Anda di halaman 1dari 61

Pengkajian Nyeri

Rizaldy Taslim Pinzon


Fakultas Kedokteran UKDW/RS Bethesda Yogyakarta

Penerbit
BETHA GRAFIKA
Yogyakarta

Pengkajian Nyeri i
PENGKAJIAN NYERI
Penulis : Dr. dr. Rizaldy Taslim Pinzon, MKes., SpS
Jumlah halaman : 54 + vi
Ukuran buku : 15,5 x 23 cm
Penerbit : Betha Grafika Yogyakarta
Cetakan pertama : Oktober 2016
No. ISBN : 978-602-1364-50-5
Hak cipta dilindungi undang-undang
© Copy Right Registered All Right Reserved

Ketentuan Pidana Pasal 72 Undang-undang No. 19 Tahun 2002 Tentang


Hak Cipta
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan
atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/
atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedar-
kan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil
pelanggaran Hak Cipta sebagimana dimaksud dalam ayat (1),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/
atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)

ii Pengkajian Nyeri
Buat istri dan anak-anak tercinta
Lyna, Nico, dan Rara

Pengkajian Nyeri iii


KATA PENGANTAR

Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak


menyenangkan akibat kerusakan jaringan atau potensi kerusakan
jaringan. Nyeri adalah alasan utama pasien berobat ke RS. Nyeri
seringkali terabaikan dan pasien dengan keluhan nyeri tidak
mendapat pengurangan nyeri yang adekuat. Nyeri adalah tanda vital
kelima yang harus selalu dinilai dan dievaluasi. Esesmen nyeri yang
baik akan menuntun pada pengobatan yang lebih rasional. Esesmen
nyeri yang baik pada umumnya akan memberikan informasi tentang
tipe nyeri, intensitas nyeri, dampak nyeri, dan harapan/ nilai-nilai
pada pasien. Esesmen yang baik akan menuntun terhadap pemilihan
obat, dosis, dan cara pemberian yang lebih tepat, Esesmen yang
adekuat diperlukan pula untuk menilai hasil penatalaksanaan yang
telah dilakukan sebelumnya.
Buku kecil ini memuat berbagai aspek tentang esesmen nyeri
yang umum dikerjakan dalam praktek klinik sehari-hari. Esesmen
nyeri yang dipilih adalah yang singkat untuk memudahkan
penerapannya dalam praktek klinik sehari-hari. Nyeri adalah keluhan
yang subyektif, sehingga pengukuran yang terstandar seringkali
diperlukan untuk mendapat hasil yang lebih obeyktif. Buku kecil ini
ditulis di sela aktivitas penulis sebagai dokter spesialis saraf di RS
Bethesda Yogyakarta dan tenaga pengajar di FK UKDW dan Program
Pascasarjana FK UGM. Pada kesempatan yang baik ini perkenankanlah
penulis menghaturkan terima kasih kepada Mbak Siti Aisyah yang
membantu dalam penerbitannya.
Buku ini ditujukan terutama bagi para petugas kesehatan yang
bekerja di RS (dokter dan perawat) dan mahasiswa kedokteran dan
kesehatan. Buku ini diharapkan dapat memberi sedikit sumbangsih
untuk semakin baiknya pengelolaan nyeri di Indonesia. Buku ini masih
jauh dari sempurna, sehingga masukan dari semua pihak akan sangat
diharapkan.
Dr. dr. Rizaldy Pinzon, MKes, SpS

iv Pengkajian Nyeri
DAFTAR ISI

Bab 1 Definisi Dan Mekanisme .................................................. 1


Bab 2 Klasifikasi .......................................................................... 4
Bab 3 Esesmen Nyeri .................................................................. 8
Bab 4 Esesmen Nyeri Akut ......................................................... 13
Bab 5 Esesmen Pada Kelompok Khusus ..................................... 18
Bab 6 Skala Intensitas Nyeri ....................................................... 24
Bab 7 Esesmen Nyeri Kronik ....................................................... 27
Bab 8 Esesmen Nyeri Neuropatik ............................................... 31
Bab 9 Esesmen Ulang Dan Dokumentasi ................................... 35
Bab 10 Esesmen Dan Tatalaksana Nyeri Rasional Di Era JKN ....... 40
Daftar Pustaka ................................................................................ 43
Lampiran ................................................................................ 45
Indeks ................................................................................ 53

Pengkajian Nyeri v
vi Pengkajian Nyeri
BAB 1
DEFINISI DAN MEKANISME

1.1. Pengantar
Nyeri merupakan pengalaman sensorik multidimensi yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan. Kelompok studi nyeri
Perdossi (2000) telah menterjemahkan definisi nyeri yang dibuat IASP
(International Association The Study of Pain) yang berbunyi ”nyeri
adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial, atau yang
digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Nyeri merupakan
masalah kesehatan yang kompleks, dan merupakan salah satu alasan
utama seseorang datang untuk mencari pertolongan medis. Nyeri
dapat mengenai semua orang, tanpa memandang jenis kelamin,
umur, ras, status sosial, dan pekerjaan.

1.2. Tipe Nyeri


Tipe nyeri yang digunakan secara luas adalah nosiseptif,
inflamasi, neuropatik, dan fungsional. Saat ini mulai jelas mekanisme
neurobiologi yang mendasari berbagai tipe nyeri tersebut. Tipe nyeri
yang berbeda memiliki faktor etiologik yang berbeda pula. Saat ini
pendekatan terapi nyeri telah bergeser dari pendekatan terapi yang
bersifat empirik menjadi pendekatan terapi yang didasarkan pada
mekanisme.
Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya
kerusakan jaringan. Nyeri akan membantu individu untuk tetap
hidup dan melakukan kegiatan secara fungsional. Pada kasus-kasus
gangguan sensasi nyeri (misalnya: neuropati akibat diabetes) maka
dapat terjadi kerusakan jaringan yang hebat. Nyeri pada umurrmya
dapat dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu: nyeri adaptif dan nyeri
maladaptif. Nyeri adaptif berperan serta dalam proses bertahan

Pengkajian Nyeri 1
hidup dengan melindungi organisme dari cedera berkepanjangan
dan membantu proses pemulihan. Sebaliknya, nyeri maladaptif
merupakan bentuk patologis dari sistem saraf.

1.3. Mekanisme
Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus
noksious yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini
berjalan mulai dari perifer melalui spinalis, batang otak, talamus, dan
korteks cerebri. Pencegahan terhadap terjadinya kerusakan jaringan
mengharuskan setiap individu untuk belajar mengenali stimulus-
stimulus tertentu yang berbahaya dan harus dihindari? Apabila telah
terjadi kerusakan jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser
fungsinya, dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu
perbaikan jaringan yang rusak.
Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk mempercepat
perbaikan kerusakan jaringan. Sensitivitas akan meningkat, sehingga
stimulus non noksious atau noksious ringan yang mengenai bagian
yang meradang akan menyebabkan nyeri. Sebagai akibatnya,
individu akan mencegah adanya kontak atau gerakan pada bagian
yang cidera tersebut sampai perbaikan jaringan selesai. Hal ini akan
meminimalisasi kerusakan jaringan lebih lanjut. Nyeri inflamasi akan
menurunkan derajat kerusakan dan menghilangkan respon inflamasi.
Nyeri inflamasi merupakan bentuk nyeri yang adaptif namun
demikian pada kasus-kasus cedera elektif (misalnya: pembedahan),
cedera karena trauma, atau rheumatoid arthritis, penatalaksanaan
yang aktif harus dilakukan.
Respon inflamasi berlebihan atau kerusakan jaringan yang
hebat tidak boleh dibiarkan. Nyeri maladaptif tidak berhubungan
dengan adanya stimulus noksious atau penyembuhan jaringan. Nyeri
maladaptif dapat terjadi sebagai respon kerusakan sistem saraf (nyeri
neuropatik) atau sebagai akibat fungsi abnormal sistem saraf (nyeri
fungsional).

2 Pengkajian Nyeri
Gambar 1. Mekanisme nyeri

Pada kasus nyeri nosiseptif terdapat proses transduksi, transmisi,


modulasi, dan persepsi. Transduksi merupakan konversi stimulus
noksious termal, mekanik, atau kimia menjadi aktivitas Listrik pada
akhiran serabut sensorik nosiseptif. Proses ini diperantarai oleh
reseptor ion channel natrium yang spesifik. Konduksi merupakan
perjalanan aksi potensial dari akhiran saraf perifer ke sepanjang
akson menuju akhiran nosiseptor di sistem saraf pusat. Transmisi
merupakan bentuk transfer sinaptik dari satu neuron ke neuron
lairmya. Kerusakan jaringan akan memacu pelepasan zat-zat
kimiawi (mediator inflamasi) yang menimbulkan reaksi inflamasi
yang diteruskan sebagai sinyal ke otak. Sinyal nyeri dalam bentuk
impuls listrik akan dihantarkan oleh serabut saraf nosiseptor tidak
bermielin (serabut C dan 8) yang bersinaps dengan neuron di komu
dorsalis medulla spinalis. Sinyal kemudian diteruskan melalui traktus
spinotalamikus di otak, dimana nyeri dipersepsi, dilokalisir, dan
diintepretasikan.

