6
UPAYA PENGOBATAN DASAR
PENANGANAN
HOLISTIK
PASIEN DENGAN DIABETES MELLITUS
A.
Latar Belakang
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin,kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik
pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
dan disfungsi beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf,
jantung, dan pembuluh darah.Diabetes melitus adalah suatu
penyakit metabolik yang ditandai adanya hiperglikemia yang
disebabkan karena defek sekresi insulin, gangguan kerja insulin
atau keduanya. Di Indonesia, prevalensi DM mencapai 15,9-
32,73%, dimana diperkirakan sekitar 5 juta lebih penduduk Indonesia
menderita DM. Di masa mendatang, diantara penyakit degeneratif
diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan
meningkat jumlahnya di masa mendatang. WHO membuat perkiraan
bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di atas umur
20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25
tahun kemudian, pada tahun 2025 jumlah tersebut akan membengkak
menjadi 300 juta orang.Dalam jangka waktu 30 tahun, diperkirakan
jumlah penduduk Indonesia akan naik sebesar 40% dengan
peningkatan jumlah pasien DM yang jauh lebih besar yaitu 86-138%
yang disebabkan oleh karena :
a)
faktor demografi
b)
gaya hidup yang kebarat-baratan
c)
berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi
d)
meningkatnya pelayanan kesehatan hingga umur pasien
diabetes semakin panjang
Penanganan yang terbaik dari penyakit DM adalah
pencegahan.
Pencegahan terdiri dari pencegahan primer, sekunder, dan
tersier.
Pencegahan primer yaitu mencegah terjadinya penyakit DM dengan
gaya
hidup yang sehat dan aktifitas fisik secara rutin. Pencegahan
sekunder
adalah suatu upaya skrining kesehatan sehingga dapat
dilakukan
23
penegakan diagnosis sejak dini dan pemberian terapi yang
tepat dan
adekuat. Mengingat penyakit DM adalah penyakit yang dapat
menyebabkan komplikasi dan kemungkinan kecacatan yang besar,
maka
juga perlu dilakukan pencegahan tersier yaitu berupa
pencegahan
terjadinya kecacatan dan upaya rehabilitasi guna mengembalikan
kondisi
fisik/ medis, mental, dan sosial.
B.
Permasalahan di Masyarakat
Pada tanggal
10 Juni 2015
, Tn
S
(5
5
tahun), datang dengan keluhan
sering kencing pada malam hari
dan badan terasa cepat letih
. Tn S juga
mengeluhkan
kesemutan pada jari-jari kaki dan tangan
. Keluhan ini
dirasakan
sejak
3
bulan terakhir.
Tiga bulan yang lalu pasien pernah
memeriksakan diri ke mantri dengan keluhan serupa disertai dengan
rasa
haus terus menerus dan nafsu makan yang meningkat namun berat
badan
turun. Pasien menyangkal adanya riwayat keluarga DM pada
orangtua
pasien. Dilakukan pemeriksaan gula darah sewaktu dan didapatkan
hasil
gula darah diatas normal namun pasien lupa tepatnya berapa. Sejak
saat itu
pasien mengonsumsi obat DM yang dibelinya sendiri di apotek
(Glibenklamid) dan ini adalah pertama kalinya pasien memeriksakan diri
ke dokter karena merasa keluhannya tidak berkurang.
Pada saat dilakukan
pemeriksaan tekanan darah
130/ 80
, gula darah sewaktu
300
mg/dl.
Dengan adanya trias hiperglikemia (poliuria, polidipsia, dan polifagia)
dan
pada pemeriksaan gula darah sewaktu >200 mg/dl, maka Tn S
didiagnosis
dengan diabetes mellitus
.
Pengetahuan pasien mengenai penyakit yang dideritanya masih
rendah. Oleh karena itu, selain pemberian terapi obat-obatan
perlu
dilakukan tatalaksana non medikamentosa berupa edukasi
mengenai
penyakit, dan yang paling utama adalah membiasakan gaya hidup
sehat.
C.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang apabila
tidak terkontrol akan menyebabkan munculnya komplikasi yang
memperburuk prognosis.
