuk mengendalikan psikomotornya. Apabila tidak

4
ada, dapat digunakan dosis efektif rendah. Contohnya
Trifiluoperasine estelasine, bila tidak ada juga, maka dapat
digunakan Transquilizer bukan obat antipsikotik seperti
neuroleptika, tetapi meskipun demikian keduanya mempunyai
efek anti tegang, anti cemas dan anti agitasi.
2) Terapi okupasi
Terapi ini bukan pemberian pekerjaan melainkan kegiatan itu
sebagai media untuk melakukan kegiatan dan mengembalikan
kemampuan berkomunikasi. Oleh karena itu, dalam terapi ini
tidak harus diberikan pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan
seperti membaca koran, main catur, berdialog, berdiskusi
tentang pengalaman dan arti kegiatan bagi dirinya.
3) Terapi kelompok
Terapi kelompok adalah terapi psikologi yang dilakukan
secara kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien
dengan gangguan interpersonal.
4) Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang
memberikan perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit)
pasien. Perawat membantu keluarga agar dapat melakukan tugas
kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan
tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota keluarga,
menciptakan lingkungan keluarga yang sehat dan menggunakan
sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang mempunyai
kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku
maladaptif (pencegahan primer), menanggulangi perilaku
maladaptif (pencegahan sekunder) dan memulihkan perilaku
maladaptif ke perilaku adaptif (pencegahan tersier) sehingga
derajat kesehatan pasien dan keluarga dapat ditingkatkan secara
optimal.

5
5) Terapi somatik
Terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan
jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif
menjadi perilaku adaptif dengan melakukan tindakan yang
ditunjukkan pada kondisi fisik pasien, tetapi target terapi
adalah perilaku pasien.
6) Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau electro convulsive therapy (ECT)
adalah bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang
grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda
yang ditempatkan pada pelipis pasien. Terapi ini awalnya
untuk menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi,
dilaksanakan setiap 2-3 hari sekali.

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, No MR, tanggal masuk RS, tanggal dan
pengkajian.

b. Alasan masuk
pasien masuk dengan alasan sering mengamuk tanpa sebab,
memukul, membanting, mengancam, menyerang orang lain, melukai
diri sendiri, mengganggu lingkungan, bersifat kasar dan pernah
mengalami gangguan jiwa dimasa lalu kambuh karena tidak mau
minum obat secara teratur (Keliat, 2016).
c. Faktor Predisposisi
1) Pasien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu dan
pernah dirawat atau baru pertama kali mengalami gangguan jiwa
(Parwati, Dewi & Saputra, 2018).

6
2) Trauma pasien pernah mengalami atau menyaksikan
penganiayaan fisik, seksual, penolakan, dari lingkungan.
3) Ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, kalau ada
hubungan dengan keluarga, gejala, pengobatan dan perawatan.
4) Pasien pernah mengalami pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan misalnya, perasaan ditolak, dihina, dianiaya,
penolakan dari lingkungan.
d. Pengkajian fisik
1) Ukur dan observasi tanda-tanda
2) Ukur tinggi badan dan berat badan.
3) Yang ditemukan saat pemeriksaan fisik (mata melotot, pandangan
tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah).
4) Verbal (mengancam, mengupat kata-kata kotor, berbicara kasar).
5) Psikososial
a) Genogram
Genogram dibuat 3 generasi keatas yang dapat
menggambarkan hubungan pasien dengan keluarga.
b) Konsep diri
Bagian tubuh pasien yang tidak disukai pasien yang
mempengaruhi keadaan pasien saat berhubungan dengan orang
lain sehingga pasien merasa terhina, di ejek dengan
kondisinya.
c) Identitas
Pada pasien dengan perilaku kekerasan tidak puas dengan
pekerjaannya dan statusnya, baik disekolah, tempat kerja dan
dalam lingkungan tempat tinggal.
d) Harga diri
Hubungan dengan orang lain akan terlihat baik, harmoni serta
terdapat penolakan atau pasien merasa tidak berharga, dihina,
diejek dalam lingkungan keluarga maupun diluar lingkungan
keluarga.