Pengkajian Nyeri 3
BAB 2
KLASIFIKASI

Nyeri dapat diklasifikasikan berdasar durasi waktu, etiologi, dan


intensitas. Klasifikasi nyeri seringkali diperlukan untuk menentukan
pemberian terapi yang tepat.

2.1. Berdasar durasi (waktu terjadinya)


Nyeri akut
Nyeri akut di definisikan sebagai nyeri yang dirasakan seseorang
selama beberapa detik sampai dengan 6 (enam) bulan. Nyeri akut
biasanya datang tiba-tiba, umumnya berkaitan dengan cidera
spesifik, jika ada kerusakan maka berlangsung tidak lama dan tidak
ada penyakit sistemik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan
proses penyembuhan. Beberapa pustaka lain menyebutkan nyeri
akut adalah bila < 12 minggu. Nyeri antara 6-12 minggu adalah nyeri
sub akut. Nyeri diatas 12 minggu adalah nyeri kronis.

Nyeri kronis
Nyeri kronis sering didefenisikan sebagai nyeri yang berlangsung
selama 6 (enam) bulan atau lebih. Nyeri kronis bersifat konstan atau
intermiten yang menetap sepanjang satu periode waktu. Nyeri kronis
dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dan sering sulit untuk
diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap
pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya.

2.2. Berdasar etiologi (penyebab timbulnya nyeri)


Nyeri nosiseptik
Merupakan nyeri yang terjadi karena adanya rangsangan/stimulus
mekanis ke nosiseptor. Nosiseptor adalah saraf aferen primer yang

4 Pengkajian Nyeri
berfungsi untuk menerima dan menyalurkan rangsang nyeri. Ujung-
ujung saraf bebas nosiseptor berfungsi sebagai saraf yang peka
terhadap rangsangan mekanis, kimia, suhu, listrik yang menimbulkan
nyeri. Nosiseptor terletak di jaringan subkutis, otot rangka, dan sendi.

Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik erupakan nyeri yang terjadi karena adanya lesi
atau disfungsi primer pada sistem saraf. Nyeri neuropatik biasanya
berlangsung lama dan sulit untuk di terapi. Salah satu bentuk yang
umum dijumpai di praktek klinik adalah nyeri pasca herpes dan nyeri
neuropatik diabetika.

Nyeri inflamatorik
Nyeri inflamatorik merupakan nyeri yang timbul akibat adanya
proses inflamasi. Nyeri inflamatorik kadang dimasukkan dalam
klasifikasi nyeri nosiseptif. Salah satu bentuk yang umum dijumpai di
praktek klinik adalah osteoarthritis.

Nyeri campuran
Nyeri campuran merupakan nyeri yang etiologinya tidak jelas
antara nosiseptif maupun neuropatik atau nyeri memang timbul
akibat rangsangan pada nosiseptor maupun neuropatik. Salah satu
bentuk yang umum dijumpai adalah nyeri punggung bawah dan
ischialgia akibat HNP (Hernia Nukleus Pulposus)

2.3.Berdasar intensitasnya (berat ringannya)


Tidak nyeri
Kondisi dimana seseorang tidak mengeluhkan adanya rasa nyeri
atau disebut juga bahwa seseorang terbebas dari rasa nyeri.

Pengkajian Nyeri 5
Nyeri ringan
Seseorang merasakan nyeri dalam intensitas rendah. Pada nyeri
ringan seseorang masih bisa melakukan komunikasi dengan baik,
masih bisa melakukan aktivitas seperti biasa dan tidak terganggu
kegiatannya.

Nyeri sedang
Rasa nyeri seseorang dalam intensitas yang lebih berat. Biasanya
mulai menimbulkan respon nyeri sedang akan mulai mengganggu
aktivitas seseorang.

Nyeri berat
Nyeri berat/ hebat merupakan nyeri yang dirasakan berat oleh
pasien dan membuat pasien tidak mampu melakukan aktivitas
seperti biasa, bahkan akan terganggu secara psikologis dimana orang
akan merasa marah dan tidak mampu untuk mengendalikan diri.

2.4. Berdasar lokasi (tempat terasa nyeri)


Nyeri somatik
Nyeri somatik merupakan nyeri yang timbul akibat ransangan
terhadap nosiseptor baik superfisial maupun dalam. Nyeri somatik
superfisial merupakan nyeri yang timbul akibat rangsangan atau
stimulasi nosiseptor di dalam kulit atau jaringan subcutan dan
mukosa yang mendasarinya. Hal ini ditandai dengan adanya sensasi/
rasa berdenyut, panas atau tertusuk, dan mungkin berkaitan dengan
rasa nyeri yang disebabkan oleh stimulus yang secara normal tidak
mengakibatkan nyeri (misalnya allodinia), dan hiperalgesia. Jenis nyeri
ini biasanya konstan dan jelas lokasinya. Nyeri superfisial biasanya
terjadi sebagai respon terhadap luka terpotong, luka gores dan luka
bakar superfisial.

6 Pengkajian Nyeri
Nyeri somatik dalam diakibatkan oleh jejas pada struktur dinding
tubuh (misalnya otot rangka/skelet). Berlawanan dengan nyeri tumpul
linu yang berkaitan dengan organ dalam, nyeri somatis dapat diketahui
di mana lokasi persisnya pada tubuh, namun beberapa menyebar
ke daerah sekitarnya. Nyeri pasca bedah memiliki komponen nyeri
somatis dalam karena trauma dan jejas pada otot rangka.

Nyeri visceral
Nyeri visceral merupakan nyeri yang timbul karena adanya
jejas pada organ dengan saraf simpatis. Nyeri ini dapat disebabkan
oleh distensi abnormal atau kontraksi pada dinding otot polos,
tarikan cepat kapsul yang menyelimuti suatu organ (misalnya hati),
iskemi otot skelet, iritasi serosa atau mukosa, pembengkakan atau
pemelintiran jaringan yang berlekatan dengan organ-organ ke ruang
peritoneal, dan nekrosis jaringan. Biasanya terasa sebagai nyeri yang
dalam, tumpul, linu, tertarik, diperas atau ditekan. Termasuk dalam
kelompok ini adalah nyeri alih (reffered pain).

Pengkajian Nyeri 7
BAB 3
ESESMEN NYERI

3.1. Skrining nyeri


Semua pasien yang berobat ke Rumah Sakit harus dilakukan
skrining terhadap ada atau tidaknya nyeri (minimal sekali). Skrining
nyeri dapat dilakukan dengan menanyakan langsung ke pasien atau
keluarganya tentang ada/ tidaknya nyeri atau rasa tidak nyaman.
Skrining nyeri menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari skrining
rutin.
Pada pasien anak-anak skrining nyeri dapat dilakukkan dengan
bertanya pada orang tua. Pertanyaan yang diajukan adalah
apakah anak tersebut pernah mendeskripsikan adanya nyeri atau
menunjukkan perilaku yang mengindikasikan nyeri. Pada orang lanjut
usia atau pasien dengan gangguan perilaku dan kesadaran, maka
dilakukan skrining bila ada riwayat nyeri/ minum obat nyeri, memiliki
data penyakit kronik dengan keluhan nyeri, dan menunjukkan perilaku
nyeri/ tidak nyaman.

3.2. Esesmen
Sumber utama perlu atau tidak dilakukannya esesmen adalah dari
hasil skrining. Pasien/ keluarga yang melaporkan adanya nyeri perlu
mendapatkan esesmen yang sistematik. Esesmen yang sistematik
akan menilai berbagai parameter berikut: lokasi nyeri, dampak nyeri
pada aktivitas, intensitas nyeri saat istirahat/ aktivitas, obat yang
dipakai, faktor- faktor yang memperberat/ memperingan, kualitas
nyeri (terbakar atau kencang atau panas atau tersengat listrik), adanya
penjalaran/ tidak, intensitas nyeri, dan waktu munculnya nyeri.

8 Pengkajian Nyeri
Isi dari asesmen awal nyeri adalah mencakup hal-hal dibawah ini:
1. Onset (O)
Merupakan waktu kapan nyeri mulai dirasakan pasien
2. Paliative/provocating (P)
Merupakan informasi tentang penyebab nyeri dan apa yang
menyebabkan nyeri semakin berat dirasakan pasien
3. Quality (Q)
Merupakan kualitas nyeri yang dirasakan pasien atau seperti
apa (bagaimana) nyeri dirasakan oleh pasien, seperti seperti
tertusuk, panas, terbakar, tertindih dan sebagainya.
4. Region/Radiation (R)
Merurupakan lokasi dimana nyeri dirasakan oleh pasien dan jika
terasa menyebar maka ke arah mana penyebaran rasa nyeri itu
dirasakan.
5. Severity (S)
Merupakan intensitas nyeri yang dirasakan oleh pasien. Biasanya
menggunakan skala dan derajat nyeri.
6. Treatment (T)
Merupakan informasi tentang proses pengobatan yang pernah
dilakukan sebelumnya termasuk hasil pengobatan, efek samping,
efektifitas obat dan juga obat-obat analegetik yang saat ini sedang
digunakan.
7. Understanding/Impact of you (U)
Merupakan informasi tentang pemahaman pasien terhadap rasa
nyeri yang dirasakan dan juga seberapa besar rasa nyeri tersebut
mempengaruhi aktivitas dan kegiatan pasien.
8. Value (V)
Merupakan informasi tentang penilaian pasien terhadap nyeri
yang dirasakan, bagaimana harapan pasien tentang nyerinya,
hasil yang diharapkan dan juga tentang pentingnya pengurangan
rasa nyeri sampai hilang bagi pasien dan keluarganya.
Esesmen dilakukan dengan alat ukur yang terstandar dan telah

