Anda di halaman 1dari 11

Hubungan Trait Kepribadian dan Impulse Buying pada Pengguna

E-Commerce “X”

Sheryl Natasha Permana dan Ira Adelina


Fakultas Psikologi, Universitas Kristen Maranatha, Bandung
e-mail: shershersheryl@gmail.com, iraadelina.psi@gmail.com

ABSTRAK

Peran faktor intrinsik khususnya kepribadian pada perilaku pembelian impulsif dalam melakukan
transaksi online masih belum banyak diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
trait kepribadian dengan impulse buying pada perempuan emerging adulthood pengguna e-commerce “X”
di Kota Bandung. Terdapat 320 perempuan emerging adulthood yang berpartisipasi di dalam penelitian ini
yang dipilih berdasarkan teknik accidental sampling. Penelitian ini menemukan bahwa trait
conscientiousness (r = -0,223) dan trait neuroticism (r = 0,326) memiliki hubungan dengan pembelian
impulsif yang tergolong lemah. Sedangkan trait openness to experience, extraversion, dan agreeableness
tidak berkorelasi secara signifikan dengan pembelian impulsif. Kesimpulan yang diperoleh adalah terdapat
hubungan negatif yang signifikan antara trait conscientiousness dan impulse buying. Sedangkan trait
neuroticism memiliki hubungan positif yang signifikan dengan impulse buying.

Kata kunci: Impulse Buying, Big Five, Trait Kepribadian, E-commerce, Perempuan

ABSTRACT

The role of intrinsic factors, especially personality in generating impulse buying behavior through
online transactions, remains under-researched. This study aims to determine the relationship between
personality trait and impulse buying in emerging adulthood women who uses e-commerce "X" in the city
of Bandung. There are 320 emerging adulthood women who participated in this study that were selected
based on accidental sampling technique. This study found that conscientiousness (r = -0.223) and
neuroticism (r = 0.326) are significantly correlated with impulse buying which correlation is relatively
weak. Whereas openness to experience, extraversion, and agreeableness do not correlate significantly with
impulse buying. The conclusion is that there is a significant negative relationship between
conscientiousness and impulse buying. While neuroticism has a significant positive relationship with
impulse buying.

