Anda di halaman 1dari 21

REFORMASI PELAYANAN PUBLIK

PADA PENYELENGGARA PEMERINTAHAN

DALAM RANGKA KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Disusun oleh:

HENRI AZIS

21040008

Dosen Pembimbing

Kolonel (Purn) Dwi Jaka Susanta, SH.MH

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM MILITER

JAKARTA

2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan publik merupakan pemenuhan keinginan dan kebutuhan
masyarakat oleh penyelenggara negara (pemerintah). Pelayanan publik yang
dilakukan oleh pemerintah harus berpihak pada kepentingan masyarakat.
Namun dalam pemenuhan pelayanan publik, tidak dapat berjalan sebagaimana
mestinya. Beberapa penyebabnya yang kami bahas dalam makalah ini yaitu
birokrasi, kepemimpinan, dan kebijakan yang belum mampu mendukung
pelayanan publik yang berkualitas.
Birokrasi di Indonesia seperti yang kita ketahui memiliki berbagai masalah,
diantaranya yaitu sistem dan prosedur yang panjang dan berbelit-belit, juga
lambannya dalam pelayanan publik, ditambah lagi praktik KKN yang tidak bisa
dipisahkan dalam birokrasi di Indonesia. Buruknya dan tidak efektifnya birokrasi
yang ada di Indonesia menyebabkan kurang efisien dan efektif dalam
melaksanakan tugasnya, yaitu salah satunya dalam hal pelayanan publik.
Kepemimpinan merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki, dan
merupakan inti dalam manajemen. Peran pemimpin dapat menjadi penentu
keberhasilan pelayanan yang berkualitas, dimana pemimpin yang memiliki jiwa
kepemimpinan dapat mempengaruhi bawahannnya. Sehingga apabila
pemimpinnya berkualitas, maka akan berpengaruh pada bawahannya, dalam hal
ini dalam memberikan pelayanan publik.
Selain birokrasi dan kepemimpinan, kebijakan turut menjadi penyebab
kurang efisien dan efektif dalam pelayanan publik. Hal tersebut karena kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah Indonesia, kebanyakan tidak sesuai dengan
aspirasi dari masyarakat dan kebijakan yang dibuat tidak melibatkan masyarakat
atau partisipasi publik dalam penyusunannya, sehingga kebijakan tersebut tidak
dapat memenuhi kepentingan masyarakat dan menjawab berbagai
permasalahan yang ada di masyarakat.
Oleh karena itu, baik birokrasi, kepemimpinan maupun kebijakan sangat
berperan dalam keberhasilan dan kualitas pelayanan publik di Indonesia.
ketiganya merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan
publik. Maka perlu adanya reformasi pelayanan publik, agar pelayanan publik
yang dilakukan oleh pemerintah dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan
masyarakat, sehingga dapat dikatakan berkualitas dan berjalan secara efektif
dan efisien. Juga dengan adanya reformasi pelayanan publik dapat
menempatkan pemerintah sesuai dengan peran dan fungsinya dalam
memberikan pelayanyan kepada masyarakat.

1.2 Identifikasi Masalah


Dari latar belakang tersebut, kami memberikan identifikasi masalah yaitu:
- Kurang efisien dan efektif birokrasi di Indonesia.
- Pentingnya sifat kepemimpinan untuk mewujudkan pelayanan publik yang
berkualitas.
- Kebijakan yang dibuat tidak melibatkan partisipasi publik dalam
penyusunannya.
- Reformasi pelayanan publik diperlukan untuk memperbaiki dan melihat
kelemahan dan kekurangan pelayanan publik di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1. Pengertian pelayanan publik


Menurut Kotler dalam Sampara Lukman, pelayanan adalah setiap kegiatan
yang yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan
kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.
Selanjutnya Sampara berpendapat, pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan
kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antarseseorang dengan orang lain
atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Sementara dalam
KBBI dijelaskan pelayanan sebagai hal, cara, atau hasil pekerjaan melayani.
Sementara itu, istilah publik berasal dari Bahasa inggris public yang berarti umum,
masyarakat, dan negara. Inu dan kawan-kawan mendefinisikan publik adalah
sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap
dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai dan norma yang merasa
memiliki. Menurut Kepmenpan No.63/KEP/M.PAN/7/2003, publik adalah segala
kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pelayanan publik diartikan, pemberian layanan (melayani) keperluan orang
atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan
aturan pokok dan tatacara yang telah ditetapkan. Dengan demikian, pelayanan
publik adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh
penyelenggara negara.

