Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

STRUMA
DI RUANG IBS RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AJIBARANG

Disusun Oleh :
FIDHA FAIRUZ SYAFIRA
210104048

PROGRAM STUDI PROFESI NERS STASE PEMINATAN IBS


UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
2022
A. DEFINISI

Struma adalah pembesaran pada kelenjar tiroid yang biasanya terjadi


karena folikel terisi koloid secara berlebihan. Setelah bertahun-tahun sebagian
folikel tumbuh semakin besar dengan membentuk kista dan kelenjar tersebut
menjadi noduler (American Thyroid Association, 2013).
Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran
kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya
diet iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya
pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon
yang dihasilkan (Smeltzer, 2018).

B. ETIOLOGI

Menurut Brunicardi et al (2010) Adanya gangguan fungsional dalam


pembentukan hormon tyroid merupakan faktor penyebab pembesaran
kelenjar tyroid antara lain :
a. Auto-imun (dimana tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang
komponen spesifik pada jaringan tersebut).
Tiroiditis Hasimoto’s adalah kondisi autoimun di mana terdapat kerusakan
kelenjar tiroid oleh sistem kekebalan tubuh sendiri. Sebagai kelenjar
menjadi lebih rusak, kurang mampu membuat persediaan yang memadai
hormon tiroid.Penyakit Graves. Sistem kekebalan menghasilkan satu
protein, yang disebut tiroid stimulating imunoglobulin (TSI). Seperti
dengan TSH, TSI merangsang kelenjar tiroid untuk memperbesar
memproduksi sebuah gondok.
b. Defisiensi Yodium.
Yodium sendiri dibutuhkan untuk membentuk hormon tyroid yang
nantinya akan diserap di usus dan disirkulasikan menuju bermacam-
macam kelenjar. Kelenjar tersebut diantaranya Choroid, Ciliary body,
Kelenjar susu, Plasenta, Kelenjar air ludah, Mukosa lambung, Intenstinum
tenue, Kelenjar gondok. Sebagaian besar unsur yodium ini dimanfaatkan
di kelenjar gondok. Jika kadar yodium di dalam kelenjar gondok kurang,
dipastikan seseorang akan mengidap penyakit gondok.
c. Obat-obatan tertentu yang dapat menekan produksi hormon tiroid.
d. Peningkatan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) sebagai akibat dari
kecacatan dalam sintesis hormon normal dalam kelenjar tiroid.
e. Kerusakan genetik, yang lain terkait dengan luka atau infeksi di tiroid.
Tiroiditis adalah peradangan dari kelenjar tiroid sendiri dapat
mengakibatkan pembesaran kelenjar tiroid.
f. Beberapa disebabkan oleh tumor (Baik dan jinak tumor kanker).
Multinodular Gondok. Individu dengan gangguan ini memiliki satu atau
lebih nodul di dalam kelenjar tiroid yang menyebabkan pembesaran. Hal
ini sering terdeteksi sebagai nodular pada kelenjar perasaan pemeriksaan
fisik. Pasien dapat hadir dengan nodul tunggal yang besar dengan nodul
kecil di kelenjar, atau mungkin tampil sebagai nodul beberapa ketika
pertama kali terdeteksi.
g. Kanker Tiroid. Thyroid dapat ditemukan dalam nodul tiroid meskipun
kurang dari 5% dari nodul adalah kanker. Sebuah gondok tanpa nodul
bukan merupakan resiko terhadap kanker.
h. Kehamilan. Sebuah hormon yang disekresi selama kehamilan yaitu
gonadotropin dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.