7
e) Peran diri
Pasien memiliki masalah dengan peran atau tugas yang
diembannya.
f) Ideal diri
Pasien memilki harapan yang tinggi terhadap tubuh, posisi dan
perannya baik dalam keluarga, sekolah, tempat kerja dan
masyarakat.
e. Hubungan sosial
1) Orang yang berarti tempat mengadu, berbicara.
2) Kegiatan yang diikuti pasien dalam masyarakat dan apakah
pasien berperan aktif dalam kelompok tersebut.
3) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain/tingkat
keterlibatan pasien dalam hubungan masyarakat.
f. Spiritual
1) Nilai dan keyakinan
pasien mengatakan bahwa dia tidak mengalami gangguan jiwa.
2) Biasaya dalam selama sakit pasien jarang melakukan ibadah.
g. Status mental
1) Penampilan pasien kotor.
2) Pembicaraan : bicara cepat, keras, kasar, nada tinggi dan mudah
tersinggung.
3) Aktivitas motorik : terlihat tegang, gelisah, gemetar, tangan
mengepal dan rahang dengan kuat.
4) Alam perasaan : akan merasa sedih dan menyesal.
5) Efek : pasien mudah tersinggung dan sering marah-marah.
6) Interaksi selama wawancara : terlihat bermusuhan, curiga, tidak
kooperatif, tidak mau menatap lawan bicara dan mudah
tersinggung.
7) Persepsi : masih dapat menjawab pertanyaan dengan jelas.
8) Isi Pikir : pasien meyakini dirinya tidak sakit dan baik-baik saja.
9) Tingkat kesadaran : kadang tampak bingung.

8
10) Memori : pasien di waktu wawancara dapat mengingat kejadian
yang terjadi dan mengalami gangguan daya ingat jangka panjang.
11) Kemampuan penilaian : pasien mengalami kemampuan penilaian
ringan dan sedang dan tidak mampu mengambil keputusan.
12) Daya fikir diri : pasien mengingkari penyakit yang dideritanya.
h. Kebutuhan persiapan pulang
1) Makan : pasien tidak mengalami perubahan.
2) BAB/BAK : tidak ada gangguan.
3) Mandi : pasien jarang mandi, tidak menyikat gigi, jarang mencuci
rambut dan bercukur atau berhias. Badan pasien sangat bau dan
kotor, dan pasien hanya melakukan kebersihan diri jika disuruh.
4) Berpakaian : pasien jarang mengganti pakaian, tidak mau
berdandan dan tidak mampu mengenakan pakaian dengan sesuai.
5) Istirahat dan tidur : Frekuensi tidur pasien berubah-ubah, kadang
nyenyak dan kadang gaduh atau tidak tidur.
6) Penggunaan obat
pasien mengatakan minum obat 3 kali sehari dan pasien tidak
mengetahui fungsi obat dan akibat jika putus minum obat.
7) Pemeliharaan kesehatan : pasien tidak memperhatikan
kesehatannya, dan tidak peduli tentang bagaimana cara yang baik
untuk merawat dirinya.
8) Aktifitas di dalam rumah : pasien mampu merencanakan,
mengolah dan menyajikan makanan, merapikan rumah, mencuci
pakaian sendiri dan mengatur biaya sehari-hari.
i. Mekanisme koping
Pasien menggunakan respon maldaptif ditandai dengan tingkah laku
yang tidak terorganisir, marah-marah bila keinginannya tidak
terpenuhi, memukul anggota keluarganya, dan merusak alat-alat
rumah tangga.

9
j. Masalah psikologis dan lingkungan
Pasien merasa ditolak dan mengalami masalah interaksi dengan
lingkungan.
k. Pengetahuan
Pasien dengan perilaku kekerasan kurang pengetahuan tentang
penyakitnya,dan pasien tidak mengetahui akibat dari putus obat dan
fungsi dari obat yang diminumnya.

2. Diagnosa keperawatan
Menurut Dermawan (2013), Diagnosa keperawatan adalah respon
pasien terhadap tingkat kesehatan yang mempunyai potensi terhadap
peningkatan derajat kesehatan yang lebih tinggi. Masalah keperawatan
yang mungkin muncul pada pasien dengan perilaku kekerasan antara lain :
a. Harga diri rendah.
b. Perilaku kekerasan.
c. Ketidak efektifan koping.
d. Gangguan persepsi sensori : halusinasi.
e. Resiko perilaku kekerasan.

10
3. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan
H Perencanaan
Diagno
ar
No sa
i /
Dx Kepera Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
tg
watan
l
1 Resiko TUM :
perilak Pasien dan
u keluarga
kekeras mampu
an mengatasi
atau
mengendal
ikan risiko Setelah 1x interaksi Bina hubungan
perilaku pasien menunjukan saling percaya
kekerasan. tanda-tanda : dengan
TUK 1 : 1. Ekspresi wajah mengemukakan
Pasien cerah, tersenyum. prinsip
dapat 2. Mau berkenalan. komunikasi
membina 3. Ada kontak mata. terapeutik :
hubungan 4. Bersedia 1. Mengucapkan
saling menceritakan salam
percaya. perasaannya. terapeutik.
5. Bersedia Sapa pasien
TUK mengungkapkan dengan
masalah. ramah, baik
verbal
ataupun non
verbal.
2. Berjabat
tangan
dengan
pasien.

