Anda di halaman 1dari 23

TRANSISI EPIDEMIOLOGI DAN TRANSISI DEMOGRAFI

Disusun oleh :

Fifit Nanda Nirwana (20132010020)

DOSEN PENGAMPU :

HASAN HUSIN, S.Pt., M.Kes

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang maha Esa yang telah
memberikan segala rahmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah Transisi Epidemiologi Dan Transisi Demografi yang sederhana ini. Penulis
menyadari bahwa materi yang disajikan dalam makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu penulis mengharapkan saran saran yang membangun guna
kesempurnaan makalah ini.
Terima kasih disampaikan kepada berbagai pihak yang telah memberikan
dorongan dalam penyusunan makalah ini terutama kepada Hasan Husin, S.Pt., M.Kes
selaku dosen pengampu mata kuliah. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Bengkulu, 01 April 2022


Penulis

Fifit Nanda Nirwana


NPM. 2013201002
A. PENDAHULUAN
Epidemiologi, secara etimologis berarti ilmu mengenai kejadian yang menimpa
penduduk. Kemudian dalam sejarah kelahirannya, epidemiologi memberi perhatian.
Kemudian dalam sejarah kelahirannya, epidemiologi memberi perhatian pada penyakit
yang menimpa penduduk. Epidemiologi merupakan salah satu bagian dari pengetahuan
ilmu kesehatan masyarakat. Epidemiologi mewujudkan diri sebagai suatu metode
pendekatan yang memberi perlakuan kuantitatif dalam menjelaskan masalah kesehatan.
( Bustan. 2006)
Konsep transisi penyakit pada masyarakat yang rumit, salah satunya transisi
demografi yang terjadi melalui proses yang panjang. Konsep ini menyebabkan
pergeseran perhatian masalah kesehatan dari penyakit menular kepada penyakit tidak
menular epidemiologi timbul karena adanya perubahan pola kesehatan dan pola.
(Bustan. 2012).
Transisi epidemiologi yang paralel antara transisi demografi dan transisi
teknologi, dewasa mengakibatkan perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi ke
Penyakit Tidak Menular (PTM). Terjadinya transisi epiemiologi disebabkan oleh
terjadinya perubahan sosial ekonomi, lingkungan dan perubahan struktur penduduk
seperti kebiasaan merokok, kurang aktifitas fisik, makanan tinggi lemak dan kalori serta
konsumsi alkohol yang diduga berkontribusi menjadi penyebab dalam penyakit PTM
Salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan ialah
hipertensi. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi
batas normal. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Penyakit ini dapat
mengganggu fungsi organ-organ lain, terutama organ-organ vital seperti jantung dan
ginjal. (Depkes. 2008)
Kata Demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti ’Demos’ adalah rakyat
atau penduduk dan ’Grafein’ adalah menulis. Jadi Demografi adalah tulisan atau
karangan mengenai penduduk. Istilah ini pertama kali dipakai untuk pertama kalinya
oleh Achille Guilard. Demografi mempelajari struktur dan proses penduduk di suatu
wilayah. Stuktur penduduk meliputi jumlah, persebaran dan komposisi penduduk.
Stuktur ini berubah-ubah yang disebabkan oleh proses demografi yaitu kelahiran,
kematian dan migarsi.
Transisi demografi

