Anda di halaman 1dari 2

Nama : Lani Warisman

NIM : 2101200024
Kelas : 4 IHP 1
Mata Kuliah : Hukum dan HAM

Bagaimana Idealnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Indonesia?
Komnas HAM menjadi salah satu penegak HAM di Indonesia, namun dalam
menjalankan tugasnya, dapat dibilang belum berjalan optimal, dikarenakan terbatasnya
hak-hak yang dimiliki oleh Komnas HAM, dalam bergerak melakukan penyelidikan
untuk kasus pelanggaran HAM
 UU HAM tidak mengatur secara jelas dan tegas tentang pemanggilan itu sehingga
tidak memiliki kekuatan memaksa untuk menghadirkan pihak yang bersangkutan.
Berdasarkan Undang-Undang HAM, Komnas HAM dapat menerbitkan rekomendasi
setelah ada proses mediasi. Diluar proses mediasi Undang-Undang HAM tidak
mengatur apakah Komnas HAM boleh mengeluarkan rekomendasi atau tidak.
Namun dalam prakteknya, rekomendasi juga dapat diterbitkan setelah Komnas
HAM melakukan tugas pemantauan. Hal ini dapat menimbulkan persoalan karena
pihak yang bersangkutan menolak rekomendasi itu dengan alasan tidak di atur
secara tegas dalam Undang-Undang HAM.

 Komnas HAM tidak diberi wewenang untuk melakukan penyidikan atas hasil
temuan pelanggaran HAM di lapangan, kewenangan Komnas HAM hanya sekedar
melakukan penelitian, pemantauan, dan investigasi serta menerbitkan
rekomendasi. UU HAM juga tidak memberikan konsekuensi apapun, jika pihak yang
diberi rekomendasi, tidak mau melaksanakan rekomendasi tersebut. Kondisi itulah
yang membuat Komnas HAM tidak mampu menuntaskan permasalahan HAM yang
diadukan oleh masyarakat. UU HAM juga tidak dapat berbicara banyak untuk
memberi kewenangan kepada Komnas HAM agar lebih komprehensif dalam rangka
menegakan HAM.

 Menurut beberapa ahli dibidang HAM, Komnas HAM sebaiknya diberi dua
kewenangan baru .
Pertama, legal standing : untuk mengajukan judicial review ke mahkamah agung
dan mahkamah konstitusi. Dengan begitu diharapkan Komnas HAM dapat menguji
peraturan perundang-undangan yang dinilai melanggar HAM.
Kedua, mengusulkan agar Komnas HAM perlu dilengkapi dengan kewenangan
untuk melakukan penyidikan disetiap kasus pelanggaran HAM.sekaligus
membebas tugaskan kepolisian dari tugas penyidikan kasus dugaan pelanggaran
HAM. Karena aparat keamanan khususnya kepolisian rawan pelaku pelanggaran
HAM.
 Diperlukannya revisi UU HAM, dikarenakan adanya beberapa alasan antara lain :
a) UU HAM mengandung persoalan ketatanegaraan yang didalamnya
mengintrodusir hak-hak asasi yang belum tercantum pada UUD 1945 versi lama.
b) UU HAM dinilai belum memenuhi nilai-nilai yang terkandung dalam Paris
principle.
c) Pentingnya revisi UU HAM diperkuat dengan alasan, yaitu sistem pendukung.
Sebagai sebuah institusi lembaga Negara yang independen, Komnas HAM
memiliki sistem pendukung yaitu sekretaris jenderal yang melaksanakan tugas
berdasarkan keputusan presiden.

 Persoalan Independensi dan kedudukan Komnas HAM sebagai lembaga Negara:


1) Rekrutment keanggotaan komisioner Komnas HAM
Harus melalui mekanisme fit and proper test dan mendapat persetujuan dari
DPR. Serta diresmikan presiden. Dalam hal ini menyebabkan Komnas HAM
sebagai lembaga yang rentan untuk adany intervensi kepentingan politik dalam
pemilihan komisionernya. Dikhawatirkan komisioner yang terpilih lebih
merefleksikan kepentingan politik yang dominan daripada integritas dan
profesionalitasnya.

2) Minimnya alokasi dan mekanisme pengelolaan anggaran.


Jumlah alokasi anggaran Komnas HAM belum mencukupi untuk menopang
pelaksanaan tugas, fungsi dan operasionalnya secara optimal. Begitu juga
dengan mekanisme pengelolaan anggaran yang dilakukan bersifat birokratis.
Hal ini kemudian berujung kepada benturan antara pola kerja Komnas HAM
sebagai Komisi Independen yang harus fleksibel, dinamis,dan responsive
berhadapan dengan mekanisme pengelolaan keuangan Negara yang birokratis.

 Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc.


Untuk kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat pada masa lalu, maka lembaga
yang berwenang merekomendasikan ini kepada presiden adalah Komnas HAM.
Sebaiknya DPR tidak lagi dijadikan sebagai lembaga yang berwenang
mengusulkan pembentukan pengadilan HAM ad Hoc seperti sebelumnya, dengan
pertimbangan karena DPR sebagai lembaga politik tidak tepat untuk dilibatkan
dalam proses hukum penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM.

 Memperkuat kewenangan Subpoena.


Kewenangan Komnas HAM untuk melakukan pemanggilan paksa. Untuk dimintai
keterangan, kesaksian, pernyataan, atau kerjasamanya dengan Komnas HAM

Anda mungkin juga menyukai