Anda di halaman 1dari 7

KAJIAN HADITS ARBAIN 31 – ANJURAN UNTUK MENJADI

ORANG ZUHUD

‫ َجا َء َر ُج ٌل ِإلَى‬:‫ قَا َل‬،ُ‫ض َي هللاُ َع ْنه‬ ِ ‫ي َر‬ ِّ ‫َع ْن َسه ٍْل ب ِْن َس ْع ٍد السَّا ِع ِد‬
‫ ُدلَّنِي َعلَى َع َم ٍل ِإ َذا َع ِم ْلتُهُ َأ َحبَّنِ َي‬:ِ‫ يَا َرسُو َل هللا‬:‫النَّبِ ِّي ﷺ فَقَا َل‬
‫ازهَ ْد فِ ْي َما‬ ْ ‫ َو‬،ُ‫ك هللا‬ َ َّ‫ «اِ ْزهَ ْد فِي ال ُّد ْنيَا ي ُِحب‬:‫هللاُ َوَأ َحبَّنِ َي النَّاسُ ؟ فَقَا َل‬
ُ‫ْث َح َس ٌن َر َواهُ اب ُْن َما َج ْه َو َغ ْي ُره‬ ٌ ‫ك النَّاسُ » َح ِدي‬ َ َّ‫اس ي ُِحب‬ِ َّ‫ِع ْن َد الن‬
.‫ِبَأ َسانِ ْي َد َح َسنَ ٍة‬

Dari Abul Abbas Sa’ad bin Sahl As-Sa’idi radhiyallahu


‘anhu berkata, “Ada seseorang datang kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai
Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu amal yang
apabila aku lakukan, Allah mencintaiku dan manusia juga
mencintaiku.” Beliau menjawab, “Zuhudlah di dunia,
maka Allah akan mencintaimu. Begitu pula, zuhudlah dari
apa yang ada di tangan manusia, maka manusia akan
mencintaimu.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dan selainnya dengan sanad hasan)

Faedah, Tanbih dan Hikmah Hadits

Saat Rasulullah saw wafat, sahabat Sa’ad bin Sahl ra.


berusia 15 tahun. Beliau merupakan sahabat yang wafat
terakhir di Madinah pada tahun 98 H. dan beliau
meriwayatkan 188 hadits. Ayahnya meninggal saat
sedang bersiap menuju perang Badar.
Dalam pembahasan hadits-hadits sebelumnya telah
dijelaskan bahwa wara’ adalah meninggalkan perkara
yang syubhat. Sedangkan zuhud adalah meninggalkan
yang syubhat dan membatasi dari yang halal. maksudnya
adalah meninggalkan perkara dunia yang tidak
dibutuhkan dan merasa cukup. Tidak berlebihan bahkan
terhadap perkara yang halal sekalipun. Zahid (Orang
yang zuhud) paham bahwa cinta dunia adalah pangkal
dari segala kerusakan dan kesalahan (dosa). Rasulullah
saw bersabda,

‫حب الدنيا رأس كل خطيئة‬


“Cinta dunia adalah pangkal segala kesalahan.” (HR.
Baihaqi)

Zuhud bukan berarti sama sekali tidak mau dengan


dunia, tapi hanya sekedar memenuhi kewajiban di dunia
dan menggunakannya sebagai sarana ibadah kepada
Allah. seperti bekerja untuk menafkahi keluarga dan lain
sebagainya.

Raihlah keselamatan dengan menghindari perbuatan


syubhat (Wara’). Dan raihlah keutamaan dengan
membatasi yang halal (Zuhud) dan melihat pemberian
Allah dengan kacamata ketercukupan. kalo orang jawa
bilang, “Nerimo ing pandum”. Menerima segala
pemberian Allah apa adanya tanpa menuntut yang lebih
dari itu. Para ulama menyebutnya dengan sifat Qana’ah.

Rasulullah saw juga memerintahkan agar zuhud terhadap


apa-apa yang ada di tangan manusia, maksudnya zuhud
terhadap harta yang dimiliki orang lain. ini akan
melahirkan sifat qanaah seorang hamba. Jika tidak maka
akan muncul sifat hasad, iri dengki terhadap apa yang
dimiliki orang lain. Na’udzubillah

 
para ahli sufi selalu merasa cukup, yang penting ada
makanan yang cukup sampai nanti sore, bahkan bisa
makan untuk saat ini saja sudah cukup. selebihnya untuk
ibadah. Mereka makan agar tubuhnya kuat untuk
beribadah. bagaimana dengan kita? ibadah hanya kita
sempatkan di sisa-sisa waktu luang setelah bekerja.
Astaghfirullah

Seseorang pernah bertanya kepada Al-Imam Abul Hasan


Ali Asyadzili Qs. bagaimana beliau bisa mencapai derajat
yang tinggi, lalu beliau menjawab “aku tidak pernah
mendatangi para raja, dan tidak peduli dengan urusan
keduniaan mereka”.

