Anda di halaman 1dari 33

DOSEN : Ir. Syaiful Syaiful,M.

Kes
MATA KULIAH : program dan instrumen dan K3

“INSTRUMEN PROGRAM KESEHATAN DAN KESELAMATAN


KERJA”

Oleh:
AZHURA ANGGIA AQISERRA
190201133

STIKES ALINSYIRAH PPEKANBARU


PRODI S1 KESEHATAN MASYARAKAT
RIAU
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang maha Esa karena atas anugrah-
NYA kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan ““INSTRUMEN DAN
PROGRAM KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA”
dengan tepat waktu dan penuh rasa tanggung jawab, mengingat ini
merupakan salah satu kriteria penilaian dosen terhadap mahasiswa khususnya
dalam mata pelajaran Sanitasi Industri dan keselamatan Kerja.

Adapun dalam penulisan makalah ini kami dihadapkan dengan berbagai


kesulitan dan hambatan-hambatan, namun semua itu dapat teratasi berkat adanya
bantuan dari berbagai pihak, baik bantuan moral, maupun materil.

Oleh karena itu, ijinkan kani menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu, akhirnya kami menyadari
bahwa “tiada gading yang tak retak” begitu pula kami selaku insan manusia biasa
yang tak luput dari kesalahan dan kekurangan. Olehnya saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini sangat diharapkan.

Lubuk Jambi, 9 Mei 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Keselamatan Kerja Dan Kesehatan Kerja.......................................3
B. Kecelakaan Kerja dan Penyakit Kerja..........................................................6
C. Jaminan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.................................................8
D. Instrumentasi Dalam Keselamatan Dan Kesehatan Kerja............................8
E. Program Dalam Kesehatan Dan Keselamatan Kerja....................................23
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................29
B. Saran............................................................................................................30

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini dalam peraturan persaingan global, kesehatan kerja
menjadi sebuah inspirasi bagi dunia industri untuk meningkatkan derajat
kesehatan para pekerja. Tidak hanya para pekerja yang bekerja di industri
besar akan tetapi industry kecilpun sudah mulai ambil ancang-ancang untuk
memfokuskan dirinya dalam memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku di
dalam ilmu kesehatan kerja.Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan
hidup dan masyarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja.
Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh
perusahaan. Sedangkan pengertian keselamatan dan kesehatan kerja secara
keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja sangat penting bagi kita untuk
menciptakan tempat kerja yang aman, sehat bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa
maupun kerugian materi bagi pekerja tetapi juga dapat merusak lingkungan
yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat.
Kesehatan kerja mempengaruhi manusia dalam hubungannya dengan
pekerjaan dan lingkungan kerjanya, baik secara fisik maupun psikis yang
meliputi: metode bekerja, kondisi kerja dan lingkungan kerja yang mungkin
dapat menyebabkan kecelakaan, penyakit ataupun perubahan dari kesehatan
sesorang.
Dengan keselamatan dan kesehatan kerja maka para pihak diharapkan
dapat melakukan pekerjaan dengan aman dan nyaman. Pekerjaan dikatakan
aman jika apapun yang dilakukan oleh pekerja tersebut, risiko yang mungkin

1
muncul dapat dihindari. Perkerjaan dikatakan nyaman jika para pekerja yang
bersangkutan dapat melakukan pekerjaan dengan merasa nyaman dan betah,
sehingga tidak mudah capek dan tidak akan menyebabkan kecelakaan.
Meskipun ketentuan mengenai kesehatan dan keselamatan kerja telah diatur
sedemikian rupa, tetapi dalam praktiknya tidak seperti yang harapkan. Begitu
banyak faktor dilapangan yang mempengaruhi kesehatan dan keselamatan
kerja seperti faktor manusia, lingkungan dan psikologi. Untuk itu upaya
dilakukan agar pekerja lebih memahami pentingnya keselamatan dan
kesehatan dalam bekerja dengan mengetahui peran maupun fungsi dari
instrumentasi keselamatan dan kesehatan kerja.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)?
2. Apa yang dimaksud dengan Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja?
3. Bagaimana Upaya Jaminan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)?
4. Bagimana memahami Instrumentasi pada Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3)?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)?
2. Untuk mengetahui Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja?
3. Untuk mengetahui Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)?
4. Untuk mengetahui Instrumentasi pada Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3)?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Keselamatan Kerja Dan Kesehatan Kerja


1. Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan
peralatan, tempat kerja dan lingkungan, serta cara-cara melakukan
pekerjaan. Keselamatan kerja menjadi aspek yang sangat penting,
mengingat resiko bahayanya dalam penerapan teknologi. Keselamatan
kerja merupakan tugas semua orang yang bekerja, setiap tenaga kerja dan
juga masyarakat pada umumnya.
Keselamatan kerja adalah membuat kondisi kerja yang aman dengan
dilengkapi alat-alat pengaman, penerangan yang baik, menjaga lantai dan
tangga bebas dari air, minyak, nyamuk dan memelihara fasilitas air yang
baik.Menurut Malthis dan Jackson (2002), keselamatan kerja menunjuk
pada perlindungan kesejahteraan fisik dengan dengan tujuan mencegah
terjadinya kecelakaan atau cedera terkait dengan pekerjaan. Muhammad
Sabir (2009) mendefinisikan, keselamatan kerja adalah keselamatan yang
berhubungan dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses
pengelolaannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara
melakukan pekerjaan. Keselamatan kerja menyangkut segenap proses
produksi dan distribusi, baik barang maupun jasa. Unsur-unsur penunjang
keselamatan kerja sebagai berikut:
1.     Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja yang dijelaskan
sebelumnya.
2.      Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.
3.     Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan
kesehatan kerja.
4.      Teliti dalam bekerja.

