Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

RDS (RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME)

Nama : DWI FEBRIANA

NIM : 2111040125

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021
LAPORAN PENDAHULUAN
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

1. DEFINISI
Respiratory distress syndrome (RDS) merupakan sindrom gawat nafas yang
disebabkan oleh kurangnya surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa
kehamilan yang kurang. RDS juga dapat disebut hyaline membrane didease
(HMD). RDS terjadi karena adanya atelektasis alveoli, edema, kerusakan sel
sehingga dapat menyebabkan terjadinya bocornya serum protein ke dalam alveoli
yang menghambat fungsi surfaktan. Surfaktan merupakan suatu zat yang dapat
menurunkan tegangan dinding alveoli paru. Pertumbuhan surfaktan paru mencapai
maksimum pada usia kehamilan ke 35 minggu (fida & maya, 2012). Kekurangan
surfaktan menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk mempertahankan
stabilitasnya. Hal ini menyebabkan alveolus kembali kolaps setiap akhir ekspirasi
yang berikutnya membutuhkan tekanan negative intoraks yang lebih besar yang
disertai usaha inspirasi yang kuat. Tanda dan gejala dari sindrom gawat nafas atau
RDS adalah pernafasan cepat, sianosis perioral, merintih waktu ekspirasi, retraksi
substernal dan interkostal. Masalah pernafasan pada bayi sering dihubungkan
dengan kondisi Respiratory Distresss Syndrome (RDS) merupakan penyebab
terbanyak dari angka kesakitan dan kematian pada bayi (pantiawati, 2010). Bayi
dengan RDS terjadi sebanyak 60-80% pada umur kehamilannya kurang dari 28
minggu, 15-30% pad umur kehamilannya sekitar 32-36 minggu, dan sekitar 3%
pada umur kehamilan lebih dari 37 minggu. Kematian bayi dengan RDS sangat
berkaitan erat dengan usia kehamilan. Risiko bayi mengalami RDS tertinggi
terjadi pada usia bayi yang masih muda. Keadaan bayi yang mengalami RDS
menjadi salah satu factor yang menyebabkan sistem pernapasan immature dan
tidak adekuatnya jumlah surfaktan pada paru paru bayi (fida & maya, 2012). 4
Immaturitas sistem pernapasan pada bayi dengan RDS dapat menyebabkan
masalah keperawatan yaitu pola napas tidak efektif. Pola napas tidak efektif
merupakan inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi yang adekuat
(Tim Pokja SDKI, 2016). Faktor yang dapat menyebabkan pola napas tidak efektif
pada bayi dengan RDS yaitu hambatan upaya napas seperti kelelahan otot
pernapasan. Tanda dan gejala pola napas tidak efektif pada bayi dengan RDS
terdiri dari tanda gejala mayor yaitu dipsnea, penggunaan otot bantu pernapasan,
fase ekspirasi memanjang, pola napas abnormal, dan tanda gejala minor yaitu
ortopnea, pernapasan cuping hidung, retraksi dada (Tim Pokja SDKI, 2016).
2. ETIOLOGI
Ada 4 Faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu :
1. Prematur
2. Asfiksia diabetes
3. Maternal sesaria
4. Seksio sesaria
Respiratory Distress Syndrome (RDS) disebut juga Hyaline Membran
Disease (HMD) didapatkan pada 10% bayi prematur, yang disebabkan
defisiensi surfaktan pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang
surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur.
3. MANIFESTASI KLINIS
1. Sesak nafas atau pernafasan cepat
2. Frekuensi nafas > 60 x/menit
3. Pernafasan cepat dan dangkal timbul setelah 6-8 jam setelah lahir
Retraksi interkostal, epigastrium, atau suprasternal pada inspirasi
4. Sianosis dan pernafasan cuping hidung
5. Grunting pada ekspirasi (terdengan seperti suara rintihan saat
ekspirasi)
6. Takikardi (170 x/menit)
Evaluasi gawat nafas menurut skor down

4. PATHOFISIOLOGI
RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat
yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel
saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada
kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri
dari fosfolipid (75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan
tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu
menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan
menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2
dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
1. Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan
penimbunan asam laktat asam organic>asidosis metabolic.
2. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi
kedalam alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang
nekrotik>lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung, penurunan
aliran darah keparum, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan,
yang menyebabkan terjadinya atelektasis.
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada
periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress
intrauterine seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.
5. KOMPLIKASI
Komplikasi jangka pendek ( akut ) dapat terjadi :
1. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara ( pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema intersisiel ), pada bayi
dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea,
atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
2. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan thrombositopeni.
Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv seperti pemasangan jarum vena,
kateter, dan alat-alat respirasi.
3. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular : perdarahan
intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur dengan frekuensi
terbanyak pada bayi RDS dengan ventilasi mekanik.
4 PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi yang dihentikan terapi
surfaktannya.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas oksigen, tekanan
yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan kurangnya oksigen yang
menuju ke otak dan organ lain.
Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :
1. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru kronik
yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36
minggu. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi,
inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan
menurunnya masa gestasi.
2. Retinopathy prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi intrakranial,
dan adanya infeksi.

6. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk
mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
2. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
5. Mencegah hipotermia.
6. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan secara umum :
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang paling
sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan infus dektrosa 5 %
· Pantau selalu tanda vital
· Jaga patensi jalan nafas
· Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
b. Jika bayi mengalami apneu
· Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
· Lakukan penilaian lanjut
c. Bila terjadi kejang potong kejang segera periksa kadar gula darah
e. Pemberian nutrisi adekuat
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan
kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen
spesifik atau menajemen lanjut:
Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada
waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the
Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi
tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun
demikian, pada beberapa kasus. Gangguan napas ringan merupakan tanda
awal dari infeksi sistemik.
Gangguan nafas sedang
· Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih
sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
· Bayi jangan diberi minukm
· Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin)
untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
- Suhu aksiler <> 39˚C
- Air ketuban bercampur mekonium
- Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban
pecah dini (> 18 jam)
· Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah
suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
- Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada perbaikan,
berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar seposis
- Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali abnormal
ulangi tahapan tersebut diatas.
· Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2
jam
· Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan
setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
· Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi
o2secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam. Jika
tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan memakai salah satu cara
pemberian minum
· Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila
bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari,
minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat
dipulangkan
Gangguan nafas ringan
· Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
· Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul gejala
sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan
nafas sedang dan dan segera dirujuk di rumah sakit rujukan.
· Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI peras
dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
· Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan
napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.
Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
· Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
· Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan
caiaran paru
· Fenobarbital
· Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
· Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen ( derifat dari sumber
alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa
juga berbentuk surfaktan buatan )
7. PATHWAYS

Bayi lahir prematur

Inadekuat sufaktan Lapisan lemak belum terbentuk pada kulit

Alveolus kolaps resiko gangguan termoregulasi hipotermia

Ventiasi berkurang hipoksia

Peningkatan usaha nafas cedera paru pembentukan membran hialin

Takipnea edema

Pola Nafas Tidak Efektif Pertukaran gas terganggu mengedap dialveoli

Reflek hisap menurun penguapan meningkat

Intake tidak adekuat resiko kekurangan volume

Cairan

Kerkurang nutrisi
8. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian diawali dari fungsi pernafasan, ,mengobservasi kemampuan
paru paru bayi untuk bernafasan pada fase transisi dari kehidupan intra-
uteri ke kehidupan ekstra-uteri. Bayi BBLR terutama yang prematur
mempunyai kesulitan pada fase transisi ini karena jumlah alveoli yang
berfungsi masih sedikit, defisiensi surfaktan, lumen sistem pernafasan
yang kecil, kolaps atau obstruksi jalan napas, insufisiensi klasifikasi dari
tulang toraks, lemah atau tidak adanya refleks dan pembuluh darah paru
yang immature. Hal tesebut dapat mengganggu usaha bayi untuk bernafas
dan mengakibatkan distress 16 pernafasan dalam melakukan pengkajian
dasar, data dapat dikelompokan menjadi data subjektif dan data objektif :
a. Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang menggambarkan hasil pengumpulan
data pasien melalui anamnesa atau wawancara. Hasil anamnesa yang
berhubungan dengan bayi RDS dapat dikelompokan sebagai berikut :
b. Data Objektif
Data objektif adalah data yang menggambarkan hasil pemeriksaan
fisik, hasil laboratorium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan
dalam data fokus. Pengkajian pada bayi RDS bertujuan untuk
mengetahui fisiologis dasar pada bayi RDS.
B. Dx. Keperawatan
Masalah Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakadekuatan
kadar surfaktan, ketidakseimbangan perfusi ventilasi
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi/
kelelahan, keterbatasan pengembangan otot
3. Termogulasi tidak efektif berhubungan dengan penurunan lemak
subkutan, peningkatan upaya pernafasan sekunder akibat RDS
C. Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