Keywords: Impulse Buying, Big Five, Personality Traits, E-commerce, Women

Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 5 No 1 Bulan Maret 2021 1


I. PENDAHULUAN ditunjukkan dengan semakin banyak online shop
dan marketplace yang muncul (Mars Indonesia,
Perilaku pembelian masyarakat Indonesia 2017). Situs e-commerce di Indonesia terus
pada saat ini dapat dikatakan cenderung bermunculan seperti Tokopedia, Bukalapak,
konsumtif. Konsumen seringkali melakukan Shopee, Blibli dan Lazada. Riset Snapcart yang
pembelian yang melebihi rencana pembelian dilakukan pada bulan Januari 2018 yang
awal. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan melibatkan 6.123 responden mengenai perilaku
masyarakat Indonesia semakin konsumtif dan belanja e-commerce di Indonesia menunjukkan
mulai meninggalkan kebiasaan menabung. Hal bahwa “X” merupakan e-commerce paling
ini tecermin dari menurunnya Marginal populer dan paling sering digunakan oleh
Propensity to Save (MPS) dan naiknya Marginal konsumen. E-commerce “X” adalah mobile-
Prosperity to Consume (MPC) yang merupakan application yang di dalamnya merupakan
kecenderungan menggunakan uang untuk market-place atau pusat perbelanjaan online
berbelanja. Dengan penurunan MPS masyarakat dimana pelanggan dapat berbelanja dengan
lebih banyak mengeluarkan uang untuk konsumsi mendapatkan update terkini langsung dari
ketimbang untuk ditabung (kompas.com, 2015). penjual di e-commerce “X”. Diungkapkan bahwa
kota-kota dengan jumlah penduduk terbanyak
Lembaga Riset Kadence Internasional yang menggunakan e-commerce “X” adalah
Indonesia mengungkapkan bahwa sebanyak 28% antara lain Jakarta, Bandung, dan Surabaya
masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan gaya (teknologi.bisnis.com, 2018).
hidup konsumtif yang tidak sehat sejak 2015 dan
terus meningkat. Riset ini dilakukan dengan Dari segi frekuensi belanja, “X” menjadi e-
mencatat pengeluaran bulanan sejumlah commerce dengan frekuensi belanja tertinggi
responden, kebanyakan dari mereka tidak sadar dibandingkan dengan e-commerce Berdasarkan
telah membelanjakan uang di luar perencanaan hasil rekapitulasi e-commerce “X” sepanjang
dalam jumlah yang besar dan terkejut dengan 2017, diketahui bahwa generasi milenial semakin
total pengeluarannya. Tidak jarang juga individu sering berbelanja online dengan kenaikan jumlah
melakukan pembelian hanya karena “lapar mata” generasi milenial yang membeli meningkat 5 kali
dan akhirnya barang yang dibeli tersebut lipat. Perilaku konsumen yang impulsif dominan
disimpan dan tidak pernah dipakai. Kemudian dilakukan oleh generasi milenial (CNN
menimbulkan perasaan menyesal telah membeli Indonesia, 2015) dengan menyebutkan angka
barang tersebut. Semua gambaran tersebut sebesar 50% generasi milenial merupakan
merupakan indikasi dari perilaku impulse buying. pelanggan yang paling impulsif di Asia Pasifik.
Generasi milenial atau generasi Y adalah generasi
Impulse buying merupakan kegiatan yang lahir pada tahun 1980 sampai dengan tahun
membeli yang dilakukan dengan cepat atau 2000, pada tahun ini individu-individu tersebut
spontan dan tidak rasional juga tidak telah berusia 20 sampai 40 tahun. Wood (1998)
direncanakan yang disertai oleh konflik pikiran dalam penelitiannya menemukan bahwa impulse
dan dorongan emosional untuk melakukan buying mengalami peningkatan pada usia 18
pembelian yang kuat (Verplanken & Herabadi, sampai 39 tahun dan menurun setelahnya.
2001). Dengan berkembangnya zaman dan
kemajuan teknologi, impulse buying juga hadir Kemudian Riset Snapcart mengungkapkan
dalam transaksi online yang disebut e-commerce. bahwa pembelanja rutin e-commerce didominasi
Menurut Kalakota dan Whinston (1997), oleh perempuan dengan angka sebanyak 65% dan
pengertian e-commerce adalah aktivitas belanja sisanya 35% pembelanja laki-laki. Berdasarkan
online dengan menggunakan jaringan internet penelitian yang dilakukan Rifelly Dewi Astuti
serta cara transaksinya melalui transfer uang dan Maria Fillippa (2008) menunjukan bahwa
secara digital. Perkembangan industri e- terdapat perbedaan impulse buying tendency
commerce yang sangat cepat di Indonesia score yang signifikan pada perempuan dan laki-

