Anda di halaman 1dari 7

LEMBAR KERJA 4

MENYUSUN KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS


DOLMEN PTK TAHUN 2022

Nama Guru : Umi Qulsum,S.Pd


Instansi : SMA N 1 Gemuh
Mata pelajaran : Matematika
Kelas : X MIPA 3

Setelah mengerjakan LK 3, kembangkanlah ide yang bapak/ibu tulis menjadi kalimat utuh yang
saling bersinergi. LK 3 adalah ide awal yang mendasari proposal PTK bab 2. Bapak/ ibu bisa
menulis proposal bab 2 dengan kerangka sebagai berikut:

Penerapan model pembelajaran flipped classroom untuk meningkatkan keaktifan dan hasil
belajar siswa materi trigonometri pada siswa kelas X mipa 3 semester 1 SMA N 1 Gemuh
Tahun Pelajaran 2022/2023

BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. KAJIAN PUSTAKA
1) Pengertian model pembelajaran
Menurut Slavin (2010), model pembelajaran adalah suatu acuan kepada suatu
pendekatan pembelajaran termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem
pengelolaanya. Sedangkan menurut Trianto (2009) model pembelajaran merupakan
pendekatan yang luas dan menyeluruh serta dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan
pembelajarannya, sintaks (pola urutannya), dan sifat lingkungan belajarnya. Model
pembelajaran yang tepat adalah model pembelajaran yang diterapkan pada pembelajaran
bahan kajian atau pokok bahasan atau sub pokok bahasan tertentu dengan menggunakan
waktu, dana tak begitu banyak dan mendapatkan hasil yang dapat diserap siswa secara
maksimal.
Ciri-ciri Model Pembelajaran Rasional teoritik yang logis yang disusun oleh para
pencipta atau pengembangnya. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa
belajar. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan
dengan berhasil. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat
tercapai. Sebagai seorang guru harus mampu memilih model pembelajaran yang tepat
bagi peserta didik. Karena itu dalam memilih model pembelajaran, guru harus
memperhatikan keadaan atau kondisi siswa, bahan pelajaran serta sumber-sumber
belajar yang ada agar penggunaan model pembelajaran dapat diterapkan secara efektif
dan menunjang keberhasilan belajar siswa. Seorang guru diharapkan memiliki motivasi
dan semangat pembaharuan dalam proses pembelajaran yang dijalaninya. Menurut
Sardiman A. M. (2004: 165), guru yang kompeten adalah guru yang mampu mengelola
program belajar-mengajar. Mengelola di sini memiliki arti yang luas yang menyangkut
bagaimana seorang guru mampu menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti
membuka dan menutup pelajaran, menjelaskan, menvariasi media, bertanya, memberi
penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru menerapkan strategi, teori belajar dan
pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. Pendapat serupa
dikemukakan oleh Colin Marsh (1996: 10) yang menyatakan bahwa guru harus
memiliki kompetensi mengajar, memotivasi peserta didik, membuat model
instruksional, mengelola kelas, berkomunikasi, merencanakan pembelajaran, dan
mengevaluasi. Semua kompetensi tersebut mendukung keberhasilan guru dalam
mengajar. Setiap guru harus memiliki kompetensi adaptif terhadap setiap perkembangan
ilmu pengetahuan dan kemajuan di bidang pendidikan, baik yang menyangkut
perbaikan kualitas pembelajaran maupun segala hal yang berkaitan dengan peningkatan
prestasi belajar peserta didiknya.
Kriteria model pembelajaran yang dikatakan baik, jika sesuai dengan kriteria adalah
sebagai berikut: Pertama, sahih (valid). Aspek validitas dikaitkan dengan dua hal, yaitu:
apakah model yang dikembangkan didasarkan pada rasional teoritis yang kuat dan
apakah terdapat konsistensi internal. Kedua, praktis, aspek kepraktisan hanya dapat
dipenuhi jika para ahli dan praktisi menyatakan bahwa apa yang dapat dikembangakan
dapat diterapkan dan kenyataan menunjukkan bahwa apa yang dikembangkan tetrsebut
dapat diterapkan. Ketiga, efektif, berkaitan dengan aspek efektifitas sebagai berikut: ahli
dan praktisi berdasarkan pengalamnnnya menyatakan bahwa model tersebut efektif; dan
secara operasional model tersebut memberikan hasil yang sesuai dengan yang
diharapkan (Trianto, 2013). Arends dan pakar model pembelajaran berpendapat bahwa
tidak ada satu pun model pembelajaran yang paling baik diantara yang lainnya apabila
tidak dilakukan ujicoba pada suatu mata pelajaran. Oleh karena itu, perlu adanya seleksi
pada setiap model pembelajaran mana yang paling baik untuk diajarakan pada materi
tertentu (Trianto, 2013).

