Anda di halaman 1dari 28

FARMASI RUMAH SAKIT

“PERAN FARMASI DALAM CSSD”

Dosen Pengampu : apt. Putu Rika Veryanti, M. Farm. Klin

Disusun Oleh:
Kelompok 3 – Kelas C
Muhammad Havel Altasyah 21340275
Chandra Raihan Gustama 21340276
Fatmi Dwitasari 21340277
Refi Wahyudin 21340278
Mia Audina 21340279
Leni Puspita Dewi 21340280
Jopi Pralestia 21340281
Reni 21340282
Gadis Ayuning Trias 21340283
Adelia Khaerunisa 21340284
Bertha Tiara Handayani 21340285
Anik Septiowati 21340286

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami sembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat- Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Peran Farmasis
Dalam Central Sterilization Supply Department (CSSD)” tepat waktu. Makalah ini
disusun dalam rangka memenuhi salah satu prasyarat dalam menempuh mata kuliah
Farmasi Rumah Sakit yang di ampu oleh Ibu apt. Putu Rika Veryanti, M. Farm. Klin.

Dalam penyusunan makalah ini penulis banyak mengalami tantangan dan


hambatan, akan tetapi berkat bantuan dari beberapa pihak, tantangan ini dapat
diatasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang setulus-tulusnya
kepada Ibu apt. Putu Rika Veryanti, M. Farm. Klin. Selaku Dosen Pengampu mata
kuliah Farmasi Rumah Sakit.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari yang


sempurna,baik dari segi materi maupun penyajiannya. Untuk itu saran dan kritik
membangun sangat diharapkan guna memperbaiki makalah ini dan laporan
berikutnya. Akhir kata, penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat dan menambah
wawasan bagi para pembaca

Jakarta, April 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sterilisasi adalah suatu proses pengolahan alat atau bahan yang bertujuan
untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan, mikroba termasuk endospora
dan dapat dilakukan dengan proses kimia atau fisika. Sterilisasi merupakan salah
satu mata rantai yang penting untuk pengendalian infeksi dan berperan dalam
upaya menekan kejadian infeksi. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi
sterilisasi, pusat sterilisasi merupakan jantung rumah sakit dimana tugas pokok
pusat sterilisasi adalah menerima bahan dan alat medik dari semua unit-unit di
rumah sakit untuk kemudian diproses menjadi alat/bahan medik dalam kondisi
steril dan selanjutnya mendistribusikan kepada unit lain yang membutuhkan
kondisi steril, maka dalam menentukan lokasi pusat sterilisasi perlu diperhatikan.
Rumah sakit sebagai institusi penyedia pelayanan kesehatan berupaya untuk
mencegah resiko terjadinya infeksi bagi pasien dan petugas rumah sakit. Salah
satu indikator keberhasilan dalam pelayanan kesehatan adalah rendahnya angka
infeksi nosokomial di rumah sakit. Untuk mencapai keberhasilan tersebut maka
perlu dilakukan pengendalian infeksi di rumah sakit. Unit sterilisasi merupakan
salah satu mata rantai yang penting untuk pengendalian infeksi dan berperan
dalam upaya menekan kejadian infeksi.
Central Sterilization Supply Department (CSSD) atau instalasi pusat
pelayanan sterilisasi merupakan satu unit atau departemen dari rumah sakit yang
menyelenggarakan proses pencucian, pengemasan, sterilisasi terhadap semua alat
atau bahan yang membutuhkan kondisi steril. Fungsi utama CSSD adalah
menyiapkan alat bersih dan steril untuk keperluan perawatan pasien di rumah
sakit. Secara lebih rinci fungsinya adalah menerima, memproses, mensterilkan,
menyimpan serta mendistribusikan peralatan medis ke berbagai ruangan di
rumah sakit untuk kepentingan perawatan pasien.
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi sterilisasi sangat bergantung pada unit
penunjang lain seperti unsur pelayanan medik, unsur penunjang medik maupun
instalasi lain antara lain: perlengkapan, rumah tangga, pemeliharaan rumah sakit,
sanitasi dll. Bila ditinjau dari volume alat dan bahan yang harus disterilkan di
rumah sakit demikian besar dan banyak, maka rumah sakit suatu unit sterilisasi
tersendiri. Unit sterilisasi ini bertugas untuk memberikan pelayanan terhadap
semua kebutuhan kondisi steril atau bebas dari semua mikroorganisme (termasuk
endospora) secara tepat dan cepat, untuk melaksanakan tugas sterilisasi alat atau
bahan secara profesional, diperlukan pengetahuan dan ketrampilan tertentu oleh
perawat, dokter ataupun tenaga non medis yang merupakan mitra kerja. Alur
aktivitas fungsional CSSD dimulai dari proses pembilasan,
pembersihan/dekontaminasi, pengeringan, inspeksi dan pengemasan, member
label, sterilisasi, sampai proses distribusi. Lokasi CSSD sebaiknya berdekatan
dengan ruangan pemakai alat steril terbesar. Dengan pemilihan lokasi seperti ini
maka selain meningkatkan pengendalian infeksi dengan meminimalkan risiko
kontaminasi silang, serta meminimalkan lalu lintas transportasi alat steril.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Central Sterilization Supply Department (CSSD)?
2. Apa saja alat dan fasilitas dalam Central Sterilization Supply Department
(CSSD)?
3. Apa saja bahan dan alkes dalam Central Sterilization Supply Department
(CSSD)?
4. Apa saja macam – macam sterilisasi di rumah sakit?
5. Bagaimana cara pencegahan infeksi nosocomial di rumah sakit?