24
Intervensi medikamentosa dan non medikamentosa diperlukan bagi
pasien diabetes mellitus dalam kasus ini pada Tn S.
Intervensi tersebut
merupakan tatalaksana kuratif sekaligus preventif untuk
mencegah
timbulnya komplikasi akibat diabetes mellitus yang tidak
terkontrol.
Selain itu pasien juga perlu dikonsultasikan dengan bagian gizi
Puskesmas
Selogiri untuk edukasi mengenai menu diet pada penderita DM.
Hal-hal yang perlu diketahui pasien mengenai penyakit DM adalah
antara lain :
1.
Apa penyebab dan faktor risiko penyakit DM
2.
Penyakit DM tidak dapat disembuhkan namun dapat dikontrol
dengan gaya hidup sehat dan minum obat teratur
3.
Pengaturan makanan (Diet)
4.
Olahraga yang baik bagi penderita DM
5.
Komplikasi pada penyakit DM
6.
Perawatan diri dan higien tubuh.
D.
Pelaksanaan
Setelah terdiagnosis dengan diabetes mellitus, Tn S
memerlukan
tatalaksana untuk mengontrol penyakitnya tersebut.
Tatalaksana
medikamentosa yang kita berikan adalah:
-
Metformin
2
x
500 mg pc
-
Glibenclamid 1x5 mg ac
-
Vit B Plex 1x1
Tatalaksana non medikamentosa juga sangat diperlukan, di
antaranya:
-
Pasien diminta untuk secara rutin mengontrolkan gula darah maupun
tekanan darahnya. Untuk jadwal kontrol pertama dilakukan
setelah
obat dari kunjungan pertama habis. Jadwal kontrol selanjutnya
menyesuaikan hasil pemeriksaan saat kontrol pertama.
-
Pasien diminta untuk menjaga pola hidup maupun pola
makan.
Olahraga ringan minimal 2 kali dalam satu minggu. Makan
sedikit-
sedikit tapi sering lebih baik daripada makan banyak dalam
sekali
tempo. Konsumsi makanan berkalori dan kolesterol tinggi sebaiknya
dihindari.
E.
Monitoring dan Evaluasi
Untuk monitoring dan evaluasi, pasien diminta kembali
mengontrolkan tekanan darah dan gula darahnya secara rutin ke
fasilitas
kesehatan. Hal ini diperlukan supaya tidak terjadi
overdose
ataupun
lowerdose
, sehingga tujuan pengobatan tercapai, yaitu untuk mencegah
terjadinya komplikasi-komplikasi.
PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS (PROLANIS)
A.
Latar Belakang
Pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) merupakan bagian dari kegiatan BPJS di mana dalam upaya penanganan masyarakat dengan
penyakit kronis seperti hipertensi dan diabetes melitus (DM) tipe 2. Penderita yang telah didiagnosis dengan hipertensi dan DM tipe
2 dapat mendaftarkan dirinya ke kantor BPJS untuk bergabung dalam Prolanis. Dari tahun ke tahun jumlah anggota Prolanis semakin
meningkat.Hipertensi dan DM tipe 2 merupakan 2 penyakit kronis dengan penderita terbanyak di dunia. Pola hidup sedentary
menjadi salah satu penyebab meningkatnya penyakit kronis ini. Terkadang hipertensi sendiri dianggap sebagai silent killer karena tidak
adanya gejala yang muncul namun komplikasi yang ditimbulkan sangat besar. Sedangkan diabetes meskipun sering menimbulkan
gejala
, tidak jarang penderita malas melaksanakan pengobatan dan malas merubah pola hidup. Ada banyak komplikasi dari hipertensi dan
diabetes antara lainkaki diabetikum,gagal ginjal, nefropati, stroke, dan penyakit jantung koroner. Salah satu komplikasi yang terbanyak
diabetes melitus adalah kaki diabetikum.
B.
