Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh:
2016
ii
iii
iv
RIWAYAT HIDUP PENELITI
A. Identitas Diri
Nama : Putri Ayulya Ulfa Dewi Muin
NIM : P00320013128
Tempat, dan Tgl Lahir : Kendari, 27 Desember 1994
Suku/ Bangsa : Bugis Tolaki / Indonesia
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
B. Pendidikan
1. SD Negeri 1 Langgea, Tamat Tahun 2007
2. SMP Negeri 1 Ranomeeto, Tamat Tahun 2010
3. SMA Negeri 2 Konawe Selatan, Tamat Tahun 2013
4. Sejak tahun 2013 melanjutkan pendidikan di Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan
v
MOTTO
Jika kamu tidak melangkah maju, kamu akan tetap berada di tempat
yang sama.
Jangan pernah melihat sukses itu dengan satu cara, Lihatlah dengan
cara yang berbeda atau bahkan dengan cara yang tidak pernah
vi
ABSTRAK
vii
KATA PENGANTAR
viii
6. Bapak dan Ibu dosen Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Analis
Kesehatan yang turut membekali ilmu pengetahuan pada peneliti selama
menuntut ilmu.
7. Rasa hormat, terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada
Ayahanda tercinta Aila Muin,S.Sos dan Ibunda tersayang Nurlian,S.Sos atas
semua bantuan moril maupun materil, motivasi, dukungan dan cinta kasih
yang tulus serta doanya demi kesuksesan studi yang peneliti jalani selama
menuntut ilmu sampai selesainya karya tulis ini, tanpa restu keduanya
peneliti tidak ada apa-apanya.
8. Saudara-saudaraku, dan Keluargaku tersayang yang selalu memberikan
semangat serta kasih sayang dan dukungannya selama ini.
9. Ucapan terima kasih kepada sahabat-sahabatku serta seluruh rekan-rekan
mahasiswa(i) Politeknik Kesehatan Kemenkes Kendari angkatan 2013 yang
tidak dapat peneliti sebutkan namanya satu persatu yang telah berjuang
selama ±3 tahun dalam suka maupun duka dalam menyelesaikan hasil
penelitian ini.
Akhirnya peneliti menyadari dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini
masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk kesempurnaan Karya Tulis ini sangat peneliti harapkan. Atas
kritik dan saran, peneliti ucapkan banyak terima kasih, semoga Karya Tulis Ilmiah
ini dapat berguna bagi yang membutuhkan dan akhir kata semoga Allah SWT
senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Amin.
Peneliti
ix
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Kecacingan ............................................... 5
B. Tinjauan Umum Tentang Nematoda .................................................. 5
C. Tinjauan Umum Tentang Nematoda Usus ......................................... 7
D. Tinjauan Umum Tentang Murid Sekolah Dasar ................................ 21
E. Tinjauan Umum Tentang Pemeriksaan Nematoda Usus ................... 23
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran ................................................................................. 25
B. Kerangka Pikir ................................................................................... 26
C. Variabel Penelitian ............................................................................. 27
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ........................................ 27
x
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian .................................................................................. 29
B. Tempat dan waktu penelitian ............................................................. 29
C. Populasi dan Sampel .......................................................................... 29
D. Prosedur Pengumpulan Data .............................................................. 30
E. Instrument Penelitian ......................................................................... 30
F. Prosedur Pemeriksaan Laboratorium ................................................. 31
G. Jenis Data ........................................................................................... 32
H. Pengolahan Data ................................................................................ 33
I. Analisis Data ...................................................................................... 33
J. Penyajian Data ................................................................................... 33
K. Etika Penelitian .................................................................................. 34
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .................................................................................. 35
B. Pembahasan........................................................................................ 38
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 42
B. Saran .................................................................................................. 42
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB l
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Nematoda usus merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Manusia merupakan hospes beberapa Nematoda
usus, sebagian besar dari Nematoda dapat menyebabkan masalah kesehatan
masyarakat Indonesia. Penyebab penyakit kecacingan termasuk golongan
cacing yang ditularkan melalui tanah atau disebut juga Soil Transmitted
Helminths. Cara infeksi pada manusia adalah dengan bentuk infektif yang
ditemukan dan berkembang ditanah. (Zulkoni, Akhsin 2010)
Penularan penyakit kecacingan di Indonesia, bersifat endemik.
Berbagai macam jenis infeksi cacingan antara lain ditularkan melalui tanah
atau Soil Transmitted Helminths, diantaranya adalah cacing gelang (Ascaris
lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura), cacing tambang
(Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) (Suyudi,2000).