1.3 Tujuan Makalah


1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Central Sterilization Supply
Department (CSSD)?
2. Untuk mengetahui apa saja alat dan fasilitas dalam Central Sterilization
Supply Department (CSSD)?
3. Untuk mengetahui apa saja bahan dan alkes dalam Central Sterilization
Supply Department (CSSD)?
4. Untuk mengetahui macam – macam sterilisasi di rumah sakit?
5. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan infeksi nosocomial di rumah sakit?

1.4 Manfatn Makalah


Sebagai bahan untum menambah wawasan dan informasi mengenai peran
farmasi dalam Central Sterilization Supply Department (CSSD), alat, bahan, alkes
dan fasilitas dalam Central Sterilization Supply Department (CSSD), untuk
mengetahui macam – macam sterilisasi di rumah sakit dan bagaimana cara
pencegahan infeksin nosocomial di rumah sakit?
BAB II

TTINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Central Sterilization Supply Department (CSSD)

Central Sterilization Supply Department (CSSD) atau instalasi pusat


pelayanan sterilisasi merupakan satu unit atau departemen dari rumah sakit yang
menyelenggarakan proses pencucian, pengemasan, sterilisasi terhadap semua alat
atau bahan yang membutuhkan kondisi steril. Fungsi utama CSSD adalah
menyiapkan alat bersih dan steril untuk keperluan perawatan pasien di rumah sakit.
Secara lebih rinci fungsinya adalah menerima, memproses, mensterilkan, menyimpan
serta mendistribusikan peralatan medis ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk
kepentingan perawatan pasien. Tujuan Pusat Sterilisasi (CSSD) yaitu sebagai berikut

a. Membantu unit lain di rumah sakit yang membutuhkan kondisi steril, untuk
mencegah terjadinya infeksi.

b. Menurunkan angka kejadian infeksi dan membantu mencegah serta


menanggulangi infeksi nosokomial.

c. Efisiensi tenaga medis atau paramedis untuk kegiatan yang berorientasi


pada pelayanan terhadap pasien.

d. Menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang


dihasilkan.

Kemudian untuk fungsi Pusat Sterilisasi (CSSD) yaitu ada beberapa fungsi
pusat sterilisasi antara lain:

a. Memberikan suplai barang dan instrumen ke area yang membutuhkan.

b. Meningkatkan pelayanan kesehatan dengan servis yang akurat.


c. Memberikan suplai barang steril meliputi linen, instrumen dan barang-
barang steril lainnya.

d. Melakukan pencatatan yang akurat terhadap kegiatan dekontaminasi,


pencucian, sterilisasi dan pengiriman barang steril.

e. Melakukan pengetatan keseragaman dan kemudahan dalam rak instrumen


dan set operasi di seluruh lingkungan rumah sakit.

f. Mempertahankan jumlah inventaris barang dan instrumen.

g. Melakukan monitoring dan kontrol terhadap tindakan pengendalian infeksi


sesuai dengan arahan komite pengendalian infeksi.

h. Membuat dan mempertahankan standart sterilisasi dan distribusinya.

i. Beroperasi secara efisien dalam rangka pengurangan biaya operasional.

j. Melakukan pengembangan sesuai dengan metode yang terbaru dan


peraturan yang berlaku.

k. Melakukan evaluasi berkala untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

l. Memberikan pelayanan konsultasi kepada bagian lain yang membutuhkan


pemrosesan dan sterilisasi instrumen. Meliputi penjelasan peraturan dan
prosedur yang digunakan dan implementasi metode baru.