Permasalahan
Penyakit kronis merupakan permasalahan kesehatan serius dan penyebeb
kematian terbesar di Indonesia. Profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun
2015 menyebutkan bahwa penyakit hipertensi mas
ih menempati proporsi
terbesar dari seluruh PTM (Penyakit Tidak Menular) yang dilaporkan, yaitu
sebesar 57,87 %, sedangkan Diabetes Mellitus menduduki urutan kedua sebesar
18,33 %. Dua penyakit tersebut menjadi prioritas utama pengendalian PTM di
Jawa Teng
ah. Jika Hipertensi dan Diabetes Melitus tidak dikelola dengan baik
maka akan menimbulkan PTM lanjutan seperti Jantung, Stroke, Gagal Ginjal,
dsb. Pengendalian PTM dapat dilakukan dengan intervensi yang tepat pada
setiap sasaran/kelompok populasi tertentu
sehingga peningkatan kasus baru
PTM dapat ditekan.
C.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Angka kejadian hipertensi dan diabetes melitus masih tinggi di Banyumas
dan pengetahuan penderita hipertensi dan diabetes mellitus masih rendah, maka
dilakukan
pemeriksaan dan penyuluhan mengenai kaki diabetikum. Tujuanya
agar pengetahuan pasien mengenai komplikasi diabetes dan hipertensi
bertamabah.
D.
Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan
: Prolanis
Peserta
: Semua peserta
Prolanis UPT Puskesmas Banyumas
Jumlah keseluruhan peserta
prolanis yang datang ada 70
orang
Waktu
:
Selasa, 18 September 2018
Metode
:
Pemeriksaan gula darah dan penyuluhan mengenai kaki
diabetikum
E.
Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan Prolanis berjalan dengan sangat lancar pada hari p
ertama dan
hari kedua. Angka kehadiran perserta juga baik, walaupun masih ada beberapa
peserta yang tidak dapat hadir.
Peserta Prolanis
melakukan pemeriks
aan dan
mendengarkan penyuluhan. Saat penyuluhan materi tentang kaki diabetikum
s
ebagian peserta mende
ngarkan penyuluhan dengan baik, bahkan sampai
mencatat apa yang disampaikan
dan sesi tanya jawab pasien sangat antusias
bertanya
. Namun sebagian lainnya tidak mendengarkan dan sibuk b
erbicara
dengan pasien l
F6
. UPAYA
PENGOBATAN DASAR
VERTIGO
A.
Latar Belakang
Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, sering
digambarkan sebagai sensasi berputar, rasa oleng, tidak stabil (giddiness,
unsteadiness) dan rasa pusing (dizziness). Deskripsi keluhan vertigo te
rsebut
penting karena seringkali kalangan awam mengkacaukan istilah pusing dan
nyeri kepala secara bergantian.
Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo
yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness
yang secara
definitif merupakan ilusi gerakan, dan yang paling sering adalah perasaan atau
sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya, lingkungan
sekitar kita rasakan berputar.
Vertigo didefinisikan sebagai ilusi gerakan, yang
paling s
ering adalah perasaan atau sensasi tubuh yang berputar terhadap
lingkungan atau sebaliknya, lingkungan sekitar kita rasakan berputar. Vertigo
juga dirasakan sebagai suatu perpindahan linear ataupun miring, tetapi gejala
seperti ini relatif jarang dirasakan
. Secara etiologi, vertigo disebabkan oleh
adanya abnormalitas organ
-
organ vestibuler. Selain anamnesis, pemeriksaan
fisik dan penunjang dapat dilakukan untuk menentukan diagnosis dari kondisi
ini.
Vertigo terjadi pada sekitar 32 % kasus, dan sampai dengan
56,4 % pada
populasi orangtua. Sementara itu, angka kejadian vertigo pada anak
-
anak tidak
diketahui, tetapi dari studi yang lebih baru pada populasi anak sekolah di
Skotlandia dilaporkan sekitar 15 % anak paling tidak pernah merasakan sekali
serangan pusi
ng dalam periode satu tahun. Sebagian besar (hampir 50 %)
diketahui sebagai “ paroxysmal vertigo” yang disertai dengan gejalagejala
migrain (pucat, mual, fonofobia, dan fotofobia).