11
3. Perkenalkan
diri dengan
sopan.
4. Tanyakan
nama lengkap
pasien dan
nama
panggilan
yang disukai
pasien.
5. Jelaskan
tujuan
pertemuan.
6. Membuat
kontrak topic,
waktu dan
tempat setiap
kali bertemu
pasien.
7. Tunjukkan
sikap empati
dan
menerima
pasien apa
adanya.
8. Beri
perhatian
kepada pasien
dan perhatian
kebutuhan
dasar pasien.

TUK 2 : Setelah 3x Bantu pasien


Pasien intervensi, pasien mengungkapkan
dapat dapat : perasaan
mengidenti 1. Menceritakan marahnya :
fikasi penyebab 1. Diskusikan

12
penyebab perilaku bersama
perilaku kekerasan yang pasien untuk
kekerasan dilakukannya. menceritakan
yang 2. Menceritakan penyebab rasa
dilakukann penyebab kesal atau rasa
ya. perasaan jengkelnya.
jengkel/kesal, 2. Dengarkan
baik dari diri penjelasan
sendiri maupun pasien tanpa
lingkungannya. menyela atau
memberi
penilaian pada
setiap
ungkapan
perasaan
pasien.

TUK 3 : Setelah 3x Membantu pasien Deteksi


Pasien intervensi, pasien mengungkapkan dini dapat
dapat dapat menceritakan tanda- mencegah
mengidenti tanda-tanda perilaku tanda perilaku tindakan
fikasi kekerasan secara : kekerasan yang yang bisa
tanda- 1. Fisik : Mata dialaminya : membahay
tanda merah, tangan 1. Diskusikan akan
perilaku mengepal, dan motivasi pasien dan
kekerasan. ekspresi tegang, pasien untuk lingkunga
dan lain-lain. menceritakan n sekitar.
2. Emosional : kondisi fisik
Perasaan marah, saat perilaku
jengkel, bicara kekerasan
kasar. terjadi.
3. Sosial : 2. Diskusikan
Bermusuhan dan motivasi
yang dialami pasien untuk
saat terjadi menceritakan
perilaku kondisi
kekerasan. emosinya saat

13
terjadi
perilaku
kekerasan.
3. Diskusikan
dan motivasi
pasien untuk
menceritakan
kondisi
psikologis saat
terjadi
perilaku
kekerasan.
4. Diskusikan
dan motivasi
pasien untuk
menceritakan
kondisi
hubungan
dengan orang
lain saat
terjadi
perilaku
kekerasan.

TUK 4 : Setelah 3x Diskusikan Melihat


Pasien intervensi, pasien dengan pasien mekanism
dapat menjelaskan : seputar perilaku e koping
mengidenti 1. Jenis-jenis kekerasan yang pasien
fikasi jenis ekspresi dilakukannya dalam
perilaku kemarahan yang selama ini. menyelesa
kekerasan selama ini telah 1. Diskusikan ikan
yang dilakukannya. dengan masalah
pernah 2. Perasaanya saat pasien yang
dilakukann melakukan seputar dihadapi.
ya. kekerasan. perilaku
3. Efektivitas cara kekerasan
yang dipakai yang

14
dalam dilakukannya
menyelesaikan selama ini.
masalah. 2. Motivasi
pasien
menceritakan
jenis-jenis
tindak
kekerasan
yang selama
ini pernah
dilakukannya.
3. Motivasi
pasien
menceritakan
perasaan
pasien setelah
tindak
kekerasan
tersebut.
4. Diskusikan
apakah
dengan tindak
kekerasan
yang
dilakukannya,
masalah yang
dialami
teratasi.

Pasien Setelah 3x Diskusikan Membant


dapat intervensi, pasien dengan pasien u pasien
mengidenti menjelaskan akibat akibat negatif melihat
fikasi yang timbul dari atau kecurigaan dampak
akibat dari tindak kekerasan dari cara atau yang
perilaku yang dilakukann : tindakan ditimbulk
kekerasan. 1. Diri sendiri : kekerasan yang an akibat
luka, dijauhi dilakukan pada : perilaku