Pengkajian Nyeri 9
divalidasi sebelumnya, misalnya untuk mengukur intensitas nyeri
dapat digunakan VAS (Visual Analogue Scale), NRS (Numeric Rating
Scale), Verbal Scale, Faces Scale, atau Skala Perilaku. Esesmen yang
baik harus mengukur pula dampak nyeri dan kontribusi faktor
psikososial. Esesmen yang baik akan mengukur pula harapan dan
nilai-nilai yang ada pada pasien terkait nyeri yang dideritanya. Adanya
faktor psikologik penyerta harus pula digali (misalnya : depresi, cemas,
dan  gangguan tidur). Kondisi fisik lain atau penyakit lain yang akan
mempengaruhi keputusan terapi farmaka harus pula digali secara
seksama. Pada sebagian besar kasus nyeri, esesmen yang baik akan
menghasilkan tiga kesimpulan, yaitu (1) nyeri akut atau kronik, (2)
nyeri nosiseptif atau nyeri neuropatik atau nyeri campuran, dan (3)
nyeri intensitas ringan/ sedang/ berat.

Gambar 2. visual Analogue Scale, Verbal Rating Scale,


dan Numeric Rating Scale
3.3. Esesmen ulang
Esesmen ulang merupakan suatu proses penilaian ulang respon
seseorang terhadap nyeri yang dirasakan. Penilaian ulang ini dilakukan

10 Pengkajian Nyeri
pada semua pasien yang mempunyai keluhan nyeri dan telah
dilakukan asesmen awal. Esesmen ulang dilakukan secara berkala
sesuai dengan kriteria waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
Esesmen ulang akan menghasilkan perbandingan intenstas skala
nyeri dengan sebelunya.
Nyeri harus selalu dilakukan esesmen ulang tergantung pada
tipe, intensitas, dan rencana pengelolaan. Nyeri dinilai ulang bila
ada laporan baru terhadap adanya episode nyeri, intensitas nyeri
bertambah, dan saat nyeri tidak berkurang secara adekuat setelah
diberikan suatu intervensi.Pada umumnya nyeri harus diesesmen
ulang setelah sebuah intervensi mencapai kadar puncak (15-30 menit
setelah obat parenteral, 1 jam setelah obat analgesik oral kerja cepat,
4-6 jam setelah obat analgesik lepas lambat atau transdermal, dan
30 menit setelah pengobatan non farmakologik). Esesmen ulang
untuk nyeri pasca suatu intervensi terutama ditujukan untuk menilai
apakah intensitas nyeri berkurang, apakah aktivitas harian membaik
dengan pengelolaan nyeri yang adekuat, dan apakah muncul suatu
efek samping akibat pemberian terapi.

3.4. Esesmen lanjutan


Esesmen lanjutan merupakan proses esesmen yang dilakukan
dengan prosedur khusus untuk mendapatkan informasi nyeri pasien
dengan lebih detail dan lengkap seperti elektromiografi (EMG),
Pemeriksaan radiologi seperti foto polos, MRI, CT Scan, dan juga
menggunakan pemeriksaan sensorik kuantitatif adalah bentuk
esesmen lanjutan.
Esesmen lanjutan dilakukan untuk memastikan etiologi, diagnosis
banding, dan organ utama sumber nyeri (pain generator). Esesmen
awal yang baik akan menuntun pada esesmen lanjutan yang tepat.

Pengkajian Nyeri 11
3.5. Dokumentasi dan komunikasi
Hasil esesmen dan re-esesmen harus didokumentasikan dalam
sebuah form yang terstandar . Pengawasan dalam bentuk skala
terhadap intensitas nyeri harus ada secara berkala. Dokumentasi
yang baik akan memudahkan pemberian informasi kepada keluarga
dan komunikasi antar tim pengelola nyeri. Pasien dan keluarga
perlu diberi informasi secara berkala tentang nyerinya dan rencana
intervensi yang akan dilakukan.Dokumentasikan dan komunikasikan
hasil esesmen ulang dengan semua tim kesehatan yang terlibat. Nilai
munculnya nyeri yang baru. Nilai pula adanya perubahan dalam hal
kualitas nyeri dan intensitas nyeri setelah pemberian informasi. Nilai
munculnya dampak nyeri terhadap fungsi fisiologis atau aktivitas
harian. Nilai kebutuhan intervensi nyeri tambahan bila nyeri tidak
berkurang dengan intervensi sebelumnya. Bila ada suatu intervensi
farmaka nilai munculnya efek samping. Bila ada efek samping
maka dikomunikasikan kepada pasien dan keluarganya. Pada kasus
yang menetap nyerinya, maka diperlukan rujukan dan penanganan
multidisiplin.

12 Pengkajian Nyeri
BAB 4
ESESMEN NYERI AKUT

Esesmen yang baik akan membantu mengidentifikasi sumber


nyeri, karakteristik nyeri, tipe nyeri, dan membantu intervensi yang
efektif. Esesmen nyeri akut yang banyak dijumpai dalam praktek
klinik adalah untuk esesmen nyeri pasca operasi dan nyeri akut di IGD
(Instalasi Gawat Darurat). Nyeri akut pada umumnya memiliki ciri-ciri
sebagai berikut: (1) berhubungan dengan cedera jaringan (trauma
atau pembedahan), (2) penyebab nyeri jelas dan mudah dikenali, (3)
nyeri harus segera ditangani, dan (4) durasi nyeri dapat diantisipasi.

4.1. Nyeri pasca operasi


Nyeri pasca operasi harus dinilai dan diberi tatalaksana yang
adekuat. Penatalaksanaan yang tidak adekuat akan dapat berujung
pada peningkatan derajat nyeri, kecemasan, gangguan mobilisasi,
gangguan tidur, dan distress emosional. Esesmen yang adekuat
diperlukan untuk dasar pemberian tatalaksana yang adekuat.
Tatalaksana yang adekuat akan menuntun pada pemulihan yang
lebih cepat, komplikasi yang minimal, risiko nyeri persisten yang lebih
kecil, dan peningaktan kepuasan pasien.Esesmen nyeri pasca operasi
sama dengan nyeri pada umumnya, yaitu mencari informasi tentang
lokasi, intensitas, kualitas nyeri, onset, durasi, variabilitas serangan
nyeri, faktor-faktor yang memperingan/ memperberat rasa nyeri,
dan dampak nyeri (mis: gangguan tidur, aktivitas, dan pekerjaan).
Pada esesmen nyeri diperlukan pula diskusi dengan pasien tentang
pilihan tindakan untuk mengurangi nyeri dan evaluasi terhadap hasil
pengobatan dan efek samping.
Pengukuran intensitas nyeri adalah esesmen yang paling
umum dilakukan pada kondisi pasca operasi. Perangkat esesmen

Pengkajian Nyeri 13
nyeri unidimensional yang dapat dipilih adalah: (1) verbal rating
scale, (2) pain intensity scale, (3) visual analogue scale, (4) verbal
analogue scale, dan (5) numerical rating scale. Verbal ratingg scale
menanyakan intensitas nyeri dalam 5 skala, yitu: tidak nyeri, nyeri
ringan, nyeri sedang, nyeri hebat, nyeri sangat hebat. Pain intensity
scale menanyakan intensitas nyeri dalam 6 skala, yaitu: tidak nyeri,
nyeri ringan, nyeri mengganggu, nyeri yang menyusahkan, nyeri yang
sangat hebat, dan nyeri yang mengancam. Pemilihan skala nyeri untuk
esesmen intensitas nyeri pasca operasi tergantung pada beberapa
hal,yaitu: (1) kemudahan pengukuran dan waktu yang diperlukan, (2)
mampu menggambarkan secara akurat keparahan nyeri, (3) dapat
dipakai sebagai pembanding untuk evaluasi hasil terapi, dan (4) dapat
dihitung persentase pengurangan nyerinya untuk tujuan penelitian.

Gambar 3. Faces pain scale

14 Pengkajian Nyeri
Gambar 4. Pasien diminta menggambar lokasi nyeri dan penjalarannya

Numeric Pain Intensity Scale (NPIS) adalah perangkat yang


umum dipakai untuk proses pengukuran intensitas dan derajat nyeri
pasien dengan menggunakan angka-angka tertentu. Semakin besar
angka yang ditunjukkan pasien berarti semakin berat pula nyeri yang
dirasakan pasien. NPIS dilakukan pada pasien yang bisa bekerja sama
dengan petugas kesehatan. Biasanya dipakai untuk pasien dewasa dan
sadar (bisa diajak bekerja sama) tetapi tidak menutup kemungkinan
digunakan pada anak lebih dari 3 tahun dan mampu untuk bekerja
sama.
Dari hasil pengukuran derajat dan intensitas nyeri dengan
menggunakan NPIS ini akan didapat kesimpulan data: 0: tidak
nyeri, 1-3 : nyeri ringan, 4-6: nyeri sedang, dan 7-10: nyeri hebat.
Pada umumnya esesemen intensitas dan derajat nyeri dengan NPIS
digunakan bersamaan dengan FPS.