Lalu adapun tugas pusat sterilisasi adalah menjamin sterilitas alat


perlengkapan medik sebelum dipakai dalam melakukan tindakan medik. Tugas utama
pusat sterilisasi di rumah sakit adalah:

a. Menyediakan peralatan medis untuk perawatan pasien b. Melakukan proses


sterilisasi alat/bahan

c. Mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh ruang perawatan, kamar


operasi, dan ruang lain yang membutuhkan
d. Berpartisipasi dalam pemilihan peralatan dan bahan yang aman, efektif dan
bermutu

e. Mempertahankan stok inventory yang memadai untuk keperluan perawatan

f. Mempertahankan standar yang ditetapkan

g. Mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, desinfeksi, maupun

h. sterilisasi sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu

i. Melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan


dan pengendalian infeksi bersama dengan panitia pengendalian infeksi
nasokomial

j. Memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan masalah


sterilisasi

k. Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf instalasi CSSD baik


yang bersifat intern dan ekstern

l. Mengevaluasi hasil sterilisasi.

Adapun alur aktivitas fungsional dari pusat sterilisasi secara umum yaitu
sebagai berikut :

1. Pengguna alat dan bahan steril (user)

2. Penerimaan alat

3. Seleksi atau Pencatatan

4. Perendaman

5. Pencucian

6. Pengeringan
7. Pengemasan

8. Labeling

9. sterilisasi

10. Kontrol indikator

11. Gudang alat

12. Distribusi

Pusat sterilisasi merupakan jantung rumah sakit dimana tugas pokok pusat
sterilisasi adalah menerima bahan dan alat medik dari semua unit-unit di rumah sakit
untuk kemudian diproses menjadi alat/bahan medik dalam kondisi steril dan
selanjutnya mendistribusikan kepada unit lain yang membutuhkan kondisi steril,
maka dalam menentukan lokasi pusat sterilisasi perlu diperhatikan :

1. Ruang Dekontaminasi
Pada ruang ini, terjadi proses penerimaan barang kotor, dekontaminasi dan
pembersihan. Ruang dekontaminasi harus direncanakan, dipelihara dan
dikontrol untuk mendukung efisiensi proses dekontaminasi dan untuk
melindungi pekerja dari benda-benda yang dapat menyebabkan infeksi,
racun dan hal-hal berbahaya lainnya. Syarat-syarat ruang dekontaminasi
antara lain:

a. Ventilasi

1) Sirkulasi udara yang dilengkapi dengan filter

2) Pergantian udara 10 kali/jam

3) Tekanan udara negatif

4) Tidak dianjurkan menggunakan kipas angin


b. Suhu dan kelembaban

1) Suhu 18-22°C

2) Kelembaban antara 35-75%

2. Ruang Pengemasan Alat Ruang pengemasan alat merupakan tempat


pengemasan alat, bongkar pasang alat, dan penyimpanan barang bersih.

3. Ruang Prosesing Linen Di ruang ini dilakukan pemeriksaan, pelipatan dan


pengemasan linen yang akan disterilisasi. Di ruang ini juga terdapat tempat
tertutup untuk menyimpan barang. Selain itu di ruangan ini juga dilakukan
persiapan untuk bahan seperti kasa, kapas, dan cotton swab.

4. Ruang Sterilisasi Di ruang ini dilakukan proses sterilisasi alat atau bahan.
Untuk sterilisasi etilen oksida, sebaiknya dibuatkan ruang tersendiri dan
dilengkapi dengan saluran pembuangan (exhaust).

5. Ruang Penyimpanan Barang Steril Syarat-syarat ruang penyimpanan


barang steril antara lain :

a. Dekat dengan ruang sterilisasi

b. Suhu 18-22°C c. Kelembaban 35-75%

d. Ventilasi menggunakan tekanan positif

e. Efisiensi partikulat 90-95% (untuk partikel berukuran 0,5 µm)

f. Jauh dari lalu lintas utama

g. Dinding terbuat dari bahan yang kuat, halus dan mudah dibersihkan

2.2 Alat dan Faslitas dalam CSSD

2.3 Bahan da Alkes dalam CSSD


2.4 Macam Macam Sterilisasi

2.5 Pencegahan Infeksi Nosokomial

Infeksi Nosokomial, berasal dari kata yunani nosos (penyakit) dan komeion
(merawat) nosocomion berarti Rumah Sakit jadi infeksi nosokomial ialah infeksi
yang di peroleh selama dalam perawatan di rumah sakit. Infeksi nosokomial biasanya
timbul ketika, pasien di rawat 3 x 24 jam di rumah sakit dan infeksi ini sangat sulit di
atasi karena di timbulkan oleh mikroorganisme dan bakteri. Infeksi nosokomial yang
diperoleh di rumah sakit ini biasa juga disebut sebagai ”Health-care Associated
Infections” atau ”Hospital-Acquired Infections (HAIs)”, infeksi nosokomial ini
merupakan persoalan serius karena dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak
lagsung kematian pasien, kalaupun tak berakibat kematian, infeksi yang bisa terjadi
melalui penularan antar pasien, bisa terjadi dari pasien ke pengunjung atau petugas
rumah sakit dan dari petugas rumah sakit ke pasien, hal ini mengakibatkan pasien
dirawat lebih lama sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit lebih banyak.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial


antara lain :