2. 2. Kualitas pelayanan publik


Pelayanan publik memiliki tujuan untuk memuaskan masyarakat, dan untuk
memuaskan masyarakat itu dituntut kualitas pelayanan yang tercermin dari
transparansi, akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak dan kewajiban.
Dalam poin ini Gaspersz dalam Sampara Lukman mengemukakan bahwa pada
dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok:
a. Kualitas terdiri atas sejumlah keistimewaan produk, beik keistimewaan
langsung, maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan
dan memberikan kepuasan atas penggunaan produk
b. Kualitas terdiri atas segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau
kerusakan.
Menurut Fitzsimmons dan Fitzisimmons dalam Budiman terdapat lima indikator
pelayanan publik, yaitu reliability yang ditandai pemberian pelayanan yang tepat dan
benar, tangibles yang ditandai dengan penyediaan yang memadai sumber daya
manusia dan sumber daya lainnya, responsiveness yang ditandai dengan keinginan
melayani konsumen dengan cepat, assurance yang ditandai tingkat perhatian
terhadap etika dan moral dalam memberikan pelayanan, dan empati, yang ditandai
tingkat kemauan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen.
Dalam konsep kualitas pelayanan, patton mengemukakan konsep “layanan
sepenuh hati” maksudnya layanan yang berasal dari diri sendiri yang mencerminkan
emosi, watak, keyakinan, nilai, sudut pandang, dan perasaan. Nilai yang
sebenarnya dalam layanan sepenuh hati menurut patton terletak pada kesungguhan
empat sikap “P” yaitu:
a. Passionate, menghasilkan semangat yang besar terhadap pekerjaan, diri
sendiri, dan orang lain.
b. Progressive, penciptaan cara baru dan menarik untuk meningkatkan layanan
dan gaya pribadi.
c. Proactive, supaya aktif harus melibatkan pekerjaan kita dan diperlukan inisiatif
yang tepat.
d. Positive, berlaku positif seyogyanya besikap hangat dalam menyambut
konsumen dan berguna untuk membangun hubungan pribadi.
2. 3. Perubahan Paradigma Pelayanan Publik
Bab ini membahas perubahan pelayanan publik di Indonesia dari perspektif
paradigmatik. Dan dikemukakan tiga paradigma sesuai dengan besar kecilnya
peranan pemerintah dalam menyusun dan melaksanakan kebijakan publik.
1. Paradigma negara kuat, dimana kekuatan sosial politik termasuk kekuatan
pasar, kecil pengaruhnya dalam kebijakan publik, bahkan pelaksanaannya.
2. Paradigma deregulasi setengah hati, di mana pemerintah memilih sektor
tertentu untuk dideregulasi yang pertimbangan utamanya bukan pencapaian
efisiensi pelayanan publik, tetapi keamanan bisnis antara pejabat negara dan
pengusaha besar.
3. Paradigma reformasi pelayanan publik, peradigma ini mengkaji ulang peran
pemerintah dan mendefinisikan kembali sesuai dengan konteksnya, yaitu
perubahan ekonomi dan politik global, penguatan civil society, good
governance, peranan pasar dan masyarakat yang semakin besar dalam
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan public

2. 4. BIROKRASI, KEBIJAKAN, DAN PELAYANAN PUBLIK


Indonesia mendorong pemerintahannya untuk menciptakan kebijakan dan
pelayanan public yang semakin baik dan memihak kepada kepentingan luas
masyarakat, maka diadakannya gerakan reformasi sebagai komitmen kolektif
masyarakat Indonesia. Akan tetapi, hingga saat ini pelayanan birokrasi
pemerintahan di Indonesia masih kurang produktif dan belum mencapai apa yang di
tuju. Tugas pemerintahan yang dijalankan oleh para birokrat lebih banyak dilakukan
terlalu luas dalam sector kehidupan public.

A. Masalah Birokrasi
Pemerintah dengan segala perangkatnya sebagai pilar utama penyelenggara
Negara semakin dihadapkan kepada permasalahan global. Peranannya harus
mampu dan cermat serta proaktif mengakomodasi segala bentuk perubahan. Untuk
memahami beberapa masalah yang sering menjadi keluhan public terkait pelayanan
birokrasi pemerintahan oleh aparat, diantaranya dapat disebutkan :
1. Memperlambat proses penyelesaian pemberian izin
2. Mencari berbagai dalih, seperti kekuranglengkapan dokumen pendukung,
keterlambatan pengajuan permohonan, dan dalih lain yang sejenis
3. Alasan kesibukan melaksanakan tugas lain
4. Sulit dihubungi
5. Senantiasa memperlambat dengan menggunakan kata-kata “sedang diproses”
Identifikasi ini adalah sedikit dari banyak masalah dalam birokrasi pemerintahan
saat ini.