Pengkajian Nyeri 15
Gambar 5. Korelasi VAS dan Faces Pain Rating Scale Revised

Faces Pain Scale (FPS) / Wong Baker Faces Pain Scale


merupakan suatu proses pengukuran intensitas nyeri pasien dengan
memperhatikan ekspresi wajah pasien saat mengeluh nyeri. Dengan
menggunakan gambar wajah yang dipakai sebagai panduan untuk
menilai nyeri maka bisa ditentukan skala nyeri pasien.
Skala nyeri FPS digunakan pada pasien dewasa dan sadar, tetapi
tidak menutup kemungkinan digunakan pada pasien anak lebih
dari 3 tahun. Dari hasil pengukuran derajat dan intensitas nyeri
dengan menggunakan FPS (Wong Baker Pain Scale) ini akan didapat
kesimpulan data: 0: tidak ada nyeri, 2 nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang,
8-10 nyeri hebat.

4. 2. Nyeri di ruang gawat darurat


Nyeri di ruang gawat darurat pada umumnya muncul sebagai
akibat trauma atau sebagai manifestasi penyakit utama. Esesmen di
ruang gawat darurat pada umumnya memastikan lokasi, deskripsi
nyeri, intensitas, dan kemungkinan penyebab (pain generator).
Esesmen nyeri yang singkat diperlukan untuk memastikan tipe nyeri,
intensitas nyeri, dan digunakan sebagai dasar pemilihan analgesia
yang sesuai.

16 Pengkajian Nyeri
Pada umumnya esesmen nyeri di ruang gawat darurat ditujukan
untuk menilai komponen sensorik, komponen afektif, dan komponen
kognitif. Penilaian komponem sensorik terutama ditujukan untuk
menilai tipe nyeri dan intensitas nyeri. Pengukuran intensitas nyeri
dapat dilakukan dengan Visual Analogue Scale, Numeric Rating Scale,
atau Verbal Rating Scale.Penilainan komponen afektif untuk menilai
dampak psikososial. Pemilihan komponen kognitif untuk menilai
penilaian dan persepsi pasien terhadap nyerinya. 

Gambar 6. Korelasi VAS dan Happy Face dan Sad Face Scale

Pengkajian Nyeri 17
BAB 5
ESESMEN PADA KELOMPOK KHUSUS

Nyeri adalah keluhan yang bersifat subyektif, dan tidak ada tes
obyektif di pelayanan kesehatan yang dapat mengukurnya, nyeri
pada umumnya muncul dari laporan pasien. Beberapa pasien tidak
dapat menyampaikan secara verbal dan melaporkan adanya nyeri
(self report). Pada kondisi demikian petugas kesehatan mencoba
secara sistematik untuk mengukur ada atau tidaknya nyeri.

5.1. Hirarki esesmen nyeri


Langkah-langkah esesmen nyeri mengikuti hirarki sebagai berikut:
1. Self report (laporan pasien)
Petugas kesehatan sebisa mungkin menggali self report dari
pasien. Pada pasien dengan gangguan fungsi verbal/ anak-anak/
demensia, maka usaha self report akan sangat terbatas. Pada
kondisi demikian perlu esesmen lanjutan.
2. Cari secara seksama ada/ tidaknya penyebab nyeri yang potensial
Kondisi patologik atau prosedur medis (mis: pembedahan,
rehabilitasi, perawatan luka) dapat menyebabkan munculnya
nyeri. Pada seorang pasien yang menjalani prosedur tersebut,
namun tidak dapat menyampaikan adanya nyeri secara self report
maka dianggap rasa nyeri tersebut ada. Nyeri terkait prosedur
tersebut harus mendapat terapi yang adekuat.
3. Observasi perilaku pasien
Pada kasus dimana tidak ada laporan dari pasien (self report)
tentang ada/ tidaknya rasa nyeri, maka observasi perilaku dapat
menjadi alat ukur yang valid. Perilaku yang mengindikasikan
nyeri telah diteliti dalam studi epidemiologi besar. Penyebab
lain gangguan perilaku selain nyeri (mis: rasa tidak nyaman,
konstipasi) harus dieksklusi.

18 Pengkajian Nyeri
4. Laporan keluarga
Keluarga atau caregiver dapat memberikan laporan tentang
keluhan nyeri pasien atau perilaku yang mengindikasikan adanya
rasa tidak nyaman/ nyeri (mis: wajah menyeringai). Laporan
keluarga harus diklarifikasi dengan pengamatan oleh petugas
kesehatan yang kompeten.
5. Mencoba analgesik
Pemberian analgesik empirik dapat dilakukan pada kondisi
dimana lesi patologik atau prosedur yang mungkin menyebabkan
nyeri telah teridentifikasi. Pilihan analgesia sangat tergantung
pada intensitas nyeri, lesi patologik yang mendasari, dan riwayat
penggunaan analgesia sebelumnya. Perbaikan dalam hal
perilaku nyeri setelah pemberian analgesia sebelum tindakan
menunjukkan adanya nyeri.

5.2. Esesmen nyeri pada populasi khusus


Esesmen nyeri pada populasi khusus adalah esesmen nyei yang
dilakukan pada kelompok pasien yang tidak mampu melakukan self
report. Pasien dengan penurunan kesadaran, pasien neonatus, pasien
demensia adalah contoh dari populasi khusus ini.
Neonatal Infant Pain Scale (NIPS) merupakan proses asesmen
nyeri untuk menilai derajat dan intensitas nyeri pada neonatus (bayi).
Format NIPS ini menilai nyeri dengan memperhatikan ekspresi wajah,
tangisan, pola nafas, pergerakan tangan, pergerakan kaki dan tingkat
kesadaran neonatus. Indikasi NPIS adalah untuk digunakan pada
bayi baru lahir sampai umur 28 hari. Esesmen NPIS memberikan
kesimpulan sebagai berikut: skor 0-2: tidak nyeri/ nyeri ringan, 3-4:
nyeri sedang, dan >4 : nyeri hebat.

Pengkajian Nyeri 19
Tabel 1. Perangkat esesmen nyeri Neonatal Infant Pain Scale

Parameter Hal yang diamati Nilai

Ekspresi wajah Relaks 0


Meringis 1
Tangisan Tidak menangis 0
Mengerang 1
Menangis kencang 2
Pola nafas Relaks 0
Perubahan dalam bernafas 1
Tangan Terkendali 0
Relaks 0
Fleksi 1
Ekstensi 1
Kaki Terkendali 0
Relaks 0
Fleksi 1
Ekstensi 1
Status kesadaran Tidur 0
Bangun 0
Rewel 1
Total Skor

Face Leg Activity Cry Consolability Pain Scale (FLACC)


merupakan asesmen nyeri yang digunakan pada anak-anak dengan
memperhatikan ekspresi wajah, pergerakan kaki, aktivitas anak,
tangisan anak dan kemampuan anak untuk ditenangkan. Indikasi
FLACC digunakan untuk menilai derajat dan intensitas nyeri pada
anak setelah usia 1 bulan sampai dengan 7 tahun, terutama anak
yang mengalami gangguan kognitif atau anak yang tidak sesuai dinilai
dengan format lain.

20 Pengkajian Nyeri
Tabel 2. Perangkat esesmen nyeri Face Leg Activity Cry Consolability Pain
Scale

Kategori Kriteria Nilai

Face Ekpresi normal atau tersenyum 0


Wajah Kadang-kadang meringis atau mengerutkan 1
dahi, menarik diri
Sering mengerutkan dahi secara terus 2
menerus, mengatupkan rahan atau dagu
bergetar
Legs Posisi normal atau rileks 0
Kaki Tidak tenang, gelisah atau tampak tegang 1
Menendang atau menarik kaki 2
Activity Berbaring tenang, posisi normal, bergerah 0
Aktivitas / dengan mudah
Pergerakan Menggeliat-geliat, bolak-balik berpindah, 1
tegang
Melengkung, kaku atau menyentak terus 2
Cry Tidak menangis (saat bangun maupun 0
Tangisan tidur)
Merintih atau merengek kadangkala 1
mengeluh
Menangis terus-menerus, berteriak atau 2
terisak-isak, sering mengeluh
Consolability Senang, rileks 0
Kemudahan Ditenangkan dengan sentuhan sesekali, 1
ditenangkan pelukan atau berbicara, perhatian dapat
dialihkan
Sulit untuk dihibur atau sulit untuk merasa 2
nyaman
Total Skore

Dari asesmen derajat dan intensitas nyeri dengan menggunakan


FLACC akan didapat kesimpulan data tentang junmlah skor nyeri yang

Pengkajian Nyeri 21
dihasilkan. Semua petugas kesehatan melihat intensitas nyeri sesuai
skor yang ada. Skor minimal adalah 0 dan skor maksimal adalah
10.Nilai 0: pasien relaks, 1-3: pasien tidak nyaman rinagn, 4-6: pasien
tidak nyaman sedang, dan 7-10: sangat tidak nyaman.
Critical Care Pain Obserbvation Tool (CPOT) merupakan instrumen
asesmen nyeri yang digunakan pada pasien yang tidak sadar (tidak
bisa mengungkapkan keluhan nyeri secara verbal) dengan melakukan
penilaian pada 4 kategori yaitu ekspresi wajah, gerakan tubuh,
ketegangan otot dan kepatuhan terhadap pemakaian ventilator atau
vokalisasi. Indikasi CPOT adalah untuk digunakan di ruang perawatan
intensive baik untuk orang dewasa maupun anak-anak, dimana
terjadi penurunan kesadaran dan atau pemasangan alat pernafasan
(adanya intubasi maupun telah dilakukan ekstubasi).

Tabel 3. Perangkat esesmen nyeri Critical Care Pain Obserbvation Tool

Indikator Kondisi Skor Keterangan


Ekspresi Rileks 0 Tidak ada ketegangan otot
Wajah Kaku 1 Mengerutkan kening,
mengangkat alis
Meringis 2 Menggigit selang ETT.
Gerakan Tidak ada gerakan 0 Tidak bergerak (tidak
Tubuh Abnormal kesakit-an) atau posisi
normal (tidak ada gerakan
lokalisasi nyeri)
Lokalisasi nyeri 1 Gerakan hati-hati, meyentuh
lokasi nyeri, mencari
perhatian melalui gerakan
Gelisah 2 Mencabut ETT, mencoba
untuk duduk, tidak
mengikuti perintah,
mengamuk, mencoba keluar
dari tempat tidur.

22 Pengkajian Nyeri
Aktivasi Pasien kooperatif 0 Alarm tidak berbunyi
Alarm terhadap kerja
ventilator ventilator
mekanik mekanik
Alarm kktif tapi 1 Batuk, alarm berbunyi tetapi
mati sendiri berhenti secara spontan.
Alarm selalu aktif 2 Alarm sering berbunyi
Berbicara Berbicara dalam 0 Bicara dengan nada pelan
jika pasien nada normal atau
diekstubasi. tidak ada suara
Mendesah, 1 Mendesah, mengerang
mengeran
Menangis 2 Menangis, berteriak
Ketegangan Tidak ada 0 Tidak ada ketegangan otot
otot ketegangan otot
Tegang, kaku 1 Gerakan otot pasif
Sangat tegang 2 Gerakan sangat kuat.
atau kaku
Total Skor

Esesmen pasien untuk menilai derajat dan intensitas nyeri


dengan menggunakan CPOT akan didapat kesimpulan data: 0-2 :
nyeri ringan/ tidak nyeri, 3-4: nyeri sedang, 5-6: nyeri berat, dan 7-8:
nyeri sangat berat.
Perangkat esesmen CPOT serupa dengan Behavioral Pain Scale
yang menilai 3 item, yaitu ekspesi wajah, gerakan ekstremitas atas,
dan ketaatan terhadap ventilasi. Setiap item mendapat nilai 1-4. Skor
total berkisar antara 3-12, 3 sangat nyaman/ relaks dan 12 sangat
tidak nyaman/ nyeri. Skala lain yang juga sering dipakai adalah Adult
Nonverbal Pain Scale yang menganalisis 5 item, yaitu: ekspresi wajah,
aktivitas gerakan, posisi, fisiologis/ tanda vital, dan respirasi. Masing-
masing item mendapat skor 0-2. Total skor berkisar antara 0-10. Nilai
0-2 mengindikasikan pasien relaks/ tidak nyeri, skor 3-6 nyeri sedang,
dan skor 7-10 nyeri hebat.

Pengkajian Nyeri 23
BAB 6
SKALA INTENSITAS NYERI

Intensitas nyeri merupakan salah satu domain utama yang


dinilai pada esesmen nyeri. Pemahaman akan intensitas nyeri akan
membantu petugas kesehatan dalam mengklasifikasikan nyeri,
memilih analgesia, dan menetapkan waktu esesmen ulang. Nyeri
intensitas ringan akan memerlukan pendekatan terapi yang berbeda
dengan nyeri intensitas berat. Nyeri intensitas berat memerlukan
evaluasi yang lebih cepat daripada nyeri intensitas ringan. Bab ini
akan membahas 3 skala intensitas nyeri yang paling umum dikerjakan
di praktek klinik, yaitu: Visual Analogue Scale, Numeric Rating Scale,
dan Wong Baker Faces Scale.

6.1. Visual Analogue Scale (VAS)


Visual Analogue Scale adalah skala unidimensional yang mengukur
intensitas nyeri. Penggunaannya sangat banyak dalam praktek
klinik dan penelitian. Visual Analogue Scale adalah skala kontinyu
horisontal atau vertikal yang pada umumnya memiliki panjang 10 cm
(100 mm) dengan dua kubu ekstrim, yaitu 0 “tanpa nyeri” dan 100
mm “nyeri paling hebat yang bisa dibayangkan”. Nilai VAS diisi sendiri
oleh pasien. Pemeriksa meminta pasien untuk menunjuk satu titik di
garis antara titik 0 dan 100. Pemeriksa mengukur jarak dari titik yang
ditunjuk oleh pasien dari titik nol.
Skala VAS dinilai dengan media pensil dan kertas, sehingga
tidak dapat dilakukan secara verbal atau melalui saluran telepon.
Pengukuran nilai VAS tidak memerlukan pelatihan khusus yang
sama. Bila kertas yang menggambarkan skala nyeri ini diperbanyak
dengan foto kopi, maka harus diperhatikan bahwa panjang garis
tidak berubah. Kajian terhadap penelitian terdahulu memperlihatkan

24 Pengkajian Nyeri
bahwa skor VAS horisontal sedikit lebih rendah daripada skor VAS
vertikal bila dikerjakan pada orang yang sama. Pada kasus dengan
evaluasi berkala, maka cara pengukuran VAS harus konsisten untuk
setiap waktunya. Nilai VAS dikelompokkan menjadi nyeri intensitas
ringan (0-44 mm), nyeri intensitas sedang (45-74 mm), dan nyeri
intensitas berat (75-100 mm).
Nilai VAS diadopsi pada awalnya dari bidang psikologi. Nilai VAS
digunakan secara luas dengan reliabilitas yang baik. Kajian terdahulu
menunjukkan bahwa VAS memiliki kemampuan yang baik untuk
menilai pengurangan nyeri pasca terapi analgesia.

Gambar 7. Visual Analogue Scale

6.2. Numeric Rating Scale (NRS)


Skala NRS adalah skala unidimensional yang mengukur intensitas
nyeri. Skala NRS adalah versi angka dari VAS yang menggambarkan
0-10 dalam skala nyeri. Pada umumnya dalam bentuk garis. Skala
untuk NRS adalah skala numerik tunggal berisi 11 nilai, yaitu 0 “tidak
sakit sama sekali” dan 10 “sakit terhebat yang bisa dibayangkan”.
Nilai NRS bisa digunakan untuk evaluasi nyeri, dan pada umumnya
pengukuran kedua tidak lebih dari 24 jam pasca pengukuran pertama.
Nilai NRS dapat disampaikan secara verbal maupun dalam bentuk
gambar. Klasifikasi nilai NRS adalah nyeri ringan (1-3), nyeri sedang
(4-6), dan nyeri hebat (7-10).
Nilai NRS dapat diperoleh dalam waktu kurang dari 1 menit dan
dapat dikerjakan dengan sangat mudah. Nilai NRS memiliki korelasi

Pengkajian Nyeri 25
positif yang sangat baik dengan VAS. Nilai NRS memiliki reliabilitas
yang tinggi dan dapat digunakan untuk evaluasi pasaca terapi nyeri.

Gambar 8. Numeric Rating Scale

6.3. Skala wajah


Pada populasi anak-anak dapat digunakan skala wajah bayang
berisi 6 wajah. Urutan wajah tersebut menggambarkan angka 0
“tidak sakit(wajah senang)” sampai dengan angka 5 “sakit hebat yang
dapat dibayangkan (wajah menangis)”.
Skala nyeri wajah dapat diukur dalam bentuk revisi yang
menggambarkan skala 0-10 dengan 6 wajah. Hal ini untuk membuat
konsisten dengan pengukuran VAS dan NRS. Nilai skala untuk 6 wajah
tersebut adalah 0-2-4-6-8-10.

Gambar 9. Skala wajah

26 Pengkajian Nyeri
BAB 7
ESESMEN NYERI KRONIK

Nyeri kronik memiliki dampak yang signifikan terhadap kondisi


fisik, emosi, fungsi kognisi, psikososial, dan kemampuan fungsional
penyandangnya. Esesmen nyeri kronik memiliki aspek yang lebih
banyak daripada esesmen nyeri akut. Pada umumnya esesmen nyeri
kronik dibagi menjadi 3 bagian besar, yaitu: (1) riwayat nyeri, (2)
pemeriksaan fisik, dan (3) penggunaan modalitas diagnostik khusus.

7.1. Esesmen nyeri kronik


1. Riwayat nyeri
Anamnesis yang teliti diperlukan untuk menggali riwayat nyeri
dan aspek komorbiditas yang penting. Pertanyaan yang sistematik
harus mencakup lokasi, deskripsi, intensitas, penjalaran, faktor yang
memperingan/ memperberat, pola temporalitas (waktu munculnya
nyeri), riwayat pengobatan, dan riwayat penyakit lain/ penyakit dahulu
yang signifikan. Pertanyaan tentang dampak nyeri juga penting. Pada
kondisi nyeri kronik, maka harus ditanyakan apakah nyeri menggangu
tidur, menggangu aktivitas sehari-hari, dan menggangu pekerjaan.
Harapan dan nilai-nilai yang ada pada pasien terkait nyerinya juga
penting untuk digali. Diskusi yang panjang dengan pasien akan
strategi tatalaksana dan target pengurangan nyeri yang ingin dicapai
akan didasarkan pada penggalian riwayat nyeri yang seksama.