Di Indonesia angka kejadian vertigo sangat tinggi, pada tahun 2010 dari usi
a
40 sampai 50 tahun sekitar 50% yang merupakan keluhan nomor tiga paling
sering dikeluhkan oleh penderita setelah nyeri kepala, dan stroke. Umumnya
vertigo ditemukan sebesar 15% dari keseluruhan populasi dan hanya 4%
–
7%
yang diperiksakan ke dokter. Pada
tahun 2009 di Indonesia angka kejadian
vertigo sangat tinggi sekitar 50% dari orang tua yang berumur 75 tahun , pada
tahun 2010, 50% dari usia 40
-
50 tahun dan juga merupakan keluhan nomor tiga
paling sering dikemukakan oleh penderita yang datang ke prakte
k umum.
B.
Kasus Klinis
1.
I
d
e
n
t
i
t
as
P
asi
e
n
N
a
ma
:
Ny
.S
J
e
nis K
e
l
a
min
:
Perempuan
Usia
: 52 t
a
hun
Al
a
m
a
t
: Desa Papringan
Ag
a
ma
:
I
sl
a
m
2.
Anamnesis
a.
Keluhan Utama
: Pusing berputar
b.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan pusing berputar sudah 3 hari,
keluhan bertambah berat saat pasien berubah posisi dari tidur ke duduk
dan dari duduk ke berdiri, keluhan berkurang saat pasien beristirahat
dengan memejamkan mata. Pasien juga mengeluh adanya mua
l, leher
belakang terasa cengeng, pasien menyangkal adanya muntah, telinga
berdenging, penurunan pendengaran dan nyeri kepala. Sebelumnya
pasien pernah mengalami keluhan serupa.
c.
Riwa
y
at P
e
n
y
akit
Da
hu
l
u
1)
Riw
a
y
a
t
hip
e
r
t
e
nsi dis
a
n
g
k
a
l
2)
Riw
a
y
a
t
p
e
n
y
a
kit j
a
ntu
n
g
dis
a
n
g
k
a
l
3)
Riw
a
y
a
t di
a
b
e
t
e
sm
e
litus dis
a
n
g
k
a
l
4)
Riw
a
y
a
tt
r
a
uma
k
e
p
a
la
d
is
a
n
g
k
a
l
5)
Riw
a
y
a
t
k
e
j
a
n
g
dis
a
n
g
k
a
l
6)
Riw
a
y
a
t
d
e
m
a
md
a
np
a
n
a
s ting
g
i dis
a
n
g
k
a
l.
7)
Riw
a
y
a
t mondok dis
a
n
g
k
a
l
8)
Riw
a
y
a
t
a
l
e
r
g
io
b
a
t dis
a
n
g
k
a
l
9)
Riw
a
y
a
t
a
l
e
r
g
im
a
k
a
n
a
n dis
a
n
g
k
a
l
10)
Riw
a
y
a
tp
e
n
g
ob
a
t
a
nb
e
lum m
e
nd
a
p
a
tp
e
n
g
o
b
a
t
a
n
d.
Riwa
y
at P
e
n
y
akit K
e
l
u
a
rga
1)
Riwayat p
e
n
y
a
kit
y
a
n
g
s
a
ma
2)
Riw
a
y
a
t
hip
e
r
t
e
nsi dis
a
n
g
k
a
l
3)
Riw
a
y
a
t
p
e
n
y
a
kit j
a
ntu
n
g
dis
a
n
g
k
a
l
4)
Riw
a
y
a
t di
a
b
e
t
e
sm
e
litus dis
a
n
g
k
a
l
e.
Riwa
y
at
S
osi
a
l Eko
n
o
mi
P
a
si
e
n
tin
g
g
a
l
b
er
s
a
m
a s
u
a
mi
d
a
n
k
e
tiga
a
n
a
k
n
y
a
.
Dalam
kehidupan sosial di masyarakat,
pasien dan
keluarga pasien dapat
dikatakan mengalami hubungan yang baik dengan masyarakat lainnya.
Pasien masih menjalani aktivitasnya sehari
-
hari yaitu ibu rumah tangga
3.
Pemeriksaan Fisik
a.
Keadaan Umum
:
Sedang
b.
Kesadaran: kompos mentis, GCS E4M6V5 = 15
c.
Tanda Vital
1)
TD
: 140/90 mmHg
2)
RR
:
18
x/menit
3)
Nadi
:
70
x/menit, regular
4)
Suhu
:
37
o
C (axiler)
d.