1. Kuman penyakit (jumlah dan jenis kuman, lama kontak dan virulensi)

2. Sumber infeksi

3. Perantara atau pembawa kuman,

4. Tempat masuk kuman pada hospes baru,

5. Daya tahan tubuh hospes baru,

6. Keadaan rumah sakit meliputi prosedur kerja, alat, hygene, kebersihan,


jumlah pasien dan konstruksi rumah sakit,

7. Pemakaian antibiotik yang irasional,

8. Pemakaian obat seperti imunosupresi, kortikosteroid, dan sitostatika.


Kemudian untuk sumber penulara ada 4 sumber yaitu sebagai berikut:

1. Penularan secara kontak


Ketahuilah bahwa penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung,
kontak tidak langsung dan droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber
infeksi berhubungan langsung dengan penjamu, misalnya person to person
pada penularan infeksi virus hepatitis A secara oral. Kontak tidak
langsung terjadi apabila penularan membutuhkan objek perantara
(biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati tersebut telah
terkontaminasi oleh infeksi, misalnya kontaminasi peralatan medis oleh
mikroorganisme.
2. Penularan melalui Common Vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh
kuman dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu penjamu.
Adapun jenis-jenis common vehicle adalah darah/produk darah, cairan
intra vena, obat-obatan dan sebagainya.
3. Penularan melalui udara dan inhalasi
Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang
sangat kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup
jauh dan melalui saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang
terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas(staphylococcus) dan
tuberculosis.
4. Penularan dengan perantara vektor
Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut
penularan secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis
dari mikroorganisme yang menempel pada tubuh vector misalnya Shigella
dan Salmonella oleh lalat. Penularan secara internal bila mikroorganisme
masuk ke dalam tubuh vektor dan dapat terjadi perubahan secara biologis,
misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau tidak mengalami perubahan
biologis, misalnya yersenia pestis pada ginjal (flea).
Selain sumber penularan, ada beberapa mikroorganisme penyebab infeksi
nosocomial, sumber yang paling vital dan sebagai penyebab utama dari infeksi
nosokomial adalah mikroorganisme. Beberapa jenis mikroorganisme yang bisa
menyebabkan infeksi ini yang biasanya terjadi di rumah sakit dan sebagian besar
terdapat dalam tubuh inang manusia yang sehat, seperti, Escherichia Coli, Klebsiella
pneumonia, Candica albicans, Staphylococus aureus, Serratia marcescens, Proteus
mirabilis, dan beberapa Actinomyces spp. Mikroorganisme penyebab infeksi
disebabkan oleh perubahan resistensi inang dan modifikasi mikrobiota inang, bila
ketahanan tubuh pasien rendah akibat luka berat, operasi, maka pathogen dapat
berkembang biak dan menyebabkan sakit.

 Sal. Cerna : E. coli, salmonella, Shigella


compylobacter
 Sal. Pernapasan atas : H. influenzae, S. pyogenes, S.
pneumoniae
 Sal. pernapasan bawah : S. pneumoniae, P. aeroginosa, K.
pneumoniae, L. Pneumophila
 Septikemi : E. coli, P. aeroginosa, S. auerus
 Luka bakar : P. aeroginosa, E. coli, S. aureus
pyogenes
 Luka : S. aureus, S. epidermidis, Klebsiella
bacteroides, P. mirabilis marcescens
 Saluran Kemih : E. coli, P. aeruginosa, Proteus
aerogenes, S. marcescens, Klebsiella, S. Faecalis.
Terdapat beberapa prosedur dan tindakan pencegahan infeksi nosokomial.
Tindakan ini merupakan seperangkat tindakan yang didesain untuk membantu
meminimalkan resiko terpapar material infeksius seperti darah dan cairan tubuh lain
dari pasien kepada tenaga kesehatan atau sebaliknya. Pencegahan infeksi didasarkan
pada asumsi bahwa seluruh komponen darah dan cairan tubuh mempunyai potensi
menimbulkan infeksi baik dari pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya. Kunci
pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan adalah mengikuti prinsip
pemeliharaan hygene yang baik, kebersihan dan kesterilan dengan lima standar
penerapan yaitu:

1. Cuci Tangan
Teknik mencuci tangan yang baik merupakan satu-satunya cara yang
paling penting untuk mengurangi penyebaran infeksi. Dengan cara
menggosok tangan dengan sabun atau deterjen dan air kuat kuat selama 15
detik dan dibilas baik, baik sebelum dan sesudah memeriksa penderita, sudah
cukup. Namun bila selama merawat penderita, tangan terkena darah, sekresi
luka, bahan bernanah, atau bahan yang lain yang di curigai maka harus di cuci
selama 2 sampai 3 menit dengan menggunakan bahan cuci antiseptik.
2. Asepsis
Asepsis adalah penghinderaan atau pencegahan penularan dengan cara
meniadakan mikroorganisme yang secara potensial berbahaya. Tujuan asepsis
ialah mencegah atau membatasi infeksi, di rumah sakit digunakan 2 konsep
asepsis yaitu asepsis medis dan bedah. Asepsis Medis meliputi segala praktek
yang di gunakan untuk menjaga agar para petugas medis, penderita dan
lingkungan terhindar dari penyebab infeksi, seperti cuci tangan, sanitasi dn
kebersihan lingkungan rumah sakit itu hanyalah beberapa contoh asepsis
medis. Asepsis Bedah meliputi cara kerja yang mencegah masuknya
mikroorganisme ke dalam luka dan jaringan penderita. Maka dari itu dalam
asepsis bedah semua alat kesehatan harus berprinsip steril, lingkungan harus
bersanitasi, dan juga flora mikroba di udara harus di saring lewat filter
berefisiensi tinggi.
3. Disinfeksi dan Sterilisasi di Rumah Sakit
Banyak rumah sakit mempunyai pusat penyediaan yaitu tempat
kebanyakan peralatan dan suplai dibersihkan serta di sterilkan. Hasil proses
ini di monitor oleh laboratorium Mikrobiologi secara teratur. Kecenderungan
rumah sakit untuk menggunakan alat alat serta bahan yang di jual dalam
keadaan steril dan sekali pakai karena dapat mempersingkat waktu tanpa
harus mensterilkan alat, tetapi juga dapat mengurangi pemindah sebaran
patogen melalui infeksi silang.
4. Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit
Tujuan sanitasi lingkungan adalah membunuh atau menyingkirkan
pencemaran atau mikroba dari permukaan. Untuk mengevaluasi prosedur dan
cara-cara untuk mengurangi pencemaran, dilakukan pengambilan contoh
mikroorganisme sewaktu-waktu dari permukaan lantai.
5. Pengawasan Infeksi
Pengamatan dan pengawasan serta pencatatan secara sistematik
terjadinya penyakit menular, ini merupakan dasar bagi usaha pengendalian
aktif. Identisifikasi dan evaluasi masalah-masalah infeksi nosokomial dan
pengembangan serta penilaian pengendalian efektif hanya dapat dicapai
denagn adanya pengawasan teratur terhadap infeksi-infeksi semacam itu pada
penderita.
6. Pengawasan Penderita atau Pasien
Pengawasan infeksi penderita di mulai ketika masuk rumah sakit
dengan menyertakan kartu data infeksi di dalam catatan medis penderita. Data
yang di kumpulkan setiap hari mengenai biakan dari laboratorium
mikrobiologi serta dari hasil inspeksi laboratoris dan klinis di catat pada setiap
kartu data infeksi setiap penderita.
7. Pengawasan Pekerja Rumah Sakit
Pemeriksaan fisik harus merupakan persyaratan bagi semua petugas
rumah sakit, dan catatan imunisasi harus diperiksa. Bila tidak tercatat, maka
imunisasi terhadap penyakit polio,tetanus,difteri,dan campak harus di
isyaratkan.Petugas yang menunjukkan hasil positif pada uji tuberculin harus
diperiksa dengan sinar x di bagian dada untuk menentukan kemungkinan
adanya tuberculosis aktif.
8. Pengawasan Lingkungan Rumah Sakit
Petugas rumah sakit melakukan pengendalian infeksi menemukan satu
atau lebih kasus infeksi baru, maka mungkin diperlukan banyak biakan dari
penderita, petugas dan lingkungan untuk menemukan sumber patogen dan lalu
meniadakannya.
9. Peran Tenaga Kerja Kefarmasian dan Apoteker dalam Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit
Tanggung jawab farmasis dalam pengendalian infeksi di rumah sakit
terkait dengan pengendalian infeksi nosokomial, peningkatan penggunaan
yang rasional dari berbagai zat antimikroba dan edukasi.