2 Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 5 No 1 Bulan Maret 2021


laki. Perempuan memiliki tingkat kecenderungan yang memiliki skor impulse buying yang tinggi
untuk melakukan impulse buying yang lebih adalah individu yang memiliki
tinggi dibandingkan laki-laki, khususnya pada conscientiousness, autonomy (openness) yang
kelompok emerging adult. Menurut Arnett rendah tetapi memiliki extraversion yang tinggi,
(2000) emerging adulthood adalah kelompok sedangkan agreeableness dan emotional stability
rentang usia 18-25 tahun. Pada tahap ini mereka (neuroticism) tidak berkorelasi dengan impulse
senang dalam mencoba berbagai hal baru, masih buying. Ada pun Farid dan Ali (2018) dalam
fokus terhadap diri sendiri, merupakan masa yang penelitiannya mengatakan bahwa openness,
rentan dan penuh ketidakstabilan baik dari segi extraversion, dan neuroticism berkorelasi positif
emosi maupun rasio sehingga mereka lebih dengan impulse buying kecuali agreeableness
mudah untuk terpengaruh baik secara internal dan conscientiousness. Sedangkan menurut
maupun eksternal yang pada akhirnya melakukan Shahjehan, Qureshi, Zeb, & Saifullah (2012),
perilaku impulse buying (dalam Robinson, 2015). seluruh traits kepribadian Big Five yaitu
openness, conscientiousness, extraversion,
Perilaku impulse buying seringkali terjadi agreeableness, dan neuroticism berkorelasi
karena berbagai hal seperti iklan, promosi produk positif dengan impulse buying.
atau jasa yang ditawarkan, baik dalam potongan
harga yang diberikan (diskon), free shipping Berdasarkan paparan di atas, traits
maupun dari segi penampilan produk yang kepribadian dalam the Big Five Personality
ditampilkan atau yang dipasarkan. Selain hal-hal tersebut memiliki hubungan yang berbeda-beda
yang telah disebutkan, terdapat beberapa faktor dengan kecenderungan impulse buying pada diri
lain yang dapat memengaruhi impulse buying, individu. Penelitian-penelitian sebelumnya
salah satunya adalah kepribadian. Kepribadian dilakukan di negara Pakistan dan Norway, selain
adalah pola sifat yang relatif permanen dan itu subjek penelitian yang disasar lebih umum
mempunyai karakteristik yang unik yang secara dan hanya yang melakukan pembelian secara
konsisten memengaruhi perilaku individu offline di toko atau mall. Oleh karena itu, peneliti
(McCrae dan Costa, 1997). tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai
hubungan trait kepribadian individu dan impulse
Penelitian sebelumnya mengenai impulse buying khususnya pada perempuan emerging
buying dan kepribadian dilakukan oleh Farid dan adulthood di Kota Bandung yang melakukan
Ali (2018), diungkapkan bahwa kepribadian pembelian secara online melalui e-commerce
memiliki peran dalam meningkatkan impulse “X”.
buying. Selain itu, Herabadi (dalam Badgaiyan &
Verma, 2014) menyatakan bahwa teori 2. METODOLOGI
kepribadian Big Five Personality berkorelasi
positif dengan impulse buying. Big Five Penelitian ini merupakan penelitian
Personality ini terdiri dari lima trait yaitu kuantitatif dengan menggunakan metode
openness, conscientiousness, extraversion, korelasional dengan tujuan untuk mengetahui
agreeableness, dan neuroticism (OCEAN). hubungan trait kepribadian dan impulse buying
Dimensi-dimensi atau traits ini juga biasa disebut pada perempuan emerging adult pengguna e-
dengan Big Five Model atau Five Factor Model commerce “X” di Kota Bandung. Metode
yang menggambarkan keseluruhan kepribadian pengumpulan data untuk penelitian ini
individu. Beberapa penelitian mengenai trait menggunakan desain cross-sectional study, yang
kepribadian dan impulse buying telah dilakukan mana pengumpulan data hanya dilakukan satu
dan hasilnya berbeda-beda. kali dalam satu periode. Pengambilan data
dilakukan secara online melalui kuesioner
Verplanken dan Herabadi (2001) berbentuk google form.
melakukan penelitian mengenai kecenderungan
impulse buying dan kepribadian yang hasilnya Alat ukur trait kepribadian dalam
berkorelasi secara signifikan dengan kepribadian, penelitian yang digunakan untuk mengetahui
termasuk trait dari Big Five Personality. Individu derajat dari kelima trait subjek penelitian,

Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 5 No 1 Bulan Maret 2021 3


diadaptasi dari Big Five Inventory (BFI) yang Aspek Item Positif Item Jumlah
berdasarkan konsep A Five-Factor Theory dari Impulse Negatif
Robert R. McCrae dan Paul T. Costa, Jr (2003) Buying
oleh Irene Prameswari Edwina (2012). Item skala Aspek 3,9,10 1,2,4,5,6 10
big five ini terdiri dari 40 item yang valid valid kognitif ,7,8
dengan nilai korelasi antara 0.30 – 0.798 dan Aspek 11,12,13,14,1 - 9
reliabilitas trait Openness sebesar 0,763, afektif 5,16,17,18,19
Conscientiousness sebesar 0,822, Extraversion TOTAL 19
sebesar 0,739, Agreeableness sebesar 0,655, dan
Neuroticism sebesar 0,702. Kuesioner ini Kedua kuesioner menggunakan Skala
menjaring penghayatan subjek penelitian akan Likert dengan enam buah jawaban yang masing-
trait yang dimilikinya. Jenis-jenis trait yang akan masing diberi skor. Skala tersebut terdiri dari
diukur terdiri dari Openness, Conscientiousness, pernyataan favorable (item positif) dan
Extraversion, Agreeableness, dan Neuroticism. unfavorable (item negatif). Pernyataan favorable
adalah pernyataan yang mendukung objek
Tabel 1 Kisi-Kisi Alat Ukur Trait Kepribadian sikapnya. Sedangkan pernyataan unfavorable
Jenis Trait Item Item Jumlah adalah pernyataan yang tidak mendukung objek
Positif Negatif sikapnya (Supratiknya, 1995). Dalam menjawab
Openness 5, 10, - 8 pernyataan tersebut, subjek diberi 6 kategori
20, 24, respon yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S),
28, 36, Cukup Sesuai (CS), Kurang Sesuai (KS), Tidak
37, 40 Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).
Conscientious 3, 8, 13, 18, 23, 10 Pada pernyataan favorable, respon SS akan
ness 27, 31, 39 mendapat skor 6, respon S akan mendapat skor 5,
32, 34 respon CS akan mendapat skor 4, dan seterusnya
Extraversion 1, 11, 6 8 hingga respon STS akan mendapat skor 1.
16, 21, Berlaku sebaliknya untuk pernyataan
25, 29, unfavorable.
33
Agreeableness 7, 15, - 7 Kuesioner diberikan pada sampel
17, 22, penelitian ini yang berjumlah 320 perempuan
26, 30, emerging adult pengguna e-commerce “X” di
38 Kota Bandung dengan teknik accidental
Neuroticism 2, 4, 12, 9 7 sampling. Selanjutnya, dilakukan pengujian
14, 19, dengan menggunakan teknik korelasi
35 Spearman’s Rho yang perhitungannya dilakukan
TOTAL 40 dengan bantuan program SPSS. Koefisien
korelasi memiliki nilai signifikan atau
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur menunjukkan adanya hubungan antar variabel
perilaku impulse buying adalah kuesioner yang diteliti (Sudarmanto, 2005)
Impulse Buying Tendency. Kuesioner impulse
buying ini dikembangkan berdasarkan aspek
Hipotesis :
kognitif dan aspek afektif menurut Verplanken
H1: Terdapat hubungan antara trait kepribadian
dan Herabadi (2001) yang telah disesuaikan oleh
openness dengan impulse buying pada
Ina Marchellyna F. (2013) ke dalam Bahasa
perempuan emerging adulthood pengguna e-
Indonesia. Item kuesioner impulse buying ini
commerce “X” di Kota Bandung.
terdiri dari 19 item valid dengan nilai korelasi
H2: Terdapat hubungan antara trait kepribadian
antara 0.30 – 0.823 dan reliabilitas sebesar 0,899.
conscientiousness dengan impulse buying pada
perempuan emerging adulthood pengguna e-
commerce “X” di Kota Bandung.
Tabel 2 Kisi-Kisi Alat Ukur Impulse Buying