3
2. Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan
agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik,
mental maupun social. Selain itu, kesehatan kerja menunjuk pada kondisi
fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum dengan tujuan memelihara
kesejahteraan individu secara menyeluruh (Malthis dan Jackson, 2002).
Kesehatan kerja di perusahaan adalah spesialisasi dalam ilmu
kesehatan beserta prakteknya dengan mengadakan penilaian kepada faktor-
faktor penyebab penyakit dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui
pengukuran yang hasilnya dipergunakan untuk dasar tindakan korektif dan
bila perlu pencegahan kepada lingkungan tersebut, agar pekerja dan
masyarakat sekitar perusahaan terhindar dari bahaya akibat kerja, serta
dimungkinkan untuk mengecap derajat kesehatan setinggi-tinginya
(Muhammad Sabir, 2009). Roy Erickson (2009) mendefinisikan kesehatan
kerja sebagai suatu kondisi kesehatan yang bertujuan agar masyarakat
pekerja memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik
jasmani, rohani maupun sosial, dengan usaha pencegahan dan pengobatan
terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
pekerjaan dan lingkungan kerja maupun penyakit umum.
Kesehatan dalam ruang lingkup keselamatan dan kesehatan kerja
tidak hanya diartikan sebagai suatu keadaan bebas dari penyakit. Menurut
Undang-undang Pokok Kesehatan RI No. 9 Tahun 1960, Bab I Pasal 2,
keadaan sehat diartikan sebagai kesempurnaan yang meliputi keadaan
jasmani, rohani dan kemasyarakatan, dan bukan hanya keadaan yang bebas
dari penyakit, cacat dan kelemahan-kelemahan lainnya.
Pemantauan kesehatan kerja dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1.   Mengurangi timbulnya penyakit.
Pada umumnya perusahaan sulit mengembangkan strategi untuk
mengurangi timbulnya penyakit-penyakit, karena hubungan sebab-
akibat antara lingkungan fisik dengan penyakit-penyakit yang

4
berhubungan dengan pekerjaan sering kabur. Padahal, penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan jauh lebih merugikan,
baik bagi perusahaan maupun pekerja.
2.  Penyimpanan catatan tentang lingkungan kerja.
Mewajibkan perusahaan untuk setidak-tidaknya melakukan
pemeriksaan terhadap kadar bahan kimia yang terdapat dalam
lingkungan pekerjaan dan menyimpan catatan mengenai informasi
yang terinci tersebut. Catatan ini juga harus mencantumkan informasi
tentang penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan dan jarak yang
aman dan pengaruh berbahaya bahan-bahan tersebut.
3.  Memantau kontak langsung.
Pendekatan yang pertama dalam mengendalikan penyakit-
penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan adalah dengan
membebaskan tempat kerja dari bahan-bahan kimia atau racun. Satu
pendekatan alternatifnya adalah dengan memantau dan membatasi
kontak langsung terhadap zat-zat berbahaya.
4.   Penyaringan genetik.
Penyaringan genetik adalah pendekatan untuk mengendalikan
penyakit-penyakit yang paling ekstrem, sehingga sangat kontroversial.
Dengan menggunakan uji genetik untuk menyaring individu-individu
yang rentan terhadap penyakit-penyakit tertentu, perusahaan dapat
mengurangi kemungkinan untuk menghadapi klaim kompensasi dan
masalah-masalah yang terkait dengan hal itu.
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia, kesehatan kerja bertujuan untuk:
1. Memberi bantuan kepada tenaga kerja.
2. Melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang timbul dari
pekerjaan dan lingkungan kerja.
3. Meningkatkan kesehatan.
4. Memberi pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi

5
B. Kecelakaan Kerja dan Penyakit Kerja
1. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan seseorang atau kelompok
dalam rangka melaksanakan kerja di lingkungan perusahaan, yang terjadi
secara tiba-tiba, tidak diduga sebelumnya, tidak diharapkan terjadi,
menimbulkan kerugian ringan sampai yang paling berat, dan bias
menghentikan kegiatan pabrik secara total. Penyebab kecelakaan kerja
dapat dikategorikan menjadi dua:
1.  Kecelakaan yang disebabkan oleh tindakan manusia yang tidak
melakukan tindakan penyelamatan. Contohnya, pakaian kerja,
penggunaan peralatan pelindung diri, falsafah perusahaan, dan lain-lain.
2.  Kecelakaan yang disebabkan oleh keadaan lingkungan kerja yang tidak
aman. Contohnya, penerangan, sirkulasi udara, temperatur, kebisingan,
getaran, penggunaan indikator warna, tanda peringatan, sistem upah,
jadwal kerja, dan lain-lain.
Keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja, yaitu
kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan istilah
kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini secara umum dapat diartikan
sebagai suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki
yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas. Ada 4
(faktor) penyebabnya, yaitu:
a. Faktor manusianya.
b. Faktor material/ bahan/ peralatan.
c. Faktor bahaya/ sumber bahaya
d. Faktor yang dihadapi (pemeliharaan/ perawatan mesin-mesin)
Disamping ada sebabnya, maka suatu kejadian juga akan
membawa akibat. Akibat dari kecelakaan industri ini dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu:
1.   Kerugian yang bersifat ekonomis, yaitu:
a.       Kerusakan/ kehancuran mesin, peralatan, bahan dan bangunan
b.      Biaya pengobatan dan perawatan korban

6
c.       Tunjangan kecelakaan
d.      Hilangnya waktu kerja
e.       Menurunnya jumlah maupun mutu produksi
2.    Kerugian yang bersifat non ekonomis
Pada umumnya berupa penderitaan manusia yaitu tenaga kerja
yang bersangkutan, baik itu merupakan kematian, luka/ cidera berat,
maupun luka ringan.

2. Penyakit Kerja
Penyakit kerja adalah kondisi abnormal atau penyakit yang
disebabkan oleh kerentanan terhadap faktor lingkungan yang terkait dengan
pekerjaan. Hal ini meliputi penyakit akut dan kronis yang disebakan oleh
pernafasan, penyerapan, pencernaan, atau kontak langsung dengan bahan
kimia beracun atau pengantar yang berbahaya. Masalah kesehatan karyawan
sangat beragam dan kadang tidak tampak. Penyakit ini dapat berkisar mulai
dari penyakit ringan seperti flu, hingga penyakit yang serius yang berkaitan
dengan pekerjaannya (Malthis dan Jackson, 2002).
Schuler dan Jackson (1999) menjelaskan bahwa dalam jangka
panjang, bahaya-bahaya di lingkungan tempat kerja dikaitkan dengan
kanker kelenjar tiroid, hati, paru-paru, otak dan ginjal; penyakit paru-paru
putih, cokelat, dan hitam; leukimia; bronkitis; emphysema dan lymphoma;
anemia plastik dan kerusakan sistem saraf pusat; dan kelainan-kelainan
reproduksi (misal kemandulan, kerusakan genetic, keguguran dan cacat pada
waktu lahir).
Menurut Bennet Silalahi (1995) perusahaan mengenal dua kategori
penyakit yang diderita tenaga kerja, yaitu:
1.   Penyakit umum
Merupakan penyakit yang mungkin dapat diderita oleh semua
orang, dan hal ini adalah tanggung jawab semua anggota masyarakat,
karena itu harus melakukan pemeriksaan sebelum masuk kerja.