Berdasarkan data dari World Health Organization(WHO) lebih dari
1,5 miliar orang atau 24% dari populasi dunia terinfeksi Soil Transmitted
Helminths (STH). Infeksi tersebar luas di daerah tropis dan subtropis, dengan
jumlah terbesar terjadi di sub-Sahara Afrika, Amerika, China dan Asia timur.
Lebih dari 270 juta anak-anak usia prasekolah dan lebih dari 600 juta anak
usia sekolah tinggal di daerah dimana parasit ini secara intensif ditularkan,
dan membutuhkan pengobatan dan intervensi pencegahan (WHO,2014)
Prevalensi cacingan di Indonesia pada umumnya sangat tinggi,
terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu mempunyai resiko
tinggi terjangkit penyakit ini. Menurut (Depkes, 2008) prevalensi kecacingan
di Indonesia masih relatif tinggi yaitu sebesar 32,6% dan di dominasi oleh
Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus.
Penemuan kasus kecacingan disebabkan oleh nematoda lain yaitu
filariasis di provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2008-2012 cenderung
1
2
menurun. Pada kasus 2008 ditemukan (93 kasus), tahun 2009 (89 kasus),
tahun 2010 (77 kasus), tahun 2011 (74 kasus), dan tahun 2012 ditemukan 72
kasus (Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2012). Untuk
Kabupaten Konawe Selatan dari data kasus kecacingan per puskesmas tahun
2015 dari tiap kabupaten yaitu 3 kasus dan tahun 2016 yaitu 4 kasus dan
merupakan kasus lama, namun sebagian dari tiap puskesmas belum
melakukan pelaporan ke dinas kesehatan Konawe Selatan, Untuk kecamatan
Ranomeeto tahun 2015 10,01% kasus kecacingan (Dinkes Konawe
Selatan,2016).
Tingginya prevalensi disebabkan oleh iklim tropis dan kelembapan
udara tinggi di Indonesia, yang merupakan lingkungan yang baik untuk
perkembangan cacing, serta kondisi sanitasi dan higienis yang buruk
(Sekartini R, 2004)
Banyak dampak yang dapat ditimbulkan akibat infeksi cacing.
Cacingan mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan (digestif),
penyerapan (absorbsi), dan metabolisme makanan.Secara kumulatif, infeksi
cacing dapat menimbulkan kerugian zat gizi berupa kalori dan protein serta
kehilangan darah.Selain dapat menghambat perkembangan fisik, kecerdasan
dan produktifitas kerja, dapat menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah
terkena penyakit lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2006).
Penyakit kecacingan sendiri jarang menyebabkan kematian, namun
pada keadaan kronis pada anak dapat menyebabkan kekurangan gizi yang
berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan akhirnya menimbulkan
gangguan tumbuh kembang anak (Sekartini R,2004)
Pencemaran tanah merupakan penyebab terjadinya transmisi telur
cacing dari tanah kepada manusia melalui tangan atau kuku yang
mengandung telur cacing, lalu masuk kemulut bersama makanan. Tinggi
rendahnya frekuensi tingkat kecacingan berhubungan dengan kebersihan diri
dan sanitasi lingkungan yang menjadi sumber infeksi. Nematoda usus
merupakan kelompok yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia, karena
masih banyak yang mengidap cacing ini sehubungan banyaknya faktor yang
3
menunjang untuk hidup suburnya cacing parasiter ini. Faktor penunjang ini
antara lain keadaan alam serta iklim, sosial ekonomi, pendidikan, kepadatan
penduduk serta masih berkembangnya kebiasaan yang kurang baik
(Djaenudin N,2009)
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di SDN 11 Ranomeeto
merupakan sekolah dasar yang berada dijalan Mawar Kecamatan Ranomeeto,
yang sebelumnya tidak pernah dilakukan penelitian mengenai angka
kecacingan pada murid SDN 11 Ranomeeto. Selain itu, masih ditemukan
kebiasaan yang tidak memperhatikan kebersihan perorangan seperti bermain
ditanah, sebagaian siswa tidak menggunakan alas kaki serta kuku-kuku yang
tidak dipotong dan kebiasaan tidak mencuci tangan sebelum makan dan
sesudah bermain ditanah. Sehingga dengan kondisi tersebut dapat menjadi
faktor penyebab resiko terjadinya kecacingan pada anak dimungkinkan dapat
terjadi.
Dari uraian latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian “Identifikasi Telur Cacing Nematoda Usus Pada Kuku Murid
Sekolah Dasar Negeri 11 Ranomeeto”
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yaitu apakah terdapat telur cacing nematoda
usus pada kuku murid SDN 11 Ranomeeto?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengidentifikasi keberadaan telur cacing nematoda usus
pada kuku murid SDN 11 Ranomeeto.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk melakukan pemeriksaan kuku pada murid SDN 11 Ranomeeto.
b. Untuk mengidentifikasi adanya telur cacing nematoda usus pada
kuku murid SDN 11 Ranomeeto.
c. Untuk mengetahui jenis dan bentuk telur cacing nematoda usus pada
kuku murid SDN 11 Ranomeeto.
4
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan
merupakan bahan informasi yang dapat digunakan dalam penelitian
selanjutnya.
b. Merupakan pengalaman berharga dan tambahan wawasan bagi peneliti
dalam membuat penelitian ilmiah dimana peneliti dapat menerapkan
dan memanfaatkan ilmu yang didapat selama pendidikan, serta
menambah pengetahuan peneliti tentang identifikasi nematoda usus
pada murid SD.
2. Manfaat Praktis
a. Tempat Penelitian
Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah (Kepala Sekolah dan
Staf pengajar) agar bekerja sama dalam memperhatikan kebersihan
lingkungan serta memberikan informasi bagi para siswa tentang
infeksi kecacingan khususnya kontaminasi terhadap infeksi
Nematoda usus.
b. Bagi Institusi
Sebagai masukan bagi institusi sebagai pengembangan ilmu
pengetahuan dan dapat digunakan sebagai bahan pustaka dan
perbandingan untuk melakukan penelitian selanjutnya.
c. Bagi Peneliti lain
Sebagai referensi dalam melakukan penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
6
Sel telur yang dibuahi membentuk membran kuning yang jadi kulit
pertama, sedang kulit kedua dihasilkan oleh uterus. Bentuk telur seperti
elleps dan mudah dibedakan dari tiap jenis (Oemijati, 2006)
C. Tinjauan Umum Tentang Nematoda Usus
Spesies Nematoda usus banyak ditemukan di daerah tropis termasuk
Indonesia dan tersebar di seluruh dunia. Manusia merupakan hospes beberapa
Nematoda usus. Sebagaian besar Nematoda ini menyebabkan masalah
kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Diantaranya Nematoda usus terdapat
sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah yang tercemar oleh cacing.
Infeksi cacing menyerang semua golongan umur terutama anak-anak
dan balita. Apabila infeksi cacing yang terjadi pada anak-anak dan balita
maka dapat mengganggu tumbuh kembang anak, sedangkan jika infeksi
terjadi pada orang dewasa dapat menurunkan produktivitas kerja. Diantara
cacing usus yang menjadi masalah kesehatan adalah kelompok “soil
transmitted helminth” atau cacing yang ditularkan melalui tanah, seperti
Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, cacing tambang (Safar
Rosidiana,2009)
1. Ascaris lumbricoides
Ascaris lumbricoides termasuk kelas Nematoda usus yang berbentuk
panjang, silindris dan tidak bersegmen. Cacing betina dapat menghasilkan
telur sebanyak 200.000 butir sehari dan cacing dewasa hidup didalam usus
halus. Pertumbuhan telur diluar host dipengaruhi oleh suhu, kelembapan
dan cukup tersedianya oksigen (Garcia Lynnes,1996)
Ascaris lumbricoides adalah satu parasit yang paling umum dan paling
besar ditemukan di dalam manusia. Cacing dewasa betina jenis ini dapat
memiliki panjang hingga 18 inci, dan jantan biasanya lebih pendek, dan
diperkirakan bahwa 25% populasi dunia terkena infeksi/tersebar dengan
nematoda ini. Cacing dewasa tinggal di usus halus dan telur keluar
bersama tinja. Sekitar dua minggu setelah berada didalam tinja yang telur
berisi suatu infective larva, dan manusia terkena infeksi/tersebar ketika
mereka menelan infective telur tersebut.
8
2) Telur
Bentuk telur dari Nematoda ini sangat khas, mirip tempayan
kayu atau mirip biji melon. Berwarna coklat, mempunyai dua kutub
yang jernih menonjol dan berukuran sekitar 50 x 25 mikron. Telur-
telur menetas di usus kecil dan akhirnya melekat pada mukosa usus
besar. Telur dikeluarkan dalam stadium belum membelah dan
membutuhkan 10 sampai 14 hari untuk menjadi matang pada tanah
yang lembab. Distorsi telur menjadi jauh lebih besar dari telur
normal, dilaporkan terjadi setelah pengobatan dengan mebendazole
dan dengan obat yang lain (Soedarto,1991)
Telur ini cenderung lebih besar (70 – 80 µm x 30 – 42 µm) dan
mempunyai tombol yang lebih menonjol tetapi lebih kecil
dibanding Trichuris trichiura.
c. Siklus Hidup
Cacing dewasa hidup di usus besar dengan bagian anteriornya
yang halus masuk ke dalam mukosa usus. Cacing betina mengeluarkan
3.000-10.000 butir telur perhari. Telur-telur tersebut keluar bersama
tinja penderita. Dalam lingkungan yang sesuai (tanah lembab, tempat
teduh, suhu 25-30OC. Dalam lingkungan yang sesuai (tanah lembab,
tempat teduh, suhu 25-30oC). Telur berkembang menjadi telur matang
(terbentuk infektif) dalam waktu 3-6 minggu. Telur matang bila tertelan
oleh manusia, menetas di usus halus mengeluarkan larva lalu menjadi
cacing dewasa, cacing menuju ke sekum dan kolon asendens.
Waktu yang diperlukan mulai tertelannya telur matang sampai
cacing betina mengeluarkan telur 30-90 hari (1-3 bulan). Cacing dewasa
dapat hidup beberapa tahun, makanannya adalah zat-zat makanan yang
terdapat pada mukosa usus.
d. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis pasti dilakukan pemeriksaan tinja
penderita untuk menemukan telur cacing yang khas bentuknya. Cacing
dewasa dapat dilihat jika terjadi prolapsus rectum atau bila dilakukan
16
yang belum mempunyai fasilitas sanitasi yang memadai. Hospes parasit ini
adalah manusia. Necator americanus menyebabkan Necatoriasis dan
Ancylostoma duodenale menyebabkan Ancylostomiasis.
a. Klasifikasi
1) Klasifikasi Ancylostoma duodenale
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernentea
Ordo : Rhabditida
Super Famili : Rhabditoidea
Genus : Ancylostoma
Spesies : Ancylostoma duodenale
2) Klasifikasi Necator americanus
Class : Nematoda
Subclass : Secernentea
Ordo : Strongiloidea
Famili : Ancylostomatidae
Genus : Necator
Spesies : Necator americanus
b. Morfologi
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang
besar melekat pada mukosa dinding usus. Cacing betina Necator
americanus tiap hari mengeluarkan telur kira-kira 9000 butir,
sedangkan Ancylostoma duodenale kira-kira 10.000 butir. Cacing
betina berukuran panjang kurang lebih 1 cm, cacing jantan kurang
lebih 0,8 cm. Bentuk badan Necator americanus menyerupai huruf C.
Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar. Necator americanus
mempunyai benda kitin, sedangkan pada Ancylostoma duodenale ada
dua pasang gigi. Cacing jantan mempunyai Bursa kopulatriks.
19
yang ada. Larva ini tidak menyebabkan tingkat sensititasi yang sama
seperti pada Ascaris atau Strongloides. Hitung telur dalam 5 per mg
tinja jarang mempunyai arti klinis, lebih besar dari 20 per mg
dihubungkan dengan timbulnya gejala-gejala, dan 50 per mg atau lebih
merupakan infeksi cacing yang sangat berat (Garcia Lynnes,1996)
e. Gejala Penyakit
Pada tempat masuknya larva menembus kulit akan menimbulkan
rasa gatal. Migrasi larva yang menembus alveolus akan menyebabkan
pendarahan-pendarahan kecil, namun seringkali tidak menunjukkan
gejala-gejala pneumonia. Cacing dewasa menghuni intestinum dan
mngisap darah sebagai makanannya. Hal ini menimbulkan anemia,
yang terutama disebabkan oleh pendarahan pada bekas gigitan cacing,
karena cacingnya mengeluarkan antikoagulan ketika mengisap darah.
Gejala klinik yang timbul bervariasi tergantung pada beratnya
infeksi. Gejala yang sering muncul ialah lemah, lesu, pucat, sesak bila
bekerja berat, tidak enak perut, perut buncit, anemia, dan malnutrisi.
Anemia karena Ancylostoma duodenale dan Necator americanus
biasanya berat. Hemoglobin biasanya dibawah sepuluh gram per
seratus cc darah dan jumlah eritrosit dibawa satu juta/mm3 jenis
anemianya adalah Hypochromic microcytic (Gandahusada,2004)
f. Diagnosis
Diagnosis pasti infeksi cacing tambang tergantung dari
ditemukannya larva atau telur dalam tinja, terutama karena gejala-
gejala sulit dibedakan dengan malnutrisis. Tlur dapat dilihat pada
sediaan langsung atau sedimen konsentrasi, tetapi akan mengalami
kerusakan pada sediaan dengan pulasan permanen. Apabila spesimen
tinja disimpan dalam suhu kamar (tanpa pengawet) lebih dari 24 jam,
telur akan menetas dan keluar larva (Garcia Lynnes,2001)
g. Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan perbaikan cara pembungan kotoran
agar tidak mengotori tanah permukaan. Memakai sepatu bila berada di
21
A. Dasar Pemikiran
Nematoda usus adalah parasit yang ditemukan pada manusia yang
terdapat di usus halus manusia dan dikeluarkan oleh tinja. Dimana Nematoda
usus tersebut terdapat spesies yang ditularkan melalui tanah atau dikenal
sebagai penyakit kecacingan yaitu Soil Transmitted Helminths (STH).
Beberapa jenis Nematoda usus yaitu Ascaris lumbricoides (cacing
gelang), Trichuris trichiura (cacing cambuk), Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus (cacing tambang).
Bentuk telur cacing Nematoda usus Ascaris lumbricoides dibagi
menjadi 3 yaitu telur yang dibuahi (fertil) berbentuk oval berdinding tebal
dengan 3 lapisan dan berisi embrio, berwarna kuning kecoklatan. Telur yang
dibuahi tanpa lapisan protein (Dekortikasi) berbentuk bulat, kulit tunggal,
halus, tebal dan tidak berwarna. Telur yang tidak dibuahi (Infertil) berbentuk
bulat oval memanjang dengan kedua ujungnya agak datar. Bentuk telur
Trichuris trichiura mirip tempayan atau biji melon, berwarna coklat,
mempunyai dua kutub jernih menonjol. Sedangkan telur Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus berbentuk bujur dan mempunyai dinding
tipis.
Salah satu metode pemeriksaan telur cacing adalah metode tak
langsung. Dalam metode ini telur cacing tidak langsung dibuat sediaan, tetapi
sebelum dibuat sediaan sampel diperlakukan sedemikian rupa sehingga telur
cacing dapat terkumpul. Teknik konsentrasi dalam pemeriksaan telur cacing
dibedakan menjadi 2 cara yaitu sedimentasi (pengendapan) dan flotasi
(pengapungan).
25
26
B. Kerangka Pikir
1) Ascaris lumbricoides
Jenis Telur Cacing
a. Telur fertil bentuk oval dinding
Nematoda Usus
tebal, 3 lapisan berisi embrio,
1) Ascaris lumbricoides berwarna kuning kecoklatan.
2) Trichuris trichiura b. Telur dekortikasi bentuk bulat,
3) Ancylostoma kulit tebal, halus tidak
duodenale, Necator berwarna.
americanus c. Telur infertil bentuk bulat
memanjang ujung agak datar.
2) Trichuris trichiura
Bentuk telur mirip tempayan
berwarna coklat, dua kutub
jernih menonjol.
3) Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus
Bentuk telur berbentuk bujur
dan berdinding tipis.
Keterangan :
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini yaitu telur cacing Nematoda usus pada kuku
Murid.
D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
1. Telur cacing Nematoda usus adalah telur parasit yang dapat ditemukan di
usus halus manusia yang dikeluarkan bersama tinja.
Kriteria objektif :
1) Ascaris lumbricoides
a. Telur yang dibuahi (fertil) bentuk oval dinding tebal, 3 lapisan
berisi embrio, berwarna kuning kecoklatan.
b. Telur yang dibuahi tanpa lapisan protein (dekortikasi) bentuk
bulat, kulit tebal, halus tidak berwarna.
c. Telur yang tidak dibuahi (infertil) bentuk bulat memanjang
ujung agak datar.
2) Trichuris trichiura
Bentuk telur mirip tempayan berwarna coklat, dua kutub jernih
menonjol.
3) Ancylostoma duodenale dan Necator americanus
Bentuk telur berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis.
2. Nematoda usus adalah parasit yang ditemukan pada manusia yang
terdapat pada usus halus manusia dan dikeluarkan oleh tinja. Dalam
perkembangannya membutuhkan tanah untuk menjadi bentuk infektif.
Kriteria objektif :
Jenis Nematoda usus :
1. Ascaris lumbricoides (Cacing gelang)
2. Trichuris trichiura (Cacing cambuk)
3. Ancylostoma duodenale dan Necator americanus (Cacing
tambang).
3. Kuku adalah alat pelindung jari dan juga melindungi syaraf-syaraf yang
berada diujung jari. Kuku jari dalam penelitian ini adalah yang
28
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif untuk
mengidentifikasi adanya Telur cacing nematoda usus pada kuku murid SDN
11 Ranomeeto.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat pengambilan sampel penelitian ini bertempat di SDN 11
Ranomeeto, sedangkan untuk pemeriksaan laboratorium dilakukan di
Laboratorium Analis Kesehatan Poltekkes Kendari.
2. Waktu Penelitian
Penelitiantelah dilaksanakan pada tanggal 28 Juni- 2 Juli 2016.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah murid kelas 1, kelas 2, kelas 3
SDN 11 Ranomeeto yakni berjumlah 73 murid.
Alasan mengambil populasi murid kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 karena
masih kurang paham tentang perilaku hidup bersih dan kebiasaan
bermain ditanah sehingga lebih rentan terkena penyakit kecacingan.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah kuku murid SDN 11 Ranomeeto
kelas 1, kelas 2 dan kelas 3.
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara Simple
Random Sampling adalah teknik sampling yang digunakan bila populasi
mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara
proposional (Sugiyono,2011) Menurut Sugiyono, jika populasi lebih dari
100 maka diambil sampel 15% - 30% dan jika populasi <100 maka
diambil sampel 25% - 50%.
29
30
a) Kelas 1 x 18 = 9
b) Kelas 2 x 24 = 12
c) Kelas 3 x 31 = 16
d) Pipet tetes
e) Pinset
f) Sendok tanduk
g) Batang pengaduk
h) Kaca objek
i) Timbangan analitik
j) Kaca penutup/Deck glass
k) Mikroskop
b. Bahan
a) Label
b) Sampel kuku
c) NaCl jenuh
F. Prosedur Pemeriksaan Laboratorium
1. Pra Analitik
a. Metode pemeriksaan dan prinsipnya
Metode pemeriksaan yang digunakan adalah metode flotasi.
Prinsipnya adalah sampel dielmusikan kedalam larutan NaCl jenuh,
dimana telur cacing pada sampel mengapung ke permukaan larutan
karena perbedaan berat jenis NaCl jenuh dan telur cacing.
b. Persiapan alat dan bahan
Alat-alat yang digunakan seperti wadah penampung, kaca objek,
kaca penutup, tabung reaksi, batang pengaduk, pipet tetes, gelas
kimia dan mikroskop dibersihkan terlebih dahulu.
c. Pengumpulan sampel/kerokan kuku
a) Siapkan wadah penampung yang bersih dan kering
b) Potongan atau kerokan kuku jari tangan tersebut dimasukkan
kedalam wadah penampung dan diberi label.
c) Segera periksa
d. Pembuatan NaCl jenuh
a) Disiapkan aquadest sebanyak 100 ml kedalam gelas kimia 250
ml.
32
xK
Keterangan :
f = frekuensi
n = Jumlah sampel
K = Konstanta (100%)
X = Persentase hasil yang dicapai (Chandra, 1995)
J. Penyajian Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini akan disajikan dalam bentuk tabel
dan diuraikan dalam bentuk narasi.
34
K. Etika Penelitian
Masalah etika yang harus diperhatikan dalam penelitian ini
(Hidayat,2009) adalah sebagai berikut :
1. Tanpa nama (Anonimity)
Masalah etika Anonimity merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau mencatumkan nama responden pada lembar alat ukur
dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang akan disajikan.
2. Kerahasiaan (Confidentiality)
Dalam pengambilan data dari responden, peneliti akan menjaga dan
memperlihatkan dengan baik serta tidak akan membicarakan identitas dan
permasalahan responden kepada orang lain. Hanya kelompok data tertentu
saja yang akan dilaporkan sebagai hasil riset.
BAB V
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
a. Letak Geografis
SDN 11 Ranomeeto terletak di ibukota provinsi Sulawesi
Tenggara tepatnya di Jln. H. ABD.Muin No. 1 Kota Bangun Kecamatan
Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan. Adapun batas-batas wilayah
dari Sekolah Dasar SDN 11 Ranomeeto yaitu :
a) Sebelah utara berbatasan dengan Pemukiman Masyarakat
b) Sebelah timur berbatasan dengan Jalan Pasar Ranomeeto
c) Sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Mawar
d) Sebelah barat berbatasan dengan Bangsal (pembuatan batu merah)
b. Lingkungan Fisik
SDN 11 Ranomeeto terdiri dari tanah 2.500 m3 Luas seluruh
bangunan adalah 1.400 m3. Gedung terdiri dari 5 unit (3 unit ruang
belajar, 1 unit ruang perpustakaan, dan 1 unit ruang kantor). Kondisi
sekolah baik, begitupun kondisi fisik bangunan.
c. Keadaan Demografi
Jumlah murid dari kelas 1 sampai kelas 6 sebanyak 162 siswa
dengan jumlah guru sebanyak 11 orang.
d. Status
SDN 11 Ranomeeto dibangun pada tahun 2006 dan mengalami
rehab terakhir pada tahun 2011.
e. Sarana dan Prasarana
Adapun sarana dan prasarana yang ada di SDN 11 Ranomeeto
terdiri dari : Ruang kelas berjumlah 8 ruang, ruang administrator/kantor
berjumlah 1 ruang, ruang UKS 1 ruang, dan ruang lain-lain berjumlah 2
ruang. Ruang guru berjumlah 1 ruang, ruang kepala sekolah berjumlah
35
36
2 Negatif - 32 86,48
Total 37 100
(Sumber : Data Primer 2016)
b) Tempayan 1 2,70
2 Negatif - 32 86,48
Total 37 100
(Sumber : Data Primer 2016)
38
dan apabila tanah tersebut kontak langsung dengan anak tersebut maka ada
kemungkinan anak tersebut terinfeksi nematoda usus apabila masuk ke tubuh.
Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan berdasarkan jenis kelamin
di SDN 11 Ranomeeto, pada laki-laki 4 sampel positif mengandung telur
cacing Nematoda usus (10,82%) sedangkan pada perempuan 1 sampel positif
terdapat telur cacing Nematoda usus (2,70%), sehingga hal ini dapat
menunjukkan bahwa laki-laki lebih rentan terkena infeksi kecacingan, karena
laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas apalagi terpapar langsung dengan
tanah. Hal ini sesuai teori Sutanto, (2009) yang menyatakan bahwa pada
umumnya laki-laki lebih banyak yang terkena infeksi kecacingan, serta gejala
penyakit lain lebih nyata terinfeksi pada laki-laki, karena laki-laki
berhubungan dengan aktivitas fisik. Sedangkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Ginting, (2003) di Sumatera Utara, menemukan bahwa infeksi
cacing Nematoda usus berhubungan dengan jenis kelamin, yaitu laki-laki
lebih banyak terkena infeksi cacing karena laki-laki lebih sering beraktivitas
diluar rumah.
Pada penelitian ini bila dilihat dari segi kelas disekolah dan usia,
terdapat hubungan bermakna antara infeksi cacing Nematoda usus dengan
tinggi rendahnya kelas dan usia. Infeksi kecacingan lebih banyak terjadi pada
murid usia rendah 6 tahun, 7 tahun, 8 tahun. Hal tersebut sejalan dengan
penelitian Adam et al(2014),yaitu terdapat hubungan antara usia dengan
kejadian infeksi kecacingan. Pada usia murid yang rendah 6 sampai 8 tahun
rentan terinfeksi kecacingan karena disebabkan oleh aktivitas bermain tanah
yang tinggi. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Tadesse,(2005)
menemukan hal yang sama tingkat infeksi cacing berhubungan dengan
tingkatan kelas, bahwa semakin tinggi jenjang kelas murid, angka kecacingan
menjadi semakin kecil. Hal ini disebabkan aktivitas bermain ditanah murid
kelas 4, 5 dan 6 sudah semakin berkurang.
Hal ini disebabkan oleh kesadaran anak-anak akan kebersihan dan
kesehatan masih rendah sehingga anak-anak lebih mudah terinfeksi oleh telur
cacing Nematoda usus (Brown, Harold W. 1983). Kesadaran murid kelas 1, 2
40
dan 3 akan kebersihan diri yang rendah dan mengabaikan masalah kebersihan
seperti mencuci tangan sebelum makan, setelah bermain maupun berolahraga.
Hasil tersebut di dukung oleh kegiatan murid yang diamati oleh peneliti saat
proses pengambilan kuku jari tangan, murid kelas 4, 5 dan 6 cenderung
menghabiskan waktu istrahat di dalam kelas, sedangkan murid kelas 1,2 dan 3
menghabiskan waktu istrahat untuk membeli jajanan didepan sekolah dan
bermain dihalaman sekolah sehingga besar kemungkinan murid kelas 1,2 dan
3 tertular telur Nematoda usus.
Berdasarkan data yang telah diperoleh diketahui bahwa telur Ascaris
lumbricoides memiliki prevalensi tinggi yaitu 10,82% dan termasuk dalam
kriteria sedang (WHO, (2002); Kementrian RI, (2012)). Tingginya angka
prevalensi Ascaris lumbricoides sejalan dengan penelitian Rahayu, (2006)
yang menyatakan bahwa Ascaris lumbricoides merupakan jenis Soil
Transmitted Helminths yang paling tinggi ditemukan pada kuku murid yaitu
65,22%. Prevalensi tinggi telur Ascaris lumbricoides juga dinyatakan dalam
penelitian oleh Wintoko, (2014) menyatakan bahwa prevalensi Ascaris
lumbricoides pada kuku jari tangan murid salah satu SD di Bandar Lampung
adalah 88,2%. Sedangkan dari hasil penelitian didapatkan prevalensi
Trichuris trichiura lebih rendah yaitu 2,70% dan termasuk dalam kriteria
rendah (WHO, (2002); Kementrian RI, (2012)). Hal ini sejalan dengan
penelitian Rahayu, (2006) yang menyatakan bahwa ditemukannya prevalensi
telur Trichuris trichiura adalah 11,59%. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor
internal berupa struktur morfologi telur Ascaris lumbricoides yang lebih
kompleks dibandingkan dengan struktur morfologi telur Trichuris trichiura.
Lapisan terluar telur Ascaris lumbricoides memiliki bentuk beralur dan
berbenjol-benjol yang berfungsi untuk melawan rintangan ketika berada
dilingkungan sedangkan telur Trichuris trichiura tidak memiliki struktur
albuminoid sehingga adaptasinya terhadap lingkungan lebih rendah.
Faktor lain yang memengaruhi prevalensi Ascaris lumbricoides yang
lebih tinggi yaitu daya tahan telur Ascaris lumbricoides terhadap suhu panas
yang lebih tinggi dibandingkan dengan telur Trichuris trichiura. Telur
41
Trichuris trichiura akan mati pada suhu 40-80oC sedangkan telur Ascaris
lumbricoides tidak (Jeffery and Leach, 1983). Keadaan ini juga didukung
oleh jumlah telur yang dihasilkan oleh Trichuris trichiura lebih sedikit
dibandingkan jumlah telur yang dihasilkan oleh Ascaris lumbricoides.
Ascaris lumbricoides dapat menghasilkan telur sebanyak 200.000 telur
perhari sedangkan Trichuris trichiura hanya menghasilkan 5000 telur perhari.
Infeksi pada kuku jari tangan murid SDN 11 Ranomeeto tersebut juga
disebabkan faktor kebersihan diri murid yang terbiasa membeli jajanan
disekolah. Jajanan yang dijual belikan sebagian besar tidak berpenutup
sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi debu yang mengandung telur
Nematoda usus. Perilaku tidak mencuci tangan sebelum makan juga dapat
memperbesar kemungkinan terinfeksinya murid SDN 11 Ranomeeto oleh
telur Nematoda usus akibat telur yang menempel pada kuku ikut tertelan.
Penularan Ascaris lumbricoides dan Trichuris trichiura tergantung dari
kontaminasi tanah dengan tinja maka penggunaan fasilitas dan sanitasi yang
baik merupakan tindakan pencegahan yang terpenting.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pada pemeriksaan sampel kuku SDN 11 Ranomeeto dengan metode
flotasi (pengapungan) telah berhasil dilakukan pada tanggal 28 Juni-2
Juli 2016. Ditemukan pada laki-laki 4 sampel positif mengandung telur
Nematoda usus 10,82% dan pada perempuan 1 sampel positif
mengandung telur Nematoda usus 2,70%.
2. Sampel dalam penelitian ini dari 37 Jumlah sampel terdapat 5 sampel
positif telur cacing Nematoda usus 13.51% serta 32 sampel negatif
86,48% tidak mengandung telur cacing nematoda usus.
3. Jenis dan bentuk telur cacing Nematoda usus yang ditemukan pada kuku
murid SDN 11 Ranomeeto yaitu Ascaris lumbricoides (Dekortikasi)
10,82% dan Trichuris trichiura (Tempayan) 2,70%.
B. Saran
1. Bagi sekolah yang diteliti yaitu SDN 11 Ranomeeto diharapkan
dilakukan pemeriksaan kebersihan kukudan mengharuskan untuk
memotong kuku secara berkala. serta meningkatkan informasi bagi para
murid tentang bahaya infeksi kecacingan khususnya kontaminasi
terhadap infeksi Nematoda usus.
2. Bagi institusi Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Analis Kesehatan
diharapkan dapat meningkatkan kegiatan promosi kesehatan mengenai
penyuluhan kesehatan tentang bahaya infeksi kecacingan di institusi
pendidikan.
3. Bagi peneliti selanjutnya agar menggunakan sampel yang lebih banyak
lagi guna mendapatkan hasil yang lebih valid.
42
DAFTAR PUSTAKA
DOKUMENTASI PENELITIAN