B. Mengelola Kebijakan
Salah satu kunci utama dari pengelolaan kebijakan yang berkualitas adalah
tingginya intensitas partisipasi public. Sebab kesahihan kebijakan public apapun dari
pemerintahan terletak disana. Tujuan utama dari partisipasi adalah mempertemukan
seluruh kepentingan yang sama dan yang berbeda dalam suatu prooses perumusan
dan penetapan kebijakan secara proposional untuk semua pihak yang terlibat dan
terpengaruh oleh kebijakan yang akan ditetapkan dalamnya. Berdasarkan
penjelasan di atas, dapat dirumuskan beberapa criteria yang perlu dipenuhi dalam
mengaplikasikan pendekatan partisipatif dalam setiap perencanaan pembangunan.
Criteria-kriteria itu adalah :
1. Pelibatan seluruh stakeholders untuk setiap arena perumusan dan penetapan
kebijakan
2. Penguatan institusi-onsitusi masyarakat yang lehitimate untuk menyuarakan
seluruh aspirasi yag berkembang
3. Penciptaan proses-proses politik yang negosiatif untuk menentukan priotitas
atas collective agreement
4. Mendorong pemberdayaan masyarakat melali pembelajaran kolektif sebagai
bagian dari proses de,okrasi
kriteria tersebut didasarkan dari terciptanya partisipasi public dalam hal pengelolaan
kebutuhan, yaitu:
1. Keamanan dan ketertiban: semua institusi Negara dan masyarakat luas
didorong untuk menegakkan hukum nasional dan perturan daerah
secaraefektif.
2. Politik : terkait dngan beragamnya asprasi rakyat harus ditempatkan dalam
derajat politik yang sama dalam kerangka penentuan prioritas
3. Ekonmi: pengelolaan potensi ekonomi rakyat dalam mengidentifikasi dirinya
dalam organisasi sosial dan organisasi lainnya
4. Budaya: penghormatan dan kebebasan atasperkembangan budaya daerah
sebagai potensi pembangunan dan pelayanan pemerintahan