7
2.   Penyakit akibat kerja
Dapat timbul setelah karyawan yang tadinya terbukti sehat
memulai pekerjaannya. Faktor penyebab bisa terjadi dari golongan fisik,
golongan kimia, golongan biologis, golongan fisiologis dan golongan
psikologis.

C. Jaminan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Jaminan keselamatan dan kesehatan kerja para tenaga kerja harus
diprioritaskan atau diutamakan dan diperhitungkan agar tenaga kerja merasa
ada jaminan atas pekerjaan yang mereka lakukan, baik yang beresiko maupun
tidak. Menurut Shafiqah Adia (2010), jaminan keselamatan dan kesehatan
dapat membuat para tenaga kerja merasa nyaman dan aman dalam melakukan
suatu pekerjaan, sehingga dapat memperkecil atau bahkan mewujudkan
kondisi nihil kecelakaan dan penyakit kerja.
Dalam menjamin keselamatan dan kesehatan kerja perlu adanya
Instrumen keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang merupakan sebuah
komponen wajib yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup,
dan masyarakat sekitar, merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh
perusahaan, perlindungan tersebut sangat diperlukan untuk meminimalkan
bahaya akibat kecelakaan kerja.

D. Instrumentasi Dalam Keselamatan Dan Kesehatan Kerja


Instrumentasi merupakan sistem dan susunan peralatan yang dipakai di
dalam suatu proses kontrol untuk mengatur jalannya proses agar diperoleh
hasil sesuai dengan yang diharapkan. Dalam suatu pabrik kimia, pemakaian
instrumen merupakan suatu hal yang sangat penting karena dengan adanya
rangkaian instrumen tersebut maka operasi semua peralatan yang ada di dalam
pabrik dapat dimonitor dan dikontrol dengan cermat, mudah dan efisien,
sehingga operasi selalu berada dalam kondisi yang diharapkan.
Fungsi instrumentasi adalah sebagai penunjuk (indicator), pencatat
(recorder) , pengontrol (regulator), dan pemberi tanda bahaya (alarm).

8
Peralatan instrumentasi biasanya bekerja dengan tenaga mekanis atau tenaga
listrik dan pengontrolannya dapat dilakukan secara manual maupun otomatis.
Penggunaan instrumen pada suatu peralatan proses tergantung pada
pertimbangan ekonomis dan sistem peralatan itu sendiri. Pada pemakaian alat-
alat instrumen juga harus ditentukan apakah alat-alat tersebut dipasang diatas
papan instrumen dekat peralatan proses (kontrol manual) atau disatukan di
dalam suatu ruang kontrol pusat ( control room ) yang dihubungkan dengan
ruang peralatan (kontrol otomatis).
Variabel-variabel proses yang biasanya dikontrol atau diukur oleh
instrumen adalah:
1) Variabel utama, seperti temperatur, tekanan, dan aliran level cairan.
2) Variabel tambahan, seperti densitas, viskositas, panas spesifik,
konduktivitas, pH, humudity , titik embun, komposisi kimia, dan variabel
lainnya.

Selain itu fungsi lain dari instrumentasi dalam keselamatan dan


kesehatan kerja yaitu:

1. Sebagai alat Ukur, yaitu untuk memonitor kondisi operasi, melalui


pengukuran variabel proses yang mempengaruhi jalannya operasi, seperti
tekanan, temperatur, jumlah aliran, level dan lain-lain.
2. Sebagai alat Kontrol, untuk mengendalikan jalannya operasi agar variabel
proses selalu sesuai dengan harga yang diinginkan.
3. Sebagai alat Safety, untuk mencegah kerusakan pada peralatan dan
mencegah kecelakaan pada operator.
4. Sebagai alat analisa, untuk menganalisa produk, apakah sudah memenuhi
spesifikasi tertentu seperti  yang diinginkan. Pengukuran berarti
membandingkan sesuatu yang telah ditentukan sebagai standard dengan
sesuatu  yang belum diketahui untuk mendapatkan besaran kwantitatif
dari sesuatu yang diukur tersebut. Dengan demikian teknik pengukuran
adalah cara-cara guna mendapatkan hasil pengukuran yang setepat-

9
tepatnya atau mengurangi kesalahan-kesalahan yang mungkin timbul pada
pengukuran.
1. Instrumentasi Sebagai Alat Pelindung Diri
Dasar hukum dari alat pelindung diri ini adalah Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1970 Bab IX Pasal 13 tentang Kewajiban Bila Memasuki
Tempat kerja yang berbunyi: “Barangsiapa akan memasuki sesuatu tempat
kerja, diwajibkan mentaati semua petunjuk keselamatan kerja dan memakai
alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.”
Penggunaan APD merupakan pilihan terakhir atau last resort dalam
pencegahan kecelakaan. Hal ini disebabkan karena alat pelindung diri bukan
untuk mencegah kecelakaan (reduce likelihood) namau hanya sekedar
mengurangi efek atau keparahan kecelakaan (reduce consequences).

Alat Pelindung Diri (APD) adalah suatu kewajiban di mana biasanya


pekerja atau buruh bangunan yang bekerja di sebuah proyek atau bangunan
yang bekerja disebuah proyek atau pembangunan sebuah gedung, diwajibkan
menggunakannya. Alat pelindung Diri (APD) berperan penting
terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Menurut Tarwaka (2014:288)
jenis-jenis alat pelindung diri, antara lain:

a. Alat Pelindung Kepala (Headwear)

Alat pelindung kepala atau headwear digunakan untuk


melindungi rambut yang terjerat mesin berputar dan untuk melindungi
kepala dari bahaya terbentur benda tajam atau keras, bahaya kejatuhan
benda atau terpukul benda yang melayang, percikan bahan kimia
korosif, panas sinar matahari dan lain sebagainya (Tarwaka, 2014: 288).
Jenis-jenis alat pelindung kepala, yaitu:

1) Topi Pelindung (Safety Helmets)


Topi pelindung atau safety helmets digunakan untuk
melindungi kepala dari benda-benda keras yang terjatuh, benturan
kepala, terjatuh dan terkena arus listrik (Tarwaka, 2014: 288). Topi

10
pelindung harus dipakai oeleh setiap tenaga kerja yang mungkin
tertimpa pada bagian kepala oleh benda jatuh, melayang dan benda-
benda yang bergerak. Topi pelindung harus cukup keras dan kokoh,
tetapi ringan.