C. MANIFESTASI KLINIS

Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan


ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan
struma nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada
esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas). Gejala penekanan ini data juga
oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya yang keras. Biasanya tidak
disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul
Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya
suara parau. Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan
pada leher sebelah lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma
tiroid pada kelenjar getah bening, sedangkan tumor primernya sendiri
ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena benjolan di kepala yang
ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium
Adapun tanda dan gejala yang mungkin akan muncul adalah sebagai berikut :
1) Pembengkakan mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah
benjolan besar , di bagian depan leher tepat dibawah adam’s apple.
2) Perasaan sesak didaerah tenggorokan
3) Kesulitan bernapas (sesak napas),batuk, mengi (karena kompresi batang
tenggorokan)
4) Kesulitan menelan ( karena kompresi dari esophagus)
5) Suara serak
6) Distensi vena leher
7) Pusing ketika lemgan dibangkitkan di atas kepala
8) Kelainan fisik (asimetris leher)
Pada penyakit struma nodosa nontoksik tyroid membesar dengan
lambat. Awalnya kelenjar ini membesar secara difus dan permukaan licin.
Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat
mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga
terjadi gangguan menelan.
Klien tidak mempunyai keluhan karena tidak ada hipo atau
hipertirodisme. Benjolan di leher. Peningkatan metabolism karena klien
hiperaktif dengan meningkatnya denyut nadi. Peningkatan simpatis seperti ;
jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca
dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.

D. PATOFISIOLOGI

Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi yodium dari

darah untuk membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat

hormon tiroid cukup jika tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu,

dengan defisiensi yodium individu akan menjadi hipotiroid. Akibatnya,

tingkat hormon tiroid terlalu rendah dan mengirim sinyal ke tiroid. Sinyal ini
disebut thyroid stimulating hormone (TSH). Seperti namanya, hormon ini

merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid dan tumbuh dalam

ukuran yang besar Pertumbuhan abnormal dalam ukuran menghasilkan apa

yang disebut sebuah gondok

Kelenjar tiroid dikendalikan oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang

juga dikenal sebagai thyrotropin. TSH disekresi dari kelenjar hipofisis, yang

pada gilirannya dipengaruhi oleh hormon thyrotropin releasing hormon (TRH)

dari hipotalamus. Thyrotropin bekerja pada reseptor TSH terletak pada

kelenjar tiroid. Serum hormon tiroid levothyroxine dan triiodothyronine

umpan balik ke hipofisis, mengatur produksi TSH. Interferensi dengan sumbu

ini TRH hormon tiroid TSH menyebabkan perubahan fungsi dan struktur

kelenjar tiroid. Stimulasi dari reseptor TSH dari tiroid oleh TSH, TSH reseptor

antibodi, atau agonis reseptor TSH, seperti chorionic gonadotropin, dapat

mengakibatkan gondok difus. Ketika sebuah kelompok kecil sel tiroid, sel

inflamasi, atau sel ganas metastasis untuk tiroid terlibat, suatu nodul tiroid

dapat berkembang.

Kekurangan dalam sintesis hormon tiroid atau asupan menyebabkan

produksi TSH meningkat. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan

cellularity dan hiperplasia kelenjar tiroid dalam upaya untuk menormalkan

kadar hormon tiroid. Jika proses ini berkelanjutan, maka akan mengakibatkan

gondok. Penyebab kekurangan hormon tiroid termasuk kesalahan bawaan

sintesis hormon tiroid, defisiensi yodium, dan goitrogens.

Gondok dapat juga terjadi hasil dari sejumlah agonis reseptor TSH.

Pendorong reseptor TSH termasuk antibodi reseptor TSH, resistensi terhadap


hormon tiroid hipofisis, adenoma kelenjar hipofisis hipotalamus atau, dan

tumor memproduksi human chorionic gonadotropin.

Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh,

hiposekresi TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan sekresi

hormone tiroid), gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta factor pengikat

dalam plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormone tiroid.

Bila kadar-kadar hormone tiroid kurang maka akan terjadi mekanisme umpan

balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktifitas kelenjar meningkat dan terjadi

pembesaran (hipertrofi).

Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid

yang dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di sekitarnya. Di

bagian posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter

dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita

suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak

terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit.

Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau.

Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat

simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1. Pemeriksaan sidik tiroid.

Berfungsi untuk melihat teraan ukuran, bentuk lokal dan yang

bermasalah. Fungsi bagian-bagian tiroid.