Kemudian dalam pengendalian infeksi nosocomial, ada beberapa fungis dan


tanggung jawab farmasis di dalam bidang ini yaitu sebagai berikut:

1. Berpartisipasi dalam berbagai urusan Komite Pengendalian Infeksi (KPI) atau


yang setara.
2. Memberi petunjuk kepada rumah sakit, tentang seleksi dan penggunaan
antiseptik, disinfektan, dan sterilan yang sesuai.
3. Menetapkan berbagai kebijakan, prosedur, dan program pengendalian mutu
internal IFRS untuk mencegah kontaminasi pada sediaan obat yang disiapkan
atau dibuat dalam atau didispensing dari IFRS. Yang paling penting dalam
bidang ini adalah pembuatan dan penanganan sediaan steril. Perhatian lain
termasuk (tetapi tidak terbatas pada) ketentuan untuk pembersihan berbagai
barang dari peralatan farmasetik (seperti kabinet laminar air flow, penampan
dosis unit, peralatan pembuatan ruah dan penetapan kebijakan personel yang
sesuai (misalnya, pembatasan kegiatan anggota staf yang menunjukkan gejala
nyata pilek, influenza, atau kondisi menular lain).
4. Mendorong penggunaan kemasan dosis tunggal obat steril sebagai pengganti
wadah multidosis.
5. Memberi rekomendasi berbagai kebijakan untuk frekuensi penggantian
perlengkapan intravena dan alat pemberian intravena lain serta pembalut
6. Memberi rekomendasi penyiapan sediaan steril dan wadah multi dosis yang
tepat.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Peran Farmasi dalam Central Sterilization Supply Department (CSSD)

Secara teori cssd itu dipimpin oleh seorang Apoteker (kains cssd) yang
bertanggung jawab ke kabid penunjang medis. CSSD ini beroperasi kepada proses
pencucian, pengemasan dan sterilisasi terhadap semua alat atau bahan yang
dibutuhkan rumah sakit dalam merawat dan melakukan tindakan kepada pasien dalam
kondisi steril. Mengurangi infeksi nosokomial dengan menyediakan peralatan yang
telah mengalami penyortiran, pencucian dan sterilisasi yang sempurna, memutuskan
mata rantai penyebaran kuman di lingkungan rumah sakit, serta menyediakan dan
menjamin kualitas sterilisasi produk yang dihasilkan. Hal ini dilakukan karena CSSD
merupakan unit penting dalam suatu RS dan juga salah satu tempat pengaplikasian
ilmu kefarmasian, sehingga pada kegiatan ini mahasiswa mendapat penjelasan
mengenai praktek pelaksanaan sterilisasi di bagian CSSD RS, dan praktek melipat
kassa serta mengamati alur pelayanan yang ada di unit CSSD.

CSSD (Central Sterilization and Supply Department) adalah suatu unit kerja
yang mempunyai tugas pokok melakukan sterilisasi alat-alat medis di rumah sakit.
Tujuan dari unit CSSD antara lain mengurangi kejadian infeksi nosokomial (INOS)
pada pasien yang dirawat di rumah sakit, memutus mata rantai penyebaran kuman di
lingkungan rumah sakit, menjamin kualitas hasil sterilisasi pada produk yang
dihasilkan, serta ikut menjamin kontinuitas ketersediaan alat dan bahan medis habis
pakai untuk keperluan desinfeksi alat kesehatan seluruh rumah sakit.

Instalasi Pusat Sterilisasi (CSSD) berada di bawah Manajer Penunjang Medik,


sehingga Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi bertanggung jawab langsung kepada
Manajer Penunjang Medik. Untuk dapat memberikan pelayanan sterilisasi yang baik
dan memenuhi kebutuhan peralatan steril di rumah sakit, Kepala Instalasi Pusat
Sterilisasi dibantu sekurang-kurangnya penanggung jawab administrasi; Sub Instalasi
Dekontaminasi, Sterilisasi, dan Produksi; Sub Instalasi Pengawasan Mutu,
Pemeliharaan Sarana dan Prasarana, K3, dan Diklat; serta Sub Instalasi Distribusi.

Contoh struktur organisasi CSSD di RS

STRUKTUR ORGANISASI CSSD

Ka.INSTALASI FARMASI

Apt. Chandra., M.si

PENANGGUNG JAWAB UMUM

Refi wahyudin

PENANGGUNG JAWAB
ADMINISTRASI

Bertha tiara handayani

PENANGGUNG JAWAB PENANGGUNG JAWAB STERILISASI


DEKONTAMINASI
Reni
Gadis ayuning trias

STAFF PELAKSANA

Leni puspita dewi M. havel altasyah

Jopi pralestia Fatmi Dwitasari

Adelia khaerunisa

Mia audina

Anik septiowati
Pembagian ruang CSSD di RS adalah sebagai berikut:

a. Ruang penerimaan alat


Ruang penerimaan berfungsi untuk kegiatan administrasi dan serah
terima alat kesehatan dari tiap-tiap bangsal yang akan atau telah
disterilisasi oleh petugas CSSD. Catatan adminitrasi terdiri atas nama unit,
tanggal, jam, bahan yang disterilisasi, tanda tangan petugas unit dan tanda
tangan petugas CSSD yang menerima.
b. Ruang dekontaminasi
Ruang dekontaminasi merupakan ruang pengelolaan instrumen mulai dari
pencucian, enzymatic, desinfeksi, pembilasan hingga pengeringan.
c. Ruang setting
Ruang setting digunakan untuk set instrument termasuk pengelolaan kasa.
d. Ruang linen R
Ruang linen berfungsi untuk kegiatan pelipatan dan packing linen yang
akan di lakukan sterilisasi.
e. Ruang sterilisasi
Ruang sterilisasi berfungsi untuk melakukan proses sterilisasi. Unit CSSD
RS melakukan proses sterilisasi menggunakan metode autoclave untuk
alat kesehatan maupun linen.
f. Ruang penyimpanan
Ruang penyimpanan berfungsi untuk menyimpan alat kesehatan yang
telah disterilisasi. Untuk menjaga kualitas sterilisasi alat kesehatan/linen,
ruang penyimpanan dilengkapi dengan lampu UV. Suhu ruang
penyimpanan berkisar antara 18-22ºC dan kelembaban 35-75%. Apabila
barang steril yang disimpan lebih dari satu minggu tidak digunakan, maka
petugas CSSD melakukan sterillisasi ulang terhadap barang tersebut.
Contoh tata letak ruang CSSD di RS

Alur aktivitas fungsional di Instalasi Pusat Sterilisasi (CSSD) di RS


adalah sebagai berikut:
a. Dekontaminasi
Peralatan kotor setelah digunakan di ruang perawatan masuk ke
bagian CSSD kemudian akan dilakukan dekontaminasi dengan
menggunakan cairan enzimatik. Dekontaminasi bertujuan untuk
menghilangkan kontaminan seperti lemak, darah, dan protein.
b. Desinfeksi
Desinfeksi bertujuan untuk menghilangkan mikroorganisme
kecuali spora. Desinfeksi dilakukan dengan menggunakan
desinfektan yang konsentrasi dan waktu perendamannya harus
tepat sesuai dengan jenis peralatannya.
c. Pengeringan
Pengeringan dilakukan sampai benar-benar kering sebelum
peralatan dilakukan sterilisasi.
d. Cek uji fungsi dan uji fisik
Cek uji fungsi dilakukan untuk mengetahui kelayakan instrumen,
apakah peralatan masih layak digunakan atau tidak. Di dilakukan
cek uji fungsi terhadap gunting jaringan dengan dicek ujungnya,
serta terhadap gunting untuk angkat jahitan dengan menggunakan
tali kenur.
e. Setting
Setting dilakukan terhadap instrumen-instrumen yang akan
dilakukan sterilisasi. Tiap set alat isinya berbeda-beda, misal satu
set alat bedah isinya akan berbeda dengan satu set alat jahit.
Macam dan jumlahnya harus sesuai supaya tidak menyebabkan
kerugian 1 set alat yang lain.
f. Packing atau pengemasan
Sebelum dilakukan sterilisasi dilakukan pengemasan terlebih
dahulu. Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, pengemasan
dilakukan dengan tromol, linen, dan pouches. Tromol berisi kassa
dan linen untuk kain missal duk untuk operasi. Linen merupakan
bahan pengemas non medical grade. Pouches merupakan
kombinasi antara kertas medical grade dan polimer transparan.
Poches merupakan pengemas yang paling umum di pelayanan
sterilisasi sentral. Pouches dapat menahan tekananm robekan,
lubang, dapat direkatkan menggunakan panas, mudah dibuka dan
mengandung indikator kimia kelas 1. Maksimal berat yang dapat
dikemas dalam pouches adalah 1,5 kg. Pouches meliputi lapisan
transparan yang memungkinkan instrumen terlihat dari luar
sehingga dapat dicek sudah lengkap atau belum.
g. Memberi label
Labelling dilakukan untuk tiap-tiap kemasan instrumen, yang
meliputi tanggal sterilisasi, expired date, dan identitas instrumen
(untuk ruang mana).
h. Sterilisasi
Sterilisasi yang dilakukan di RS ada 2 macam, yaitu sterilisasi
suhu rendah dan suhu tinggi. Untuk alat yang tidak tahan panas
digunakan metode DTT ( Desinfeksi tingkat tinggi). Sterilisasi
suhu tinggi dilakukan untuk instrumen yang tahan terhadap panas,
seperti peralatan bedah, alat jahit, kain operasi, dll. Sterilisasi suhu
tinggi dilakukan dengan menggunakan autoklav dengan suhu
121oC dengan tekanan 1,1 atm selama 20 atau 30 menit.
i. Penyimpanan
Instrumen yang sudah dilakukan sterilisasi disimpan di dalam
ruang khusus penyimpanan. Suhu dan kelembabannya diatur
sedemikian rupa supaya tetap steril dan dilengkapi lampu
penyinaran (UV). Suhu ruang penyimpanan harus dijaga supaya
berkisar antara 18-22oC dan kelembabannya antara 35-75%.
Kontrol sterilitas ruang penyimpanan dilakukan dengan uji angka
kuman setiap tahun oleh Balai Besar Teknik Kesehatan
Lingkungan (BBTKL).
j. Distribusi
Distribusi dilakukan ke unit-unit yang membutuhkan peralatan
steril, seperti ICU, ruang operasi, poliklinik gigi, dan lain-lain. Di
RS, apabila unit-unit tersebut membutuhkan peralatan steril maka
petugas dari masing-masing unit datang ke bagian CSSD untuk
meminta peralatan steril sesuai yang dibutuhkan. Kemudian bagian
CSSD akan memberikan sesuai dengan permintaan.
Pelayanan linen steril ditujukan untuk ruangan yang
membutuhkan linen steril untuk mencegah infeksi nosokomial.
Kebutuhan linen steril dibagi 2, yaitu:
a. IBS
Menggunakan set steril dalam jumlah tertentu untuk
keperluan operasi.
b. Pasien luka bakar
Linen steril digunakan untuk meminimalkan infeksi karena
luka terbuka, jumlah dan jenis linen disesuaikan dengan
kebutuhan ruangan.

