Anda di halaman 1dari 5

PENYELESAIAN PERKARA WARIS DI PENGADILAN AGAMA MEDAN

(ANALISIS PUTUSAN NOMOR:105/Pdt.G/2019/PTA.Mdn)


Oleh: Vasya salsabilla lubis (2029061032)

Pendahuluan
Manusia dalam kehidupan di dunia ini mengalami tiga peristiwa penting, yaitu pada waktu ia lahir,
kawin, dan waktu meninggal dunia. Pada waktu seseorang dilahirkan tumbuh tugas baru di dalam
keluarganya.Pada peristiwa perkawinan seseorang bertemu dengan kawan hidupnya untuk
membangun dan menunaikan hak dan kewajibannya dalam menjalankan kehidupan berumah
tangga. Kemudian suatu saat manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa yang disebut kematian
yang tentunya akan berakibat pula kepada benda yang ia peroleh masa hidupnya, hal itu
menyangkut kepada siapa harta benda tersebut akan dialihkan, karena harta ini tidak serta merta
dapat diambil atau diberikan oleh si pewaris kepada siapapun (sebelum ia meninggal). Dalam
persoalan harta waris ini ada hukum yang mengatur yaitu hukum waris.
Dalam proses pembagian harta warisan tidak selamanya berjalan dengan lancar sesuai dengan
keinginan para ahli waris dan orang tua yang telah meninggal. Di masyarakat seringkali terjadi
keributan keluarga dikarenakan perselisihan dalam pembagian harta warisan. Perselisihan sengketa
warisan, dapat diselesaikan melalui Pengadilan Agama, khusus untuk yang beragama Islam, maka
sengketa waris diselesaikan di Pengadilan Agama, hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 49 Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama yang sekarang telah diubah menjadi
Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, yang menyebutkan bahwa:2
(1) Pengadilan Agama berwenang dan bertugas memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-
perkara di tingkat pertama antara orang-orang beragama islam:
a. Perkawinan.
b. Pewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum islam.
c. Wakaf dan sadaqah.
(2) Bidang perkawinan, dan seterusnya.
(3) Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf b
ialah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan,
penentuan bagian masing-masing ahli waris dan melaksanakan pembagian harta peninggalan
tersebut.
Salah satunya sengketa yang telah terjadi dan diajukan ke Pengadilan Agama adalah sengketa waris
yang terjadi di wilayah hukum Pengadilan Agama Rantau Parapat Sumatera Utara. Di mana pewaris
memiliki empat orang anak Yang bernama Ahmad bahagia Dalimunthe (laki laki), Zulkarnaen
Dalimunthe (laki laki), Sapriana Dalimunthe (perempuan), nur Azizah (perempuan). Setelah anak laki-
laki pewaris meninggal, anak perempuan pewaris menuntut pembagian harta secara natura.
Dari uraian tersebut maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1. Apakah dasar pertimbangan hakim Pengadilan Agama Medan memutuskan sengketa warisan
dalam perkara pembagian warisan berdasarkan Putusan Nomor 150/Pdt.G/2019/PTA.Mdn.

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, maka penelitian ini dilakukan dengan
tujuan : a. Untuk mengetahui dasar pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Medan memutuskan
sengketa warisan dalam Perkara Pembagian Warisan berdasarkan Putusan Nomor
150/Pdt.G/2019/PTA.Mdn.