Status Generalis
1)
Kepala
: mesocephal
2)
Mata
: konjungtiva anemis (
-
/
-
), sklera ikterik (
-
/
-
),
3)
Hidung
:
nasal
discharge
(
-
), nafas cuping hidung (
-
)
4)
Mulut
: bibir pucat (
-
), bibir sianosis (
-
)
5)
Telinga
: dis
c
harge (
-
)
6)
Leher
: pem
besaran kelenjar getah bening (
-
)
7)
Thoraks
a)
Inspeksi
: simetris, retraksi (
-
/
-
)
b)
Perkusi
Pulmo
: seluruh lapang pulmo sonor
Cor
: batas cor dan
pulmo
kiri atas SIC II linea parasternal sinistra
kan
an atas SIC II linea parasternal dextra
kiri bawah SIC IV linea parasternal sinistra
kanan bawah SIC V linea midclavicula sinistra
c)
Palpasi
: vocal fremitus
simetris, thrill ictus cordis (
+
)
d)
Auskultasi
Pulmo
: suara dasar vesikuler +/+ ronki
-
/
-
wheezing
-
/
-
Cor
: suara I dan II reguler, murmur (
-
) gallop (
-
)
8)
Abdomen
a)
Inspeksi
: cembung
b)
Auskultasi
: bising usus (+) normal
c)
Perkusi
:
timpani
d)
Palpasi
: dinding abdomen supel, hepar
dan lien
tidak teraba
9)
Ekstremitas:
Superior
Inferior
Edema
-
/
-
-
/
-
Akral hangat
+/+
+/+
Sianosis
-
/
-
-
/
-
Anemis
-
/
-
-
/
-
Clubbing finger
-
/
-
-
/
-
Capillary refill
<
1 detik
<
1 detik
10)
Pemeriksaan keseimbangan
: Romberg test (+)
4.
Diagnosis
Vertigo
5.
Tatalaksana
R/ Betahistine
tab 6 mg No. X
∫
3 dd 1 p.
c
.
R/ Antalgin tab 500 mg No. X
∫
3 dd 1 p.
c
.
R/ Vitamin B12 tab No. X
∫
1 dd 1 p.
c
PENYULUHAN GIZI BURUK DI POSYANDU KAMPUNG JAWA SUNGAILIAT
LATAR BELAKANG
Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya
kualitas gizi. Dari data Departemen Kesehatan menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal tiap tahun karena masalah kekurangan gizi dan
buruknya kualitas makanan, didukung pula oleh kekurangan gizi selama masih didalam kandungan. Hal ini dapat berakibat kerusakan yang tidak
dapat diperbaiki pada saat anak beranjak dewasa.Dr.Bruce Cogill, seorang ahli gizi dari badan PBB UNICEF mengatakan bahwa isu global
tentang gizi buruk saat ini merupakan problem yang harus diatasi (Litbang, 2008). Gizi buruk pada balita tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi
diawali dengan kenaikan berat badan balita yang tidak cukup.Perubahan berat badan balita dari waktu ke waktu merupakan petunjuk awal
perubahan status gizi balita. Dalam periode 6 bulan, bayi yang berat badannya tidak naik 2 kali berisiko mengalami gizi buruk 12.6 kali
dibandingkan pada balita yang berat badannya naik terus. Bila frekuensi berat badan tidak naik lebih sering, maka risiko akan semakin besar
(Litbang, 2007). Penyebab gizi buruk sangat kompleks, sementara pengelolaannya memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua
pihak.Bukan hanya dari dokter maupun tenaga medis saja, tetapi juga dari pihak orang tua, keluarga, pemuka masyarakat, pemuka agama
maupun pemerintah.Pemuka masyarakat maupun pemuka agama sangat dibutuhkan dalam membantu pemberian edukasi pada masyarakat,
terutama dalam menanggulangi kebiasaan atau mitos yang salah pada pemberian makanan pada anak. Demikian juga posyandu dan
puskesmas sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining atau deteksi dini dan pelayanan pertama dalam pencegahan kasus gizi buruk
(Nency, 2006)
PERMASALAHAN DI MASYARAKAT Status gizi pada anak saat ini kurang menjadi perhatian, padahal gizi merupakan elemen penting dalam
masa tumbuh kembang anak. Di samping dampak langsung terhadap kesakitan
dan kematian, gizi juga berdampak terhadap pertumbuhan, perkembangan intelektual dan produktivitas. Kecerdasan seorang anak tidak hanya
ditentukan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan berupa stimulasi, melainkan juga faktor gizi atau nutrisi. Untuk memperoleh anak yang
cerdas dan sehat dibutuhkan asupan gizi atau nutrisi yang sehat dan seimbang dalam makanan seharihari. Dari penelitian-penelitian
sebelumnya, terdapat hubungan antara malnutrisi dengan tingkat inteligensi dan prestasi akademik yang rendah. Untuk negara-negara
berkembang dimana kejadian malnutrisi sering dijumpai, hal ini akan berdampak serius terhadap keberhasilan pembangunan nasional.