4 Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 5 No 1 Bulan Maret 2021


H3: Terdapat hubungan antara trait kepribadian bertanggung jawab dalam melakukan
extraversion dengan impulse buying pada kewajibannya, terburu-buru, tidak teratur dan
perempuan emerging adulthood pengguna e- kurang dapat diandalkan dalam melakukan suatu
commerce “X” di Kota Bandung. pekerjaan. Perempuan dengan skor yang rendah
H4: Terdapat hubungan antara trait kepribadian dalam dimensi ini cenderung tidak peduli, tidak
agreeableness dengan impulse buying pada fokus dalam menjalani hidup dan mencapai
perempuan emerging adulthood pengguna e- tujuan, juga mudah terdistraksi. Perempuan
commerce “X” di Kota Bandung. dengan skor yang tinggi dalam dimensi ini
H5: Terdapat hubungan antara trait kepribadian cenderung lebih fokus dalam merencanakan masa
neuroticism dengan impulse buying pada depan dan pengeluarannya, hal tersebut
perempuan emerging adulthood pengguna e- membatasinya untuk melakukan impulse buying.
commerce “X” di Kota Bandung.
Trait ke tiga adalah extraversion,
3. LANDASAN TEORI merupakan dimensi kepribadian yang mengukur
tingkat keterbukaan seseorang. Karakteristik
Trait pertama yaitu openness to experience perempuan dengan extraversion yang tinggi
merupakan dimensi yang mengukur tingkat adalah perempuan cenderung penuh kasih
penyesuaian seseorang. Trait kepribadian sayang, ceria, senang berbicara, dan
openness to experience mengelompokkan menyenangkan. Sebaliknya, perempuan dengan
perempuan berdasarkan ketertarikannya terhadap extraversion yang rendah cenderung tertutup
hal-hal baru dan keinginan untuk mengetahui pendiam, penyendiri, pasif, dan kurang dapat
serta mempelajari sesuatu yang baru. mengekspresikan emosi yang kuat. Jika skor
Karakteristik perempuan dengan openness yang extraversion perempuan tinggi, maka ia adalah
tinggi cenderung lebih kreatif, imajinatif, orang yang memiliki tingkat sosial tinggi, hidup
intelektual, penasaran dan berpikiran luas. berkelompok, senang berinteraksi serta
Sebaliknya, perempuan dengan openness yang bersahabat. Mereka bersemangat dan menjalani
rendah cenderung konvensional dan nyaman hidup dengan santai. Perempuan cenderung
terhadap hal-hal yang telah ada serta akan memiliki kepositifan dalam diri mereka, yang
menimbulkan kegelisahan jika diberikan membuat mereka lebih terbuka terhadap segala
pekerjaan atau hal yang baru (McCrae & Costa, hal, dan kepositifan ini membuat perempuan
2003). Perempuan dengan skor openness yang terlibat dalam impulse buying; karena mereka
tinggi senang mencoba berbagai pengalaman memiliki kegemaran untuk mengeksplorasi hal-
baru dan senang mengeksplorasi sehingga hal baru yang pada akhirnya menurunkan kontrol
perempuan akan cenderung mencoba berbagai diri mereka dan mengarahkan mereka untuk
produk baru yang mendorong mereka untuk melakukan impulse buying.
melakukan impulse buying. Perempuan
melakukan impulse buying untuk dapat lepas dari Trait ke empat adalah agreeableness,
rasa bosan yang dialami dengan berbelanja agar merupakan dimensi kepribadian yang
merasakan senang dan puas. berorientasi prososial pada orang lain serta
memiliki watak altruisme, lemah lembut, dan
Trait ke dua adalah conscientiousness, mudah percaya. Karakteristik perempuan dengan
merupakan dimensi kepribadian produktif dan agreeableness yang tinggi cenderung memiliki
menunjukkan perilaku yang mengarah pada kepercayaan, baik hati, bisa menerima, dan
tujuan serta memiliki watak pekerja keras, penurut. Sebaliknya, perempuan dengan
berpikir sebelum bertindak, dan terorganisir. agreeableness yang rendah seringkali merasa
Karakteristik perempuan dengan curiga, tidak ingin memberi atau berbagi, tidak
conscientiousness yang tinggi adalah perempuan bisa berteman, membuat orang kesal, dan sering
yang dapat diandalkan, bertanggung jawab, tekun mengkritik orang lain. Dalam kaitannya dengan
dan berorientasi pada pencapain. Sebaliknya, impulse buying, perempuan dengan skor yang
perempuan dengan conscientiousness yang tinggi pada trait agreeableness akan bijaksana
rendah adalah perempuan yang kurang dan berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak

Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 5 No 1 Bulan Maret 2021 5


sehingga akan cenderung tidak melakukan perempuan menghadapi berbagai tantangan dan
impulse buying (Verplanken & Herabadi, 2001). permasalahan dengan baik dan tidak membuat
diri mereka terganggu. Perempuan dengan skor
Trait terakhir adalah neuroticism yang tinggi cenderung melakukan impulse buying
merupakan dimensi kepribadian dengan emosi karena kecemasan atau tekanan emosional yang
negatif sehingga rentan untuk mengalami dialaminya. Dengan melakukan pembelian,
kecemasan, depresi, sedih, dan agresi. perasaan negatif yang dirasakan akan hilang dan
Karakteristik perempuan dengan neuroticism membuat mereka menjadi lebih lega dan tenang
tinggi cenderung tidak stabil secara emosional karena kesenangan sesaat yang dialami saat
dan memiliki emosi yang negatif. Mereka mendapatkan barang yang diinginkan.
biasanya mudah marah, murung, dan stres.
Sebaliknya, perempuan dengan nerutocism
rendah mengindikasikan kestabilan emosi,
77,8% responden merupakan pelajar. Sedangkan,
persentase terkecil sebanyak 2,2% responden
4. HASIL DAN PEMBAHASAN merupakan wirausahawan dan 2,2% menjawab
Tabel 3 Gambaran Responden Berdasarkan lain-lain.
Usia Tabel 5 Gambaran Responden Berdasarkan
Usia Frekuensi (F) Presentase Pendidikan Terakhir
(%) Pendidikan Frekuensi (F) Presentase
18 tahun 47 14,7% terakhir (%)
19 tahun 66 20,6% SMA 234 73,1%
20 tahun 73 22,8% S1 61 19,1%
21 tahun 50 15,6% SMP 14 4,4%
22 tahun 44 13,7% D3 8 2,5%
23 tahun 40 12,5% Lain-lain 3 0,9%
sampai 25
tahun Berdasarkan pendidikan terakhir,
diperoleh gambaran bahwa persentase terbesar
Berdasarkan usia, diperoleh gambaran sebanyak 73,1% pendidikan terakhir responden
bahwa persentase terbesar sebanyak 22,8% adalah SMA. Sedangkan, persentase terkecil
responden berusia 20 tahun. Sedangkan, sebanyak 0,9% responden menjawab lain-lain.
persentase terkecil sebanyak 12,5% responden
berusia 23-25 tahun. Tabel 6 Gambaran Responden Berdasarkan
Pendapatan / Pemasukan per Bulan
Tabel 4 Gambaran Responden Berdasarkan Pendapatan Frekuensi Presentase
Pekerjaan (F) (%)
Pekerjaan Frekuensi Presentase Di bawah Rp. 104 32,5%
(F) (%) 1.000.000,-
Pelajar 249 77,8% Rp. 1.000.000,- 185 57,8%
Pengangguran 23 7,2% hingga Rp.
Pekerja Paruh 15 4,7% 3.000.000,-
Waktu Rp. 4.000.000,- 21 6,6%
Wirausahawan 7 2,2% hingga Rp.
Pekerja Penuh 19 5,9% 6.000.000,-
Waktu Rp. 7.000.000,- 6 1,9%
Lain-lain 7 2,2% hingga Rp.
9.000.000,-
Berdasarkan pekerjaan, diperoleh
gambaran bahwa persentase terbesar sebanyak