Pembahasan
Dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Medan Memutuskan Sengketa Warisan Dalam
Perkara Pembagian Warisan Berdasarkan Putusan Nomor 150/Pdt.G/2019/PTA.Mdn.
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG memeriksa
perkara perdata dalam tingkat kasasi telah mengambil putusan sebagai berikut dalam Perkara :
Mhd Efendi Dalimunthe Bin Ishak Dalimunthe, tempat dan tanggal lahir Rantauprapat, 07 Oktober
1963, agama Islam, pekerjaan Petani, Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, tempat kediaman di
Dusun Mampang Desa Mampang Kecamatan Kota Pinang Kabupaten Labuhanbatu Selatan, dalam
hal ini memberikan kuasa khusus kepada R. Sujoko, SH, Bahren , SH dan Khairul Akhyar, SH, Advokat
yang berkantor di Jalan Aek
Matio No. 07 Rantauprapat, Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhan Batu, berdasarkan surat
kuasa khusus tanggal 01 Desember 2018, yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama
Rantauprapat Nomor 737/HK.05/12/2018 tanggal 3 Desember 2018 dahulu sebagai Tergugat
sekarang sebagai Pembanding:
Melawan:
Saprina Dalimunthe Binti Mhd. Efendi Dalimunthe, tempat dan tanggal lahir Pematang Seleng, 14
Oktober 1986, agama Islam, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama, tempat kediaman di Dusun Mampang Desa Mampang Kecamatan Kota Pinang Kabupaten
Labuhanbatu Selatan
sebagai PenggugatI:
Nur Azizah Dalimunthe Binti Mhd. Efendi Dalimunthe, tempat dan tanggal lahir Padang Pasir, 20 Juni
1993, agama Islam, pekerjaan Ibu Rumah Tangga, Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, tempat
kediaman di Dusun Mampang Desa Mampang
Kecamatan Kota Pinang Kabupaten Labuhanbatu Selatan, sebagai Penggugat II, dalam hal ini
Penggugat I dan Penggugat II memberikan kuasa kepada Sunita, S.H dan Nita Indira Utami, SH,
Advokat yang berkantor di Jalan Padang Matinggi No. 58 Rantauprapat berdasarkan surat kuasa
khusus tanggal 17 September 2018, yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama
Rantauprapat Nomor 576/HK.05/9/2018tanggal23September2018dahulu sebagai Penggugat I dan
Penggugat II sekarang sebagai Terbanding I dan Terbanding II;

Mahkamah Agung tersebut :


Membaca surat-surat yang bersangkutan Menimbang,:
1.Menetapkan bagian masing-masing dari ahli waris, sebagaimana tersebut pada poin 7 diktum di
atas, atas harta warisan almarhumah Mahnurlam binti M. Yunus sebagaimanatersebutdalamangka9
sebagaiberikut:
a. Mhd. Efendi Dalimunthe bin Ishak Dalimunthe (sebagai suami/Tergugat ) berhak memperoleh
sebesar 4/12 bagian = 25 % x harta warisan Mahnurlam;
b. Saprina Dalimunthe binti Mhd Efendi Dalimunthe (sebagai anak perempuan/Penggugat I) berhak
memperoleh sebesar : 4,5/12 bagian = 37,5 % X harta warisan Mahnurlam;
c. Nur Azizah binti Mhd Efendi Dalimunthe (sebagai anak perempuan/ Penggugat II) : berhak
memeperoleh sebesar 4,5/12 bagian = 37,5 % x harta warisan Mahnurlam;
2. Menghukum Tergugat untuk membagi dan menyerahkan harta warisan tersebut secara natura
atau apabila tidak dapat dibagi secara natura maka diserahkan
kepadaKantorlelangNegarauntukdijuallelangdan hasilnyadiserahkankepada masing-masing ahli waris
yang berhak sesuai dengan bagian masing-masing sebagaimana tersebut dalam angka 10 diktum
putusan ini;
3.Membaca akta permohonan banding yang dibuat di hadapan Panitera Pengadilan Agama
Rantauprapat yang menyatakan bahwa pada tanggal 25 Juni 2019 Pembanding/Kuasanya telah
mengajukan permohonan banding atas putusan Pengadilan Agama a quo permohonan banding
tersebut telah diberitahukan kepada pihak lawannya pada tanggal 28 Juni 2019;
4.Menimbang, bahwa Pembanding telah mengajukan memori bandingnya tertanggal 17 Juli 2019,
memori banding mana telah disampaikan kepada Kuasa Terbanding tanggal 19 Juli 2019, kemudian
kuasaTerbanding telah pula menyampaikan kontra memori banding tertanggal 22 Juli 2019; dan
telah diberitahukan kepada Pembanding/Kuasa tanggal 24 Juli 2019