2. Pemeriksaan Ultrasonografi.
Berfungsi untuk melihat beberapa bentuk kelainan dan konsistensinya.
3. Biopsi Aspirasi Jarum halus.
4. Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran
suhu kulit pada suatu tempat.
5. Penanda tumor berfungsi untuk mengukur peninggian tiroglobulin kadar tg
serum normal antara 1,5-30 nymle.
6. X Ray (foto leher).
7. Tes pengambilan RAI : meningkat pada penyakit graves dan toksik goiter
noduler, menurun pada tiroiditis.
8. T4 dan T3 serum : meningkat
9. T4 dan T3 bebas serum : meningkat
10. TSH : tertekan dan tidak berespon terhadap TRH (tiroid releasing
hormon)
11. Tiroglobulin : meningkat
12. Stimulasi TR : dikatakan hipertiroid jika TRHdari tidak ada sampai
meningkat setelah pembetian TRH.
13. Ambilan tiroid 131 : meningkat
14. Ikatan protein oidium : meningkat
15. Gula darah : meningkat ( seiring dengan kerusakan pada adrenal)
16. Fosfat alkali dan kalsium serum : meningkat
17. Pemeriksaan fungsi hepar : abnormal
18. Elektrolit : hiponatemian yang mungkin sebagai akibat dari respon adrenal
atau efek dilusi dalam terapi cairan pengganti. Hipokalsemia terjadi
dengan sendirinya pada kehilangan melalui gastrointestinal dan diuresis.
19. Katekolamin serum : menurun
20. Kreatinin urine : menurun
21. EKG : fibrilasi atrium, waktu sistolik memendek, kardiomegali.

F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan secara medis dapat dilakukan dengan cara :


1) Obat antitiroid
 Inon tiosianat menggurangi penjeratan iodide
 Propiltiosianat (PTU) menurunkan pembentukan hormone tiroid
 Iodide pada konsentrasi tinggi menurunkan aktivitas tiroid dan ukuran
kelenjar tiroid
2) Tindakan pemebedahan
 Tiroidektomi subtotal yaitu mengangkat sebagian kelenjar tiroid.
Lobus kiri atau kanan yang mengalami pembesaran diangkat dan
diharapkan kelenjar yang masih tersisa masih dapat memenuhi
kebutuhan tubuh akan hormone-hormon tiroid sehingga tidak
diperlukan terapi penganti hormone.
 Tiroidektomi total yaitu mengangkat seluruh kelenjar tiroid. Klien
klien yang menjalani tindkaan ini harus mendapat terapi hormone
penganti yang besar dosisnya beragam pada setiap individu dan dapat
dipengaruhi oleh usia, pekerjaan dan aktivitas.
Adapun pencegahannya adalah sebagai berikut :
 Dengan pemberian kapsul minyak beriodium terutama bagi penduduk
di daerah endemik sedang dan berat
 Edukasi Program ini bertujuan merubah prilaku masyarakat, dalam
hal pola makan dan memasyarakatkan pemakaian garam beriodium.
 Penyuntikan lipidol Sasaran penyuntikan lipidol adalah penduduk
yang tinggal di daerah endemik diberi suntikan 40 % tiga tahun sekali
dengan dosis untuk orang dewasa dan anak di atas enam tahun 1 cc,
sedang kurang dari enam tahun diberi 0,2 cc – 0,8 cc
 Tindakan operasi (strumektomi) Pada struma nodosa non toksik yang
besar dapat dilakukan tindakan operasi bila pengobatan tidak berhasil,
terjadi gangguan misalnya : penekanan pada organ sekitarnya,
indikasi, kosmetik, indikasi keganasan yang pasti akan dicurigai.
 Tiroksin selama 4-5 bulan Preparat ini diberikan apabila terdapat
nodul hangat, lalu dilakukan pemeriksaan sidik tiroid ulng. Apabila
nodul mengecil, terapi dianjutkan apabila tidak mengecil bahkan
membesar dilakukan biopsy atau operasi.
 Biopsy aspirasi jarum halus Dilakukan pada kista tiroid hingga nodul
kurang dari 10mm.
G. PATHWAY
G. FOKUS PENGKAJIAN

1. Asuhan Keperawatan Secara Teoritis

Pengkajian merupakan langkah awal dari dasar dalam proses keperawatan

secara keseluruhan guna mendapat data atau informasi yang dibutuhkan

untuk menentukan masalah kesehatan yang dihadapi pasien melalui

wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik meliputi :

a. Aktivitas/istirahat ; insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi,

kelelahan berat, atrofi otot.

b. Eliminasi ; urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.

c. Integritas ego ; mengalami stres yang berat baik emosional maupun

fisik, emosi labil, depresi.

d. Makanan/cairan ; kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu

makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual

dan muntah, pembesaran tyroid, goiter.

e. Rasa nyeri/kenyamanan ; nyeri orbital, fotofobia.

f. Pernafasan ; frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea, edema

paru (pada krisis tirotoksikosis).

g. Keamanan ; tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan,

alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu

meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan

kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi,


iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi

pada pretibial) yang menjadi sangat parah.

h. Seksualitas ; libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama

sekali, impotensi.