15
teman, dll. 1. Diri sendiri. kekerasan
2. Orang 2. Orang lain/ yang
lain/keluarga : keluarga. dilakukan
luka, tersinggung 3. Lingkungan pasien.
ketakutan, dll.
3. Lingkungan :
barang atau
benda-benda
rusak, dll.
TUK 6 : Setelah 3x Diskusikan Menurunk
Pasien intervensi, pasien dengan pasien an
dapat dapat menjelaskan : seputar : perilaku
mengidenti cara-cara sehat 1. Apakah yang
fikasi cara dalam pasien destruktif
konstruksi mengungkapkan mau yang
atau cara- marah. mempelajari berpotensi
cara sehat cara mencedera
dalam baru i pasien
mengungk mengungkapk dan
apkan an marah lingkunga
kemarahan yang sehat. n sekitar.
. 2. Jelaskan
berbagai
alternatif
pilihan
untuk
mengungkapk
an kemarahan
selain
perilaku
kekerasan
yang di
ketahui
pasien.
3. Jelaskan
cara-cara
sehat untuk

16
mengungkapk
an kemarahan
:
a) Cara
fisik :
nafas
dalam,
pukul
bantal
atau
kasur,
olahraga
.
b) Verbal :
mengun
gkapkan
bahwa
dirinya
sedang
kesal
kepada
orang
lain.
c) Sosial :
latihan
asertif
dengan
orang
lain.
d) Spiritual
:
sembahy
ang/
doa,
zikir,
meditasi
, dsb

17
sesuai
dengan
keyakin
an
agaman
ya
masing-
masing.

TUK 7 : Setelah 3x 1. Diskusikan Keingina


Pasien intervensi, pasien cara yang n untuk
dapat memperagakan cara mungkin marah
mendemon mengontrol perilaku dipilih serta yang
strasikan kekerasan secara anjurkan tidak bisa
cara fisik, verbal, dan pasien diprediksi
mengontrol spiritual dengan cara memilih cara waktunya
perilaku berikut : yang serta
kekerasan. 1. Fisik : tarik mungkin siapa
nafas dalam, diterapkan yang
memukul untuk akan
bantal/kasur. mengungkapk memicun
2. Verbal : an ya
mengungkapkan kemarahanny meningka
perasaan a. tkan
kesal/jengkel 2. Latih pasien kepercaya
pada orang lain memperagaka an diri
tanpa menyakiti. n cara yang pasien
3. Spiritual : dipilih serta
zikir/doa, dengan asertifitas
meditasi sesuai melaksanakan (ketegasa
agamanya. cara yang n) pasien
dipilih. saat

18
3. Jelaskan marah/jen
manfaat cara gkel.
tersebut.
4. Anjurkan
pasien
menirukan
peragaan
yang sudah
dilakukan.
5. Beri
penguatan
pada pasien,
perbaiki cara
yang masih
belum
sempurna.
6. Anjurkan
pasien
menggunakan
cara yang
sudah dilatih
saat
marah/jengke
l.

TUK 8 : Setelah 3x 1. Diskusikan Keluarga


Pasien intervensi, keluarga pentingnya merupaka
mendapat mampu : peran serta n sistem
dukungan 1. Menjelaskan keluarga pendukun
keluarga cara merawat sebagai g utama
untuk pasien dengan pendukung bagi
mengontro risiko perilaku pasien dalam pasien
l risiko kekerasan. mengatasi dan
perilaku 2. Mengungkapkan risiko merupaka
kekerasan. rasa puas dalam perilaku n bagian
merawat pasien kekerasan. penting
dengan risiko 2. Diskusikan dari

19
perilaku potensi rehabilita
kekerasan. keluarga si pasien.
untuk
membantu
pasien
mengatasi
perilaku
kekerasan.
3. Jelaskan
pengertian,
penyebab,
akibat, dan
cara merawat
pasien risiko
perilaku
kekerasan
yang dapat
dilaksanakan
oleh keluarga.
4. Peragakan
cara merawat
pasien
(menangani
PK).
5. Beri
kesempatan
keluarga
untuk
memperagaka
n ulang cara
perawatan
terhadap
pasien.
6. Beri pujian
kepada
keluarga
setelah

20
peragaan
7. Tanyakan
perasaan
keluarga
setelah
mencoba cara
yang
dilatihkan.

TUK 9 : Setelah 3x 1. Jelaskan


Pasien intervensi, pasien manfaat
menggunak bisa menjelaskan : menggunakan
an obat 1. Manfaat minum obat secara
sesuai obat. teratur dan
program 2. Kerugian tidak kerugian jika
yang telah minum obat. tidak
ditetapkan . 3. Bentuk dan menggunakan
UK warna obat. obat.
4. Dosis yang 2. Jelaskan
diberikan kepada pasien
kepadanya. :
5. Waktu a. Jenis
pemakaian. obat
6. Cara pemakaian. (nama,
7. Efek yang warna
dirasakan. dan
8. Pasien bentuk
menggunakan obat).
obat sesuai b. Dosis
program. yang
tepat
untuk
pasien.
c. Waktu
pemakai
an.
d. Cara

21
pemakai
an.
e. Efek
yang
akan
dirasaka
n
pasien.
3. Anjurkan
pasien untuk :
a. Minta
dan
menggu
nakan
obat
tepat
waktu.
b. Lapor
ke
perawat
/ dokter
jika
mengala
mi efek
yang
tidak
biasa
4. Beri pujian
terhadap
kedisiplinan
pasien
menggunakan
obat.