Pertimbangan hukum
Menimbang, bahwa apa yang sudah diuraikan pembanding di dalam memori bandingnya bahwa
harta-harta yang disebutkan Terbanding/Penggugat didalam posita gugatan point, 7.2,7.3 dan poin
7.7, bukanlah harta bersama antara Tergugat/Pembanding dengan istrinya Mahnurlam Binti M.
Yunus, akan tetapi merupakan harta warisan dari orang tuaTergugat/Pembanding ( M. Efendi
Dalimunthe) yang bernama Ishak Dalimunthe, namun kenyataannya sesuai dengan fakta di
persidangan bahwa harta-harta tersebut, semula adalah kepunyaan Ishak Dalimunthe kemudian
beralih kepemilikannya kepada Amir Hamzah Dalimunthe lalu oleh Tergugat/Pembanding dibeli
kembali dari Amir Hamzah Dalimunthe semasa perkawinan Tergugat/Pembanding dengan Alm.
Mahnurlam, sehingga dengan demikian senyatanya bahwa harta-harta tersebut diperoleh semasa
perkawinan sehingga menjadi harta bersama berdasarkan ketentuan Pasal 35 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan yang berbunyi “ Harta benda yang diperoleh
selama perkawinan menjadi harta bersama”
Menimbang bahwa harta-harta yang diperoleh selama perkawinan sekaligus menjadi harta bersama
antara suami istri yang apabila salah satu meninggal dunia, maka yang masih hidup mendapat
separuh dari harta yang ada, sedangkan separuh lagi merupakan harta warisan Pewaris yang
menjadi hak untuk di bagikan kepada ahli warisnya, sesuai dengan ketentuan Pasal 96 ayat (1)
Kompilasi Hukum Islam yang berbunyi “ Apabila terjadi cerai mati maka separoh harta bersama
menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama “;
Menimbang, bahwa ukuran dan batas-batas yang terdapat dalam surat gugatan Penggugat
merupakan ukuran lebih kurang, dan untuk meyakinkan Majelis Hakim dilakukan sidang
pemeriksaan setempat (desente), maka dengan meminta bantuan pengukuran dari juru ukur Badan
Pertanahan Nasional setempat, maka diperoleh kepastian hukum dalam ukuran dan batas-batas
terakhir dan pasti, dengan demikian Majelis Hakim menetapkan ukuran yang diambil berdasarkan
dan berpegang pada ukuran dan batas-batas tersebut dalam pemeriksaan setempat (desente)
sebagaimana telah dinyatakan oleh Penggugat dan Tergugat dalam sidang penyampaian hasil
desente tanggal 11 Pebruari 2019;

Menerima permohonan banding Pembanding

Kesimpulan
Ketentuan hukum waris tidak dapat dipisahkan dengan hukum perkawinan. Paling tidak dapat di-
kemukakan dua alasan, yaitu pertama, penentuan ahli waris dimulai dari adanya perkawinan. Oleh
karena itu janda atau duda adalah ahli waris, demikian juga hasil perkawinan berupa anak keturunan
mereka adalah ahli waris. Kedua, penentuan harta waris didasarkan pada separuh harta bersama
yang diperoleh selama perkawinan, ditambah dengan harta bawaan. Dalam hubungan dengan hal ini
Pitlo menyata-kan bahwa hukum waris itu merupakan campuran antara bidang yang dinamakan
hukum kekayaan dan hukum kekeluargaan.

Selama ini di masyarakat banyak persoalan pembagian waris diajukan kepada Pengadilan Negeri,
tidak peduli apakah pada pihak yang bersengketa itu orang Islam atau non Islam. Padahal menurut
hitungan jumlah umat Islam di Indonesia adalah terbesar, maka logika politisnya, jika persoalan
waris bagi keluarga muslim diserahkan kewenangannya kepada Peradilan Negeri, maka akan
merugikan umat Islam secara relegius, tetapi juga merugikan umat Islam secara politis.

Kewenangan mengadili/ kekuasa- an absolut peradilan agama telah diatur secara khusus pada Bab II
pasal 49 Sangsi dengan pasal 53 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989. Pasal 49 ayat (1) berbunyi :
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa memutus, dan menyelesaikan perkara-
perkara di tngkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan,
kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum wakaf dan shodaqoh.

Saran
Saran saya adalah Setelah mengikuti cara pembagian waris di Pengadilan Agama, khususnya di
Pengadilan Agama Medan, saran yang dapat saya sampaikan adalah bagi masyarakat yang mepunyai
masalah dalam pembagian waris jangan enggan untuk mengajukan perkaranya ke Pengadilan Agama
karena dalam pembagian tersebut telah menggunakan banyak pertimbangan dan ditangani oleh
hakim-hakim yang ahli dalam bidang perdata Islam. Untuk mengatasi kendala dalam pelaksanaan
hukum kewarisan khususnya yang berkenaan dengan ketentuan ahli waris pengganti, diharapkan
kepada seluruh pihak yang terkait agar meningkatkan sosialisasi tentang hukum waris Islam untuk
memasyarakatan ketentuan hukum tersebut sehingga kesadaran masyarakat pada masa yang akan
datang dapat lebih meningkat.

Anda mungkin juga menyukai