Perlu berhati-hati jika profesi kita mengharuskan dekat


dengan raja, pejabat atau umara’. Apalagi bagi seorang
yang ‘Alim. Ulama jika dekat dengan umara’ harusnya
untuk menasihati mereka. bukan untuk menyenangkan
hati mereka atau memudahkan urusan-urusan mereka
yang membawa dampak buruk bagi umat.

Zuhud ada dalam tingkatan nafsu yang muthma’innah.


orang yang nafsunya telah mencapai derajat ketenangan,
tidak ada ketakutan dan kerisauan dalam hatinya. Jadilah
di dunia ini seperti seorang asing yang sedang merantau,
suatu saat kita harus kembali ke kampung halaman yakni
akhirat. renungkanlah hal ini selalu, agar tidak larut
terlena menikmati dunia.

Rasulullah saw telah bersabda:

‫كن فى الدنيا كأنك غريب أو عابر سبيل‬


“Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau
perantau.”(HR. Tirmizi)

“Terus, kalau saya tidak kerja dan usaha, saya mau


makan apa?” hati-hati dengan ucapan semacam ini, bisa
jadi ketauhidanmu sudah bergeser. Tidakkah kita pernah
berpikir, dahulu saat dalam kandungan ibu, kita tidak
bekerja dan usaha pun masih bisa makan dan tumbuh
besar, lantas kenapa sekarang seolah-olah menjadikan
pekerjaan sebagai segalanya? Takut tidak bisa makan,
takut tidak ada susu untuk anak.

Allah swt lah yang memberikanmu rezeki, setiap hasil,


ikhtiar dan pekerjaanmu, bahkan doa-doa yang kamu
panjatkan untuk urusan duniamu itu tak akan bisa kamu
lakukan tanpa kekuatan dan pertolongan dari Allah swt.
Maka jangan pandang rezeki Allah itu hanya materi dan
uang saja!.

Jika para sufi menyebut dunia, dunia yang dimaksud


adalah segala sesuatu selain Allah swt., Segala orientasi
selain kepada Allah. Zuhud atau tidak mencintai dunia
maksudnya dengan tidak bergantung pada dunia. lepas
dunia dari hatimu, maka dia akan mengikutimu, bahkan
mengejarmu. paham dan sadar bahwa dunia tidak ada
apa-apanya, hempaskan saja dia. Lawanlah hubbud
dunia dengan mahabbah kepada Allah swt, kepada
Rasulullah saw. dan para Auliya.

Namun setiap cinta butuh pengorbanan. pertanyaannya


sekarang, sudah sebesar apa pengorbananmu untuk
Allah dan rasul-Nya? diminta berkorban tapi selalu
menjawab nanti dulu. sungguh jauh dari jalan Allah swt.
Apa yang sudah kita lakukan untuk membuktikan cinta
kita kepada Allah? jangan sampai hitung-hitungan
dengan Allah swt. sungguh kerdil jiwa seseorang yang
saat diajak menuju pengorbanan, ia malah menghindar
darinya.

Khidmah, selalu mendoakan guru, berinfaq, bersodaqoh


dan saling membantu dalam kebaikan sesama ikhwan
juga merupakan bentuk pengorbanan. Semoga Allah
jadikan kita orang-orang yang zuhud terhadap dunia.

Wallahu A’lam bisshawaab


Keterangan hadits:
Zuhud secara bahasa berarti meninggalkan.
Izhad artinya zuhudlah maksudnya mengambil kadar darurat atau hajat dari
dunia yang Allah halalkan.
Ibnul Qayyim mendengar gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, berkata,
ِ ‫اف ضرره يِف‬
‫اآلخَر ِة‬ ِ ِ ‫يِف‬
ُ َ َ َ ُ َ‫ َتْر ُك َما خَت‬: ُ‫الو َرع‬
َ ‫الز ْه ُد َت ْر ُك َماالَ َيْن َف ُع اآلخَرة َو‬
ُّ
“Zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhirat.
Sedangkan wara’ adalah meninggalkan sesuatu yang membawa mudarat di
akhirat.”
Ibnul Qayyim lantas berkata, “Itulah pengertian zuhud dan wara’ yang
paling bagus dan paling mencakup.” (Madarij As-Salikin, 2:10, dinukil
dari Minhah Al-‘Allam, 3:138)
Dalam hadits, ada dua nasihat pokok:
1. Zuhud pada dunia, akan mendatangkan kecintaan Allah.
2. Zuhud pada apa yang ada di sisi manusia, akan mendatangkan
kecintaan manusia. (Lihat Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:177)
Dunia itu artinya suatu yang rendah atau dekat. Dunia disebut demikian
karena dua sebab yaitu:
 dilihat dari sisi waktu karena dunia itu sebelum akhirat.
 dilihat dari sisi kedudukannya, lebih rendah dibanding akhirat. (Syarh
Al-Arba’in An-Nawawiyyah, hlm. 347)
 