o Keperawatan Hasil

1. Kerusakan Setelah dilakukan Acid Base Management


pertukaran gas tindakan 1. Pertahanan
b.d keperawatan 3x24 kepatenan jalan
ketidakadekuata jam diharapkan nafas
n kadar AGD pasien dalam 2. Posisikan pasien
surfaktan, batas normal dengan untuk
ketidakseimbang kriteria hasil : mendapatkan
an perfusi a. PaO2 dalam ventilasi yang
ventilasi batas normal adekuat (mis, buka
(80-100 jalan nafas dan
mmHg) tinggikan kepala
b. PaCO2 dalam dari tempat tidur
batas normal 3. Monitor
(35-45 hemodinamika
mmHg) status (CVP &
c. pH normal MAP)
(7,35-7,45) 4. Monitor kadar Ph,
d. SaO2 normal PaO2,PaCO2
(95-100%) darah melalui hasil
e. Tidak ada AGD
sianosis 5. Monitor tanda-
f. Tidak ada tanda gagal nafas
penurunan Monitor
kesadaran 1.monitor status
neurologis
2. monitor status
pernafasan dan status
oksigenasi klien
3. atur intake cairan
4. auskultasi bunyi napas
dan adanya suara napas
tambahan ( ronchi,
wheezing, krekels, jika
diperlukan
5. kolaborasi pemberian
nebulizer, jika diperlukan
6. kolaborasi pemberian
oksigen, jika diperlukan

2. Pola nafas tidak Setelah dilakukan Manajemen jalan napas


efektif b.d tindakan 1. Monitor pola
hambatan upaya keperawatan 3x24 napas ( frekuensi,
napas (kelelahan jam diharapkan pola kedalaman, usaha
otot pernapasan ) nafas dapat napas )
dibuktikan membaik dengan 2. Monitor bunyi
dengan dipsnea, kriteria hasil : napas tambahana
penggunaan otot a. Dipsnea (gurgling,mengi,w
bantu menurun heeing, ronkhi)
pernapasan, pola b. Penggunaan 3. Berikan oksigen,
napas abnormal, otot napas jika perlu
pernapasan bantu 4. Kolaborasi
cuping hidung, menurun pemberian
retraksi dada c. Pernafasan bronkodilator,
cuping mukolitk, jika
hidung perlu
menurun Pemantauan respirasi
d. Frekuensi 1. Monitor frekuensi,
nafas irama, kedalaman,
membaik dan upaya napas
e. Kedalaman 2. Monitor pola napas
napas (seperti bradipneu,
membaik takipneu,hipervensital
si)
3. Monitor adanya
sumbatan jalan napas
4. Auskultasi bunyi
napas
5. Monitor saturasi
oksigen
6. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
7. Atur interval
pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
8. Monitor adanya
pernafasan cuping
hidung
9. Monitor adanya
kelemahan otot
diagfragma

3. Termoregulasi Setelah dilakukan Regulasi temperatur


tidak efektif b.d tindakan Observasi
penurunan lemak keperawatan 3x 24 1. Monitor suhu bayi
subkutan, jam diharapkan sampai stabil
peningkatan masalah keperawatan 2. Monitor suhu
upaya pernafasan termogulasi tidak tubuh
sekunder akibat efektif dapat teratasi 3. Monitor tekanan
RDS dengan kriteri hasil : darah
a. Menggigil 4. Monitor warna
menurun kulit dan suhu
b. Kejang kulit
menurun 5. Monitor tanda
c. Akrisianosis gejala hipertermi
menurun
d. Konsumsi
oksigen
menurun
e. Pucat
menurun
f. Takikardi
menurun
g. Bradikardi
menurun
h. Hipoksia
menurun
i. Suhu tubuh
membaik
j. Suhu kulit
membaik
DAFTAR PUSTAKA

Evan. 2011. Asuhan Keperawatan Pasien Respiratory Distress Syndrome


(RDS), diakses pada tanggal 10 September 2011

Hermansen C, Lorah K. Respiratory distress in the newborn. Am Fam


Physician. 2007;76:987-94.

Indrasanto, Eriyanti., dkk. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obsetri Dan


Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK).

Kosim. M.S., 2010. Deteksi Dini Dan Manajemen Gangguan Napas Pada
Neonatus Sebagai Aplikasi P O N E K (Pelayanan Obstetri Neonatal
Emergency Komprehensif). Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Kariadi/
FK UNDIP Semarang

Markum, A.H, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI, Jakarta, 1991, hal. 303-306.

Nur .A ., dkk. 2010. Pemberian Surfaktan Pada Bayi Prematur Dengan


Respiratory Distress Syndrome. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK.
Unair/RSUD Dr. Soetomo

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I,
Editor : Rusepno Hassan & Husein Alatas, Bagian IKA FKUI, Jakarta 1985,
hal.

Surasmi,Asrining,dkk.2003.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC

Suriadi dan Yuliani, R. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta
: CV Sagung Seto
Winarno, dkk, Penatalaksanaan Kegawatan Neonatus, dalam Simposium
Gawat Darurat Neonatus, Unit Kerja Koordinasi Pediatri Darurat IDAI, Badan
Penerbit UNDIP, Semarang, 1991, hal. 151-153.

Anda mungkin juga menyukai