2) Pengertian Flipped Classroom


Flipped Classroom adalah model pembelajaran yang “membalik” metode tradisional,
dimana biasanya materi diberikan di kelas dan siswa mengerjakan tugas di rumah.
Konsep Flipped Classroom mencakup active learning, keterlibatan siswa, dan
podcasting. Dalam flipped classroom, materi terlebih dahulu diberikan melalui video
pembelajaran yang harus ditonton siswa di rumah masing-masing. Sebaliknya, sesi
belajar di kelas digunakan untuk diskusi kelompok dan mengerjakan tugas. Di sini, guru
berperan sebagai pembina atau pemberi saran.
Penerapan model flipped classroom memiliki banyak keuntungan dibandingkan model
pembelajaran tradisional. Tersedianya materi dalam bentuk video memberikan
kebebasan pada siswa untuk menghentikan atau mengulang materi kapan saja di bagian-
bagian yang kurang mereka pahami. Selain itu, pemanfaatan sesi belajar di kelas untuk
proyek atau tugas kelompok mempermudah siswa untuk saling berinteraksi dan belajar
satu sama lain. Namun, meski memiliki banyak kelebihan, flipped classroom
membutuhkan persiapan matang agar dapat berjalan dengan optimal. Guru tentunya
harus membuat video pembelajaran yang menarik, berkualitas, serta dapat dipahami
siswa tanpa tatap muka secara langsung; sementara siswa, disisi lain, harus memiliki
akses terhadap koneksi internet.
Menurut Bergman & Sams (2012), terdapat empat pilar dalam flipped classroom, yaitu:
a) Flexibel Environment
Guru menciptakan ruang belajar yang fleksibel dimana siswa dapat memilih kapan dan
dimana mereka belajar. Selanjutnya, guru yang membalik kelas mereka dengan harapan
siswa dapat menentukan sendiri jadwal dan cara belajar mereka, serta guru fleksibel
membuat penilaian hasil belajar sesuai prosesnya.
b) Learning Culture
Model Pembelajaran Flipped memberi kesempatan kepada siswa untuk terlibat secara
aktif dalam kegiatan belajar baik di dalam maupun di luar kelas. Di luar kelas, siswa
aktif mempelajari materi pelajaran yang disampaikan dalam berbagai media.
Sedangkan di dalam kelas, siswa berkesempatan mengkesplorasi lebih mendalam materi
pelajaran dengan birdiskusi secara aktif baik dengan sesama siswa maupun dengan
guru. Dengan kata lain, siswa terlibat secara aktif dalam mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri dan mengevaluasinya sehingga bermakna.
c) Intentional Content
Guru sengaja menyediakan dan menggunakan konten pembelajaran untuk
mengoptimalkan kegiatan pembelajarn yang berpusat pada siswa. Sehingga model
pembelajaran Flipped benar-benar dapat membantu siswa mengembangkan pemahaman
konseptual dan kelancaran prosedural.
d) Professional Educators
Guru yang profesional selalu mengamati dan memberikan perhatian penuh kepada
siswanya selama proses pembelajaran berlangsung, memberikan umpan balik yang
relevan pada saat itu dan menilai secara obyektif semua tugas siswa. Selain itu, guru
yang profesional mampu berkolaborasi meningkatkan kualitas pembelajaran, menerima
kritik yang konstruktif dan mengelola kelas dengan baik.
Dalam model flipped classroom, guru dan siswa terlibat dalam mengeksplorasi konsep
dan materi pelajaran, serta menjadikan pembelajaran yang bermakna. Guru berperan
sebagai fasilitator yang siap memberikan bimbingan kepada siswa untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Siswa bertanggung jawab penuh terhadap pembelajaran yang
dilakukan.

