Anda di halaman 1dari 16

Kasus PBL Blok 5.

IDENTITAS
Nama : Ny. M
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Purwokerti
Pekerjaan : Pedagang
Pendidikan : SMA
Masuk RS : 4 November 2020
No RM : 01.72.XX.XX

KELUHAN UTAMA
Nyeri Punggung

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien mengeluhkan nyeri punggung yang mulai dirasakan sejak kurang lebih dua
bulan sebelum pasien masuk rumah sakit, dengan keluhan nyeri punggung yang dirasakan
hilang timbul dengan intensitas ringan sedang yang dirasakan terutama pada pagi hari saat
bangun tidur. Pasien mengatakan bahwa saat pasien mulai bekerja pasien merasakan keluhan
berkurang cenderung tidak dirasakan dengan keluhan akan terasa kembali ketika pasien
pulang bekerja pada sore hari. Nyeri punggung dirasakan hampir setiap hari, pasien mengaku
bahwa keluhan dirasakan berkurang dengan beristirahat dan minum obat. Pasien
memeriksakan diri di RS swasta dan dokter umum.
Pada satu bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan nyeri dirasakan
semakin memberat, pasien mulai merasakan keluhan nyeri di siang hari dengan intensitas
sedang. Aktivitas masih dapat dilakukan, pasien menyangkal adanya kelemahan anggota
gerak, kesemutan, nyeri menjalar, tebal-tebal, gangguan buang air kecil ataupun gangguan
buang air besar. Pasien juga menyangkal adanya perubahan bentuk pada punggungnya.
Pada hari masuk rumah sakit pasien masih mengeluhkan nyeri di punggung atas
dengan intensitas sedang berat yang dirasakan hampir setiap waktu, dirasakan memberat
dengan gerakan pada punggung. Nyeri dirasakan seperti tersetrum dan panas terbakar.Pada
saat masuk rumah sakit pasien juga mengeluhkan kelemahan pada kedua tungkai dan terasa
tebal pada kedua kaki. Selain itu pasien juga mengeluhkan tidak terasa saat BAB dan BAK.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


 Riwayat pengobatan flek paru, tidak tuntas, 1 tahun yang lalu
 Riwayat penurunan berat badan drastis
 Riwayat batuk lama saat ini disangkal
 Riwayat benjolan atau diagnosis tumor disangkal
 Riwayat trauma disangkal
 Riwayat angkat beban berat disangkal
 Riwayat kelainan tulang belakang sebelumnya disangkal

1
 Riwayat darah tinggi disangkal
 Riwayat sakit gula disangkal

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Pasien menyangkal adanya keluhan serupa pada keluarga. Menyangkal riwayat
kontak dengan penderita batuk lama di lingkungan tempat tinggal ataupun pada keluarga.

RIWAYAT SOSIAL EKONOMI


Pasien merupakan seorang pedagang yang memiliki warung di pasar dengan ekonomi
menengah bawah, pasien menikah dengan pembiayaan selama dirawat di rumah sakit
ditanggung oleh BPJS.

ANAMNESIS SISTEM
Sistem cerebrospinal : Kelemahan kedua tungkai, kesemutan kedua tungkai, BAB
dan BAK tidak terasa
Sistem kardiovaskuler : tidak ada keluhan
Sistem respirasi : tidak ada keluhan
Sistem gastrointestinal : tidak ada keluhan
Sistem muskuloskeletal : Nyeri punggung
Sistem integumentum : tidak ada keluhan
Sistem urogenital : tidak ada keluhan

DISKUSI I
Spondilitis tuberkulosis (TB) atau penyaki Pott telah terdokumentasi pada mumi
Mesir dan Peru dan merupakan penyakit tertua yang diketahui pada manusia. Pada tahun
1779, Percivall Pott menggambarkan deskripsi klasik dari tuberkulosis spinal. Sejak
penemuan obat anti tuberkulosis, tuberkulosis tulang belakang mulai jarang ditemukan di
negara maju , namun masih banyak ditemukan di negara berkembang.1
Dari seluruh kasus TB, 17,9%-19,4% adalah kasus ekstrapulmonal, dimana 11%
adalah dengan keterlibatan osteoartikuler. Keterlibatan tuberkulosis pada tulang belakang
dabat menimbulkan morbiditas yang serius, termasuk defisit neurologi permanen dan
deformitas yang parah. Spondylitis Tuberkulosis merupakan penyakit yang jumlahnya terus
meningkat di seluruh dunia, dengan prevalensi sekitar 800.000 kasus. Sepertiga populasi
dunia terpapar Mycobacterium tuberculosis.
Spondilitis TB pada orang dewasa biasanya merupakan infeksi sekunder dengan fokus
infeksi di tempat lain dan tidak selalu berasal dari paru. Banarjee dan Tow menemukan 31%
dari 499 pasien spondilitis TB menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan rontgen paru,
dimana 78% adalah anak-anak, sedangakan 69% sisanya menunjukkan hasil negatif. Pada
orang dewasa fokus primer dapat juga berasal dari usus, ginjal, dan tonsil. Walaupun

2
insidensi tuberkulosis meningkat pada tahun 1980an dan 1990an, namun jumlah kasusnya
terus menurun hingga saat ini, namun jumlah tuberkulosis ekstrapulmoner jumlahnya tetap.
Tuberkulosis tulang dan jaringan lunak memiliki jumlah sekitar 10-15% dari keseluruhan
tuberkulosis ekstrapulmoner, atau sekitar 1% sampai 2% dari keseluruhan kasus tuberkulosis.
Spondilitis TB merupakan manifestasi yang paling sering dari tuberkulosis muskuloskeletal,
dengan perkiraan jumlahnya adalah 40-50% dari keseluruhan kasus. Gambaran ini sesuai
antara di Amerika utara dan dunia internasional pada umumnya.2,3
Penyakit Pott biasanya merupakan infeksi sekunder dari sumber ekstraspinal.
Penyakit Pott bermanifestasi sebagai kombinasi osteomyelitis dan arthritis yang sering
melibatkan lebih dari 1 vertebra. Aspek anterior dari corpus vertebra yang ada di sebelah
permukaan subchondral biasanya terkena. Tuberkulosis dapat menyebar dari area yang dekat
dengan diskus intervertebralis. Pada orang dewasa, keterlibatan diskus biasanya merupakan
kejadian sekunder dari penyebaran pada corpus vertebra. Pada anak-anak, karena corpus
vertebra memiliki vaskularisasi, kemungkinan dapat merupakan sumber primernya.4
Penyebaran dari fokus primer dapat secara hematogen dan limfogen. Infeksi korpus
vertebra biasanya dimulai pada bagian tulang yang berdekatan dengan diskus intervertebralis
atau di bagian anterior di bawah periosteum korpus vertebra, sedangkan arkus neuralis
biasanya jarang terkena. Mycobacterium tuberculosis mengakibatkan resorpsi masif vertebra
spinal. Patogenesis penyakit Pott sampai saat ini belum jelas, namun dapat diidentifikasi
sebuah protein M tuberkulosis (Mt) chaperonin (cpn) 10 yang bertanggung jawab untuk
aktifitas preteolitik bakterin ini. Mt cpn 10 rekombinan ini merupakan stimulator poten untuk
resorpsi tulang dan menginduksi rekrutmen, menginhibisi proliferasi pembentukan tulang
oleh osteoblast. Chaperonin 60 (cpn60) memiliki struktur heptamer yang homolog dengan
cpn10. Cpn60 ini akan menghambat pembentukan heptamer cpn10 sehingga diperkirakan
pada masa mendatang menjadi target terapeutik untuk tuberkulosis tulang.1
Karena distribusi suplai arteri vertebralis, tulang vertebra yang berdekatan dapat
terkena. Perubahan tulang terlihat 2 hingga 5 bulan setelah infeksi. Biasanya bagian
subkondral dari korpus verterbra terkena. Bila bagian anterior dan lateral korpus yang terkena
maan akan mengakibatkan terjadinya kifosis dan gibus. Bila bagian posterior korpus yang
terkanan maka akan mengakibatkan kavitasi dan massa ekstradura. Selain itu didapatkan
penyebaran linfogen yang berasal dari tuberkulosis ginjal yang tidak bermanifestasi.1

3
DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis Klinis : Nyeri punggung kronis progresif, kelemahan kedua tungkai,
kesemutan kedua tungkai, BAB dan BAK tidak terasa
Diagnosis Topis : medulla spinalis segmen thoracal
Diagnosis Etiologis : Susp. Spondilitis ec susp spesifik (Tuberkulosis) dd bakterial

PEMERIKSAAN FISIK
Status generalis
Keadaan umum : BB: 50 kg TB: 160 cm BMI: 27.3
: Sedang, gizi normal, compos mentis, GCS E4V5M6
Tanda vital : Tensi 120/70 mmHg Nadi 88 x/menit, reguler
Respirasi 18 x/ menit Suhu 36o C NPS = 5 ID Pain 3
Kepala : konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik
Leher : JVP tak meningkat, lnn tak teraba membesar
Dada : Cor SI-II murni, bising (-), reguler
Pulmo sonor, RBK -/-
Abdomen : Hepar dan lien tak teraba, peristaltik (+) normal
Punggung : Gibus (+)
Ekstremitas : edema(-)
Pemeriksaan status mental
Kewaspadaan : dbn
Observasi perilaku
I.. Perubahan perilaku :-
II.. Status mental
- Tingkah laku umum : dbn
- Alur pembicaraan : dbn
- Perubahan mood dan emosi : dbn
- Isi pikiran : dbn
- Kemampuan intelektual : dbn
Sensorium:
1. Kesadaran : compos mentis
2. Atensi : baik
3. Orientasi : baik
4. Memori jangka panjang dan pendek : baik
5. Kecerdasan berhitung : baik
6. Simpanan informasi : baik
7. Tilikan, keputusan dan rencana : baik

4
Status neurologis
Kesadaran: kompos mentis, GCS E4V5M6.
Kepala: Pupil isokor 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, refleks kornea +/+
Nn craniales
Kanan Kiri
N.I Daya Penghidu Normal Normal
N.II Daya penglihatan Normal Normal
Penglihatan warna Normal Normal
Lapang Pandang Normal Normal
N.III Ptosis - -
Gerakan mata ke medial Normal Normal
Gerakan mata ke atas Normal Normal
Gerakan mata ke bawah Normal Normal
Ukuran pupil 3 mm 3 mm
Reflek cahaya langsung + +
Reflek cahaya konsensuil + +
Strabismus divergen - -
N.IV Gerakan mata ke lateral bawah + +
Strabismus konvergen - -
Menggigit Normal Normal
Membuka mulut Normal Normal
N.V Sensibilitas muka Normal Normal
Refleks kornea + +
Trismus - -
N.VI Gerakan mata ke lateral + +
Strabismus konvergen - -
N.VII Kedipan mata Normal Normal
Lipatan nasolabial Normal Normal
Sudut mulut Normal Normal
Mengerutkan dahi Normal Normal
Menutup mata Normal Normal
Meringis Normal Normal
Menggembungkan pipi Normal Normal
Daya kecap lidah 2/3 depan Normal Normal
N.VIII Mendengar suara berbisik Normal Normal
Mendengar detik arloji Normal Normal
Tes Rinne Normal Normal
Tes Schawabach Normal Normal
Tes Weber Normal Normal
N.IX Arkus faring Normal Normal
Daya kecap lidah 1/3 belakang Normal Normal

5
Refleks muntah + +
Sengau - -
Tersedak - -
N.X Denyut nadi 88 x/mnt,reguler 88 x/mnt,reguler
Arkus faring Normal Normal
Bersuara Normal Normal
Menelan Normal Normal
N.XI Memalingkan kepala Normal Normal
Sikap bahu Normal Normal
Mengangkat bahu Normal normal
Trofi otot bahu E E
N.XII Sikap lidah Normal
Artikulasi Normal
Tremor lidah - -
Menjulurkan lidah Normal
Trofi otot lidah E E
Fasikulasi lidah - -

Leher : Kaku kuduk (-), Meningeal Sign (-)


Sensibilitas : hipoestesi setinggi segmen medulla spinalis thoracal V
Vegetatif : inkontinensia uri et alvi

Ekstremitas :

G B B K 5/5/5 5/5/5
T T 3/3/3 3/3/3

RF +2 +2 RP - - Cl - -
+3 +3 + +

Tn N N Tr Eu Eu
N N Eu Eu

Gibbus (-) Lasegue (-) Kontrapatrik (-)


Bragard (-) Valsava (-)
Patrik (-) Lhermitte (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin: Kimia darah:
Hb : 14,1 g/dl GDS : 122 mg/dL
Eritrosit : 5,60 x 10 /ul
6
Ureum : 10,8 mg/dl
Hematokrit : 43,5 % Creatinin : 0,65 mg/dl
Leukosit : 14,93 x 103/ul Na : 140 mmol/l

6
Trombosit : 372 x 103/ul K : 4,1 mmol/l
Neutrofil : 90,8 % Cl : 104 mmol/l
Limfosit : 7,4 % SGOT : 25 U/L
Monosit : 1,5 % SGPT : 32 U/L
Eosinofil : 0,1 % BTA sputum : negatif
Basofil : 0,2 % HbsAg : NEGATIF
Albumin : 4,31 g/dL
CRP : <5 mg/L
KED : 30 mm/1jam

EKG Sinus Rhytm.

Ro Thorax 7/8/2015: tak tampak soft tissue swelling, kelengkungan vertebra normal, tak
tampak listhesis, tampak corpus Vth V dan VI memipih dan menyatu membentuk blok
vertebra.

7
Ro Thorax 12/8/2015 pulmo tak tampak kelainan, besar cor normal.

MRI Thoracal 28/5/2015 kurva tampak flexi Vth 5-6. Gambaran spondylitis TB pada VTh 4-
6 dengan paravertebral abses di aspek lateral dextra dan sinistra serta anterior dan ke
posterior setinggi VTh 5 yang menekan canalis spinalis dan medula spinalis serta menekan
FIV VTh 6-7 dextra dan menekan transversing nerve VTh 5 dan exiting nerve VTh 6 dextra.
Penyempitan DIV VTh 5-6.

RESUME PEMERIKSAAN FISIK


NPS 5
ID pain 3
Paraparese tipe spastik
Hipoestesi setinggi segmen medulla spinalis thoracal V
Inkontinenia uri et alvi
Gibbus (+)

8
DISKUSI II
Tuberkulosis menyebar dari fokus tulang belakang melalui penyebaran langsung
melalui ruang diksus. Bila abses paravertbral terbentuk, penyakit kemudian menyebar melalui
ligamentum longitudinalis anterior/posterior hingga ruang pleura. Abses dapat juga menyebar
menimbulkan abses psoas atau menyebar ke posterior membentuk abses ekstradura.1
Deformitas kifotik disebabkan karena kolapsnya tulang belakang anterior. Lesi di
vertebra thorakal lebih sering menyebabkan kyphosis dari pada yang bersumber di lumbal.
Abses dingin dapat terbentuk karena infeksi yang ada di sekitar tulang belakang menyeabar
sampai ligamen dan jaringan lunak di dekatnya. Abses di regio lumbal dapat turun sampai ke
selubung psoas dan sampai di trigonum femoral dan bahkan menyebabkan tuberkulosis di
kulit.4
Kompresi pada medula spinalis pada spondilitis terutama diakibatkan olah tekanan
dari abses paraspinal yang berada retrofaringeal pada daerah cervikal dan terbentuk spindel
pada daerah thorakal dan thorakolumbal. Defisit neurologis juga dapat berala dari invasi
intradural oleh jaringan granulasi dan kompresi dari pecahan tulang yang hancur, destruksi
diskus intervertebralis, atau dislokai tulang vertebra. Penyebab yang jarang adalah
insufisiensi spondilitis dan bahkan terjadi bertahun-tahun setelah pengobatan akibat tarikan
medula spinalis di dalam kanalis spinalis yang mengalami deformasi.1
Tatalaksana yang ada saat ini sangat efektif untuk penyakit Pott jika perjalanan
penyakit belum terdapat komplikasi dengan deformitas yang berat atau defisit neurologis
yang berat. Deformitas dan gangguan motorik merupakan konsekuensi serius yang mungkin
ditemukan pada penyakit Pott, jika berlanjut dapat menyebabkan masalah yang serius,
terutama jika terlambat ditegakkan atau pasien datang ke dokter sudah dalam perjalan
penyakit yang sudah lanjut.5
Penyakit Pott merupakan bentuk yang berbahaya dari tuberkulosis muskuloskeletal
karena penyakit ini dapat menyebabkan destruksi tulang, deformitas, dan paraplegia.
Penyakit Pott secara umum menyerang vertebra thorakal dan vertebra lumbosacral.
Walaupun beberapa publikasi kasus menunjukkan berbagai variasi dengan vertebra thorakal
menjadi tempat yang paling umum dengan 40-50%, dan diikuti dengan vertebra lumbar 35-
45%. Dengan perkiraan 10% pada pasien yang mengalami keterlibatan vertebra cervical.6,7,8,9
Manifestasi klinis dari penyakit Pott tergantung dari tahapan penyakit, lokasi yang
terkena, terdapatnya defisit neurologis dan abses. Spondilitis TB atau penyakit Pott ini dapat
memberikan gambaran yang bervariasi. Gambaran yang paling sering dan paling awal
didapatkan adalah nyeri tulang belakang, dapat berupa nyeri lokal maupun nyeri radikuler.

9
Selain itu didapatkan juga gambaran manifestasi penyakit kronis seperti penurunan berat
badan, rasa lemah, demam, dan atau keringat malam. Gejala yang muncul dapat berlangsung
antara 2 minggu hingga 3 tahun, dengan rata-rata sekitar 1 tahun.1,10
Nyeri lokal memiliki karakteristik dalam, membosankan, dan seperti pegal. Nyeri ini
dibangkitkan oleh stres mekanik pada vertebra. Tirah baring biasanya dapat mengurangi rasa
nyeri. Nyeri lokal timbul sebagi akibat dari iritasi pada vertebra pada bagian yang memiliki
persarafan (periosteum, ligamen, duramater, sendi apophiseal), dan struktur-struktur
penunjangnya.1
Defisit neurologis muncul pada 50% kasus dan dapat melibatkan kompresi medula
spinalis dengan paraplegia, paresis, gangguan sensoris, nyeri radikuler, dan atau sindrom
kauda equina. Nyeri radikuler ditimbulkan oleh iritasi dorsalis dan diproyeksikan sesuai
dengan distribusi dermatom. Nyeri yang dirasakan tajam, dan bertambah berat dengan
aktifitas yang meningkatkan kompresi pada nervus ataupun menimbulkan regangan pada
radiks seperti batuk, bersin, hiperekstensi tulang belakang.1,9
Pada pemeriksaan fisik ditemukan deformitas dari tulang belakang (gibus) yang
disertai spasme otot di sekitarnya dan nyeri tekan. Pergerakan menjadi terbatas. Dapat pula
ditemukan massa di pangkal paha, paha ataupun panggul. Pada pemeriksaan neurologis dapat
ditemukan defisit neurologis sesuai dengan kompresi medula spinalisnya.1
Diagnosis spondylitis TB harus dilacak lebih lanjut jika kecurigaan didapatkan dari
gambaran klinis yang jelas, meskipun terdapat pemeriksaan penunjang atau pencitraan yang
minimal. Beberapa pemeriksaan yang memungkinkan untuk mengarah pada kejadian
penyakit Pott adalah sebagai berikut; pemeriksaan tes Tuberkulin yang positif; pada
pemeriksaan rontgen dada menunjukkan adanya scaring, infiltrat, dan kavitasi; adanya faktor
risiko yang ditemukan pada pasien.6,7
Spondylitis TB harus selalu dicurigai jika pasien yang dicurigai menderita penyakit
tersebut memiliki gambaran desktruksi spinal pada pemeriksaan radiografi. Kondisi yang
mungkin dapat menjadi diagnosis banding pada pasien adalah tumor spinal, septic arthritis,
abses medula spinalis, dan metastasis.
Pemeriksaan lab yang dilakukan untuk menegakkan penyakit Pott antara lain;
pemeriksaan kulit tuberkulin (PPD), memiliki hasil yang positif pada 84-95% pasien yang
memiliki penyakit Pott tanpa terinfeksi HIV; laju endap darah dengan kecepatan >100 mm/h;
dan pemeriksaan mikrobiologi. Pada pemeriksaan radiologi polos ada beberapa perubahan
yang dapat dikenali untuk menunjang diagnosis penyakit Pott:
 Desktruksi litik pada bagian anterior corpus vertebra
10
 Peningkatan wedging anterior
 Kolapsnya corpus vertebra
 Sklerosis reaktif dan proses lytik progresif
 Peningkatan bayangan psoas tanpa kalsifikasi
Pada pemeriksaan CT scan akan memberikan gambaran yang lebih jelas untuk lesi
lytik, sklerosis, kolaps diskus, dan gangguan lingkar tulang.11-12
Magnetic resonance imaging (MRI) merupakan kriteria standar untuk evaluasi infeksi
pada diskus intervertebralis dan osteomyelitis, serta sangat baik untuk menunjukkan kondisi
jaringan lunak serta penyebaran penyakit pada anterior atau posterior. MRI juga merupakan
pemeriksaan yang efektif untuk menunjukkan adanya kompresi saraf. Pemberian kontras
berguna untuk membedakan penyakit Pott dengan spondylitis pyogenik.3

DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis Klinis : Nyeri Punggung Kronis Progresif, paraparese spastik, hipoestesi
setinggi segmen medulla spinalis segmen thoracal V, gangguan
otonom, gibus
Diagnosis Topis : Medula spinalis segmen thoracal V
Diagnosis Etiologis : Spondilitis TB dd bakterial

TERAPI
Penatalaksanaan ditujukan untuk eradikasi infeksi, mencegah atau
memperbaiki defisit neurologi dan deformitas tulang belakang. Penatalaksanaan primer
adalah medikamentosa. Obat yang direkomendasikan oleh US CDC dan British Medical
Research Council adalah OAT selama 6-9 bulan. Pada kasus yang menunjukkan keterlibatan
beberapa vertebradianjurkan pengobatan selama 9-12 bulan. Kombinasi yang digunakan palig
sedikit terdiri dari 3 jenis OAT yang salah satunya harus bersifat bakterisidal. Diberikan 2
bulan pertama lalu dilanjutkan dengan INH dan rifampisin sampai masa terapi selesai. Dosis
yang digunakan adalah INH 300 mg oral, rifampisin 10 mg/kgBB, tidak melebihi 600 mg.
Untuk pirazinamid dosis yang diberikan adalah 15-30 mg/kgBB, etambutol 15-25 mg/kgBB
dan streptomisin 15 mg/kgBB tidak melebihi 1 g/hari.1
Penatalaksanaan nyeri juga penting dengan pengobatan akut dapat menggunakan
NSAID, inhibitor cox-2, opioid lemah (kodien dan tramadol). Bila timbul nyeridapat
diberikan opioid yang kuat (morfin dan oksikodon). Bila timbul nyeri kronik dapat diberikan
antidepresan trisiklik atau anti konvulsi. Fisioterapu untuk mengatasi nyeri dapat dilakukan

11
pemanasan, pendinginan, terapi ultrasound massotherapy, TENS, dan akupunktur. Pasien
juga diajarkan teknik relaksasi yang kadang memerlukan juga konseling psikologi.1
Tindakan bedah dilakukan pada pasien yang memilik defisit neurologis, deformitas
tulang belakang dengan instabilitas, tidak adanya respon terhadap pengobatan
medikamentosa, pasien yang tidak patuh minum obat, diagnostik yang belum jelas.
Pembedahan merupakan kontraindikasi jika prolaps tulang vertebra tidak besar 9corpus
vertebra yang kolaps kurang dari 50% atau deformitas tulang belakang kurang dar 5o. Teknik
operasi yang sering digunakan adalah debridemen radikal fokal anterior dan stabilisasi
posterior. Selain itu dapat juga dilakukan debridemen radikal anterior, dekompresi dan fusi
menggunakan instrumentasi tulang belakang anterior dan penggantian dengan alograft dari
fibula. Fisioterapi diperlukan untuk mencegah terjadinya dekubitus, pencegahan fraktur dan
deformitas tulang belakang yang lebih berat. Kadang-kadang diperlukan frame, plaster bed,
plaster jacket, dan brace. Pasien dilatif untuk mobiliasai aktif namun dengan menjaga
stabilitas tulang belakang direncanakan pemasangan korset thorakolumbal.

TERAPI PADA PASIEN INI


Terapi non farmakologis
 Edukasi pasien dan keluarga: diagnosis, terapi, dan prognosis
 Pemasangan korset thoracolumbal
Terapi farmakologis
 Inf NaCl 0,9% 20 tpm
 Inj Ketorolac 30 mg/8 jam kalau perlu
 Inj Ranitidin 50 mg/12 jam
 Inj Mecobalamin 500 mg/12 jam
 Amoxicillin 500 mg/8 jam
 Paracetamol 500 mg/8 jam kalau perlu
Rencana
 Laminektomi stabilisasi
 Debridement
 Pemberian OAT

PROGNOSIS
Pasien dengan spondilitis tuberkulosis biasanya mendapatkan pengobatan dengan
medikasi namun juga dapat dilakukan tindakan operatif dengan indikasi sebagai berikut:
 Defisit neurologis dengan perburukan akut berupa paraparesis atau paraplegia
 Deformitas yang tidak stabil dengan rasa nyeri
 Tidak respon terhadap medikamentosa

12
 Abses paraspinal yang berukuran besar13
Letak lesi, kerusakan dari vertebra, dan adanya kompresi medula spinalis menjadi
pertimbangan untuk dilakukannya operasi pada spondiltis tuberkulosis dan dengan adanya
deformitas spinal akan menentukan pendekatan operatif yang berbeda pula pada kasus
tersebut (kifosis, paraplegia, dan abses tuberkulous).14
Kerusakan vertebra dipertimbangkan sebagai kerusakan yang bermakna jika
kerusakan mengenai lebih dari 50% bagian vertebra dengan deformitas yang lebih dari 5 o
didapatkan pada pasien. Pendekatan operatif yang umum dilakukan pada pasien dengan
spondilitis tuberkulosis adalah debridement radikal fokal anterior dan stabilisasi posterior
dengan instrumen.15
Pada penyakit Pott yang melibatkan regio cervical, ada beberapa faktor yang perlu
diketahui untuk menentukan tindakan operatif segera;
 Defisit neurologis yang parah
 Pendesakan abses dan kompresi yang berat yang berisiko terjadinya disfagia atau
asfiksia
 Vertebra cervical yang tidak stabil
Pada penelitian retrospektif di Korea Selatan pada tahun 1994 hingga 2003 yang
melibatkan 137 pasien didapatkan bukti bahwa pasien dengan spondilitis tuberkulosis yang
dilakukan tindakan bedah pada usia yang lebih muda dengan kombinasi terapi bedah dengan
obat anti tuberkulosis merupakan faktor prognostik yang bermakna.15
Pada penelitian yang melibatkan 20 pasien di Amerika serikat juga menunjukkan
bahwa pasien dengan spondilitis tuberkulosis jika terindikasi untuk dilakukan tindakan
operatif dengan instrumentasi akan meminimalkan perburukan dari defisit neurologis dan
akan mencegah deformitas tulang belakang lebih lanjut pada pasien dan akan memiliki hasil
yang baik terhadap perbaikan status neurologis pasien.16
Studi dari Turki dengan melibatkan 694 pasien menunjukkan bahwa penyakit Pott
masih menunjukkan masalah serius dengan dapat menyebabkan paraplegia, namun tindakan
dekompresi segera pada awal perjalanan penyakit akan memberikan akibat yang ringan
terhadap status neurologis pasien.17

PROGNOSIS PASIEN INI


Death : ad bonam
Disease : dubia ad bonam
Disability : ad bonam

13
Discomfort : ad bonam
Disatisfaction : ad bonam
Destitution : ad bonam

Ro Thoracolumbal 13/8/2015 terpasang fiksasi internal berupa 2 buah rod dan 1 buah crock
sling, serta screw yang terfiksir dari corpus VTh 4 hingga VTh 9 kedudukan baik , axial
kompresi pada VTh 6.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Kolegium Neurologi Indonesia. Modul Neuro Infeksi. Program Pendidikan Dokter


Spesialis Neurologi. 2008.
2. Leibert E, Haralambou G. Tuberculosis. In: Rom WN and Garay S, eds. Spinal
tuberculosis. Lippincott, Williams and Wilkins; 2004:565-77.
3. Ansari S, Amanullah MF, Ahmad K, Rauniyar RK. Pott's Spine: Diagnostic Imaging
Modalities and Technology Advancements. N Am J Med Sci. Jul 2013;5(7):404-11.
4. Davidson PT, Le HQ. Tuberculosis and Nontuberculous Mycobacterial Infections. In:
Schlossberg D, ed. Musculoskeletal Tuberculosis. 4th ed. Saint Louis, MO: W B
Saunders; 1999:204-20.
5. Pola E, Rossi B, Nasto LA, Colangelo D, Logroscino CA. Surgical treatment of
tuberculous spondylodiscitis. Eur Rev Med Pharmacol Sci. Apr 2012;16 Suppl 2:79-85.
6. Lifeso RM, Weaver P, Harder EH. Tuberculous spondylitis in adults. J Bone Joint Surg
Am. Dec 1985;67(9):1405-13.
7. Pertuiset E, Beaudreuil J, Liote F, et al. Spinal tuberculosis in adults. A study of 103
cases in a developed country, 1980-1994. Medicine (Baltimore). Sep 1999;78(5):309-20.
8. Turgut M. Spinal tuberculosis (Pott's disease): its clinical presentation, surgical
management, and outcome. A survey study on 694 patients. Neurosurg Rev. Mar
2001;24(1):8-13.
9. Le Page L, Feydy A, Rillardon L, et al. Spinal tuberculosis: a longitudinal study with
clinical, laboratory, and imaging outcomes. Semin Arthritis Rheum. Oct 2006;36(2):124-
9.
10. Ferrer MF, Torres LG, Ramírez OA, Zarzuelo MR, Del Prado González N. Tuberculosis
of the spine. A systematic review of case series. Int Orthop. Nov 25 2011.
11. Ridley N, Shaikh MI, Remedios D, et al. Radiology of skeletal tuberculosis.
Orthopedics. Nov 1998;21(11):1213-20.
12. Sharif HS, Morgan JL, al Shahed MS, et al. Role of CT and MR imaging in the
management of tuberculous spondylitis. Radiol Clin North Am. Jul 1995;33(4):787-804.
13. Jain AK. Tuberculosis of the spine. Clin Orthop Relat Res. Jul 2007;460:2-3. 31
14. Tuli SM. Tuberculosis of the spine: a historical review. Clin Orthop Relat Res. Jul
2007;460:29-38.

15
15. Park DW, Sohn JW, Kim EH, et al. Outcome and management of spinal tuberculosis
according to the severity of disease: a retrospective study of 137 adult patients at Korean
teaching hospitals. Spine. Feb 15 2007;32(4):E130-5.
16. Rezai AR, Lee M, et al. Modern Management of Spinal Tuberculosis. Neurosurgery.
January 1995-volume 35 – issue 1 – p 87-98.
17. Turgut M. Spinal tuberculosis (Pott’s Disease): its clinical presentation, surgical
management, and outcome. A survey study on 694 patients. Neurosurg rev 200124:8-13
p 8-9.

16

Anda mungkin juga menyukai