Transisi ekonomi Transisi


dan sosial Epidemiologi

Transisi lingkungan

B. TRANSISI EPIDEMIOLOGI
Transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan distribusi dan faktor-faktor
penyebab terkait yang melahirkan masalah epidemiologi baru yang ditandai dengan
perubahan pola frekuensi penyakit. (Bustan. 2012)
Transisi epidemiologi akan terjadi pergeseran pola penyakit dan pola penyebab
penyakit dalam masyarakat yang ditandai dengan menurunnya angka kematian penyakit
menular tertentu dan meningkatnya angka penyakit tidak menular. (Noor. 2008)
Omran (2005) Transisi epidemiologi berjalan secara paralel/bersamaan dengan transisi
demografis dan transisi teknologi di negara-negara berkembang. 5 hal yang perlu
dipahami dalam transisi epidemiologi :
1. Angka kematian merupakan faktor penentu dalam dinamika kependudukan. Hasil
studi demografi membuktikan bahwa angka kematian menentukan perkembangan
populasi suatu negara;
2. Selama transisi epidemiologi berlangsung, perubahan panjang terjadi pada angka
kematian dan pola penyakit, dimana penyakit menular secara berangsur-angsur
digantikan oleh penyakit degeneratif dan penyakit akibat manusia sebagai penyakit
yang memiliki angka kesakitan tinggi dan sebagai penyebab utama kematian. Pola
perubahan angka kematian penyakit dibedakan dalam tiga tahap :
a. Masa wabah sampar dan kelaparan, yang ditandai dengan :
 Angka kematian tinggi dan berfluktuasi, yang akhirnya menghambat
kelangsungan pertumbuhan penduduk
 Angka harapan hidup rendah dan bervariasi, berkisar antara 20-40 tahun
b. Masa penyusutan pandemi, yang ditandai dengan :
 Angka kematian berangsur turun, dan terjadi tingkat penurunan epidemik
 Pertumbuhan penduduk terus berlangsung dan mulai terjadi pola eksponensial
 Angka harapan hidup meningkat dan stabil pada usia 30-50 tahun
c. Masa penyakit degeneratif dan penyakit akibat ulah manusia, yang ditandai
dengan :
 Angka kematian berlangsung turun dan terkadang stabil mendekati level
terendah
 Angka harapan hidup meningkat secara bertahap hingga usia 50 tahun
 Angka kesuburan turut menjadi faktor krusial pada pertumbuhan penduduk.
3. Selama berlangsungnya transisi epidemiologi, perubahan pola kesehatan dan
penyakit yang paling mendalam terjadi pada anak-anak dan wanita usia muda. Hal
ini kemungkinan disebabkan tingkat kerentanan kelompok ini paling tinggi
terhadap penyakit infeksi dan penyakit defisiensi.
4. Perubahan pola sehat dan penyakit yang terjadi selama transisi epidemiologi
berhubungan erat dengan transisi demografi dan transisi sosial ekonomi, yang
menggambarkan kompleksitas dalam era modern.
Interaksi antara transisi epidemiologi dengan transisi demografis turut berkontribusi
pada pertumbuhan penduduk. Penurunan angka kematian selama transisi
epidemiologi, memperlebar demographic gap (jarak demografis) antara tingkat
kelahiran dengan tingkat kematian. Interaksi antara transisi epidemiologi dengan
transisi sosial-ekonomi berlangsung kompleks. Penurunan angka kematian dan
angka kejadian penyakit menular cenderung akan menambah efaktivitas tenaga
kerja yang pada akhirnya meningkatkan produktivitas ekonomi.
5. Variasi yang khas pada pola, kecepatan, dan determinan penyakit, serta perubahan
populasi, menghasilkan tiga model dasar transisi epidemiologi yaitu model klasik,
model akselerasi, dan model kontemporer.
a. Model klasik (transisi klasik) Disebut juga model transisi epidemiologi
western/barat, terjadi di negara-negara Eropa Barat. Karakteristik model ini
adalah :
 Terjadi penurunan yang bertahap dan progresif pada angka kematian dan
angka kesuburan. Angka kematian turun dari 30 per 1000 populasi menjadi
kurang dari 10 per 1000. Sementara angka kesuburan turun dari sekitar 40 per
1000 menjadi kurang dari 20 per 1000 populasi
 Dipengaruhi oleh transisi sosio-ekonomik, yang ditandai dengan revolusi
sanitasi (pada akhir abad 19) serta perkembangan medis dan kesehatan
masyarakat (pada abad 20).
 Pada fase terakhir transisi klasik, penyakit degeneratif dan penyakit akibat
ulah manusia mendominasi penyebab kematian dan kesakitan, dibanding
penyakit menular.
b. Model Akselerasi (transisi dipercepat) Disebut juga model transisi epidemiologi
yang dipercepat, terjadi di negara Jepang, Eropa Timur, dan Uni Sovyet.
Karakteristik model ini antara lain :
 Terjadinya penurunan angka kematian sangat cepat, mencapai angka 10 per
1000 populasi. Jangka waktu penurunannya lebih cepat dibanding transisi
klasik.
 Penurunan angka kesuburan (fertilitas) yang tinggi namun tidak cepat.
Penurunan ini disebabkan oleh aspirasi masyarakat untuk menurunkan
kesuburuan. Tindakan aborsi memegang peranan penting dalam penurunan
angka kesuburan, terutama di Jepang.
c. Model Kontemporer (transisi tertunda) Disebut juga model transisi epidemiologi
yang tertunda, umumnya terjadi di negara-negara Amerika Latin, Afrika, Asia.
Karakteristik model ini :
 Terjadi penurunan angka kematian yang nyata
 Penurunan fertilitas yang lamban