Oleh karena permasalahan di atas, maka diadakan penyuluhan tentang penyakit skabies pada warga Kelurahan sri menanti kampung jawa yang
berobat ke posbindu Dahlia dan juga kepada kader posbindu, sehingga dapat dilakukan pencegahan penularan dan penatalaksaan sedini
mungkin sehingga masyarakat dapat mengenal gejala dan tanda penyakit skabies lebih dini.
PELAKSANAAN Pelaksanaan kegiatan pengenalan tentang gizi buruk, pengenalan makanan yang bersih dan bergizi untuk menunjang masa
pertumbuhan ini dilaksanakan di Posyandu kampung jawa pada hari Selasa tanggal 8 oktober 2021 dan dihadiri oleh warga sekitar dan
kaderkader posyandu. Kegiatan tersebut meliputi penyuluhan gizi buruk berupa definisi, penyebab, klasifikasi, gejala klinis, pengobatan,
komplikasi, dan pencegahan terjadinya gizi buruk. Selain itu, dilakukan pula pengenalan tentang makanan dan minuman yang sebaiknya
dikonsumsi oleh anak-anak pada masa pertumbuhan. Kegiatan ini dirangkaikan pula dengan kegiatan bulanan posyandu yaitu pengukuran
tumbuh kembang balita dan pada akhir kegiatan dilakukan pemberian bubur kacang hijau kepada balita yang hadir.
EVALUASI Kegiatan berjalan kondusif, dimana para warga kelurahan Mappala menyimak materi dengan baik selama kegiatan berlangsung
Setelah kegiatan penyuluhan berlangsung pun, warga aktif bertanya. Penyuluhan ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan mengenai
pentingnya
pemberian gizi yang baik, benar, dan seimbang kepada anggota keluarganya agar terhindar dari gizi buruk. Namun, masih terdapat beberapa
kendala dalam pelaksaan kegiatan ini, diantaranya kendala dalam berbahasa, di mana terdapat beberapa peserta yang tidak fasih dalam
berbahasa Indonesia. Selain itu, masih banyaknya ibu-ibu yang tidak membawa anak-anak mereka untuk mengikuti kegiatan posyandu secara
rutin tiap bulannya dikarenakan alasan kerja atau dengan alasan apabila anak mereka ikut posyandu dan mendapaat imunisasi, maka anak
mereka akan menjadi sakit. Diharapkan kedepannya, kader puskesmas yang tinggal disekitar warga dapat lebih aktif mengajak warga untuk
menghadiri kegiatan-kegiatan puskesmas demi peningkatan pengetahuan dan kualitas hidup serta kesehatan masyarakat Indonesia.
INSPEKSI KEBERSIHAN DAN SUMBER AIR DI PUSKESMAS KECAMATAN SUNGALIAT
Latar Belakang
Kebersihan merupakan salah satu indikator kesehatan yang penting. Lingkungan yang tidak bersih bisa menimbulkan banyak masalah penyakit,
dan karena itu penting untuk menjaga kebersihan lingkungan di luar kebersihan tubuh pribadi tubuh kita. Permasalahan kebersihan, khususnya
air bersih, bisa menyebabkan beberapa penyakit, seperti diare, maupun infeksi parasit lainnya. Masalah kesehatan ini tidak hanya terjadi di
wilayah perumahan, tetapi juga di fasilitas kesehatan, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan dengan petugas kebersihan yang bisa memeriksa
kebersihan air yang digunakan untuk mengurangi risiko ini.