Faedah Hadits
Pertama:
Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat tamak dalam
melakukan setiap kebaikan. Mereka adalah manusia yang terdepan dalam
melaksanakan kebaikan daripada yang lainnya. Para sahabat betul-betul
ingin mengetahui suatu amalan yang dapat menyebabkan mereka
mendapatkan kecintaan Allah dan kecintaan manusia. Oleh karena itu,
mereka menanyakan hal ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kedua:
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam “Zuhudlah terhadap dunia, niscaya
Allah akan mencintaimu” menunjukkan bahwa kecintaan Allah diperoleh
dengan zuhud terhadap dunia. Definisi yang paling bagus, ‘zuhud terhadap
dunia’ adalah seseorang meninggalkan sesuatu yang dapat melalaikannya
dari mengingat Allah.
Abu Sulaiman Ad-Daaraniy mengatakan, “Para ulama di Irak berselisih
pendapat mengenai pengertian zuhud. Di antara mereka ada yang
mengatakan bahwa zuhud adalah menjauh dari manusia. Ada pula yang
mengatakan bahwa zuhud adalah meninggalkan berbagai nafsu syahwat.
Ada juga yang mengatakan bahwa zuhud adalah tidak pernah kenyang.
Semua definisi ini memiliki maksud yang sama.”
Ad-Daaraniy cenderung pada pendapat, zuhud adalah meninggalkan
sesuatu yang dapat melalaikan dari mengingat Allah ‘azza wa jalla. Definisi
beliau ini sangatlah bagus. Karena definisi yang beliau ajukan telah
mencakup makna dan macam-macam zuhud. Lihat Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-
Hikam, 2:186.
Ketiga:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Zuhudlah pula terhadap
apa yang ada pada manusia, niscaya manusia mencintaimu”. Manusia
dikenal begitu tamak terhadap harta dan berbagai kesenangan di
kehidupan dunia. Kebanyakan manusia sangat kikir untuk mengeluarkan
hartanya dan enggan untuk berderma. Padahal Allah Ta’alaberfirman,
‫ك ُه ُم الْ ُم ْفلِ ُحو َن‬
َ ‫وق ُش َّح َن ْف ِس ِه فَ ُْأولَِئ‬
ِ ‫َأطيعوا و‬
َ ُ‫َأنف ُقوا خَرْي اً َأِّلن ُف ِس ُك ْم َو َمن ي‬ ِ
ْ ‫فَ َّات ُقوا اللَّهَ َما‬
َ ُ ‫استَطَ ْعتُ ْم َوامْسَعُوا َو‬
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan
dengarlah serta ta’atlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu.
Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah
orang-orang yang beruntung.” (QS. At-Taghaabun: 16)
Seharusnya seseorang tidak terkagum-kagum dengan orang yang sangat
tamak terhadap dunia dan menampakkan padanya. Jika seseorang merasa
cukup dengan apa yang ada pada manusia, dia akan memperoleh
kecintaan mereka dan manusia pun akan mencintainya. Jika sudah
demikian, maka dia akan selamat dari kejelekan mereka.
 
Faedah lainnya:
1. Para sahabat sangat bersemangat melakukan sesuatu yang dapat
mendatangkan kecintaann Allah dan manusia.
2. Dalam hadits di atas terdapat dalil adanya sifat mahabbah (kecintaan)
bagi Allah ‘azza wa jalla.
3. Sesungguhnya kebaikan bagi hamba adalah jika Allah mencintainya.
4. Untuk memperoleh kecintaan Allah dengan zuhud pada dunia.
5. Sesungguhnya jika seseorang zuhud terhadap apa yang ada pada
manusia, hal itu merupakan sebab baginya untuk mendapatkan
kecintaan mereka. Zuhud seperti ini akan membuatnya memperoleh
kebaikan dan keselamatan dari berbagai kejelekan manusia.
6. Hukum zuhud:
 Zuhud pada syirik: wajib
 Zuhud pada maksiat: wajib
 Zuhud pada yang halal: sunnah, itulah bahasan hadits.
 
Kaedah dari hadits:
‫ب‬
َّ ‫َأح‬
َ ‫ت هَلُ ْم‬ ِ ‫ت َع َّما يِف َأيْ ِدي الن‬
َ ‫َّاس ُكلَّ َما ُكْن‬ َ ‫ُكلَّ َما ُكْن‬
Kullama kunta ‘amma fii aydin naas ab’ad kullamaa kunta lahum ahabb.
Artinya: Jika engkau semakin menjauh dari segala yang dimiliki manusia,
engkau akan mendapatkan cinta mereka.
 
Referensi:
1. Fathu Al-Qawi Al-Matin. Cetakan kedua, Tahun 1436 H. Syaikh ‘Abdul
Muhsin bin Muhammad Al-‘Abbad Al-Badr.
2. Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam. Cetakan kesepuluh, Tahun 1432 H.
Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
3. Khulashah Al-Fawaid wa Al-Qawa’id min Syarh Al-Arba’in An-
Nawawiyyah. Ibnu Rajab Al-Hambali. Syaikh ‘Abdullah Al-Farih.
4. Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun
1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul
Jauzi. Jilid kesepuluh.
5. Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah. Cetakan ketiga, Tahun 1425 H.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Dar Ats-Tsuraya.

Sumber https://rumaysho.com/23871-hadits-arbain-31-belajar-jadi-
orang-zuhud.html

Anda mungkin juga menyukai