3. Penyebab Transisi Epidemiologi


Penyebab transisi epidemiologi dipengaruhi oleh transisi demografi, transisi
sosial dan ekonomi, serta transisi lingkungan. Dikaitkan dengan konsep Trias
Epidemiologi, maka kejadian transisi epidemiologi disebabkan oleh perubahan
pada faktor Host dan Environment dibandingkan oleh Agen. (Noor. 2008)
Perubahan tersebut antara lain :
a. Perubahan pada Host
1. Perubahan struktur masyarakat Telah terjadi perubahan struktur dalam
masyarakat, dari yang sebelumnya bersifat agraris beralih ke masyarakat
industri. Perubahan ini menyebabkan penurunan penularan penyakit menular
akibat sanitasi yang lebih baik. Namun pada saat yang sama menimbulkan
risiko penyakit baru yaitu kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja.
Umumnya masyarakat industri identik dengan peningkatan penghasilan yang
menyebabkan perubahan gaya hidup tidak sehat (merokok, alkohol, kurang
gerak, narkoba). Perubahan lainnya adalah masyarakat lebih konsumerisme,
sehingga kebutuhan hidup tidak merasa terpenuhi. Akibatnya masyarakat
lebih disibukkan dengan mencari tambahan penghasilan, yang secara tidak
langsung menyebabkan peningkatan stres.
2. Perubahan struktur demografis Perubahan ini disebut juga transisi
demografis. Perubahan tersebut ditandai dengan terjadinya penurunan
proprosi usia anak muda dan peningkatan jumlah penduduk usia lanjut.
3. Perubahan status pekerjaan Penyebab utama perubahan ini adalah terjadinya
pergeseran status pekerjaan pada wanita akibat emansipasi dan kesetaraan
jender. Pergeseran ini akan menyebabkan perubahan pada pola asuh anak
yang lebih dipercayakan kepada babby sitter dibanding kepada keluarga.
4. Perubahan pola pikir tentang kesehatan Perubahan ini sejalan dengan arus
perkembangan globalisasi, teknologi, komunikasi, dan segala bentuk
modernisasi, yang menandai dimulainya era baru dalam kesehatan
masyarakat (new era of public health).
5. Perubahan mobilitas penduduk Dengan semakin majunya komunikasi dan
informasi maka mobilitas penduduk meningkat yang berdampak pada
penularan penyakit tertentu atau penyakit baru pada masyarakat. Mobilitas
juga ditandai dengan makin berkurangnya aktifitas penduduk karena
pengaruh teknologi dan otomatisasi, yang berisiko pada penyakit degenerasi.
6. Perubahan nilai sosial dalam masyarakat Antara lain perubahan dalam
menilai lembaga perkawinan yang lebih dilandasi oleh keinginan berteman
dan bersosial dibanding untuk kesehatan reproduktif. Perubahan menjadi
masyarakat yang individualistis menyebabkan angka kejahatan lebih tinggi
akibat masyarakat akan lebih survive dan mencari jalan selamat sendiri.
4. Perubahan pada Environment (lingkungan)
Transisi epidemiologi akan mengakibatkan kondisi-kondisi sebagai berikut :
a. Gangguan bersamaan pada penyakit menular, yaitu masih ditemukan penyakit
menular di daerah pedesaan (rural) dan pemukian kumuh perkotaan, serta masih
ditemukan penyakit menular lama dan timbulnya penyakit menular baru
b. Masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi yang berkaitan dengan penyakit infeksi dan
kemiskinan, serta masalah gizi lebih.
c. Gangguan kesehatan pada masyarakat jompo akibat meningkatnya umur harapan
hidup.
d. Kecenderungan perubahan pola penyakit dari penyakit menular yang mudah
disembuhkan ke penyakit tidak menular yang kronis dan sulit disembuhkan. Di
Indonesia, transisi epidemiologi mengakibatkan berbagai kejadian yang tidak
terpikirkan sebelumnya, antara lain :
1. Peningkatan prevalensi penyakit tidak menular Keadaan ini ditandai dengan
munculnya empat besar penyakit tidak menular penyebab kematian yakni
cardiovascular, cancer, diabetes, dan penyakit paru obstruksi kronis. Di era
JKN, dana BPJS Kesehatan mengalami defisit disebabkan prevalensi penyakit
tidak menular antara lain stroke, jantung, kanker, dan gagal ginjal.
2. Swastanisasi di bidang pelayanan kesehatan Transisi epidemiologi juga
menyebabkan kesadaran akan pentingnya menyediakan pelayanan kesehatan
yang lebih banyak sehingga terjadi pemerataan kepada masyarakat. Pelayanan
kesehatan yang semula disediakan oleh pemerintah berangsur-angsur dilayani
oleh swasta dengan kualitas pelayanan yang lebih baik. Swastanisasi bukan
hanya dalam pelayanan kesehatan, tetapi juga dalam program kesehatan
lainnya, antara lain pengelolaan sampah, penyediaan air bersih, dan abatisasi
(pencegahan DBD).
3. Upaya promotif dan preventif menjadi prioritas utama Transisi epidemiologi
menghasilkan kesadaran bahwa upaya peningkatan dan pencegahan kesehatan
memberikan keuntungan lebih besar dibanding upaya pengobatan dan
pemulihan. Di Indonesia hal ini sudah dicanangkan pemerintah dengan
program-program yang mengarah ke promotif dan preventif, seperti: alokasi
anggaran kesehatan yang lebih besar ditujukan untuk upaya pencegahan,
promosi Perilaku Hidup Besih dan Sehat (PHBS).
C. TRANSISI DEMOGRAFI
Sejak awal tahun 1980, Indonesia mengalami transisi demografi yang ditandai
dengan penurunan angka kematian dan angka kelahiran sebagai konsekuensi dari
peningkatan kesejahteraan dari pembangunan ekonomi. Para ahli demografi
berpendapat bahwa transisi demografi di Indonesia terjadi dalam tempo yang lebih
cepat dibandingkan pengalaman negara maju. Penurunan angka kematian dan fertilitas
yang hampir simultan, terjadi dalam periode yang relatif singkat, yaitu 30 tahun.
Pembangunan infrastruktur kesehatan serta penerapan program KB sejak akhir tahun
1970-an dianggap berkontribusi signifikan pada berkurangnya jumlah kelahiran dan
kematian di Indonesia. (Setyonaluri, D., & Aninditya, F. 2019)
Berdasarkan hasil Trend Assesment Study yang dilakukan oleh Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan beberapa tahun lalu, akan terjadi kecenderungan
penurunan angka kematian kasar, angak kematian bayi, angka kematian balita, angka
kematian ibu disamping meningkatnya umur harapa hidup waktu lahir. Angka
kematian bayi misalnya, akan mengalami penurunan sampai diperkirakan mencapai 20
per 1000 kelahiran hidup, disertai angka harapan hidup mencapai 70 tahun. Keadaan
ini mendorong ‘transisi demografi” dimana struktur penduduk akan mengalami
perubahan dengan berkurangnya proporsi balita serta meningkatnya proporsi usia
remaja, usia produktif, maupun usia lanjut.
a. Teori transisi demografi yang pernah dialami oleh berbagai negara maju
menunjukkan bahwa pada awalnya, keadaan fertilitas maupun mortalitas agak
stabil dan keduanya berada pada angka yang cukup tinggi. Pertumbuhan
penduduk agak stabil karena tingginya angka kematian diimbangi dengan
tingginya angka kelahiran. Selanjutnya dengan perkembangan serta kemajuan
status sosial, ekonomi, angka kematian mulai turun kemudian diikuti oleh
penurunan fertilitas. Pada akhir transisi dijumpai kedua angka tersebut menjadi
stabil, dan halini ditunjukkan dengan dicapainya suatu angka Net Reproduction
Rate (NRR) sebesar satu kemudian disusul dengan pascatransisis demografi
dengan angka NRR<1.
b. Teori transisi demografi tidaklah sesuai dengan proses transisi diberbagai negara
berkembang termasuk Indonesia. Di Eropa penurunan angka kematian relatif lama
yakni sekitar 2 abad, sedangakan di Indonesia penurunan cukup cepat dimulai
pada 1960.
c. Teori mengenai transisi demografi yang terkenal beberapa diantaranya adalah :
1. Kematian merupakan faktor penentu dalam dinamika kependudukan
2. Transisi terjadi sebagai akibat perubahan panjang pola penyakit infeksi ke
penyakit tidak menular, dan kematian yang diakibatkannya.
3. Perubahan tidak memberikan dampak pada semua strata atau tatanan sosial
masyarakat. Transisi epidemiologi dianggap lebih menguntungkan orang kaya
daripada orang miski, menguntungkan usia muda dibandingkan penduduk tua,
menguntungkan wanita dibandingkan lelaki.
4. Perubahan yang terjadi dinegara-negara maju pada awal abad 20 yang merupakan
perbaikan standar kehidupan dan gizi telah memberikan perbaikan dalam
kematian yang menurun.
5. Adanya variasi khusus dalam pola, laju, faktor penentu, dan akibat perubahan
kependudukan. Variasi khusus ini terbagi menjadi 4 bentuk yaitu :
a. Model Klasik/Barat
b. Varian yang dipercepat dari model klasik
c. Model tertunda
d. Model transisi. Secara singkat keempat variasi itu dapat dijabarkan sebagai
berikut :
 Model klasik, ditandai dengan penurunan yang cepat dan drastis dalam
kelahiran dan kematian.
 Model dipercepat, ditandai dengan kematian menurun banyak dan cepat
tetapi dengan penurunan fertilitas yang besar tapi tidak terlalu cepat.
 Model tertunda, ditandai dengan terjadi penurunan nyata kematian tetapi
fertilitas yang lamband.
 Model transisi, ditandai dengan terjadinya penurunan mortalitas yang
cepat disertai penurunan fertilitas segera