Permasalahan
1. Kebersihan lingkungan Puskesmas perlu dijaga untuk memberikan rasa nyaman saat bertugas serta mengurangi risiko munculnya
alergi debu pada orang yang bekerja, sehingga inspeksi kebersihan perlu dilakukan secara rutin.
2. Ketersediaan air bersih di Puskesmas masih harus diperhatikan dan dijaga untuk mencegah terjadinya penyakit pencernaan akibat air
yang kotor, yang bisa memengaruhi kinerja petugas Puskesmas.
Perencanaan
Kegiatan ini dilaksanakan 2 bulan sekali di Puskesmas Sungailiat. Kegiatan dilakukan dengan menilai seluruh ruangan Puskesmas, dan
memberikan arah kepada petugas kebersihan jika ada sesuatu yang perlu ditingkatkan. Pemeriksaan air dilakukan dengan mengambil sampel air
dan memeriksanya dengan bantuan mikroskop untuk mendeteksi bakteri umum, seperti E.Coli atau G. Lamblia.
Pelaksanaan
Seluruh ruangan diperiksa kebersihannya dan kemudian dicek di bagian sela-sela yang sulit dibersihkan. Kemudian dilakukan evaluasi jadwal
pembersihan, ruangan mana yang dibersihkan rutin, dan mana yang tidak perlu setiap hari. Untuk pemeriksaan air, sampel diambil dari air yang
mengalir di kamar mandi pasien, kamar mandi petugas, dan air keran yang ada di wastafel luar (untuk bagian TB) dan diperiksa dengan
mikroskop. Tidak ada tanda mikroorganisme berbahaya di dalam air.
Monitoring
Inspeksi rutin dilakukan setiap 2 bulan sekali, dan dinilai kembali apakah permasalahan yang ada di inspeksi sebelumnya akan terulang atau bisa
diatasi.
Latar Belakang
Konstipasi adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan kesulitan buang air besar sebagai akibat dari feses yang mengeras. Konstipasi
biasa terjadi pada anak 40% diantaranya diawali sejak anak berusia 1 - 4 tahun, pada anak usia 7 - 8 tahun angka kejadiannya menurun hingga
sebesar 1,5 % dan usia 10 - 12 tahun menjadi sekitar 0,8 % saja. Frekuensi buang air besar pada anak dialami setiap hari kedua dan ketiga,
tanpa kesulitan. Anak-anak yang sering makan makanan cepat saji seperti burger, kentang goreng, milkshake, permen, kue, minuman ringan
manis biasanya lebih sering konstipasi. Pada bayi, konstipasi dapat terjadi akibat transisi dari ASI ke susu formula bayi, atau dari makanan bayi
ke makanan padat.
Permasalahan:
Penyebab konstipasi pada anak dapat dibagi menjadi organik dan fungsional. Hampir 95% konstipasi pada anak disebabkan kelainan fungsional
dan hanya 5% oleh kelainan organic. Konstipasi fungsional pada umumnya terkait dengan kurangnya asupan serat, kurangnya minum, kurang
aktivitas isik, stress dan perubahan aktivitas rutin, ketersediaan toilet dan masalah psikososial. Sebagian besar (90%-95%) konstipasi pada anak
merupakan konstipasi fungsional, hanya 5%-10% yang mempunyai penyebab organik.
Pelaksanaan
Tempat : Ruang Imunisasi puskesmas Sungailiat
Waktu : Pukul 11.00 – Selesai WIB
Peserta : orangtua beserta balita/anak yang datang di Puskesmas Sungailiat untuk imunisasi.
Latar belakang
Gastroenteritis atau penyakit berbasis lingkungan masih mendominasi masalah kesehatan di Negara berkembang. Penyakit berbasis lingkungan
bisa terjadi karena hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya serta komponen lingkungan yang memiliki potensi penyakit. Penyakit
diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Diare adalah buang air besar dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair,
dengan kandungan air pada tinja lebih banyak dari biasanya yaitu lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Buang air besar encer tersebut dapat
berisi atau tanpa desertai lendir dan darah. Diare bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam
satu hari (Kemenkes RI 2016).