3. Keaktifan
1) Pengertian Partisipasi
Menurut Davis dan Newstrom (2004: ) Partisipasi adalah keterlibatan mental dan
emosional orang-orang dalam situasi kelompok. Dan mendorong mereka untuk
memberikan suatu kontribusi demi tujuan kelompok, dan juga berbagai tanggung jawab
dalam pencapaian tujuan. Dalam defenisi tersebut kunci pemikirannya adalah
keterlibatan mental dan emosi. Sebenarnya partisipasi adalah suatu gejala demokrasi
dimana orang diikutsertakan dalam suatu perencanaan serta dalam pelaksanaan dan juga
ikut memikul tanggung jawab sesuai dengan tingkat kematangan dan tingkat
kewajibannya. Partisipasi itu menjadi baik dalam bidang-bidang fisik maupun bidang
mental serta penentuan kebijaksanaan. Partisipasi buah pikiran lebih merupakan
partisipasi berupa sumbangan ide, pendapat atau buah pikiran konstruktif, baik untuk
menyusun program maupun untuk memperlancar pelaksanaan program dan juga untuk
mewujudkannya dengan memberikan pengalaman dan pengetahuan guna
mengembangkan kegiatan yang diikutinya.
Berdasarkan pengertian di atas dapat diketahui bahwa dalam partisipasi terdapat unsur-
unsur sebagai berikut:
a) Keterlibatan peserta didik dalam segala kegiatan yang dilaksanakan dalam proses
belajar mengajar.
b) Kemauan peserta didik untuk merespon dan berkreasi dalam kegiatan yang
dilaksanakan dalam proses belajar mengajar.
Partisipasi siswa dalam pembelajaran sangat penting untuk menciptakan pembelajaran
yang aktif, kreatif, dan menyenangkan. Dengan demikian tujuan pembelajaran yang
sudah direncakan bisa dicapai semaksimal mungkin. Tidak ada proses belajar tanpa
partisipasi dan keaktifan anak didik yang belajar. Setiap anak didik pasti aktif dalam
belajar, hanya yang membedakannya adalah kadar/bobot keaktifan anak didik dalam
belajar. Ada keaktifan itu dengan kategori rendah, sedang dan tinggi. Disini perlu
kreatifitas guru dalam mengajar agar siswa berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
Penggunaan strategi dan metode yang tepat akan menentukan keberhasilan kegiatan
belajar mengajar. Metode belajar mengajar yang bersifat partisipatoris yang dilakukan
guru akan mampu membawa siswa dalam situasi yang lebih kondusif karena siswa lebih
berperan serta lebih terbuka dan sensitif dalam kegiatan belajar mengajar.
Menurut Hanif (1998) tinggi rendahnya partisipasi siswa dalam pembelajaran di kelas
dapat dilihat dari keadaan atau aktivitas yang terjadi dalam pembelajaran. Partisipasi
siswa dikatakan tinggi jika lebih dari 70% siswa terlibat dalam proses pembelajaran.
Partisipasi siswa dikatakan sedang jika 40% - 70% siswa terlibat dalam proses
pembelajaran. Partisipasi siswa dikatakan rendah jika kurang dari 40% siswa terlibat
dalam proses pembelajaran.

Menurut Hambali (2011), terdapat beberapa indikator yang menunjukkan ciri-ciri keaktifan
belajar siswa, antara lain yaitu:

a. Keaktifan siswa pada proses perencanaan 

1. Adanya keterlibatan siswa dalam merumuskan tujuan pembelajaran sesuai dengan


kebutuhan dan kemampuan serta pengalaman dan motivasi yang dimiliki sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan kegiatan pembelajaran. 
2. Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun rancangan pembelajaran.
3. Adanya keterlibatan dalam menentukan dan mengadakan media pembelajaran yang akan
digunakan.
b. Keaktifan siswa pada proses pembelajaran 

1. Adanya keterlibatan siswa baik secara fisik, mental, emosional, maupun intelektual
dalam setiap proses pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari tingginya perhatian serta
motivasi siswa untuk menyelesaikan setiap tugas yang diberikan sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan. 
2. Siswa belajar secara langsung. Dalam proses pembelajaran secara langsung, konsep dan
prinsip di berikan melalui pengalaman nyata seperti merasakan, meraba, mengoperasikan,
melakukan sendiri, dan lain sebagainya. Demikian juga pengalaman itu dapat dilakukan
dalam bentuk kerja sama dan interaksi dalam kelompok.
3. Adanya upaya siswa untuk menciptakan iklim belajar yang kondusif. 
4. Keterlibatan siswa dalam mencari dan memanfaatkan setiap sumber belajar yang tersedia
yang dianggap relevan dengan tujuan pembelajaran.
5. Adanya keterlibatan siswa dalam melakukan prakarsa seperti menjawab dan mengajukan
pertanyaan, berusaha memecahkan masalah yang diajukan atau yang timbul selama
proses pembelajaran berlangsung. 
6. Siswa mampu berinteraksi multi-arah, baik antara siswa dengan siswa atau antara guru
dengan siswa. interaksi ini juga ditandai dengan keterlibatan semua siswa secara merata,
artinya pembicaraan atau proses tanya jawab tidak didominasi oleh siswa-siswa tertentu
saja.