D. TRANSISI EKONOMI DAN SOSIAL


Penduduk merupakan faktor penting dalam pembangunan suatu wilayah.
Menurut teori pertumbuhan model Solow, pertumbuhan ekonomi tergantung pada
ketersediaan faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, akumulasi modal) dan tingkat
kemajuan teknologi (Todaro & Smith, 2014)
Dengan demikian, adanya perubahan pada faktor produksi, yang salah satunya
adalah penduduk, akan memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. Indonesia
merupakan negara dengan penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina, India, dan
Amerika Serikat. Jumlah penduduk Indonesia yang besar merupakan potensi yang harus
dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Selama
sepuluh tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,6% di saat
beberapa negara mengalami perlambatan akibat adanya krisis finansial.
Penduduk yang berperan sebagai konsumen, penabung, dan produsen memiliki
peran dalam meningkatkan output agregat dan setiap kelompok umur memiliki perilaku
yang berbeda dalam melakukan kegiatan konsumsi, menabung, dan produksi. Dengan
demikian, setiap kelompok umur mempunyai perilaku yang berbeda dalam kegiatan
ekonomi sehingga mempunyai pengaruh yang berbeda juga terhadap pertumbuhan
ekonomi. Saat ini Indonesia tengah memasuki masa transisi demografi. Transisi
demografi ditandai dengan penurunan tingkat kelahiran dan kematian. (Kuznets. 1960),