C. Pelayanan Publik
Pelayanan sebagai proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain
secara langsung, merupakan konsep yang senantiasa aktual dalam berbagai aspek
kelembagaan. Pelayanan kualitas birokrasi adalah melayani konsumen yang sesuai
dengan kebutuhan dan seleranya. Bagaimanakah sebenarnya pelayanan birokrasi
yang berkualitas, dapat didefinisikan melalui ciri-cirinya:
a. Pelayanan yang bersifat anti birokratis
b. Distribusi pelayanan
c. Desentralisasi dan berorientasi kepada klien
Senada dengan ciri-ciri tersebut, pemerintah perlu menekankan beberapa hal, yaitu:
a. Pemerintah menciptakan suasana kompetitif dalam pemberian pelayanan
b. Pemerintah berorientasi kepada kebutuhan pasar, bukan birokrasi
c. Pemerintahan desentralisasi, dan lebih proaktif
saat ini, kesadaran akan peningkatan kualitas pelayanan dipacu oleh penerapan
manajemen mutu terpadu (MMT) atau total quality management (TQM), bukan
hanya pada organisasi bisnis, tetapi telah diadaptasi pada berbagai organisasi
publik dan nonprofit, bahkan pada lembaga pemerintah terutama di negara maju.
Untuk menyediakan pelayanan yang berkualitas, selayaknya model pelayanan TQM
perlu diterapkan pada berbagai lembaga pemerintah. Meskipun konsepnya belum
dapat diterapkan secara keseluruhan, tetapi dapat dikondisikan sesuai dengan
sumber daya yang dimiliki lembaga pemerintahan. Aturan TQM yang dapat
dimanfaatkan dalam lembaga pemerintah, yaitu:
1. Kualitas adalah pekerjaan setiap orang dalam organisasi agar mampu
memeberikan pelayanan terbaik
2. Kualitas muncul dari pencegahan, bukan hasil dari suatu pemeriksaan atau
inspeksi
3. Kualitas menuntut kerjasama yang erat, semua orang dalam organisasi adalah
penentu keberhasilan dalam pelaksanaan tugas
4. Kualitas menuntut perbaikan berkelanjutan. Selanjutnya ditekankan, bahwa
pada saat diperlukan perubahan, misalnya dalam sistem dan prosedur,
tindakan yang cepat perlu ditempuh agar tidak terjadi keterlambatan dalam
mengejar peningkatan kualitas.
Produk kebijakan yang baik juga harus didukung kemampuan birokrasi yang
memadai pada tingkat implementasi. Untuk itu pendayagunaan pelayanan aparat
birokrasi yang perlu dilakukan adalah melalui:
1. Pengembangan efficiency standard measurements, tolak ukur, standar unit
dan standar cost perlu ditingkatkan untuk meminimalisasi unsur-unsur biaya
yang tidak profesional
2. Perbaikan prosedur dan tata kerja nasional organisasi yang lebih efisien dan
efektif dalam manajemen operasional yang proaktif
3. Mengembangkan dan memantapkan mekanisme koordinasi yang lebih efektif
(to make coordination works)
4. Mengendalikan dan menyederhanakan birokrasi (regulatory function) dengan
management by exception dan minimize body contact dalam pelayanan jasa.
Akhirnya perlu ditegaskan bahwa pelayanan publik adalah pelayanan yang
ditargetkan sebagai kepuasan bagi siapa pun yang menerimanya. Sistem
administrasi negara yang efisien dan efektif bukan dicerminkan dari hasil koreksi
dan pengaduan dari publik, tetapi merupakan hasil ciptaan kreatif atas dasar
pengelolaan pemerintahan yang proaktif terhadap berbagai keperluan publik.
Aparatur pemerintahan seharusnya mampu mendorong aktivitas publik pada
berbagai dimensi pembangunan yang meningkat ke arah yang lebih baik.
Untuk pelayanan publik wajib dikelola oleh aparatur negara dalam manajemen
birokrasi yang bersifat apolitik, mengefektifkan kualifikasi yang bersifat spesialis,
dan mendorong terciptanya jangkar koordinasi yang lebih luas, efisien dan efektif,
sehingga dapat menjadi pusat keunggulan pelayanan publik. Luas campur tangan
pemerintah dalam sektor kehidupan publik menjadikan pelayanan birokrasi semakin
kompleks. Akibatnya pelayanan publik menjadi berbiaya tinggi, utamanya dalam
sektor ekonomi.

2. 5. PERILAKU BIROKRAT DALAM PENYELENGGARAAN LAYAAN PUBLIK


Birokrasi merupakan lembaga yang memilki kemampuan besar
dalammenggerakan organisasi, karena birokrasi ditata secra formal untuk
melahirkan tindakan rasional dalam sebuh organisasi. Jika dilihat dari perjalanan
tumbunhnya birokrasi, pada dasarnya birokrasi buka suatu fenomea yang baru,
karena sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu walaupunbentuknya yang masih
sangat sederhana, karena kebutuhan masyarakat yang harus dipuaskan pada saat
itu pun masih sangat sederhana. Penyelenggaraan pelayanan public yang
dilaksanakan oleh birokrat di Indonesia jika ditnjau historisnya tidak terlepas dari
adanya masa colonial dan feudal. Pola perilaku birokrat warisan masa colonial dan
feudal yang mempengaruhi birokrasi adalah “ pejabat menempatkan diri sebagai
raja”.

A. Birokrasi di Indonesia
Perkembanganbirokrasi dalam kehidupan masyarakat Indonesia tidak terlepasdari
factor kesejarahan. Dengan analisis sejarah, dapat dipelajari teknk analisis atau
teknik pemecahan masalah yang akan menunjukan bagaimana proses birokrasi
yang dilaksanakan oleh lannya, sehingga timbul pertanyaan adalah apakah proses
semacam itu dapat diterapkan dalam bidang yang sama di masa kini
1. Masa Kerajaan
Pada masa Feodal dalam kehidupan masyarakat terdapat pola lapisan
masyarakatyang hierarkis dimana yang berada dipuncak, duduk penguasa
tertinggi yaitu raja, kemudian lapisan kedua adalah kaum bangsawan, tentara
dan para pendeta, dan lapisan kedua adalah kaum bangsawan, tentara dan
para pedeta, dan lapisan paling bawah atau terendh adalah masyarakat iasa
yang terdiri dari petani dan buruh tani.
2. Masa Kolonial
Pada masa colonial ini birokrasi semata-mata berfungsi hanya sebagai
jembatan antara pihak penguasa dan yang dikuasai, yaitu pemerintahan
asing dai barat dan rakyat pribumi yang dijajah.
3. Birokrasi setelah Masa Kolonial sampai dengan Sekarang
Negara berkembang, seperti Indonesia termasuk dalam kategori masyarakat
transidional. Birokrasi pemerintahan seringkali diartikan sebagai officialdom
atau kerajaanpejabat. Suatu kerajaan yang raja-rajanya adalah para pejabat
dari suatu bentuk organisasi yang digolongkan modern. Di dalamnya terdapat
tanda-tanda bahwa seseorang mempunyai yuridiksi yang jelas dan pasti,
mereka berada dalam area ofisal yang yuridiksi, di dalam yuridiksi tersebut
seseorang mempunyai tugas dan tanggug jawab resmi yang memperjelas
batas kewenangan pekerjaannya. Mereka memperoleh gaji berdasarkan
keahlian dan kompetensinta