c. Keaktifan siswa pada evaluasi pembelajaran 

1. Adanya keterlibatan siswa untuk mengevaluasi sendiri hasil pembelajaran yang telah
dilakukannya. 
2. Keterlibatan siswa secara mandiri untuk melaksanakan kegiatan tes, dan tugas-tugas yang
harus dikerjakannya. 
3. Kemauan siswa menyusun laporan baik tertulis maupun secara lisan berkenaan hasil
belajar yang diperolehnya

4. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi hasil belajar dan tindak mengajar.
Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi
siswa, hasil belajar merupakan puncak proses belajar yang merupakan bukti dari usaha
yang telah dilakukan.
Menurut Hamalik (2002 : 155) hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan
tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam perubahan sikap dan
ketrampilan. Perubahan dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang
lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu,
sikap tidak sopan menjadi sopan dan sebagainya.
Menurut Nasrun (dalam Tim Dosen, 1980 : 25) hasil belajar merupakan hasil akhir
pengambilan keputusan mengenai tinggi rendahnya nilai yang diperoleh siswa selama
mengikuti proses pembelajaran. Hasil belajar dikatakan tinggi apabila tingkat
kemampuan siswa bertambah dari hasil sebelumnya.
Hasil belajar sering dipergunakan dalam arti yang sangat luas yakni untuk
bermacam – macam aturan terhadap apa yang telah dicapai oleh siswa, misalnya
ulangan harian, tugas – tugas pekerjaan rumah, tes lisan yang dilakukan selama
pelajaran berlangsung, tes akhir semester dan sebagainya. Dalam penelitian ini, hasil
belajar yang dimaksud adalah hasil tes tiap siklus.
Selanjutnya Davis ( dalam Abdullah, 2007 : 4 ) mengatakan : “ dalam setiap proses
belajar akan selalu terdapat hasil nyata yang dapat diukur. Hasil nyata yang dapat diukur
dinyatakan sebagai prestasi belajar seseorang “.
Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa suatu proses belajar mengajar pada akhirnya
akan menghasilkan kemampuan siswa yang mencakup pengetahuan, sikap dan
ketrampilan. Dalam arti bahwa perubahan kemampuan merupakan indikator untuk
mengetahui hasil prestasi belajar siswa yang diperoleh siswa setelah ia menerima suatu
pengetahuan yang berupa angka (nilai). Jadi aktivitas siswa mempunyai peranan yang
sangat penting dalam proses belajar mengajar, tanpa adanya aktivitas siswa maka proses
belajar mengajar tidak akan berjalan baik, akibatnya hasil belajar yang dicapai siswa
rendah.

5. PENELITIAN YANG RELEVAN


1. Penelitian dari Andika Bagus Wicaksono (2015) yang berjudul Penerapan Model
Pembelajaran Flipped Classroom dengan Pendekatan Project Based Learning untuk Mata
Pelajaran Biologi Kelas X ( studikasus SMAN 1 Salatiga)
2. Penelitian dari Made Delina Rusnawati (2020) yang berjudul Implementasi Flipped
Classroom terhadap Hasil dan Motivasi Belajar
3. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lusiana Puspita Sari (2019) yang berjudul
Penerapan Model Pembelajaran Flipped Classroom dengan Media Interakfit Video
Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa

4. KERANGKA BERPIKIR

Kondisi Guru belum menggunakan Keaktifan dan Hasil


Awal Model pembelajaran
belajar
flipped classroom
siswa rendah

Keaktifan dan Hasil belajar


Tindakan Siklus I, Penggunaan siswa meningkat
pendekatan saintifik berbantuan
media pembelajaran interaktif

REFLEKSI

Peningkatan keaktifan dan


Kondisi Akhir
Hasil belajar
Siklus II, Penggunaan
model pembelaarn
flipped classroom

Anda mungkin juga menyukai