E. TRANSISI LINGKUNGAN
Selama hidup kita sampai dengan hari ini, kita tentu pernah mengalami fenomena
“transisi lingkungan”. Kita berpindah dari lingkungan lama, dan masuk ke lingkungan
yang baru. Contoh trivial sangat mungkin terjadi pada saat perpindahan level sekolah
kita, bisa jadi dari SD ke SMP, SMP ke SMA, maupun SMA ke Perguruan Tinggi.
Contoh lain misalnya ketika kita mendaftar kursus, les di bimbingan belajar, dan
sebagainya.
Disadari atau tidak, kita secara alami akan memperkenalkan siapa diri kita di
lingkungan baru. Bagaimana kita membawa diri, bersikap, bercengkrama, merespon
humor, dan lainnya. Sudut pandang diri yang secara keseluruhan akan mendefinisikan
diri kita di lingkungan tersebut (lingkungan baru). (Pararawendy. 2019)
Masa transisi dari perkembangan remaja menuju dewasa yang dimulai dari usia 18
hingga 25 tahun. Dalam masa ini, individu mulai melakukan eksplorasi terhadap
identitas diri, terutama dalam cinta, pekerjaan, dan cara pandang terhadap dunia.
Individu pada masa itu mencoba berbagai cara untuk mengambil keputusan yang
matang. Karena masa ini individu merasa seperti tiba-tiba diharuskan untuk mendadak
serius karena sudah dewasa, dan juga banyak individu akan merasa ambigu dalam status
dirinya menciptakan banyak sekali emosi. Saat individu tersebut fokus ke masa depan
akan cenderung merasa cemas, berbeda saat fokus ke masa lalu akan merasa depresi.
Individu pada masa tersebut akan kesulitan mengambil kesulitan. Jika individu akan
cenderung menggunakan rasa takut dan ekspektasi orang lain dalam prosesnya.
Motivasi ekstrinsik seperti pengakuan orang lain sehingga biasanya akan sedikit sekali
keterlibatan diri sendiri dan cenderung tidak merasa bahagia.
 Tips untuk melewati masa Emerging adulthood dengan baik.
1. Pertama adalah dengan mengenali diri sendiri termasuk karakter, kemampuan,
pengalaman hidup.
2. Lalu cobalah untuk jujur terhadap diri sendiri. Lihat, dengar, dan rasakan apa
yang sebetulnya diri kita mau. Setelah semua proses tersebut tanamkan keyakinan
bahwa kita mampu melewatinya. Jangan takut terluka, karena luka itu bisa
menjadi jalan cahaya di hidup kita.
Penyesuaian diri adalah suatu proses yang meliputi respon mental dan perilaku,
dalam hal ini individu akan berusaha mengatasi ketegangan, frustasi, kebutuhan, dan
konflik yang berasal dari dalam dirinya dengan baik dan menghasilkan derajat
kesesuaian antara tuntutan yang berasal dari dalam dirinya dengan dunia yang obyektif
tempat individu hidup. Kemampuan setiap individu tidaklah selalu sama. Ada yang
mampu menyesuaikan diri tetapi ada juga individu yang tidak mampu menyesuaikan
diri. (Schneiders. 1964)
Berhasil tidaknya remaja melakukan penyesuaian diri dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu faktor dari dalam diri (internal) dan faktor dari luar (eksternal). Faktor dari dalam
diri misalnya keadaan fisik, herediter, dan kematangan (misal meliputi: emosional,
intelektual, sosial) sedangkan faktor dari luar misalnya dukungan sosial dan budaya ada
lima faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri pada remaja, diantaranya yaitu:
1. Kondisi fisik Kondisi fisik berpengaruh kuat terhadap proses penyesuaian diri remaja.
Aspek-aspek yang berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi
penyesuaian diri remaja adalah :
a. Hereditas dan konstitusi fisik Mengidentifikasi pengaruh hereditas (keturunan)
terhadap penyesuaian diri, lebih digunakan pendekatan fisik karena hereditas
dipandang lebih dekat dan tidak terpisahkan dari mekanisme fisik. Berkembang
prinsip umum bahwa semakin dekat kapasitas pribadi, sifat, atau kecenderungan
berkaitan dengan konstitusi fisik maka akan semakin besar pengaruhnya terhadap
penyesuaian diri.
b. Sistem utama tubuh Termasuk ke dalam sistem utama tubuh yang memiliki
pengaruh terhadap penyesuaian diri adalah sistem saraf, kelenjar, dan otot. Sistem
saraf yang berkembang dengan normal dan sehat merupakan syarat mutlak bagi
fungsi-fungsi psikologis agar dapat berfungsi secara maksimal dan yang akhirnya
berpengaruh secara baik pula pada penyesuaian diri individu.
c. Kesehatan fisik Penyesuaian diri seseorang akan lebih mudah dilakukan dan
dipelihara dalam kondisi fisik yang sehat dari pada yang tidak sehat. Kondisi fisik
yang sehat dapat menimbulkan penerimaan diri, percaya diri, harga diri, dan
sejenisnya yang akan menjadikan kondisi yang sangat menguntungkan bagi
proses penyesuaian diri.

2. Kepribadian
a. Kemamuan dan kemampuan untuk berubah (modifiability) Kemauan dan
kemampuan untuk berubah merupakan karakteristik kepribadian yang
pengaruhnya sangat menonjol terhadap proses penyesuaian diri. Sebagai suatu
proses yang dinamis dan berkelanjutan, penyesuaian diri membutuhkan
kecenderungan untuk berubah dalam bentuk kemampuan, perilaku, sikap, dan
karakteristik sejenis lainnya. Semakin kaku dan tidak ada kemauan dan
kemampuan untuk merespon lingkungan, semakin besar kemungkinannya untuk
mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri. Kemauan dan kemampuan itu
muncul dan berkembang melalui proses belajar. Individu yang bersungguh-
sungguh belajar untuk dapat berubah, kemampuan penyesuaian dirinya akan
berkembang juga.
b. Pengaturan diri (self regulation) Pengaturan diri sama pentingnya dengan proses
penyesuaian diri dan pemeliharaan stabilitas mental, kemampuan ungtuk
mengatur diri, dan mengarahkan diri. Kemampuan mengatur diri dapat mencegah
penyimpangan kepribadian. Kemampuan pengaturan diri dapat mengarahkan
kepribadian normal mencapai pengendalian diri dan realisasi diri.
c. Realisasi diri (self realization) Pengaturan diri mengimplimasikan potensi dan
kemampuan ke arah realisasi diri. Proses penyesuaian diri dan pencapaian
hasilnya secara bertahap sangat erat hubungannya dengan perkembangan
kepribadian. Perkembangan kepribadian berjalan normal sepanjang masa
kanakkanak dan remaja, didalamnya tersirat potensi laten dalam bentuk sikap,
tanggung jawab, penghayatan nilai-nilai, penghargaan diri dan lingkungan, serta
karakteristik lainnya menuju pembentukan kepribadian dewasa, dari situlah unsur-
unsur yang mendasari realisasi diri.
d. Intelegensi Kemampuan pengaturan diri sesungguhnya muncul tergantung pada
kualitas dasar lainnya yang penting peranannya dalam penyesuaian diri, yaitu
kualitas intelegensi. Tidak sedikit baik buruknya penyesuaian diri seseorang
ditentukan oleh kapasitas intelektualnya. Intelegensi sangat penting bagi
perolehan perkembangan gagasan, prinsip, dan tujuan memainkan peranan
penting dalam proses penyesuaian diri.