Kejadian diare dapat disebabkan karena faktor langsung dan faktor tidak langsung. Faktor perilaku ibu sangat berperan dalam kejadian diare
pada balita. Ibu adalah sosok yang paling dekat dengan balita. Jika balita terserang diare maka tindakan-tindakan yang dilakukan oleh orang tua
terutama ibu akan menentukan perjalanan penyakitnya. Tindakan tersebut dipengaruhi berbagai hal, salah satunya adalah pengetahuan dan
sikap penanganan kasus diare. Faktor langsung yang dapat menyebabkan diare adalah pengetahuan ibu, sikap ibu, riwayat pemberian ASI
eksklusif, perilaku cuci tangan, dan hygiene sanitasi (IDAI, 2015)
Permasalahan di Masyarakat
Gastroenteritis atau penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Survei morbiditas
oleh Depkes Indonesia terlihat kecenderungan insiden diare meningkat dari tahun 2000 sebesar 301/1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi
411/1000 penduduk.
Pelaksanaan
Materi yang diberikan pada saat penyuluhan meliputi :
- Gastoenteritis
- Perencanaan pola makan
- Pemeriksaan dan pengobatan gastroenteritis
Latar blakang
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Osteoartritis yang juga disebut
sebagai penyakit degeneratif merupakan salah satu masalah kedokteran yang paling sering terjadi dan menimbulkan gejala pada orang usia
lanjut maupun setengah baya. Terjadi pada orang dari segala etnis, lebih sering mengenai wanita dan merupakan penyebab tersering pada
penyebab disabilitas jangka panjang pada pasien dengan usia lebih daripada 65 tahun.
Permasalahan di Masyarakat
WHO melaporkan 40% penduduk dunia yang lansia akan menderita OA, dari jumlah tersebut 80% mengalami keterbatasan gerak sendi.
Prevalensi Osteoartritis di Indonesia cukup tinggi yaitu 5% pada usia > 40 tahun, 30% pada usia 40-60 tahun dan 65% pada usia > 61 tahun.
Degenerasi sendi yang menyebabkan sindrom klinis osteoartritis muncul paling sering pada sendi tangan, panggul, kaki, dan spine meskipun
bisa terjadi pada sendi sinovial mana pun. Prevalensi kerusakan sendi sinovial ini meningkat dengan pertambahan usia. Diperkirakan 1 sampai 2
juta orang usia lanjut di Indonesia menderita cacat karena OA. Oleh karena itu tantangan terhadap dampak OA akan semakin besar karena
semakin banyaknya populasi yang berusia tua.
Pelaksanaan
Setelah tegak diagnosis, dilakukan edukasi mengenai penyakit osteoartritis, factor yang dapat mempengaruhi dan bagaimana cara
pengendaliannya
Tingginya angka infeksi COVID-19 di Bangka membuat banyak orang rentan terhadap infeksi. Tentunya hal ini dapat dicegah dengan
pemberlakuan vaksinasi yang tepat sasaran. Namun, cukup disayangkan bahwa capaian vaksinasi masih sangat rendah, sehingga kegiatan
vaksinasi umum perlu dilakukan dalam tingkat yang lebih banyak. Penyebaran informasi, baik melalui media cetak, media elektronik, maupun
media sosial juga bisa membantu untuk memastikan masyarakat menerima vaksin secara menyeluruh. Diharapkan dengan cakupan vaksinasi
yang tinggi, perlindungan terhadap seluruh masyarakat terhadap COVID-19 menjadi lebih baik.
Sebanyak 174 orang menjalankan vaksin CoronaVac. Semua dosis digunakan untuk vaksin kedua. Tidak terdapat masalah dalam pelaksanaan
vaksinasi ini.
Untuk memonitor efek samping, semua peserta yang divaksin diberikan nomor puskesmas untuk melaporkan jika terdapat kejadian ikutan pasca
imunisasi (KIPI). Peserta juga diberikan edukasi tentang efek apa yang perlu dilaporkan, dan bagaimana cara menangani efek samping yang lain.