B. Birokrasi dan Fungsi Pelayanan


Pemerintahan suatu Negara ditingkat nasional terdiri atas berbagai satuan kerja
yang dikenal dengan berbagai nomenklaturur sebagai seperti kementrian,
departemen, direktorat jenderal, badan biro dan sebagainya, sebagian diantara
mempunyai satua-satuan kerja di seluruh wilayah kekuasaan Negara, juga seperti
provinsi, kaupaten, kecamatan kelurahan, dan desa. Pada dasarnya pemerintah
beserta seluruh jajaran aparatur birokrasi bukanlah satu-satunya pihak yang
bertanggung jawab utuk meyelenggarakan berbagai kegiatan pembangunan
nasional, tetapi merupakan kenyataan bahwa peanan pemerintah dengan seluruh
jajarannya bersifat dominan.

2. 6. PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK SESUAI UNDANG-


UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik lahir atas
dasar kewajiban Negara untuk melayani setiap warga negaranya dalam pemenuhan
hak dan kebuatuhan dasar dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan
amanat UUD 1945 juga untuk membangun kepercayaan masyarakat atas
pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Sedangkan tujuan diundangkannya peraturan tentang pelayanan publik ini adalah :
adanya hubungan batasan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan
kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik;
adanya sistem penyelenggaraan publik yang layak yang sesuai asas-asas umum
pemerintahan dan korporasi yang baik; terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan
publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan adanya perlindungan
dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Bahwa dalam Pasal 15 dan Bab V Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik ini Penyelenggara Pelayanan Publik wajib memenuhi 10 unsur
mengenai penyelenggaraan pelayanan publik itu sendiri, yang terdiri atas:

A. Standar Pelayanan.
Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai
kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan
yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.
Komponen standar pelayanan yang dimaksud sekurang-kurangnya meliputi :
1. Dasar hukum,
2. Persyaratan,
3. Sistem mekanisme dan prosedur,
4. Jangka waktu penyelesaian,
5. Biaya/tarif,
6. Produk pelayanan,
7. Sarana prasarana atau fasilitas,
8. Kompetensi pelaksana,
9. Pengawasan internal,
10. Penanganan pengaduan,
11. Saran dan masukan,
12. Jumlah pelaksana,
13. Jaminan pelayanan,
14. Jaminan keamanan.
Dalam menyusun dan menetapkan standar pelayanan ini, penyelenggara pelayanan
publik wajib mengikutsertakan masyarakat dan pihak terkait.
Sanksi : Pasal 54 ayat 8: Bagi penyelenggara pelayanan yang tidak menyusun,
menetapkan dan menerapkan SP, dapat diberhentikan dengan hormat tidak atas
permintaan sendiri.

B. Maklumat Pelayanan.
Maklumat pelayanan adalah pernyataan tertulis yang berisi keseluruhan rincian
kewajibandan janji yang terdapat dalam standar pelayanan. Maklumat pelayanan
wajib dipublikasikan secara jelas dan luas.
Penyelenggara wajib menyusun maklumat pelayanan sesuai dengan sifat, jenis, dan
karakteristik layanan yang diselenggarakan dan dipublikasikan secara jelas (Pasal
18).
Penyusunan dan pelaksanaan maklumat pelayanan harus dipenuhi selambat-
lambatnya 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini berlaku (Pasal 46).
Sanksi: Pasal 22 ayat 1 dan 2, Penyelenggara pelayanan yang tidak membuat dan
menetapkan Maklumat Pelayanan dan Mempublikasikan dapat dikenakan sanksi:
Pembebasan dari jabatan. Bunyi Maklumat adalah kesanggupan melaksanakan
pelayanan sesuai SP.