Topi pelindung diklasifikasikan menjadi 3 kelas, yaitu: (1)


kelas A, yaitu topi atau helm pengaman yang digunakan untuk
melindungi kepala dari kekuatan benturan benda-benda yang jatuh
dan dari sengatan listrik yang diakibatkan kontak dengan
konduktor listrik tegangan rendah atau terbatas; (2) kelas B, yaitu
topi atau helm pengaman yang digunakan untuk melindungi kepala
dari kekuatan benturan benda-benda yang jatuh dan dari sengatan
listrik yang akibat kontak dengan konduktor listrik tegangan tinggi;
dan (3) kelas C, yaitu topi atau helm pengamann yang digunakan
untuk melindungi kepala dari kekuatan benturan benda-benda yang
jatuh, tanpa pengama terhadap listrik (B. Boedi Rijanto, 2011:291).

2) Tutup Kepala

Tutup kepala digunakan untuk melindungi kepala dari


kebakaran, korosi dan suhu panas atau dingin. Tutup kepala
biasanya terbuat dari asbestos, kain tahan api atau korosi, kulit dan
kain tahan air (Tarwaka, 2014: 288).

3) Topi (Hats atau Cap)

Topi merupakan alat pelindung diri yang digunakan


untuk melindungi kepala atau rambut dari kotoran atau debu
dan mesin yang berputar. Topi biasanya terbuat dari bahan kain
dari katun (Tarwaka, 2014: 289).

11
Gambar 2.1. Alat Pelindung Kepala (Headwear)

b. Alat Pelindung Mata (Eyes Protection)

Alat pelindung mata atau eyes protection adalah alat yang berfungsi
untuk melindungi mata dari percikan bahan kimia korosif, debu dan
partikel-partikel kecil yang melayang di udara, gas atau uap yang dapat
menyebabkan iritasi mata, radiasi gelombang elektromagnetik, panas radiasi
sinar matahari, pukulan benda keras dan lain sebagainya (Tarwaka, 2014:
289). Jenis-jenis alat pelindung mata, yaitu:

1) Kacamata (Speactacles)
Kacamata atau speactacles digunakan untuk melindungi
mata dari partikel-partikel kecil, debu dan radiasi gelombang
elektromagnetik (Tarwaka,

2014: 289). Pemakaian kacamata merupakan salah satu masalah tersulit


dalam pencegahan kecelakaan yang menimpa mata, para pekerja
tidak memakai kacamata karena merasa tidak nyaman dan
mengurangi kenikmatan ketika bekerja, sehingga diperlukan upaya-
upaya dalam pembinaan kedisiplinan melalui pendidikan dan
penggairahan, agar para tenaga kerja mau memakai kacamata ketika
bekerja (Anizar, 2009: 92).

2) Goggles

Googles merupakan alat yang berfungsi untuk melindungi mata


dari gas, debu, uap dan percikan larutan bahan kimia. Googles biasanya

12
terbuat dari plastik yang transparan dengan lensa berlapis kobait untuk
melindungi dar bahaya radiasi gelombang elektromagnetik mengion
(Tarwaka, 2014: 289).

Gambar 2.2. Alat Pelindung Mata (Eyes Protection)

c. Alat pelindung Telinga (Ear Protection)


Alat pelindung telinga atau ear protection merupakan alat yang
digunakan untuk mengurangi intensitas suara yang masuk ke dalam
telinga (Tarwaka, 2014:

290). Jenis-jenis alat pelelindung telinga, yaitu:

1) Sumbatan Telinga (Ear Plug)

Sumbat telinga dikatakan baik apabila dapat menahan


frekuensi tertentu saja, sedangkan frekuensi untuk berbicara biasa
atau komunikasi tidak terganggu. Sumbat telinga biasanya terbuat
dari bahan karet, plastik keras, plastik lunak dan lilin kapas (B. Boedi
Rijanto, 2011: 292). Ukuran dan bentuk saluran setiap individu dan
bahkan untuk kedua telinga dari orang yang sama adalah berbeda,
sehingga ear plug harus dipilih sesuai dengan ukuran dan bentuk
saluran telinga pemakainya. Pada umumnya diameter saluran telinga

13
antara 5-11 mm dan liang telinga berbentuk lonjong dan tidak lurus
(Tarwaka, 2014: 290).

2) Tutup Telinga (Ear Muff)

Alat pelindung telinga ini terdiri dari 2 buah tutup telinga dan
sebuah headband. Isi dari tutup telinga dapat berupa cairan atau
busa yang berfungsi untuk menyerap suara frekuensi yang tinggi.
Alat ini dapat mengurangi intensitas suara sampai 30 dB(A) dan dapat
melindungi telinga bagian luar dari benturan benda keras atau percikan
bahan kimia (Tarwaka, 2014: 291). Ada 2 jenis tutup telinga yaitu
atenuasinya pada frekuensi biasa antara 25-30 dB dan atenuasinya
pada frekuensi antara 35-45 dB. Pada kondisi khusus dikombinasikan
antara sumbat telinga dan tutup telinga, sehingga diperoleh atenuasi
yang lebih tinggi, tetapi tidak lebih dari 50 dB dikarenakan hantaran
suara melalui tulang masih ada (B. Boedi Rijanto, 2011: 292).