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D. 0077)

2. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (mis. Infeksi) (D.0130)

3. Resiko infeksi (D.0142)

I. INTERVENSI KEPERAWATAN

DIAGNOSIS SLKI SIKI

Nyeri Akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen nyeri


berhubungan keperawatan selama 2x24 jam (I.08238)
dengan agen diharapkan nyeri akut menurun
pencedera dengan kriteria hasil : Observasi
fisiologis (D.
Tingkat Nyeri ( L.08066) - Identifikasi
0077)
1. Keluhan nyeri menurun lokasi,
2. Meringis menurun karakteristik,
3. Gelisah menurun durasi, frekuensi,
4. Frekuensi nadi membaik kualitas,
5. Pola napas membaik intensitas nyeri
6. Tekanan darah membaik - Identifikasi skala
nyeri
- Identifikasi
factor yang
memperberat dan
memperingan
nyeri
Terapeutik

- Berikan teknik
non farmakologis
untuk
mengurangi nyeri
- Kontrol
lingkungan yang
memperberat
rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat
dan tidur
Edukasi

- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
- Ajarkan teknik
non farmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi

- Kolaborasi
pemberian
analgetik

Hipertermi Setelah dilakukan intervensi Manajemen


berhubungan keperawatan selama 2x24 jam hipertermia
dengan proses diharapkan hipertermia (I.15506)
penyakit (mis. menurun dengan kriteria hasil : Observasi
Infeksi) - Identifikasi
Termoregulasi (L.14134)
(D.0130) penyebab
1. Menggil menurun hipertermia
2. Kejang menurun - Monitor suhu
3. Suhu tubuh membaik tubuh
4. Suhu kulit membaik - Monitor kadar
elektrolit
Terapeutik
- Sediakan
lingkungan
yang dingin
- Berikan cairan
oral
- Lakukan
pedinginan
eksternal
- Hindari
pemberian
antipiretik atau
aspirin
- Berikan oksigen
Edukasi
- Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
cairan dan
elektrolit
intravena
Risiko infeksi Setelah dilakukan intervensi Pencegahan infeksi
(0142) keperawatan diharapkan tingkat (L.14539)
infeksi menurun dengan kriteria Observasi
hasil :
- Monitr tanda dan
Tingkat Infeksi ( L.14137) gejala infeksi
1. Kemerahan menurun local dan
2. Letargi membaik sistemik
3. Kadar sel darah putih
menurun Terapeutik
Keterangan: - Cuci tangan
1. Meningkat sebelum dan
2. Cukup meningkat
sesudah kontak
3. Sedang
4. Cukup menurun dengan pasien
5. Menurun dan lingkungan
pasien
- Pertahankan
teknik aseptic
pada pasien
beresiko tinggi

Edukasi

- Jelasakan tanda
dan gejala
infeksi

Kolaborasi

- Pemberian
imunisasi, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

American Thyroid Association. 2019. Goiter Clinical Thyroidology for the Public
https://www.thyroid.org/wpcontent/uploads/publications/ctfp/volume12/
issue4/ct_public_v124_5_6.pdf

Bulecheck, Gloria M, dkk. 2018. Nursing Intervension Clasification (NIC) Versi


Bahasa Indonesia. Singapura: Elsevier Global Right

Huda, Amin. 2015. APLIKASI NANDA-NIC-NOC jilid 2. Media Action


Yogyakarta

Moorhead, Sue, dkk. 2018. Nursing Outcome Clasification (NOC) Versi Bahasa
Indonesia. Singapura : Elsevier Global Right

NANDA international. 2018 Diagnosis Keperawatan: definisi dan klasifikasi


2018-2020. Jakarta: EGC

Smeltzer & Bare. 2018. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai