Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Obligasi Syariah / Sukuk Korporasi

Obligasi syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan

prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang

mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi

syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada

saat jatuh tempo.

Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan emiten (mudharib) kepada

pemegang obligasi syariah (shahib al-maal) harus bersih dari unsur non-halal dan

sesuai dengan akad yang digunakan. Adapun akad yang dapat digunakan dalam

obligasi syariah berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI), antara

lain: mudharabah, musyarakah, murabahah, salam, istihna dan ijarah.

Sukuk korporasi adalah salah satu instrumen investasi syariah yang

diterbitkan oleh suatu perusahaan dalam mencari pendanaan. Tujuan Perusahaan

menerbitkan sukuk yaitu untuk mendapatkan dana dari masyarakat untuk

pengembangan bisnis perusahaan selain dana dari internal perusahaan atau dana

dari pinjaman perbankan. Sedangkan tujuan masyarakat membeli sukuk yaitu

sebagai sarana untuk berinvestasi karena setiap penerbitan sukuk pasti disertai

dengan pemberian fee, ujrah, atau bagi hasil.

1
Sukuk korporasi merupakan instrumen yang sesuai dengan prinsip syariah

di pasar modal. Terdapat beberapa Fatwa DSN-MUI yang terkait dengan sukuk

antara lain fatwa No: 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah, fatwa No:

41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah ijarah, dan fatwa No: 59/DSN-

MUI/V/2007 tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi. Secara umum,

sukuk banyak dikenal masyarakat sebagai obligasi syariah.

Secara umum obligasi konvensional atau bond merupakan surat utang dari

suatu lembaga atau perusahaan, yang dijual kepada investor untuk mendapatkan

dana segar. Para investor akan mendapatkan return dalam bentuk tingkat suku

bunga tertentu, yang sangat bervariasi, tergantung kekuatan bisnis dan bonafiditas

penerbitnya. Suku bunga ini bisa dibayarkan secara tetap atau berjenjang. Dalam

pasar uang yang sudah berkembang dengan baik bentuk dan jenis obligasi bisa

mencapai belasan bahkan puluhan termasuk di antaranya ada yang bisa

dikonversikan dengan saham perusahaan penerbit (convertible bonds).

Berbeda dengan konsep umum obligasi di atas, obligasi syariah bukan

merupakan utang berbunga tetap, tetapi lebih merupakan penyertaan dana yang

didasarkan pada prinsip bagi hasil. Landasan transaksinya bukan akad utang

piutang melainkan penyertaan. Obligasi sejenis ini lazim dinamakan muqaradhah

bond. Muqaradhah merupakan nama lain dari mudharabah, ahli Irak sering

menggunakan istilah mudharabah, sementara ulama Hijaz menggunakan Istilah

muqaradhah atau qiradh yang berarti qath’ (potongan), diartikan demikian karena

pemilik modal “memotong” sebagian hartanya untuk diberikan kepada orang lain
sebagai modal usaha dan memberinya “potongan” dari keuntungan hasil usaha

tersebut.

Menurut Syafi’i Antonio, istilah yang tepat untuk obligasi syariah adalah

syahadatu istitsmar (invesment certificate) atau mudharabah bond. Dengan

menamai sertifikat investasi maka kita akan mengesampingkan asosiasi bunga

tetap yang melekat pada obligasi biasa. Istilah syahadatu istitsmar telah diterapkan

di beberapa negara Arab seperti, Bahrain, Kuwait, Sudan dan Mesir, sementara

Malaysia menamainya dengan mudharabah bond. Khusus untuk negeri kita

sementara ini menggunakan nama “obligasi syariah” dengan catatan beberapa

karakteristik yang tidak sesuai dengan syariah dari obligasi dapat ditanggalkan.

2.2 Dasar Hukum Obligasi Syariah / Sukuk Korporasi

Obligasi syariah / sukuk korporasi ini merupakan jenis usaha yang baru

muncul di dalam perkembangan ekonomi syariah, tentu tidak mudah mencari

landasan syar’iyah-nya. Namun demikian, dalam mencari rujukan bagi keabsahan

obligasi syariah ini, secara umum mengacu pada aspek latar belakang sosio-

historis dengan menganalisa wacana-wacana kegiatan mu’amalah Nabi SAW dan

para sahabatnya yang terjadi pada waktu itu. Seperti, diriwayatkan bahwa dua

putra Umar r.a., Abdullah dan Ubaidillah menemui Abu Musa al-Asy’ari di

Basrah pada saat pulang dari peperangan Nawahand di Persia. Abu Musa al-

Asy’ari memberikan uang kepada kedua orang tersebut agar mereka

memberikannya kepada bapaknya, Umar di Madinah. Dalam perjalanannya

menuju Madinah, mereka membelikan sesuatu dari uang tersebut. Setelah sampai
di Madinah mereka menjual barang tersebut dan mendapatkan beberapa

keuntungan. Kemudian mereka memberikan uang modal saja kepada Umar. Umar

menolak uang itu dan mengharap agar disertakan dengan keuntungannya. Mereka

menolak dan menjelaskan bahwa jika uang ini hilang, mereka akan

menanggungnya. Akhir riwayat Umar menerima keputusan itu dan menyetujui

bagi hasil yang telah didapatkannya.8

Diceritakan pula oleh Ibnu Abbas bahwa bapaknya al-Abbas telah

mempraktekkan mudharabah/muqaradhah ketika ia memberi uang kepada

temannya di mana dia mempersyaratkan agar mitranya tidak digunakannya

dengan jalan mengarungi lautan, menuruni lembah atau membelikan sesuatu yang

hidup. Jika dia melakukan salah satunya, maka dia akan menjadi tanggungannya.

Peristiwa ini dilaporkan kepada Nabi, dan beliau pun menyetujuinya.

Beberapa peristiwa di atas dapat dijadikan landasan hukum obligasi

syariah, karena para ulama menjadikan peristiwa tersebut sebagai landasan

keabsahan muqaradhah/mudharabah. Menurutnya, segala sesuatu yang dilakukan

dan dibiarkan oleh Nabi SAW merupakan sunnah taqririyah yang dapat menjadi

sumber hukum Islam. Dengan demikian, dalam pandangan penulis, keabsahan

(dasar hukum) obligasi syariah ini lebih mengarah pada konsensus (ijma’) para

ulama fiqh yang menilai muqaradhah/mudharabah sebagai kerja sama yang

mengandung nilai solidaritas yang tinggi dan dapat memberikan kemaslahatan

bagi masyarakat.

2.3 Prinsip dan Karakteristik Obligasi Syariah / Sukuk Korporasi


Secara umum, prinsip dan karakteristik obligasi syariah / sukuk korporasi

adalah sebagai berikut:

a. Obligasi syariah haruslah berdasarkan konsep syariah yang hanya

memberikan pendapatan kepada pemegang obligasi syariah / sukuk

korporasi dalam bentuk bagi hasil atau revenue sharing serta pembayaran

utang pokok pada saat jatuh tempo.

b. Jenis industri yang dikelola oleh emiten serta hasil pendapatan perusahaan

penerbit obligasi harus terhindar dari unsur non- halal.

c. Obligasi Syariah menekankan pendapatan investasi bukan berdasarkan

pada tingkat bunga (kupon) yang telah ditentukan sebelumnya, tetapi

berdasarkan pada tingkat rasio bagi hasil (nisbah) yang besarannya

ditentukan sesuai kesepakatan pihak emiten dan investor sebelum

penerbitan obligasi tersebut.

d. Pembagian pendapatan dapat dilakukan secara periodik atau sesuai

ketentuan bersama, dan pada saat jatuh tempo hal itu diperhitungkan

secara keseluruhan.

e. Mekanisme obligasi syariah diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah atau

oleh Tim Ahli Syariah yang ditunjuk oleh Dewan Syariah Nasional MUI

sejak dari penerbitan obligasi hingga akhir dari masa penerbitan obligasi

tersebut. Dengan adanya sistem ini maka prinsip kehati-hatian dan

perlindungan kepada investor diharapkan bisa lebih terjamin.


f. Apabila emiten melakukan kelalaian atau melanggar syarat perjanjian,

maka wajib dilakukan pengembalian dana investor, atau pihak investor

dapat menarik dananya.

g. Hak kepemilikan obligsi syariah mudharabah dapat dipindah tangan

kepada pihak lain sesuai dengan kesepakatan akad perjanjian.

Dalam bentuknya yang sederhana obligasi syariah diterbitkan oleh sebuah

perusahaan sebagai pengelola (mudharib) dan dibeli oleh investor (shahib al-

maal). Dana yang terhimpun dapat disalurkan untuk pengembangan usaha lama

atau pembangunan unit baru yang benar- benar berbeda dari usaha lama. Bentuk

alokasi dana yang khusus (specially dedicated) dalam syariah dikenal dengan

istilah mudharabah muqayyadah. Atas penyertaan investor berhak mendapatkan

nisbah keuntungan tertentu yang dihitung secara proporsional dan dibayarkan

secara periodik.

Obligasi syariah termasuk dalam kategori permasalahan mudharabah

muqayyadah dari segi transaksi. Para ulama fiqh membagi akad mudharabah

kepada dua bentuk: yaitu, mudharabah muthlaqah (penyerahan modal secara

muthlak, tanpa syarat dan pembatasan); dan mudharabah muqayyadhah

(penyerahan modal dengan syarat dan batasan tertentu). Dalam mudharabah

muthlaqah pekerja (emiten obligasi) bebas mengelola modal itu dengan usaha apa

saja yang menurutnya akan mendatangkan keuntungan. Akan tetapi dalam

mudharabah muqayyadhah harus mengikuti syarat-syarat dan batasan- batasan

yang dikemukakan oleh pemilik modal. Misalnya, harus sesuai dengan syariah

dan bersih dari unsur-unsur bisnis yang dilarang (haram).


2.4 Jenis-Jenis Obligasi Syariah / Sukuk Korporasi

1. Obligasi Syariah Sukuk Mudharabah

Obligasi syariah mudharabah adalah jenis obligasi yang menerapkan

akad mudharabah. Akad mudharabah adalah perjanjian penanaman dana dari

investor kepada penerbit obligasi untuk dikelola penuh sesuai prinsip

syariah.Nantinya ada pembagian hasil investasi antara kedua belah pihak

berdasarkan nisbah (bagi hasil) yang sudah ditentukan.

2. Obligasi Syariah Sukuk Ijarah

Obligasi syariah sukuk ijarah adalah obligasi syariah berdasarkan akad

ijarah (sewa menyewa) antara investor dan penerbit obligasi. Nilai sewa dapat

ditentukan di awal investasi dengan nilai tetap sepanjang tenor obligasi syariah.

Nantinya hasil investasi obligasi syariah ini bersifat tetap.

3. Obligasi Syariah Sukuk Negara

Obligasi syariah sukuk negara adalah jenis obligasi syariah berdasarkan

penerbitnya. Dirilis oleh pemerintah atau disebut Surat Berharga Syariah

Negara (SBSN). Sukuk Negara untuk investor individu terbagi lagi menjadi

dua, yaitu Sukuk Ritel (Sukri) dan Sukuk Tabungan (ST).

a. Sukuk Ritel adalah sukuk obligasi syariah negara yang dijual kepada

masyarakat atau investor ritel dengan imbal hasil tetap per bulan. Dapat

dibeli melalui agen penjual yang ditunjuk pemerintah. Minimal pembelian

Sukuk Ritel Rp 1 juta, maksimal Rp 3 miliar. Tenor 3 tahun, dapat


diperjualbelikan di pasar sekunder, dan bermanfaat sebagai instrumen

investasi.

b. Sukuk Tabungan memiliki pengertian yang sama. Namun minimal

pembelian Rp 1 juta, maksimal Rp 3 miliar. Tenor 2 tahun, tidak dapat

diperjualbelikan di pasar sekunder, namun ada opsi early redemption.

Berguna sebagai tabungan investasi.

4. Obligasi Syariah Sukuk Korporasi

Obligasi syariah sukuk korporasi adalah sukuk yang diterbitkan oleh

perusahaan, baik perusahaan swasta maupun Badan Usaha Milik Negara

(BUMN). Mengutip laman resmi BEI, sukuk obligasi syariah yang diterbitkan

pihak korporasi, maka aset yang menjadi dasar penerbitan sukuk tidak boleh

bertentangan dengan prinsip syariah di pasar modal. Terdiri atas aset berwujud

tertentu (a’yan maujudat), nilai manfaat atas aset berwujud (manafiul a’yan)

tertentu baik yang sudah ada maupun yang akan ada, jasa (al khadamat) yang

sudah ada maupun yang akan ada, aset proyek tertentu (maujudat masyru’

mu’ayyan); dan/atau kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyath

ististmarin khashah).

Berbeda dengan penerapan obligasi secara umum, obligasi syariah terbagi ke

dalam beberapa jenis berdasarkan tujuan dari transaksinya sendiri, antara lain:

1. Sukuk Ijarah

Sukuk ijarah adalah sertifikat beratasnamakan pemilik sendiri atau investor dan

melambangkan kepemilikan terhadap suatu aset yang bertujuan untuk

disewakan.
2. Sukuk Musyarakah

Sukuk musyarakah dikeluarkan berdasarkan perjanjian atau kontrak antara dua

atau lebih banyak pihak yang bekerja sama untuk menggabungkan modal

dalam membangun suatu proyek baru atau dalam hal membiayai kegiatan

bisnis-bisnis lainnya. Obligasi syariah jenis ini akan menanggung bersama atas

keuntungan dan kerugian yang terjadi sesuai dengan besaran penyertaan modal

pihak-pihak yang terkait.

3. Sukuk Istishna

Sukuk Istishna diterbitkan sesuai perjanjian atau kontrak di mana para pihak

yang terlibat telah menyetujui untuk membeli atau menjual dalam konteks

pembiayaan barang. Waktu pengiriman, harga hingga spesifikasi proyek sudah

ditentukan sebelumnya berdasarkan perjanjian.

4. Sukuk Mudharabah

Sukuk dengan akad mudharabah adalah bentuk kerja sama di mana satu pihak

menyediakan modal dan pihak lain akan menyediakan tenaga. Keuntungan

dibagi berdasarkan perbandingan yang telah dibuat dan disetujui sebelumnya.

Seluruh bentuk kerugian juga akan ditanggung sepenuhnya oleh para penyedia

modal.

5. Sukuk Wakalah

Sukuk wakalah adalah obligasi yang mewakili berbagai kegiatan bisnis atau

proyek yang dikelola melalui penunjukan perwakilan agar dapat mengelola

bisnis tersebut atas nama para pemegang sukuk.

6. Sukuk Muzara’ah
Jenis sukuk ini diterbitkan dengan tujuan utama mendapatkan dana untuk

membiayai kegiatan pertanian berdasarkan kontrak. Dalam sukuk muzara’ah,

orang yang berlaku sebagai pemilik sukuk berhak atas sebagian dari hasil

panen sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat.

7. Sukuk Korporasi

Jenis selanjutnya adalah sukuk korporasi. Obligasi syariah ini diterbitkan oleh

lembaga usaha atau perbankan yang memegang prinsip syariah sebagai sistem

kerja dasarnya. Tidak semua perusahaan bisa menggunakan sukuk jenis ini,

apalagi bagi perusahan yang masih bersifat konvensional.

8. Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)

Surat Berharga Syariah Negara atau SBSN atau sukuk negara diterbitkan

berdasarkan nilai-nilai penerapan syariat dengan negara sebagai pihak

penerbitnya. SBSN bisa juga digunakan sebagai bukti pembagian aset dalam

mata uang rupiah maupun mata uang asing. SBSN adalah instrumen investasi

berbentuk utang-piutang tanpa adanya riba sama sekali.Kelancaran

pembayaran dan imbal hasil sukuk ini dijamin oleh negara. Negara

mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi

syariah berupa bagi hasil serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh

tempo.

2.5 Akad Obligasi Syariah / Sukuk Korporasi

Akad obligasi syariah berdasarkan Fatwa DSN-MUI, antara lain:

a. Akad Mudharabah

b. Akad Musyarakah
c. Akad Murabahah

d. Akad Salam

e. Akad Istishna

f. Akad Ijarah

2.6 Keuntungan dan Risiko Obligasi Syariah / Sukuk Korporasi

a. Keuntungan Obligasi Syariah / Sukuk Korporasi

o Memperoleh imbal hasil yang dibayarkan secara periodik atau berkala

dari penerbit obligasi syariah. Berupa bagi hasil, marjin, atau fee.

o Berpotensi mendapat capital gain atau keuntungan dari selisih harga beli

dan harga jual (bila obligasi syariah dijual di pasar sekunder).

o Anti riba dan dijamin halal karena dikelola dengan prinsip Islami. Tidak

mengandung unsur maysir (judi), gharar (ketidakjelasan), dan usury

(riba).

b. Risiko Obligasi Syariah / Sukuk Korporasi

o Risiko gagal bayar karena penerbit tidak dapat memenuhi kewajibannya,

membayar pokok serta imbalan. Kecuali investasi sukuk negara, tidak

ada risiko gagal bayar, sebab pembayaran pokok dan imbalan dijamin

penuh oleh negara.

o Risiko likuiditas adalah potensi kerugian bila investor menjual obligasi

syariah ke investor lain, tetapi tidak ada yang membeli atau kalaupun

laku dengan harga rendah.


o Risiko suku bunga karena harga obligasi syariah sangat ditentukan

perubahan suku bunga acuan. Jika suku bunga naik, harga obligasi akan

turun, dan sebaliknya. Jika suku bunga turun, harga obligasi naik.

o Risiko suku bunga tidak ada bila investasi sukuk negara. Ini karena

imbalan pada sukuk ritel maupun sukuk tabungan bersifat tetap.

o Risiko pasar adalah potensi kerugian (capital loss) bila investor menjual

obligasi syariah pada harga yang lebih rendah dibanding harga beli.

Risiko likuiditas dan risiko pasar pada obligasi syariah / sukuk korporasi

dapat dihindari dengan cara berikut ini:

1. Untuk mencegah risiko likuiditas: Investor dapat menjual obligasi syariah

kepada agen penjual karena agen penjual menjadi standby buyer

2. Untuk mencegah risiko pasar: Bila harga obligasi syariah sedang turun,

sebaiknya tidak dijual terlebih dahulu.

2.7 Contoh Obligasi Syariah / Sukuk Korporasi

1. Penerbitan Sukuk Tabungan ST008 tahun lalu. Imbal hasil ditetapkan

4,80% per tahun. Dan akan menyusul penerbitan ST009 pada Oktober-

November 2022.

2. Penerbitan obligasi syariah 2021, Sukuk Ritel SR015 dengan kupon 5,10

per tahun. Di tahun ini, rencana penerbitan SR016 di Februari-Maret dan

SR017 pada Agustus-September.


3. Contoh penerbitan sukuk adalah obligasi syariah 2022 berikutnya datang

dari emiten PT Wijaya Karya Tbk (WIKA). Rencananya perseroan akan

merilis Sukuk Mudharabah II senilai Rp 750 miliar

Daftar Pustaka

Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 32/DSN-MUI/IX/2002, hlm. 3

Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Juz I, Suriah: Dar


al-Fikr, 1997, hlm. 3923

Muhammad Syafi’i Antonio, “Adakah ‘Obligasi’ Syariah ? dalam REPUBLIKA,


Senin, 04 November 2002, hlm. 17

Al- Kasani, Badai’ al-Shanai’ fi Tartibi al-Syara’i’, Juz VI, Beirut: Dar
al-Fikr, 1996, hlm. 120

Sapto Rahardjo, Panduan Investasi Obligasi, Jakarta: PT. Gramedia


Pustaka Utama, 2003, hlm. 144-145

https://www.cermati.com/artikel/obligasi-syariah-sukuk
https://lifepal.co.id/media/obligasi-syariah/

Anda mungkin juga menyukai