Gambar 2.3. Alat Pelindung Telinga (Ear Protection)

d. Pelindung Pernafasan (Respiratory Protection)


Alat pelindung pernafasan atau respiratory protection
merupakan alat yang digunakan untuk melindungi pernafasan dari risiko
paparan gas, uap, debu, udara yang terkontaminasi atau beracun, korosi
atau yang bersifat rangsangan (Tarwaka, 2014: 291). Jenis-jenis alat
pelindung pernafasan, antara lain:

14
1) Masker

Masker merupakan alat yang berfungsi untuk mengurangi


paparan debu atau partikel-partikel yang lebih besar masuk ke dalam
saluran pernafasan (Tarwaka, 2014: 292). Masker dibedakan menjadi
3 jenis, yaitu: (1) masker penyaring debu yang digunakan untuk
melindungi pernafasan dari serbuk-serbuk logam, pengerindahan dan
serbuk kasar lainnya; (2) Masker berhidung yang dapat digunakan
untuk menyaring debu atau benda lain sampai ukuran 0,5 mikron.
Apabila terjadi kesulitan bernafas ketika menggunakan masker ini,
maka hidung masker harus diganti karena filter pada masker sudah
tersumbat oleh debu dan (3) masker bertabung yang digunakan untuk
melindungi pernafasan dari gas tertentu, bermacam-macam tabung
dapat dipasangkan pada masker ini dan dapat disesuaikan tabungnya
untuk melindungi dari paparan gas tertentu. Masker ini memiliki filter
yang lebih baik daripada masker berhidung (Anizar, 2009: 91).

2) Respirator

Respirator merupakan alat yang berfungsi untuk


melindungi pernafasan dari paparan debu, kabut, uap logam, asap
dan gas-gas berbahaya (Tarwaka, 2014:

292). Jenis respratori ada 2, yaitu: (1) Chemical respirator adalah


catridge respirator terkontaminasi gas dan uap dengan toksisitas
rendah, yang berisi adsorben dan karbon aktif, arang dan silica gel.
Sedangkan, canister digunakan untuk mengadsorbsi khlor dan gas
atau uap organik; dan (2) Mechanical filter respirator berguna untuk
menangkap partikel-partikel zat padat, debu, kabut, uap logam dan
asap. Respirator ini biasanya dilengkapi dengan filter yang berfungsi
untuk menangkap dan kabut dengan kadar kontaminasi udara tidak
terlalu tinggi atau partikel yang tidak terlalu kecil (Tarwaka, 2014:
292).

15
Gambar 2.4. Alat Pelindung Pernafasan (Respiratory Protection)

e. Alat Pelindung Tangan (Hand Protection)


Alat pelindung tangan atau hand protection merupakan
alat yang digunakan untuk melindungi tangan dan bagian lainnya dari
benda tajam atau goresan, bahan kimia, benda panas dan dingin, serta
kontak dengan arus listrik. Sarung tangan dari karet untuk melindungi
kontaminasi terhadap bahan kimia dan arus listrik; sarung tangan dari kulit
untuk melindungi terhadap benda tajam dan goresan; sarung tangan dari
kain atau katun untuk melindungi dari kontak panas atau dingin dan lain
sebagainya (Tarwaka, 2014: 293). Jenis-jenis alat pelindung tangan, antara
lain:

1) Sarung tangan atau gloves

2) Mitten atau sarung tangan dengan ibu jari terpisah, sedangkan jari
lainnya menjadi satu

3) Hand pad, yang digunakan untuk melindungi telapak tangan

4) Sleeve, yang digunakan untuk melindungi pergelangan tangan sampai

lengan, biasanya digabung dengan sarung tangan (B. Boedi Rijanto,

2011: 299).

16
Gambar 2.5. Alat Pelindung Tangan (Hand Protection)

f. Alat Pelindung Kaki (Feet Protection)


Menurut Tarwaka (2014: 294) alat pelindung kaki atau feet
protection merupakan alat yang berfungsi untuk melindungi kaki dan
bagian lainnya dari benda-benda keras, tajam, logam atau kaca, larutan
kimia, benda panas dan kontak dengan arus listrik. Sedangkan, menurut
Anizar (2009: 94) alat pelindung kaki atau sepatu pengaman harus dapat
melindungi para tenaga kerja dari kecelakaan- kecelakaan yang disebabkan
oleh beban berat yang menimpa kaki, paku-paku atau benda tajam lain
yang mungkin terinjak, logam pijar, asam-asam dan lain sebagainya. Alat
pelindung kaki menurut jenis pekerjaan yang dilakukan, dibedakan
menjadi 4, yaitu:

1) Sepatu Pengaman pada Pengecoran Baja (Foundry Leggings)


Sepatu jenis ini terbuat dari bahan kulit yang dilapisi krom atau
asbes dengan tinggi sekitar 35 cm. Dalam pemakaian sepatu ini, celana
dimasukkan kedalam sepatu, kemudian dikencangkan dengan tali
pengikat sepatu (Tarwaka, 2014: 294).

2) Sepatu Pengaman pada Pekerjaan yang Mengandung Bahaya


Peledakan

Sepatu jenis ini tidak boleh memakai paku-paku, karena dapat


menimbulkan percikan bunga api (Tarwaka, 2014: 294).

17
3) Sepatu Pengaman untuk pekerjaan yang Berhubungan dengan Listrik

Sepatu jenis ini terbuat dari bahan karet anti elektrostatik,

yang tahan terhadap tegangan listrik sebesar 10.000 volt selama 3

menit (Tarwaka, 2014:295).

4) Sepatu Pengaman pada Pekerjaan Bangunan Kontruksi


Sepatu jenis ini terbuat dari bahan kulit yang dilengkapi
dengan baja pada setiap ujung depan sepatu atau yang disebut dengan
steel box toe (Tarwaka, 2014:295).

Gambar 2.6. Alat Pelindung Kaki (Feet Protection)

g. Pakaian Pelindung Badan (Body protection)

Pakaian pelindung badan atau body protection merupakan alat yang


digunakan untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari percikan api,
suhu panas atau dingin, cairan bahan kimia dan lain sebagainya. Pakaian
pelindung dapat berbetuk apron yang menutupi sebagian tubuh pemakai
dari daerah dada sampai lutut atau overall yaitu menutupi seluruh bagian
tubuh (Tarwaka, 2014:295). Pakaian kerja yang biasa tidak bisa
melindungi terhadap panas, asam-asam, bagian-bagian yang melayang dan
berbagai risiko lainnya, sehigga pakaian pelindung harus digunakan,
sehingga dapat menghindari dampak dari berbagai sumber bahaya yang
ada (Anizar, 2009: 98).