2. Pemeriksaan fisik dan neurologi


Pemeriksaan fisik dan neurologi yang teliti diperlukan. Kondisi
komorbiditas lain misalnya: tekanan darah tinggi harus dikonfirmasi.
Pemeriksaan neurologi ditujukan untuk mencari ada tidaknya

Pengkajian Nyeri 27
komponen nyeri neuropatik, mis: adanya atrofi, gangguan sensibilitas,
dan penurunan refleks.

3. Pemeriksaan modalitas khusus


Pemeriksaan modalitas khusus pada nyeri kronik ditujukan untuk
memastikan lokasi penyebab nyeri (pain generator), konfirmasi
tipe nyeri, dan ada/ tidak lesi patologik yang lain. Pemeriksaan QST
(Quantitative Sensory Testing) merupakan pemeriksaan sensorik
yang terpercaya untuk mengukur ambang nyeri dan toleransi
nyeri. Pemeriksaan sensorik khusus untuk mengukur allodynia dan
hiperakgesia seringkali diperlukan. Allodynia dingin diperantarai oleh
serabut A delta dan C, sementara allodynia panas diperantarai oleh
serabut C.
Pemeriksaan imaging (mis: rontgen polos, CT Scan, MRI) dan
pemeriksaan neurofisiologi (mis: EMG dan KHS/ Kecepatan Hantar
Saraf) seringkali diperlukan. Blok diagnostik dengan panduan C-arm
atau USG diperlukan untuk memastikan lokasi sumber nyeri (pain
generator). Pada beberapa kasus dapat dilakukan uji coba pemberian
terapi farmakologik untuk menilai respon nyeri.

7.2. Perangkat esesmen nyeri kronik


Berikut ini disampaikan beberapa perangkat esesmen nyeri
kronik yang umum digunakan dalam praktek klinik sehari-hari:

1. Brief Pain Inventory


Brief pain inventory dikembangkan dari Winconsin Brief Pain
Questionaire. Esesmen dengan BPI mengukur intensitas nyeri dan
dampaknya pada aktivitas harian. Esesmen  BPI menggunakan
Numeric Rating Scale dengan angka 0-10. Esesmen BPI dapat
diberikan dengan wawancara atau per telpon, dan dapat
diselesaikan antara 2-3 menit. Nyeri kronik pada umumnya

28 Pengkajian Nyeri
berlangsung diantara pagi sampai malam hari, sehingga esesmen
BPI akan menanyakan nyeri saat ini, nyeri terburuk, nyeri
terendah, dan rerata nyeri selama 24 jam. Lokasi nyeri diminta
untuk digambarkan.
Esesmen dengan BPI juga meminta informasi tentang  karakteristik
nyeri (terbakar, tersengat listrik, mencengkram), dan faktor-faktor
yang memperingan dan memperberat nyeri. Pertanyaan tentang
dampak nyeri terhadap aktivitas harian pasien ditanyakan
dalam beberapa aspek berikut ini: aktivitas secara umum,
mood, kemampuan berjalan, hubungan sosial, pekerjaan, tidur,
dan kesenangan hidup. Skala yang digunakan adalah NRS 0-10,
nilai 0 menggambarkan “nyeri tidak berdampak” dan nilai 10
menggambarkan “nyeri memiliki dampak yang sangat signifikan”.
2. McGill Pain Questionaire dan Short Form McGill Pain Questionaire
McGill Pain Questionaire mengkaji aspek sensorik, afektif-
emosional, dan temporal pada seorang pasien dengan nyeri.
Esesmen Short Form McGill Pain Questionaire berisi 11 pertanyaan
sensorik (nyeri tajam, terbakar, seperti tertembak, dsb), dan 4
pertanyaan afektif (rasa takut, perasaan sedih). Intensitas setiap
pertanyaan dibagi menjadi 0-3. Nilai 0 berarti tidak dan nilai 3
berarti sangat berat. Pasien ditanya pula intensitas nyerinya
dalam bentuk VAS.
3. Esesmen nyeri dari Massachusetts General Hospital
Adalah lembar singkat dari self report pasien dengan nyeri.
Esesmen mengandung pertanyaan tentang karakteristik nyeri,
intensitas nyeri (0-10), dampak nyeri, dan riwayat pengobatan.
4. Esesmen nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik merupakan bentuk nyeri kronik yang umum
dijumpai. Ada beberapa form esesmen nyeri neuropatik.

Pengkajian Nyeri 29
7.3. Evaluasi
Evaluasi sebuah kondisi nyeri kronik dianjurkan menggunakan
form dari IMPACT, yaitu The Initiative on Methods, Measurement,
and Pain Assessments in Clinical Trial yang berisikan 6 domain utama
evaluasi nyeri dalam uji klinik. Enam domain utama yang harus dinilai
adalah sbb: (1) nyeri, (2) status fungsional secara fisik, (3) status
fungsional secara emosi, (4) kepuasan pasien terhadap perbaikan
nyeri, (5) gejala lain dan efek samping yang terjadi selama pengobatan,
dan (6) data karakteristik pasien. Perbaikan nyeri digambarkan dalam
bentuk persentase pengurangan derajat nyeri dibanding kunjungan
sebelumnya dan jumlah obat analgesik yang harus diminum.
Pengurangan nyeri sebesar 10-20% diklasifikasikan sebagai perbaikan
minimal. Pengurangan nyeri sebesar 30% dinyatakan sebagai
pengurangan sedang, dan perbaikan dalam hal pengurangan nyeri
diatas 50% dinyatakan sebagai pengurangan yang signifikan.

30 Pengkajian Nyeri
BAB 8
ESESMEN NYERI NEUROPATIK

8.1. Klasifikasi nyeri neuropatik


Nyeri neuropatik dapat berasal dari lesi di semua jaringan
somatosensorik, mulai dari ujung saraf bebas di nosiseptor sampai
dengan neuron kortikal di otak. Nyeri neuropati dapat diklasifikasikan
berdasar lokasi (sentral dan perifer), etiologi, gejala, dan mekanisme.
Nyeri neuropati perifer dijumpai pada nyeri pasca herpes dan nyeri
neuropati diabetika. Nyeri neuropati sentral ditemui pada nyeri pasca
cedera medulla spinalis dan nyeri sentral pasca stroke.

Tabel 4. Klasifikasi nyeri neuropatik

Klasifikasi Keterangan
Lokasi • Central (spinal, thalamus, korteks)
• Perifer (nervus, plexus, ganglion radix dorsalis,
dan radix spinalis)
Etiologi • Trauma
• Iskemia
• Inflamasi
• Neurotoxic
• Paraneoplastic
• Metabolik
• Defisiensi
Gejala dan tanda • Kualitas nyeri
• Gejala positif dan gejala negatif
Mekanisme • Discharge ektopik
• Hilangnya inhibisi
• Sensitisasi perifer
• Sensitisasi sentral

Pengkajian Nyeri 31
Nyeri neuropatik dapat bersifat spontan atau dibangkitkan.
Gejala nyeri neuropatik dapat bersifat positif (misalnya: paraestesia
atau disestesia), dan dapat pula negatif (hipestesia). Dokter harus
mencurigai suatu kondisi nyeri neuropati bila menjumpai penderita
dengan keluhan nyeri seperti dibakar, kejutan listrik, ditusuk-tusuk,
dan kesemutan.

Tabel 5. Definisi gejala nyeri neuropatik

Terminologi Definisi
Paraestesia Sensasi abnormal, baik spontan atau dibangkitkan
Disestesia Sensasi abnormal tidak menyenangkan, baik spontan
atau dibangkitkan
Hipestesia Berkurangnya sensitivitas terhadap rangsang sensorik
(taktil maupun thermal)
Hiperestesia Meningkatnya sensitivitas terhadap rangsang sensorik
(taktil maupun thermal)
Hipoalgesia Berkurangnya respon nyeri pada rangsang sensorik
nyeri
Hiperalgesia Meningkatnya respon nyeri pada rangsang sensorik
nyeri
Allodinia Nyeri muncul pada rangsang sensorik yang seharusnya
tidak menimbulkan nyeri

Hipestesia sering dijumpai pada nyeri neuropatik diabetika.
Hiperalgesia dan allodinia seringkali dijumpai pada nyeri pasca
herpes. Paraestesia dan disestesia sering dijumpai pada nyeri pasca
stroke.

8.2. Perangkat esesmen


Esesmen pasien yang diduga menderita nyeri neuropatik
ditujukan untuk hal-hal berikut: (1) menentukan apakah benar suatu

32 Pengkajian Nyeri
nyeri neuropatik, (2) memastikan lokasi lesi saraf, (3) menentukan
kausa, (4) menentukan dampak nyeri pada status fungsional, dan (5)
menentukan dampak nyeri pada kondisi depresi, kecemasan, dan
gangguan tidur. Tabel 6 memperlihatkan perangkat esesmen untuk
nyeri neuropatik yang paling umum digunakan.

Tabel 6. Perangkat esesmen nyeri neuropatik


Pain ID
LANS DN4 NPQ
Detect Pain
Gejala
• Tertusuk, kesemutan X X X X X
• Kejutan listrik X X X X X
• Panas terbakar X X X X X
• Baal X X X X X
• Nyeri dibangkitkan X X X X
dengan sentuhan ringan
• Nyeri dibangkitkan X X
dengan dingin
Pemeriksaan fisik
• Allodinia pada gosokan X X
sikat X X
• Ambang rangsang nyeri
tusuk meningkat
LANS : Leeds Assessment of Neuropathic Symptoms and Sings
DN4 : Douleur Neuropathique 4 Questions
NPQ : Neuropathic Pain Questionnaire

Tabel diatas memperlihatkan ada 5 perangkat esesmen nyeri


neuropatik yang umum dikerjakan dalam praktek sehari-hari. Dua
esesmen diantaranya (LANS dan DN4) memasukkan komponen
pemeriksaan fisik. Perangkat esesmen ID pain tampaknya merupakan
perangkat esesmen yang paling sederhana dan dapat diterapkan
dalam praktek sehari-hari.

Pengkajian Nyeri 33
8.3. Konfirmasi diagnosis dan diagnosis penunjang
Nyeri yang muncul pada distribusi saraf (misalnya: radicular atau
dermatomal) dan nyeri yang terjadi pasca kerusakan saraf (misalnya:
hemiparaestesia pasca stroke, atau lesi allodinia pasca herpes) harus
dicurigai sebagai nyeri neuropatik. Pada beberapa kasus (misalnya:
herpetic neuralgia) tidak terlalu diperlukan tes penunjang tambahan.
Pasien dengan nyeri terbakar dan kesemutan pada salah satu lengan
atau tungkai seringkali perlu menjalani pemeriksaan neurofisiologi
(ENMG/ Electro Neuro-Myo Grafi) untuk mengkonfirmasi apakah
nyeri berasal dari radikulopati saraf spinal atau suatu neuropati
jebakan (misalnya: Carpal Tunnel Syndrome).
Pasien dengan dysestesia atau hipestesia pada ujung-ujung
ekstremitas (glove and stocking distribution) menunjukkan suatu
kondisi polineuropati. Pada beberapa kasus penyebabnya jelas
(misalnya: diabetes atau uremia), namun pada beberapa kasus yang
lain perlu dilakukan pelacakan sistematis untuk penentuan kausa
(infeksi, metabolik, sindroma paraneoplastik, toksik). Esesmen nyeri
harus dilakukan secara berkala pada setiap kunjungan pasien untuk
melihat perkembangan terapi dan pemantauan hasil pengobatan.

34 Pengkajian Nyeri
BAB 9
ESESMEN ULANG DAN DOKUMENTASI

9.1. Esesmen ulang nyeri


Esesmen ulang merupakan proses re-esesmen dan juga evaluasi
terhadap keberhasilan tindakan yang dilakukan oleh petugas
kesehatan (dokter, perawat, petugas kesehatan lain) untuk mengatasi
nyeri yang dirasakan pasien. Proses re-esesmen ini dilakukan pada
setiap pasien yang memiliki keluhan nyeri pada esesmen sebelumnya
dan telah dilakukan tindakan untuk mengatasi rasa nyeri tersebut.
Frekwensi penilaian atau waktu pelakasanaan reasesmen sangat
tergantung pada derajat dan intensitas nyeri yang dirasakan pasien.
Waktu pelaksanaan re-esesmen dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:

Tabel 7. Rekomendasi re-esesmen pasien nyeri

No Derajat/Intensitas Pelaksanaan re-esesmen


nyeri pasien
1 Tidak Nyeri Dilakukan setiap 3 hari sekali atau sewak-
tu-waktu jika kondisi pasien mengalami
(skala nyeri ) perubahan yang meningkatkan stimulus
terhadap timbulnya rasa nyeri.
2 Nyeri Ringan Dilakukan sekali setiap 24 jam sekali atau
pertama kali di evaluasi 30 menit setelah
Skala Nyeri: 1 - 3 pemberian anlgetik
3 Nyeri Sedang Dilakukan minimal sekali setiap shift jaga
atau bisa dilakukan lebih dari satu kali jika
Skala Nyeri: 4 – 6 dirasa nyeri mengganggu aktivitas pasien.
Pertama kali setelah pemberian analgetik
harus dievaluasi pertama kalai setelah 15
menit.

Pengkajian Nyeri 35
4 Nyeri Berat Dilakukan minimal setiap 1 jam sekali atau
jika perlu dilakukan lebih dari satu kali.
Skala Nyeri: 7 - 10 Pada pemberian analgetik harus dilakukan
evaluasi pertama kali setelah 15 menit.

9.2. Esesmen lanjutan nyeri


Esesmen lanjutan merupakan proses mencari informasi yang
diperlukan untuk memutuskan program penatalaksanaan nyeri yang
dirasakan pasien sesuai dengan derajat, intensitas, lokasi maupun
etiologi nyeri secara lebih spesifik. Esesmen lanjutan dilakukan jika
pada proses screening nyeri, esesmen nyeri, esesmen ulang nyeri
ditemukan data bahwa nyeri berlum teratasi dengan baik.
Esesmen lanjutan nyeri juda dilaksanakan dengan
mempertimbangkan keputusan medis terhadap perlunya tindakan
tertentu. Esesmen lanjutan nyeri dilakukan dengan menggunakan
beberapa alat pemeriksaan penunjang untuk mendapatkan data
yang lebih akurat.

9.3. Dokumentasi Esesmen Nyeri


Berikut ini contoh salah satu lembar dokumentasi esesmen nyeri.

Lembar pengkajian nyeri


1. Nama :
2. No Rekam Medik :
3. Usia :
4. Jenis kelamin :
5. Alamat :
6. Durasi nyeri :

36 Pengkajian Nyeri
7. Seberapakah derajat nyeri anda saat ini ? (beri lingkaran)

8. Berapakah derajat nyeri yang terhebat selama 4 minggu terakhir?


(beri lingkaran)

9. Berapakah rerata derajat nyeri anda dalam 4 minggu terakhir?

10. Deskripisikan nyeri anda (Pilih salah satu)


a. Nyeri persisten tanpa fluktuasi
b. Nyeri menyerang dengan periode bebas nyeri diantaranya
c. Nyeri persisten dengan serangan nyeri hebat mendadak
d. Nyeri sedang menyerang dengan periode nyeri ringan
diantaranya
11. Apakah nyeri anda menjalar ? YA/ TIDAK
12. Tandai daerah nyeri anda

Pengkajian Nyeri 37
13. Jawablah pertanyaan berikut dengan memberi tanda silang (X)
pada kolom yang tersedia

Tidak Jarang Sangat


Jarang kadang Sering
pernah sekali sering
(2) (3 (4)
(0) (1) (5)
Ada rasa terbakar di
daerah nyeri
Ada rasa geli atau
tusukan jarum atau
kesemutan di daerah
nyeri
Tekanan ringan dari
selimut atau baju
membangkitkan
nyeri
Ada serangan nyeri
mendadak seperti
tersengat listrik

38 Pengkajian Nyeri
Apakah pemberian
sensasi dingan atau
hangat membangkit-
kan nyeri
Adakah rasa baal/
tebal pada area
nyeri
Apakah tekanan
ringan dengan jari
membangkitkan
nyeri

Nilai minimal 0 dan nilai maksimal 35, tambahkan skor 2 bila nyeri menjalar
Skor 0-12 : nyeri murni nosiseptif
Skor 13-18 : meragukan adanya komponen nyeri neuropatik
Skor > 19 : jelas ada komponen neuropatik
14. Adakah penyakit penyerta ?
15. Riwayat pengobatan sebelumnya ?
16. Kapan nyeri anda memburuk ? (pagi, siang, malam)
17. Hal-hal yang memprovokasi munculnya nyeri anda ?
18. Seberapa besar pengobatan anda sebelumnya menolong anda ?
19. Apakah mengganggu tidur ?
20. Adakah riwayat trauma sebelumnya ?

Kesimpulan
1. Nyeri akut / kronik
2. Derajat nyeri saat ini ringan/ sedang/ berat
3. Tipe nyeri nosiseptif/ campuran/ neuropatik
4. Rencana tindak lanjut :

Pemeriksa (Nama terang dan paraf) ............................................


Tanggal...............................

Pengkajian Nyeri 39
BAB 10
ESESMEN DAN TATALAKSANA NYERI RASIONAL
DI ERA JKN

10.1. Perubahan paradigma pelayanan kesehatan


Pada tanggal 1 Januari 2014 terjadi perubahan yang sangat
besar dalam pola pembayaran pembiayaan kesehatan di Indonesia.
Pemberlakuan Jaminan Kesehatan Nasional  (JKN) merubah pola
pembiayaan secara signifikan. Pola pembayaran yang pada awalnya
berbasis fee for services menjadi prospektif dalam bentuk grouping
dari Ina-CBG (Indonesia Case Based Group). Risiko finansial yang pada
pola pembayaran fee for services sangat kecil bagi pemberi pelayanan
kesehatan menjadi relatif lebih besar pada era JKN.
Pada era JKN diperlukan perubahan pola pandang bagi pemberi
pelayanan kesehatan dalam bentuk pengelolaan yang lebih bijak,
pemeriksaan penunjang yang sesuai indikasi, dan pengobatan
rasional yang berbasis Evidence Based Medicine (EBM). Pilihan terapi
farmaka berbasis pada EBM adalah mengedepankan manfaat terapi
yang sebesar-besarnya, risiko efek samping yang seminimal mungkin,
dan biaya yang paling terjangkau.

10.2. Pengelolaan nyeri yang lebih rasional


Nyeri merupakan salah satu alasan pasien berobat ke RS.
Pasien dengan nyeri  merupakan proporsi terbesar kunjungan ke RS.
Pengelolaan yang rasional diperlukan dalam hal penegakan diagnosis
dan pemberian terapi. Pengobatan yang rasional dimulai dengan
penegakan diagnosis yang tepat, memberikan obat sesuai indikasi,
dosis dan cara pemberian yang tepat, penjelasan dalam bentuk
informasi yang memadai, kewaspadaan akan efek samping, dan

40 Pengkajian Nyeri
pemilihan obat yang cost efektif. Pada kasus nyeri penatalaksanaan
yang rasional dimulai dengan esesmen yang baik. Esesmen nyeri yang
baik meliputi 3 L, yaitu Listen, Look, dan Locate. Listen pada esesmen
nyeri adalah mendengarkan dan menggali keluhan pasien dengan
seksama. Look adalah melakukan pemeriksaan fisik yang teliti. Locate
adalah memastikan organ penyebab nyeri (pain generator) berdasar
pemeriksaan penunjang.
Nyeri adalah tanda vital kelima yang harus dinilai dan dinilai ulang
secara berkala. Komponen listen dan look untuk kasus nyeri pada
umumnya akan mengambil 3 kesimpulan penting, yaitu: nyeri akut
atau kronik, nosiseptif/ neuropatik/ campuran, dan seberapa berat
intensitas nyeri. Nyeri kronik memerlukan pendekatan pengobatan
yang sedikit berbeda dengan nyeri akut. Nyeri neuropatik memerlukan
terapi farmaka yang berbeda dengan nyeri nosiseptif. Intensitas
nyeri berat memerlukan obat yang  berbeda dari nyeri intensitas
ringan/ sedang. Bila dicurigai pain generator berasal dari suatu organ
tertentu (mis: radiks saraf pada kasus nyeri punggung bawah), maka
dapat dilakukan tindakan pemeriksaan penunjang untuk konfirmasi
(locate).

10.3. Terapi farmaka berbasis Evidence Based Medicine


Pemilihan terapi farmaka nyeri dalam kerangka Evidence Based
Medicine harus mempertimbangkan tiga aspek, yaitu : manfaat,
risiko efek samping, dan biaya. Manfaat suatu obat anti nyeri dalam
memberikan efek analgesia ditunjukkan dalam besaran NNT (Number
Needed to Treat). Nilai NNT menggambarkan berapa jumlah pasien
yang harus diterapi untuk mendapatkan pengurangan nyeri lebih dari
50% pada seorang pasien. Nilai NNT 3 menunjukan bahwa diantara 3
orang yang mendapat terapi akan ada 1 orang dengan pengurangan
nyeri lebih dari 50 persen. Semakin kecil nilai NNT maka semakin baik.
Nilai NNT yang baik untuk suatu analgetika adalah berkisar antara 2-5.

Pengkajian Nyeri 41
Sebuah obat bagaikan pisau bermata dua yang memiliki efek
manfaat dan potensi risiko efek samping. Penilaian akan efek samping
obat diberikan dalam besaran NNH. Nilai NNH (Number Needed to
Harm) menggambarkan berapa jumlah pasien yang harus terpapar
dengan obat untuk munculnya efek samping pada seorang pasien.
Nilai NNH yang besar adalah semakin baik. Sebuah obat memiliki
NNH untuk mual 20 artinya diantara 20 pasien yang mengkonsumsi
obat tersebut akan ada 1 pasien yang mengalami efek samping mual.
Pemberian informasi yang memadai dan kewaspadaan akan efek
samping merupakan hal lain yang harus diperhatikan. Pasien dengan
nyeri kronik akan meminum obat dalam jangka panjang. Pada pasien
tersebut penyampaian informasi yang memadai akan manfaat dan
risiko pengobatan merupakan suatu keharusan. Pemantauan akan
efek samping perlu dilakukan secara berkala. 
Di era Jaminan Kesehatan Nasional biaya menjadi aspek
penting lain yang harus dipertimbangkan, sehingga pemilihan obat
akan didasarkan pada obat yang memiliki manfaat terbesar, risiko
terkecil, dan biaya paling terjangkau. Bila ada 2 obat dengan manfaat
yang sama, maka akan dipilih obat dengan harga paling ekonomis.
Pengobatan yang rasional di era JKN telah dibantu oleh kehadiran
Formularium Nasional yang dikembangkan berbasis Evidence Based
Medicine. Pengadaan obat dilakukan dalam sebuah sistem e-catalog
yang sangat transparan dan akuntabel.
Nyeri sebagai masalah utama di pelayanan kesehatan perlu
dikelola dengan rasional berbasis pendekatan Evidence Based
Medicine. Pengelolaan yang rasional diharapkan memberikan luaran
yang lebih baik bagi pasien-pasien yang kita rawat. 

42 Pengkajian Nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Bashir MSM, Khade A, Borkar P, et al, A Comparative Study Between


Different Rating Scales in Patients with Osteoarthritis, Indian J
Psychol Pharmacol, 57(2): 205-208
Bervik H, Borchgrevink PC, Allen SM< et al, 2008, Assessment of Pain,
British Journal of Anaesthesia, 101(1): 17-24
Chung IS, Sim WS, Kim CS, et al, 2001, Nurse’s Assessment of
Postoperative Pain: Can it be Alternative to Patient’s Self Report?J
Kor Med Sci, 16:784-8
Coll AM, Ameen JRM, Mead D, 2004, Postoperative Pain Assessment
Tools in Day Surgery: Literature Review, Journal of Advanced
Nursing, 46(2):124-133
Gkotsi A, Petras D, Sakalis V, et al, 2010, Pain Point System Scale (PPS):
A Method for Postoperative Pain Estimation in Retrospective
Studies, Journal of Pain Research, 5:503-510
Gregory J, Richardson C, 2014, The Use of Pain Assessment Tools in
Clinical Practice: A Pilot Survey, J Pain Relief, 3:140
Hauget A, Stinson JN, McGrath PJ, 2010, Measurement of Self Reported
Pain Intensity in Childrens and Adolescents, J of Psychosomatic
Res, 68:329-336
Herr K, Coyne PJ, McCaffery M, 2011, Pain Assessment in The Patient
Unable to Self Report: Position Statement with Clinical Practice
Recommendations, Pain Manag Nurs, 12(4)
Herr K, Coyne PJ, Manworren R, 2006, Pain Assessment in the
Non Verbal Patient: Position Statement with Clincal Practice
Recommendations, Pain Manag Nurs, 7(2)
Hawker GA, Main S, Kendreszka, T, et al, 2011, Measures of Adult
Pain, Arthritis Care and Research, 63(11)

Pengkajian Nyeri 43
Jones L, Othman M, Dowell T, et al, 2012, Pain Management for
Women in Labour: An Overview of Systematic Review, Cochrane
Database of Systematic Review, 3(4)
Mackintosh C, 2007, Assessment and Management of Patients with
Postoperative Pain, Nursing Standard, 22:5:49-55
Stites M, 2013, Observational Pain Scales in Critically Ill Adults, Citical
Care Nurse, 33(3)
Thomas SH, 2013, Management of Pain in the Emergency Department,
Emerg Med, 53:11
Tomlinson D, Baeyer CL, Stinson JN, Sung L, 2010, A Systematic
Review of Faces Scales for The Self Reported of Pain Intensity in
Children, Pediatrics, 126(5)
Walden M, Gibbins S, 2008, Pain Assessment and Management
Guideline, National Association of Neonatal Nurses

44 Pengkajian Nyeri
LAMPIRAN

Pengkajian Nyeri 45
46 Pengkajian Nyeri
Pengkajian Nyeri 47
48 Pengkajian Nyeri
Pengkajian Nyeri 49
50 Pengkajian Nyeri
Pengkajian Nyeri 51
52 Pengkajian Nyeri
INDEKS
A O
Analgesia 16, 19, 24, 25, 41 Onset 10, 13
Allodinia 6, 32, 33, 34 Observasi 18
B Oral 12
Behavioral Pain Scale 23 P
C Pain Detect 33
Critical Pain Scale 22
D Q
Disabilitas Questionaire 28, 29
E R
Evoked pain Rasional iv, 40, 41, 42
H T
Handicap Time
K Transmisi 3
Kuesioner V
L VAS 10, 16, 17
LANS 34 W
M Wong Baker 16, 24
Maladaptif vii, 2
Modulasi 3
N
Nosiseptif 1, 2, 3, 5, 10,
40, 42
Numeric Pain Scale 15, 18,
24, 25

Pengkajian Nyeri 53
54 Pengkajian Nyeri

Anda mungkin juga menyukai