3. Proses belajar
a. Belajar Kemampuan belajar merupakan unsur penting dalam penyesuaian diri
individu karena pada umumnya respon-respon dan sifat-sifat kepribadian yang
diperlukan bagi penyesuaian diri diperoleh dan menyerap ke alam individu
melalui proses belajar. Kemauan belajar menjadi sangat penting karena proses
belajar akan terjadi dan berlangsung dengan baik dan berkelanjutan manakala
individu yang bersangkutan memiliki kemauan yang kuat untuk belajar.
b. Pengalaman Terdapat dua pengalaman yang mempengaruhi penyesuaian diri,
diantaranya adalah pengalaman yang sehat dan pengalaman yang traumatik.
Pengalaman yang menyehatkan adalah peristiwa-peristiwa yang dialami oleh
individu dan dirasakan mengenakan, mengasikan, dan bahkan ingin
mengulanginya kembali. Pengalaman seperti ini akan dijadikan dasar untuk
ditransfer oleh individu ketika harus menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
baru. Pengalaman traumatik adalah peristiwa-peristiwa yang dialami oleh individu
dan dirasakan sebagai sesuatu yang sangat tidak mengenakan, menyedihkan, dan
bahkan menyakitkan sehingga individu tersebut sangat tidak ingin mengulang
kembali pengalaman tersebut. Individu yang mengalami pengalaman traumatik
akan cenderung ragu-ragu, kurang percaya diri, gampang rendah diri, atau bahkan
merasa takut ketika harus menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya.
c. Latihan Latihan merupakan proses belajar yang diorientasikan kepada perolehan
keterampilan atau kebiasaan. Penyesuaian diri sebagai suatu proses yang
kompleks yang mencakup di dalamnya proses psikologis dan sosiologis maka
memerlukan latihan yang sungguh-sungguh agar mencapai hasil penyesuaian diri
yang baik. Tidak jarang orang yang dulunya memiliki kemampuan penyesuaian
diri yang kurang baik dan kaku, tetapi karena melakukan latihan secara sungguh-
sungguh, akhirnya lambat laun menjadi baik dalam setiap penyesuaian diri dengan
lingkungan baru.
d. Determinasi diri Sesungguhnya individu itu sendiri harus mampu menentukan
dirinya sendiri untuk melakukan proses penyesuaian diri. Ini menjadi penting
karena determinasi diri merupakan faktor yang sangat kuat yang digunakan untuk
kebaikan atau keburukan, untuk mencapai penyesuaian diri secara tuntas, atau
bahkan untuk merusak diri sendiri. Contohnya, perlakuan orang tua dimasa kecil
yang menolak kahadiran anaknya akan menyebabkan anak tersebut menganggap
dirinya akan ditolak di lingkungan manapun tempat dirinya melakukan
penyesuaian diri. Determinasi diri seseorang sebenarnya dapat secara bertahan
mengatasi penolakan diri tesebut maupun pengaruh buruk lainnya.

4. Lingkungan
a. Lingkungan keluarga Lingkungn keluarga merupakan lingkungan utama yang
sangat penting atau bahkan tidak ada yang lebih penting dalam kaitanya dengan
penyesuaian diri individu. Unsur-unsur di dalam keluarga, seperti konsntelasi
keluarga, interaksi orang tua dengan anak, interaksi antar anggota keluarga, peran
sosial dalam keluarga, karakteristik anggota kelurga, koefesien keluarga, dan
gangguan dalam keluarga akan berpengaruh terhadap penyesuaian diri individu
anggotanya.
b. Lingkungan sekolah Sebagaimana lingkungan kelurga, lingkungan sekolah juga
dapat menjadi kondisi yang memungkinkan berkembangnya atau terhambatnya
proses perkembangan penyesuaian diri. Pada umumnya, sekolah dipandang
sebagai media yang sangat berguna untuk mempengaruhi kehidupan dan
perkembnagan intelektual, sosial, nilai-nilai, sikap, dan moral siswa. Anak-anak
SD lebih seringkali menganggap guru sangat disegani, dikagumi, dan dituruti.
Tidak jarang anak-anak SD lebih mendengarkan dan menuruti apa yang dikatakan
oleh guru dari pada orang tuanya.
c. Lingkungan masyarakat Kelurga dan sekolah berada di dalam lingkungan
masyarakat, lingkungan masyarakat juga menjadi faktor yang dapat berpengaruh
terhadap perkembangan penyesuaian diri. Konsistensi nilainilai, aturan-aturan,
norma, moral, dan perilaku masyarakat akan didentifikasikan oleh individu yang
berada dalam masyarakat tersebut sehingga akan berpengaruh terhadap proses
perkembangan dirinya. Kenyataan menunjukan bahwa tidak sedikit
kecenderungan ke arah penyimpangan perilaku dan kenakalan remaja, sebagai
salah satu bentuk penyesuaian diri yang tidak baik, berasal dari pengaruh
lingkungan masyarakat.