18
Gambar 2.7. Alat Pelindung Badan (Body Protection)

h. Sabuk Pengaman Keselamatan (Safety Belt)


Sabuk pengaman keselamatan atau safety belt adalah alat pelindung
yang berfungsi untuk melindungi tubuh dari kemungkinan terjatuh dari
ketinggian, seperti pada pekerjaan mendaki, memanjat dan pada
pekerjaan kontruksi bangunan (Tarwaka, 2014: 295). Sabuk
pengaman keselamatan dipasang disekeliling pinggang dan
dihubungkan dengan tali tambatan ke tambatan. Sabuk pengaman
memiliki beberapa keuntungan, yaitu berguna untuk posisi kerja,
ringan dan lebih nyaman dikenakan oleh pekerja dibandingkan dengan
harness (B. Boedi Rijanto, 2011: 304)

Gambar 2.8. Sabuk Pengaman Keselamatan (Safety Belt)

19
2. Instrumentasi Sebagai Alat Ukur

1) Thermohigrometer (Pengukuran Iklim Kerja)


Fungsi
• Untuk mengukur suhu dan kelembaban dalam suatu ruangan.
• Cara penggunaan
• Alat digantung dan biarkan dengan interval tertentu, lihat jarum yang
menunjuk skala kelembaban (jarum yang terdapat pada sisi dalam), serta
jarum yang menunjuk skala suhu (jarum yang terdapat pada sisi terluar).

Gambar 2.9. Thermohigrometer (Pengukuran Iklim Kerja)


2) Sling Psikrometer
Untuk mengukur Suhu Kering (SK) dan Suhu Basah (SB) dengan satuan
derajat Celciuc (0C).

Gambar 2.10. Sling Psikrometer


3) Globe Thermometer
Untuk mengukur Suhu Bola atau Suhu Globe (SG) dengan satuan derajat
Celcius (0C).

Gambar 2.11. Globe Thermometer

20
4) Lux Meter
Untuk mengatur pencahayaan pada saat membaca atau kegiatan lain sesuai
dengan fungsi ruangan

Gambar 2.12. Lux Meter


5) Pengukuran Radiasi Sinar UV-A Di Tempat Kerja (UV Radiometer)
Alat yang digunakan untuk mengukur radiasi sinar ultra violet

Gambar 2.13. UV Radiometer


6) Pengukuran Kebisingan (Sound Level Meter )
Untuk mengukur tingkat intensitas kebisingan di tempat kerja.

Gambar 2.14. Sound Level Meter

21
7) Pengukuran Getaran (Segmental Vibration/ Hand Arm Vibration)
Untuk mengukur getaran pada handle mesin atau bagian mesin yang sering
bersentuhan dengan tenaga kerja dan berpengaruh pada sebagian tubuh
tenaga kerja.

Gambar 2.15. Pengukuran Getaran


8) Pemeriksaan Kelelahan Tenaga Kerja (Reaction Timer)
Untuk mengukur tingkat kelelahan tenaga kerja berdasarkan waktu reaksi
yang diberikan ketika diberikan ketika mendapatkan rangsangan cahaya
atau suara.

Gambar 2.16. Reaction Timer

22
A. Program Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Program keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebuah  rencana 
tindakan yang dirancang untuk mencegah kecelakaan dan penyakit kerja.
Beberapa bentuk aktivitas dalam program tersebut merupakan persyaratan
dalam undang-undang/peraturan keselamatan dan kesehatan kerja, oleh
karenanya sebuah program kesehatan dan keselamatan kerja minimum
harus mencakup unsur-unsur yang dipersyaratkankan oleh undang-
undang/peraturan keselamatan dan kesehatan kerja.

Dikarenakan suatu organisasi berbeda dengan organisasi lainnya,


sebuah program yang dikembangkan untuk satu organisasi belum tentu
dapat memenuhi kebutuhan organisasi lainnya baik dari sisi kebutuhan
pemenuhan persyaratan undang-undang/peraturan K3 ataupun pemenuhan
terhadap kebutuhan sesuai dengan jenis dan karakteristik serta budaya
kerjanya. Dalam hal ini kami mencoba meringkas elemen-elemen umum
dari sebuah program keselamatan dan kesehatan agar dapat dipergunakan
oleh  organisasi menengah dan  kecil untuk mengembangkan program K3
sesuai dengan  kebutuhan organisasinya secara spesifik. Sebuah program
yang unik dan specific dapat dikembangkan dengan cara melibatkan
karyawan secara mendalam dalam perancangan  Program kesalamatan dan
Kesehatan Kerja, hal ini merupakan syarat mutlak yang dalam kondisi
tertentu mungkin keterlibatan karyawan harus diusahakan dan jika
diperlukan keterlibatan karyawan ini dirancang dengan upaya lebih
komprehensif  dan tegas atau merupakan suatu bagian dari uraian tugas
dan tanggung gugatnya.

Apakah yang Dimaksud dengan Elemen – Elemen Dasar


Penerapan Program Keselamatan  dan  Kesehatan Kerja (K3/OHSAS)?

Walaupun Kebutuhan, ruang lingkup dan karakteristik organisasi


berbeda satu dengan yang lainnnya namun Elemen dasar penerapan
program keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:

Elemen ke   1  Tekad dan Kebijakan Keselamatan dan Kesehatan  


Kerja(K3)

Elemen ke   2  Tanggung jawab, wewenang dan tanggung gugat

Elemen ke   3  Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3),
pasrtisipasi, konsultasi dan komunikasi

Elemen ke   4  Peraturan umum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

23
Elemen ke   5  Prosedur Kerja Aman dan Analisa keamanan metoda kerja

Elemen ke   6  Orentasi Kerja untuk Karyawan

Elemen ke   7  Pelatihan dan Kesadaran

Elemen ke   8  Inspeksi tempat kerja

Elemen ke   9  Pelaporan dan Analisa Kecelakaan Kerja

Elemen ke 10  Pengendalaian Tanggap Darurat

Elemen ke 11  Penyediaan dan Penanganan pertolongan pertama pada


kecelakaan(P3K)/pertolongan pertama gawat darurat(PPGD) perawatan
medis

Elemen ke 12  Promosi keselamatan dan Kesehatan Kerja

Elemen ke 13  Pengendalian Operasional Keselamatan dan Kesehatan


kerja

Elemen Program ke: 1 Tekad dan Kebijakan Tertulis

Pernyatan Kebijakan Suatu organisasi keselamatan dan kesehatan


kerja adalah pernyataan prinsip dan aturan umum yang berfungsi sebagai
panduan untuk bertindak. Manajemen senior harus berkomitmen untuk
memastikan bahwa kebijakan tersebut diberlakukan tanpa pengecualian.
Kebijakan kesehatan dan keselamatan harus memiliki kepentingan/arah
yang  sama dengan kebijakan organisasi, secara lebih tepat kebijakan K3
harus merupakan penjabaran secara spesifik dari kebijakan organisasi
terhadap kebutuhan organisasi tersebut dilihat dari sisi pandang
kepentingan perusahaan dalam penerapan keselamatan dan kesehatan
kerja.