C. Sistem Informasi Pelayanan Publik (SIPP).


Sistem informasi pelayanan publik adalah rangkaian kegiatan yang meliputi
penyimpanan dan pengelolaan informasi serta mekanisme penyampaian informasi
dari penyelenggara pelayanan publik kepada masyarakat dan sebaliknya dalam
bentuk lisan, tulisan latin, tulisan dalam huruf braile, bahasa gambar, dan/atau
bahasa lokal, serta disajikan secara manual ataupun elektronik.
Sistem Informasi Pelayanan Publik (SIPP) sesuai pasal 23 berisi semua informasi
pelayanan publik yang berasal dari penyelenggara pelayananan publik pada setiap
tingkatan dan sekurang-kurangnya memuat informasi yang meliputi : Profil
Penyelenggara, Profil Pelaksana, Standar Pelayanan, Maklumat Pelayanan,
Pengelolaan Pengaduan, dan Penilaian Kinerja.

D. Pengelolaan Sarana Prasarana, dan/atau Fasilitas Pelayanan Publik.


Penyelenggara pelayanan publik wajib mengelola sarana, prasarana, dan fasilitas
pelayanan publik secara efektif, efisien, transparan, akuntabel, dan
berkesinambungan serta bertanggung jawab terhadap pemeliharaan dan
penggantian sarana, prasarana,dan fasilitas pelayanan publik.
Penyelenggara pelayanan publik melakukan analisis dan menyusun daftar
kebutuhansarana, prasarana, dan fasilitas pelayanan publik dan melakukan
pengadaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan
mempertimbangkan prinsip efektivitas, efisiensi, transparansi, akuntabilitas, dan
berkesinambungan.
Sanksi: Pasal 26 meminjamkan fasilitas pelayanan publik kepada pihak lain yang
tidak berhak dan berakibat pelayanan publik terhenti, rusak/tidak berfungsi =
diberhentikan DHTAPS. Ayat 1, Saham milik BUMN/BUMD utk pengadaan barang
publik dan dijual/dipindahtangankan, dikenakan sanksi Pemberhentian Tidak
Dengan Hormat. Bila terjadi, bisa dinyatakan batal demi hukum.
E. Pelayanan Khusus.
Penyelenggara pelayanan publik berkewajiban memberikan pelayanan dengan
perlakuan khusus kepada anggota masyarakat tertentu antara lain penyandang
cacat, lanjut usia, wanita hamil, anak-anak, korban bencana alam, dan korban
bencana sosial sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan diberikan tanpa
tambahan biaya.
Sanksi: Pasal 29 : 1. Tegoran tertulis; 2. Penurunan Pangkat; 3. Pembebasan dari
jabatan.

F. Biaya/Tarif Pelayanan Publik.


Biaya/tarif pelayanan publik pada dasarnya merupakan tanggung jawab negara
dan/atau masyarakat. Penentuan biaya/tarif pelayanan publik ditetapkan dengan
persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Sanksi: Pasal 33 ayat 1 pembebasan dari jabatan (Institusi penyelenggara negara
yang tidak mengalokasikan anggaran untuk pelayanan publik) dan ayat 3
Pemberhentian Dengan Hormat Tidak Atas Permintaan Sendiri (dilarang membiayai
kegiatan lain menggunakan anggaran pelayanan publik).

G. Perilaku Pelaksana dalam Pelayanan.


Pelaksana pelayanan publik dalam menyelenggarakan pelayanan publik harus
berperilaku sesuai paradigma umum yang berlaku di masyarakat yang diantaranya
: adil dan tidak diskriminatif, cermat, santun dan ramah, tegas, andal dan tidak
memberikan putusan yang berlarut-larut, profesional, tidak mempersulit, patuh pada
perintah atasan yang sah dan wajar, menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan
integritas institusi penyelenggara, tidak membocorkan informasi
atau dokumen yang wajib dirahasiakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, terbuka dan mengambil langkah yang tepat untuk menghindari benturan
kepentingan, tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas
pelayanan publik, tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam
menanggapi permintaan informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan
masyarakat, tidak menyalahgunakan informasi, jabatan dan kewenangan yang
dimiliki, sesuai dengan kepantasan dan tidak menyimpang dari prosedur.
Pasal: 34 (tidak ada sanksi). berperilaku: Adil, cermat, santun dan ramah, tegas
handal, profesional dll.

H. Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan.


Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh pengawas internal
dan pengawas eksternal. Pengawasan internal dilakukan oleh atasan langsung
pelaksana pelayanan publik dan oleh pengawas fungsional sesuai dengan
peraturan perundangundangan.
Pengawasan eksternal penyelenggara pelayanan publik dilakukan oleh masyarakat
(berupa laporan/ pengaduan masyarakat), oleh Lembaga Negara Pengawas
Pelayanan Publik (Ombudsman RI), dan oleh DPR, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota.
Pasal: 36 (Tidak memuat sanksi)

I. Pengelolaan Pengaduan.
Penyelenggara berkewajiban menyediakan sarana pengaduan dan menugaskan
pelaksana yang kompeten dalam pengelolaan pengaduan serta berkewajiban
menyusun mekanisme pengelolaan pengaduan dari penerima pelayanan dengan
mengedepankan asas penyelesaian yang cepat dan tuntas.
Juga penyelenggara berkewajiban mengelola pengaduan yang berasal dari
penerima layanan, rekomendasi Ombudsman RI, DPR, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota dalam batas waktu tertentu, serta berkewajiban menindaklanjuti
hasil pengelolaanpengaduan tersebut.
Penyelenggara pelayanan publik juga berkewajiban mengumumkan nama dan
alamat penanggung jawab pengelola pengaduan serta sarana pengaduan yang
disediakan.
Pasal: 36 Ayat 3, Penyelenggara Pelayanan yang tidak menindaklanjuti pengaduan
dikenakan sanksi pembebasan dari jabatan.

J. Penilaian Kinerja (SKM)


Penyelenggara pelayanan publik berkewajiban melakukan penilaian kinerja
penyelenggaraan pelayanan publik secara berkala dengan menggunakan indikator
kinerja berdasarkan standar pelayanan.
Dalam rangka mempermudah penyelenggaraan berbagai bentuk pelayanan publik,
dapat dilakukan penyelenggaraan sistem pelayanan terpadu yang dilaksanakan di
lingkungan Lembaga yang bertujuan untuk memberikan perlindungan dan kepastian
hukum kepada masyarakat, mendekatkan pelayanan kepada masyarakat,
memperpendek proses pelayanan, mewujudkan proses pelayanan yang cepat,
mudah, murah, transparan, pasti, dan terjangkau, dan memberikan akses yang lebih
luas kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan.
Sistem pelayanan terpadu merupakan satu kesatuan proses pengelolaan pelayanan
terhadap beberapa jenis pelayanan yang dilakukan terintegrasi dalam satu tempat
baik secara fisik maupun virtual sesuai dengan Standar Pelayanan. Sistem
pelayanan terpadu secara fisik dapat dilaksanakan melalui sistem pelayanan
terpadu satu pintu dan/atau sistem pelayanan terpadu satu atap.
Bahkan pada pasal 15 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
menyebutkan bahwa penyelenggaraan sistem pelayanan terpadu satu pintu wajib
dilaksanakan untuk jenis pelayanan perizinan dan non perizinan bidang penanaman
modal.
Di dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 38 Tahun
2012 tentang Pedoman Penilaian Kinerja Pelayanan Publik, selain kewajiban
penyelenggara tersebut di atas, perlu juga kiranya meletakkan Visi, Misi dan Motto
yang dapat memotivasi dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat,
serta menerapkan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2008 guna memberikan
kepastian mutu layanan yang berkualitas kepada masyarakat. Termasuk juga
pemberian atribut yang berupa pakaian seragam dan kartu identits petugas dalam
mendukung formalitas dan citra dari unit pelayanan publik.
Pasal 38 : Tidak melakukan Survei Kepuasan Masyarakat Sanksi ayat 1 dan 2
Penurunan pangkat paling lama satu tahun.
BAB III
KESIMPULAN