5. Agama serta budaya Agama berkaitan dengan faktor budaya. Agama memberikan
sumbangan nilai-nilai, keyakinan, praktek-praktek yang memberi makna yang sangat
mendalam, tujuan serta kestabilan dan keseimbangan hidup individu. Selain agama,
budaya juga memberikan faktor yang berpengaruh terhadap kehidupan individu ( Ali
dan Asrori, 2004).
Bentuk-bentuk penyesuaian diri itu dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu
adaptive dan adjustive. (Sobur, 2003)
a. Adaptive Bentuk penyesuaian diri yang adaptive sering dikenal dengan istilah
adaptasi. Bentuk penyesuaian diri ini lebih bersifat badani. Artinya, perubahan-
perubahan dalam proses badani untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan
lingkungan. Pengertian luas mengenai proses penyesuaian itu terbentuk sesuai
dengan hubungan individu dengan lingkungan sosialnya, yang dituntut dari
individu, tidak hanya mengubah kelakuannya dalam menghadapi kebutuhan-
kebutuhan dirinya dari dalam dan keadaan di luar, dalam lingkungan tempat ia
hidup, tetapi ia juga dituntut untuk menyesuaikan diri dengan adanya orang lain
dan macam-macam kegiatan mereka. Orang yang ingin menjadi anggota dari
suatu kelompok, ia berada dalam posisi dituntut untuk menyesuaikan diri dengan
kelompok itu.
b. Adjustive Bentuk penyesuaian yang lain, yang tersangkut kehidupan psikis kita,
biasanya disebut sebagai bentuk penyesuaian yang adjustive. Tersangkutnya
kehidupan psikis dalam penyesuaian yang adjustive ini, dengan sendirinya
penyesuaian ini berhubungan dengan tingkah laku. Tingkah laku manusia
sebagian besar dilatar belakangi oleh hal-hal psikis ini, kecuali tingkah laku
tertentu dalam bentuk gerakan-gerakan yang sudah menjadi kebiasaan atau
gerakan-gerakan refleks. Penyesuaian ini adalah penyesuaian diri tingkah laku
terhadap lingkungan yang dalam lingkungan ini terdapat aturan-aturan atau
norma-norma. Singkatnya, penyesuaian terhadap norma-norma. (Sobur, 2003).
Remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia, menghubungkan
masa kanakkanak dan masa dewasa.
 Menurut Hurlock (1991) rentang usia remaja dibagi dalam dua bagian, yaitu
masa remaja awal, yaitu usia sekitar 13 atau 14 tahun sampai 17 tahun dan
masa remaja akhir dengan usia sekitar 17-21 tahun.
 Menurut Mappiare (1982), masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun
sampai dengan usia 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun hingga 22 tahun bagi
pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12
atau 13 tahun sampai dengan 17 atau 18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17
atau 18 tahun sampai dengan 21 atau 22 tahun adalah remaja akhir (Ali dan
Asori, 2005).
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA

 Bustan, Nadjib M.. 2006. Pengantar Epidemiologi. Edisi Revisi. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
 Bustan, Nadjib M. 2012. Pengantar Epidemiologi, edisi revisi. Jakarta. Rineka
Cipta.
 Depkes, RI. Profil Kesehatan Indonesia 2000. DEPARTEMEN
KESEHATAN RI. JAKARTA.
 Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi, edisi revisi. Jakarta.Rineka Cipta.
 Omran, Abdel R. The Epidemiologic Transition: A Theory of the
Epidemiology of Population Change. The Milbank Quarterly.
 Setyonaluri, D., & Aninditya, F. 2019. Transisi Demografi Dan Epidemiologi:
Permintaan Pelayanan Kesehatan Di Indonesia. Jakarta. Kementerian
PPN/Bappenas.
 Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2014). Economic development (12th edn.),
Pearson, New Jersey.
 Pararawendy. 2019. transisi lingkungan. Menjadi Minoritas & Self Re-
Inventing.
 Resnia Novitasari, S.Psi. 2021. Masa Transisi Perkembangan Remaja Menuju
Dewasa. Universitas Islam Indonesia. Sleman, Yogyakarta.
 Schneiders. 1964. Personal Adjustment and Mental Health. New York: Holt,
Reinhart & Winston Inc.
 Asrori, M., & Ali, M. 2006. Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
 Sobur, A. (2003). Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaka Setia.
 Mappiere, A. (1982). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional.
Plihan Ganda!!!

1. Ilmu yang digunakan untuk mencari pemecahan masalah yang terjadi pada masyarakat.
Masalah yang terjadi masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah
lingkungan seperti kesehatan pada pemukiman, diketahui macam-macam vektor
penyakit yang berdampak terhadap kesehatan, polusi udara yang dihasilkan dari
masyarakat atau perusahaan yang berdampak terhadap kesehatan dan lain sebagainya.....
a. Tarnsisi Epidemiologi
b. Epidemiologi
c. transisi Demografi
d. Transisi sosial
e. Transisi Penyakit