Pernyataan kebijakan dapat singkat, tetapi harus menyebutkan:

 Komitmen manajemen untuk melindungi keselamatan dan kesehatan


karyawannya
 Tujuan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja

Filosofi/prinsif dasar keselamatan dan kesehatan kerja organisasi


seperti: bahwa kesehatan dan keselamatan tidak akan dikorbankan untuk
demi keuntungan, bahwa bekerja dengan pengabaian terhadap penerapan
keselamatan dan kesehatan kerja adalah kinerja tidak dapat diterima dan
tidak ditoleransi

24
Penunjukan penanggung jawab untuk penerapan  keselamatan dan
kesehatan kerja baik seara menyuluruh ataupun bagian perbagian, jabtan
khusus atau jabatan pada level tertentu organisasi tsb, serta penegasan
secara umum peran dan tanggung jawab dari semua karyawan, pihak-
pihak terkait terhadap kepatuhan dalam penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja.

Kebijakan tersebut harus:

 dinyatakan dalam istilah yang jelas, tidak dengan kata yang bias,  tegas
dan lugas
 ditandatangani oleh Top Manajemen organisasi
 terus ditinjau dan dimutakhirkan
 dikomunikasikan kepada setiap karyawan
 melekat dalam seluruh kegiatan kerja

Keselamatan dan Kesehatan Kerja di PT Usaha Makmur Mandiri


merupakan prioritas utama dalam rangka melindungi karyawan dan
kepentingan keberlangsungan perusahaan dari sisi perlindungan sumber
daya manusia sebagai asset penting perusahaan. Maka Manajemen
berkomitmen untuk melakukan semua upaya dan daya untuk melindungi
karyawannya dari kecelakaan, penyakit akibat kerja, bahaya kebakaran
serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman.

Oleh karenanya:

1) Semua Supervisor bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua


bawahannya mendapatkan pelatihan yang diperlukan untuk menghasilkan
output  yang optimal tanpa mengakibatkan kecelakaan, dan memastika
semua bawahannya mengikuti metoda kerja yang aman serta mematuhi
peraturan keselamatan dan kesehatan kerja.

2) Semua karyawan diwajibkan untuk mendukung penerapan keselamatan


dan kesehatan kerja dan menjadikannya bagian dari tugas rutin harian,
mengikuti semua aturan keselamatan dan kesehatan kerja serta
melaksanakan metoda kerja yang aman berdasarkan prosedur yang sudah
ditetapkan.

3) Semua karyawan yang tidak mematuhi dan mengabaikan kebijakan ini


dan tidak menjalankan dengan baik keselamatan dan kesehatan kerja di
area yang menjadi  tanggung jawabnya akan dikenakan sanksi sesuai
dengan ketentuan perusahaan sebagaimana tercantum dalam perjanjian
kesepakatan kerja bersama.

25
4) Peraturan perundangan keselamatan kesehatan kerja yang berlaku di
Indonesia adalah merupakan standard minimum perusahaan yang harus
dilaksanakan dan ditaati.

5) Semua karyawan mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk


mendapat perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja,

6) perbaikan menerus Keselamatan dan kesehatan kerja harus diupayakan


dan menjadi tanggung jawab seluruh karyawan dan manajemen
perusahaan.

Budi Prasetio Amukresa, Presiden Direktur PT Usaha Makmur Mandiri

Elemen Program ke 2 : Tanggung Jawab, Wewenang dan Tanggung Gugat

Keselamatan dan Kesehatan kerja adalah tanggungjawab bersama


antara karyawan dan manajemen perusahaan. Manajemen
bertanggungjawab terhadap konsekuensi dari kesesuaian dan kepatuhan
perusahaan kepada peraturan K3 yang berlaku.

Semua aktifitas K3 minimumnya harus didasarkan pada tanggung


jawab pribadi secara khusus sesuai dengan peranannya dan resiko yang
mungkin ada dari pekerjaannya di perusahaan tersebut.

Beberapa kendala yang sering ditemukan adalah peran dan


tanggungjawab ini tidak diketahui atau tidak dijabarkan dalam uraian yang
cukup jelas sebagai bagian yang utuh dari tanggung jawab, wewenang dan
uraian tugas yang ada. Untuk memperjelas tanggung jawab, wewenang
dan tanggung gugat

Tanggung jawab dapat didefinisikan sebagai sebuah  kewajiban


individu untuk melaksanakan pekerjaan  yang ditugaskan. Walaupun
seringkali dibenarkan seorang atasan dalam melaksanakan tugas dapat
memberikan Otoritasnya kepada bawahan yang di anggap mampu dan
mempunyai kualifikasi untuk menjalankannya. Dengan suatu syarat
delegasi ini, seorang  atasan menyiratkan memberikan hak untuk membuat
keputusan dan bertindak atas nama atasannya. Penting untuk dicatat
bahwa, ketika beberapa tanggung jawab  didelegasikan, atasan tetap
bertanggung jawab untuk memantau bahwa semua tanggungjawab,
wewenang dan tanggung gugat dilakukan sesuai dengan yang seharusnya.
Tanggung jawab individu harus ditetapkan dan berlaku untuk setiap
karyawan di tempat kerja pada setiap level tidak ada terkecuali, hal ini
sangat penting dalam budaya Indonesia dimana pemimpin akan dilihat
sebagai suri tauladannya sehingga kunci kesuksesan K3 terletak dari suri
tauladanpara  pimpinan perusahaan.