Indonesia mendorong pemerintahannya untuk menciptakan kebijakan dan


pelayanan public yang semakin baik dan memihak kepada kepentingan luas
masyarakat, maka diadakannya gerakan reformasi sebagai komitmen kolektif
masyarakat Indonesia. Akan tetapi, hingga saat ini pelayanan birokrasi
pemerintahan di Indonesia masih kurang produktif dan belum mencapai apa yang di
tuju. Tugas pemerintahan yang dijalankan oleh para birokrat lebih banyak dilakukan
terlalu luas dalam sector kehidupan public.
Birokrasi di Indonesia seperti yang kita ketahui memiliki berbagai masalah,
diantaranya yaitu sistem dan prosedur yang panjang dan berbelit-belit, juga
lambannya dalam pelayanan publik, ditambah lagi praktik KKN yang tidak bisa
dipisahkan dalam birokrasi di Indonesia. Buruknya dan tidak efektifnya birokrasi
yang ada di Indonesia menyebabkan kurang efisien dan efektif dalam melaksanakan
tugasnya, yaitu salah satunya dalam hal pelayanan publik.
Salah satu kunci utama dari pengelolaan kebijakan yang berkualitas adalah
tingginya intensitas partisipasi public. Sebab kesahihan kebijakan public apapun dari
pemerintahan terletak disana. Tujuan utama dari partisipasi adalah mempertemukan
seluruh kepentingan yang sama dan yang berbeda dalam suatu prooses perumusan
dan penetapan kebijakan secara proposional untuk semua pihak yang terlibat dan
terpengaruh oleh kebijakan yang akan ditetapkan dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Maryam, NS. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik.


Program Studi Administrasi Bisnis, Politeknik Kridatama Bandung. Jurnal
Ilmu Politik dan Komunikasi Volume VI No. 1. Juni 2016.
2. Lampiran Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor:
63/Kep/M. Pan/7/2003. Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan
Publik. Tanggal 10 Juli 2003
3. Agustina.E. Pelaksanaan Pelayanan Publik Berkualitas Bagi Masyarakat.
Jurnal Universitas Tidar. 2019.
4. Robert. Pelayanan Publik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 1996.
5. Widodo, Joko. Etika Birokrasi dalam Pelayanan Publik. Malang: CV Citra.
2001
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. 2009.
7. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003
Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Publik.2003.
8. Permatasari, A. Pelaksanaan Pelayanan Publik Yang Berkualitas. Jurnal
Administrasi Publik Vol. 2 No. 1. Maret 2020
9. Manan, Bagir. Menyongsong Fajar Otonomi Dearah. Yogyakarta: FH UII.
2001.
10. Mangkusubroto, Guritno. Ekonomi Publik. Edisi III. Yogyakarta: BPFE UGM.
Soekanto, Soerjono. (2004). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali
Pers. 2000.
11. Dimas Jarot Bayu. (2016). Ombudsman Minta Pemerintah Perhatikan Akses
Pelayanan Publik bagi Kelompok Minoritas. Kompas. Di unduh dari
https://Nasional.Kompas.Com/Read/2016/12/06/18343811/Ombudsman.
Minta Pemerintah Perhatikan Akses Pelayanan Publik Bagi Kelompok.
Minoritas. 12 Maret 2018.
12. Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
2004.
13. Saputra, A Kaswara. Peran Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah Dalam
Memberikan Pelindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Tenun Ikat Sukerare
Sebagai Kekayaan Intelektual Tradisional Di Indonesia. 2014.
14. Muluk, Khairul. Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah. Malang:
Bayumedia Publishing. 2005.
15. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembar Negara Nomor 59 dan Tambahan Lembar Negara Nomor 4844).
16. Sinambela, Lijan Poltak, dkk. Reformasi Pelayanan Publik. Bumi Aksara,
Jakarta.2006.
17. Monoarfa.H. Efektivitas dan Efisiensi Penyelenggaraan Pelayanan Publik:
Suatu Tinjauan Kinerja Lembaga Pemerintahan. Jurnal Pelangi Ilmu. 2012.
18. Arsalim. Opini Pelayanan Publik Pemerintah Daerah. Kendari: Suara
Kendari. 2014.
19. Puspitasari, MP. Peran Pemerintah Dalam Penyediaan Akses Pelayanan
Publik. Jurnal Trias Politika, Vol 2. No.1: 1 - 12 April 2018.
20. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
21. Darnilawati, Fenny. Pelayanan Publik Dalam Pemerintahan Daerah.
Pekanbaru: Konferensi Regional Administrasi Publik Se-Sumatera. 2015.
22. Prawira, Maulana Arief, Irwan Noor, dan Farida Nurani. Inovasi Layanan:
Studi Kasus Call Center SPGDT 119 sebagai Layanan Gawat Darurat pada
Dinas Kesehatan Provinisi DKI Jakarta. Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol.
2, No. 4, Hal. 715-721. 2014.
23. Mahsyar, A. Masalah Pelayanan Publik di Indonesia dalam Perspektif
Administrasi Publik. Otoritas: Jurnal Ilmu Pemerintahan. 2011.
24. Suwarno, Yogi dan Ikhsan. Standar Pelayanan Publik di Daerah. Jurnal
Inovasi Pelayanan Publik Volume 2, Nomor 1. 2006.

Anda mungkin juga menyukai