2. Transisi epidemiologi adalah terjadinya perubahan distribusi dan faktor-faktor penyebab


terkait yang melahirkan masalah epidemiologi baru yang ditandai dengan perubahan
pola frekuensi penyakit. Teori diatas dikemukakan menurut....
a. Bustan
b. Noor
c. Omran
d. Schneiders.
e. Kuznets
3. Transisi epidemiologi akan terjadi pergeseran pola penyakit dan pola penyebab penyakit
dalam masyarakat yang ditandai dengan menurunnya angka kematian penyakit menular
tertentu dan meningkatnya angka penyakit tidak menular. Teori diatas dikemukakan
menurut....
a. Bustan
b. Noor
c. Omran
d. Schneiders.
e. Kuznets
4. Selama transisi epidemiologi berlangsung, perubahan panjang terjadi pada angka
kematian dan pola penyakit, dimana penyakit menular secara berangsur-angsur
digantikan oleh penyakit degeneratif dan penyakit akibat manusia sebagai penyakit yang
memiliki angka kesakitan tinggi dan sebagai penyebab utama kematian. Pola perubahan
angka kematian penyakit dibedakan dalam...........tahap
a. Satu
b. Dua
c. Tiga
d. Empat
e. Lima

5. Model Akselerasi (transisi dipercepat) Disebut juga model transisi epidemiologi yang
dipercepat, terjadi di negara
a. Jepang, Cina, Eropa Barat, dan Amerika
b. Jepang, Eropa Timur, dan Uni Sovyet.
c. Cina, Arab, dan Jepang
d. Arab, India, Dan Jepang
e. Bangkok, Laos, dan Korea

6. Adanya variasi khusus dalam pola, laju, faktor penentu, dan akibat perubahan
kependudukan. Variasi khusus ini terbagi menjadi 4 bentuk yaitu, kecuali....
a. Model Klasik/Barat
b. Varian yang dipercepat dari model klasik
c. Teori transisi
d. Model tertunda
e. Model transisi
7. Penurunan angka kematian dan fertilitas yang hampir simultan, terjadi dalam periode
yang relatif singkat, yaitu 30 tahun. Pembangunan infrastruktur kesehatan serta
penerapan program KB sejak akhir tahun 1970-an dianggap berkontribusi signifikan
pada berkurangnya jumlah kelahiran dan kematian di Indonesia. Dikemukankan
oleh.......
a. Setyonaluri
b. Sutono
c. Erlangga
d. Siswanto
e. M. Ali

8. Berdasarkan hasil Trend Assesment Study yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan beberapa tahun lalu, akan terjadi kecenderungan penurunan
angka kematian kasar, angak kematian bayi, angka kematian balita, angka kematian ibu
disamping meningkatnya umur harapa hidup waktu.......
a. Kematian
b. dewasa
c. Lahir
d. Tumbuh
e. Remaja

9. Keadaan ini mendorong transisi demografi dimana struktur penduduk akan mengalami
perubahan dengan berkurangnya proporsi balita serta meningkatnya proporsi usia
remaja, usia produktif, maupun usia lanjut.
a. Balita
b. Dewasa
c. Remaja
d. Lanjut
e. Anak-anak

10. Teori transisi demografi tidaklah sesuai dengan proses transisi diberbagai negara
berkembang termasuk Indonesia. Di Eropa penurunan angka kematian relatif lama
yakni sekitar 2 abad, sedangakan di Indonesia penurunan cukup cepat dimulai pada
tahun.....
a. 1959
b. 1960
c. 1961
d. 1965
e. 1977
11. Penduduk merupakan faktor penting dalam pembangunan suatu wilayah. Menurut teori
pertumbuhan model Solow, pertumbuhan ekonomi tergantung pada ketersediaan
faktor produksi (penduduk, tenaga kerja, akumulasi modal) dan tingkat kemajuan
teknologi. Dikemukakan oleh......
a. Todaro & Smith
b. Susanto & Sutoso
c. Noor & Omran
d. Schneiders & Kuznets
e. Omar & Sutoso

12. Penduduk yang berperan sebagai konsumen, penabung, dan produsen memiliki peran
dalam meningkatkan output agregat dan setiap kelompok umur memiliki perilaku yang
berbeda dalam melakukan kegiatan konsumsi, menabung, dan produksi. Dengan
demikian, setiap kelompok umur mempunyai perilaku yang berbeda dalam kegiatan
ekonomi sehingga mempunyai pengaruh yang berbeda juga terhadap pertumbuhan
ekonomi. Saat ini Indonesia tengah memasuki masa transisi demografi. Transisi
demografi ditandai dengan penurunan tingkat kelahiran dan kematian. Dikemukakan
oleh
a. Kuznets
b. Todaro
c. Omar
d. Noor
e. Sutoso

13. Kondisi fisik Kondisi fisik berpengaruh kuat terhadap proses penyesuaian diri remaja.
Aspek-aspek saja yang berkaitan dengan kondisi fisik yang dapat mempengaruhi
penyesuaian diri remaja, Kecuali......
a. Hereditas
b. konstitusi fisik
c. Sistem utama tubuh
d. Kesehatan fisik
e. Mental
14. Menurut Hurlock (1991) rentang usia remaja dibagi dalam dua bagian, yaitu masa
remaja awal, yaitu usia sekitar 13 atau 14 tahun sampai 17 tahun dan masa remaja
akhir dengan usia sekitar.....
a. 17-21 tahun
b. 12-21 tahun
c. 13-19 tahun
d. 14-22 tahun
e. 13-21 tahun

15. Bentuk penyesuaian diri ini lebih bersifat badani. Artinya, perubahan-perubahan dalam
proses badani untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungan. Merupakan
pengertian dari.....
a. Adjustive
b. Adaptive
c. Positif
d. Adaptasi
e. kamuflase

Anda mungkin juga menyukai