CSSD bertanggung jawab untuk mengelola kasa dari kasa dalam


kondisi utuh sampai menjadi kasa steril yang siap digunakan sehingga tidak
menimbulkan infeksi bagi pasien baik di rawat inap maupun rawat jalan.

Alat Pelindung Diri yang dimiliki RS sudah sesuai dengan persyaratan


tersebut. Petugas yang masuk kedalam ruang sterilisasi harus memakai
seluruh APD yang dipersyaratkan. Hal ini dilakukan untuk melindungi
petugas dan kualitas barang yang disterilkan.Proses sterilisasi yang dilakukan
di RS sudah mengikuti pedoman instalasi pusat sterilisasi yang dikeluarkan
pemerintah.

Untuk menjamin sterilitas, indikator yang digunakan ada 3 yaitu indikator


fisik, indikator kimia dan indikator biologi.

a. Indikator fisik
Indikator ini berhubungan dengan sterilisator yang digunakan. Sterilisator
dikalibrasi 1 tahun sekali oleh BPFK (Badan Penjamin Fasilitas
Kesehatan). Sterilisator yang digunakan ada 2 macam yaitu sterilisator
digital dan autoclave biasa. Untuk sterilisator digital hanya digunakan
untuk alat-alat yang bersifat cito/segera. Sedangkan untuk mensterilisasi
alat yang biasa dipakai menggunakan autoclave biasa.
b. Indikator kimia

Macam indikator kimia:

1. Indikator eksternal, ditempatkan di bagian luar packing, sebagai tanda


instrument sudah melalui proses sterilisasi. Jika sudah steril indikator yang
sebelumnya berwarna krem menjadi hitam.

2. Indikator internal, dimasukkan ke dalam packing sebagai tanda alat yang


berada di dalam wadah plastik sudah steril. Jika alat sudah steril ada
perubahan warna indikator dari krem menjadi hitam.

c. Indikator biologi

Uji mikrobiologi dilakukan dengan menggunakan metode SWAB yang


dilakukan oleh laboratorium resmi pemerintah. Selain untuk mengetahui hasil
mikrobiologi produk steril, uji biologi dapat juga untuk menentukan masa
kadaluarsa alat kesehatan. Uji biologi dilakukan minimal 1 tahun 2 kali.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Rusli.2016. Farmasi Rumah Sakit dan Kinik. Kementerian Kesehatan Republik


Indonesia. Jakarta

Rusli.2018. Farmasi Rumah Sakit. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.


Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 2009,Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi(Central Sterile


Supply Department/CSSD) di Rumah Sakit, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.

Hidayat, E.T, 2003, Panduan CSSD Modern, Cetakan Pertama, Rumah Sakit
Pertamina, Jakarta .

Seftina, M., 2014, Gambaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Ruang CSSD di
Putra Specialist Hospital Melaka dan Rumah Sakit Umum Daerah Solok, Jurnal
CSSD.

Anda mungkin juga menyukai