26
Perusahaan dapat saja menunjuk seorang koordinator K3 tetapi
alangkah baiknya koordinator ini bertugas dengan fokus  kepada
bagaimana caranya semua tugas dan tanggung jawab K3 secara pribadi
semua karyawan dapat dijalankan dan diawasi. Jangan biarkan koordinator
yang ditunjuk menjadi dalih untuk melepaskan tanggung jawab K3 secara
individu diperusahaan tersebut sehingga semua orang dapat menunjuknya
untuk bertanggungjawab terhadap permasalahan K3 maka ketidak
efektifan dan kontraproduktif akan terjadi. Keterlibatan secara aktif dalam
pelaksanaan K3 sangatlah mutlak dan tidak terbantahkan jika kita
mengharapkan program K3 memberikan hasil yang diharapkan
perusahaan. Dengan menuliskan tanggung jawab, wewenang dan tanggung
gugat semua karyawan disemua level pada masing-masing Job
Description/Uraian tugasnya semua orang akan mengetahui dengan jelas
posisinya dalam pelaksanaan K3.

Untuk memenuhi tanggung jawab individu mereka, orang harus:

 Tahu apa yang menjadi tanggung jawabnya (komunikasi diperlukan)


 Memiliki kewenangan yang cukup untuk menjalankan
tanggungjawabnya (berkaitan dengan keorganisasian)
 Memiliki kemampuan yang dibutuhkan dan kompetensi (pelatihan atau
sertifikasi yang dipersyaratkan)

Jika ketiga hal tersebut diatas telah dengan cukup disediakan


maka,  kinerja keselamatan dan kesehatan kerja  harus menjadi salah satu
kriteria penilaian kinerja individu tahunan disamping kriteria penilaian
lainnya.

Contoh tanggung jawab pekerja meliputi:

 Menggunakan pelindung diri dan peralatan keselamatan seperti yang


dipersyaratkan oleh majikan
 Mengikuti prosedur kerja yang aman
 Mengetahui dan mematuhi semua peraturan
 Pelaporan yang cedera atau sakit segera
 Pelaporan tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman
 Berpartisipasi dalam komite keselamatan dan kesehatan kerja

Contoh tanggung jawab pengawas  meliputi:

Memerintahkan pekerja untuk mengikuti tatacara kerja yang aman

 Menegakkan peraturan keselamatan dan kesehatan kerja

27
 Mengoreksi tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman
 Memastikan  hanya pekerja yang berwenang dan  terlatih yang
mengoperasikan peralatan
 Pelaporan dan menyelidiki semua kecelakaan / insiden
 Memeriksa daerah sendiri dan mengambil tindakan perbaikan untuk
mengurangi atau menghilangkan bahaya
 Memastikan peralatan dipelihara dengan benar
 Mempromosikan kesadaran keselamatan pekerja

Contoh tanggung jawab manajemen meliputi:

 Menyediakan tempat kerja yang aman dan sehat


 Membangun dan mempertahankan program keselamatan dan
kesehatan kerja
 Memastikan pekerja dilatih atau bersertifikat, seperti yang
dipersyaratkan
 Pelaporan kasus kecelakaan dan penyakit kerja kepada otoritas yang
tepat
 Menyediakan fasilitas bantuan PPGD dan medis
 Memastikan APD tersedia, cukup dan baik sesuai peraturan
 Menyediakan informasi keselamatan dan kesehatan bagi karyawan
 Mendukung supervisor dalam kegiatan keselamatan  dan kesehatan
kerja mereka
 Mengevaluasi kinerja keselamatan dan kesehatan pengawas

Contoh tanggung jawab koordinator keselamatan meliputi:

 Menjelaskan masalah keselamatan dan kesehatan pada semua


karyawan
 Koordinasi kegiatan keselamatan dan kesehatan antar departemen
 Mengumpulkan dan menganalisis statistik K3
 Menyediakan pelatihan K3
 Melakukan penelitian tentang masalah-masalah khusus
 Menghadiri pertemuan K3 komite sebagai narasumber

28
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan
agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik
fisik, mental maupun social. Selain itu, kesehatan kerja menunjuk pada
kondisi fisik, mental dan stabilitas emosi secara umum dengan tujuan
memelihara kesejahteraan individu secara menyeluruh (Malthis dan
Jackson, 2002).

2. Instrumentasi merupakan sistem dan susunan peralatan yang


dipakai di dalam suatu proses kontrol untuk mengatur jalannya proses agar
diperoleh hasil sesuai dengan yang diharapkan. Dalam suatu pabrik kimia,
pemakaian instrumen merupakan suatu hal yang sangat penting karena
dengan adanya rangkaian instrumen tersebut maka operasi semua
peralatan yang ada di dalam pabrik dapat dimonitor dan dikontrol dengan
cermat, mudah dan efisien, sehingga operasi selalu berada dalam kondisi
yang diharapkan.
3. Fungsi instrumentasi adalah sebagai penunjuk (indicator), pencatat
(recorder) , pengontrol (regulator), dan pemberi tanda bahaya (alarm).

B. Saran
Semoga dengan adanya makalah ini dapat menjadi sumber referensi pembaca
sehingga dapat direalisasikan dalam kehidupan maupun membantu dalam
menyelesaaikan tugas kuliah bagi mahasiswa.

29
DAFTAR PUSTAKA

Anizar, 2009, Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri, Graha


Ilmu, Yogyakarta.
Hariandja, Mariot. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Grasindo.
Jakarta
Malthis, Robert L. dan John H. Jackson. 2002. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Salemba Empat, Jakarta
Mondy, R. Wayne. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi 10 jilid 2.
Erlangga, Jakarta
Schuler, Randall S. dan Susan E. Jackson. 1999. Manajemen Sumber Daya
Manusia Menghadapi Abad Ke-21. Erlangga, Jakarta.
Syukri Sahab, 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Jakarta : Bina Sumber Daya Manusia.
Tarwaka, 2008. Manajemen Dan Implementasi K3 Di Tempat Kerja. Surakarta :
Harapan Press
Tarwaka, 2014, Keselamatan dan Kesehatan Kerja Manajemen dan
Implementasi K3 di Tempat Kerja, Harapan Press, Surakarta.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Bab IX Pasal 13 tentang Kewajiban Bila
Memasuki Tempat kerja
Wibowo. 2007. Manajemen Kinerja, edisi ketiga. PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta
Winardi, J. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi, Edisi Revisi. Prenada Media,
Jakarta.
Winarsunu, Tulus, 2008, Psikologi Keselamatan Kerja, UPT
Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

Anda mungkin juga menyukai