22
Strategi Pelaksanaan Resiko Perilaku Kekerasan

Tabel 2.5 Strategi Pelaksanaan Resiko Perilaku Kekerasan


NO Pasien Keluarga
. Sp1P Sp1K
1 Mengidentifaksi penyebab perilaku Mendiskusikan masalah yang dirasakan
kekerasan. keluarga dalam merawat pasien.
2 Mengidentifikasi tanda dan gejala Menjelaskan pengertian perilaku kekerasan
perilaku kekerasan. tanda dan gejala serta proses terjadi
Perilaku kekerasan.
3 Mengidentifikasi perilaku kekerasan Menjelaskan cara merawat pasien Perilaku
yang dilakukan. kekerasan.
4 Mengidentifikasi akibat perilaku
kekerasan.
5 Menyebutkan cara mengontrol perilaku
kekerasan.
6 Membantu pasien mempraktekan
latihan cara mengontrol perilaku
kekerasan secara fisik. I
7 Menganjurkan pasien memasukan
dalam kegiatan harian.
Sp2P Sp2K
1 Melatih keluarga mempraktekan cara
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
merawat pasien dengan perilaku
pasien.
kekerasan.
2 Melatih pasien mengontrol perilaku Melatih keluarga melakukan cara merawat
kekerasan dengan cara fisik II. langsung pasien perilaku kekerasan.
3 Menganjurkan pasien memasukan
dalam kegiatan harian.
Sp3P Sp3K
1 Membantu keluarga membuat jadwal
Mengevaluasi jadwa kegiatan pasien.
aktivitas dirumah termasuk minum obat.
2 Melatih pasien mengontrol perilaku Menjelaskan Follow Up pasien setelah

23
kekerasan secara verbal. pulang.
3 Menganjurkan pasien memasukan
dalam kegiatan harian.
Sp4P
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien.
2 Melatih pasien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara spiritual.
3 Menganjurkan pasien memasukan
dalam kegiatan harian.
Sp5P
1 Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien.
2 Melatih pasien mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara minum obat.
3 Menganjurkan pasien memasukan
dalam kegiatan harian.
4. Implementasi
Menurut Dermawan (2013), menjelaskan bahwa tindakan keperawatan
dengan pendekatan strategi pelaksanaan (SP) perilaku kekerasan terdiri
dari :
a. SP I Pasien : Membina hubungan saling percaya, membantu pasien
mengenal penyebab perilaku kekerasan, membantu pasien mengenal
tanda dan gejala dari perilaku kekerasan.
b. SP II Pasien : Membantu pasien mengontrol perilaku kekerasan
dengan memukul bantal atau kasur.
c. SP III Pasien : Membantu pasien mengontrol perilaku kekerasan
secara verbal seperti menolak dengan baik atau meminta dengan baik.
d. SP IV Pasien : Membantu pasien mengontrol perilaku kekerasan
secara spiritual dengan sholat atau berdoa.
e. SP V Pasien : Membantu pasien dalam meminum obat secara teratur.
5. Evaluasi
Evaluasi pasien dengan perilaku kekerasan harus berdasarkan
observasi perubahan perilaku dan respon subyektif. Diharapkan pasien
dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan, tandatanda perilaku

24
kekerasan, akibat perilaku kekerasan, cara yang konstuktif dalam
berespon terhadap kemarahan, demontrasikan perilaku yang terkontrol,
memperoleh dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku, penggunaan
obat dengan benar. Format evaluasi untuk menilai kemampuan pasien
keluarga dan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan perilaku kekerasan (Dermawan & Rusdi 2013).
6. Dokumentasi
Dokumentasi keperawatan adalah unsur pokok dalam tugas dan tanggung
jawab hukum setelah melakukan tindakan. Pendokumentasian yang baik
mempunyai ciri-ciri berdasarkan fakta, data yang akurat, kelengkapan,
ringkas, terorganisasi, ketepatan waktu, mudah untuk dibaca dan dapat di
pertanggung jawabkan (Muryani, 2019).

25

Anda mungkin juga menyukai