6 Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 5 No 1 Bulan Maret 2021


Rp. 10.000.000,- 1 0,3% Perlengkapan Ibu 4 1,3%
hingga Rp. dan Bayi
12.000.000,-
Di atas Rp. 3 0,9% Berdasarkan jenis produk yang dibeli,
13.000.000,- diperoleh gambaran bahwa persentase terbesar
sebanyak 83,4% responden membeli produk
Berdasarkan pendapatan atau pemasukan dalam kategori kecantikan dan kesehatan.
per bulan, diperoleh gambaran bahwa persentase Sedangkan, persentase terkecil sebanyak 1,3%
terbesar sebanyak 57,8% responden memiliki responden membeli produk dalam kategori
pemasukan antara Rp. 1.000.000,- hingga Rp. perlengkapan ibu dan bayi.
3.000.000,-. Sedangkan, persentase terkecil
sebanyak 0,3% responden memiliki pemasukan Tabel 9 Gambaran Responden Berdasarkan
antara Rp. 10.000.000,- hingga Rp. 12.000.000,-. Alasan Pembelian
Alasan Frekuensi Presentase
Tabel 7 Gambaran Responden Berdasarkan (F) (%)
Jumlah Pembelian per Bulan Ketertarikan / 46 14,4%
Jumlah Frekuensi (F) Presentase keinginan
Pembelian (%) Kebutuhan 195 60,9%
1 kali 81 25,3% Promo 24 7,5%
2 kali 84 26,2% Kemudahan / 55 17,2%
3 kali 66 20,6% kepraktisan e-
4 kali 34 10,6% commerce “X”
5 kali 31 9,7%
6-8 kali 13 4,1% Berdasarkan alasan melakukan
9-12 kali 9 2,8% pembelian, diperoleh gambaran bahwa
16 kali 1 0,3% persentase terbesar sebanyak 60,9% responden
20 kali 1 0,3% membeli karena kebutuhan. Sedangkan,
persentase terkecil sebanyak 14,4% responden
Berdasarkan jumlah pembelian per membeli karena ketertarikan atau keinginan
bulan, diperoleh gambaran bahwa persentase membeli suatu barang.
terbesar sebanyak 26,2% responden melakukan Tabel 10 Hasil Uji Hipotesis antara Trait
pembelian sebanyak dua kali. Sedangkan, Kepribadian dengan Impulse Buying
persentase terkecil sebanyak 0,3% responden
Nilai Koef. Kes
melakukan pembelian sebanyak 16 kali dan 20
Sig. Korelasi
kali.
Hubungan trait 0,945 0,004 H0
Tabel 8 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis openness dengan diterima
Produk yang Dibeli impulse buying
Jenis Produk Frekuensi Presentase Hubungan trait 0,000 -0,223 H0
(F) dari (%) dari conscientiousness ditolak
320 100% dengan impulse
Pakaian/Fashion 213 66,6% buying
Kecantikan dan 267 83,4% Hubungan trait 0,269 0,062 H0
Kesehatan extraversion diterima
Handphone dan 91 28,4% dengan impulse
Aksesori buying
Elektronik 34 10,6% Hubungan trait 0,168 -0,077 H0
Makanan dan 47 14,7% agreeableness diterima
Minuman dengan impulse
Hobi dan Koleksi 97 30,3% buying

Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 5 No 1 Bulan Maret 2021 7


Hubungan trait 0,000 0,326 H0 memiliki peran yang lebih tinggi pada impulse
neuroticism ditolak buying dibandingkan trait kepribadian.
dengan impulse
buying Selanjutnya ditemukan adanya hubungan
Berdasarkan Tabel 10, diperoleh bahwa yang signifikan antara trait conscientiousness
trait openness tidak memiliki hubungan yang dengan impulse buying, terdapat korelasi negatif
signifikan dengan impulse buying pada dengan kekuatan yang lemah diantara kedua
responden, dengan nilai signifikansi 0,945 yang variabel tersebut. Hal ini berarti, semakin rendah
berarti H0 diterima. Selanjutnya diperoleh bahwa trait conscientiousness yang dimiliki responden,
trait conscientiousness memiliki hubungan yang maka semakin tinggi impulse buying responden,
signifikan dengan impulse buying pada dan sebaliknya. Dengan demikian, responden
responden, dengan nilai signifikansi 0,000 yang yang memiliki trait conscientiousness rendah
berarti H1 diterima. Berikutnya, trait extraversion yaitu kurang bertanggung jawab, terburu-buru,
tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan tidak teratur dan kurang dapat diandalkan dalam
impulse buying pada responden, dengan nilai melakukan suatu pekerjaan (McCrae & Costa,
signifikansi 0,269 yang berarti H0 diterima. 1997, dalam Feist, 2009), aspek kognitifnya
Diperoleh pula, trait agreeableness tidak dalam berbelanja akan cenderung tidak memiliki
memiliki hubungan yang signifikan dengan perencanaan belanja dan tidak memikirkan
impulse buying pada responden, dengan nilai konsekuensi dari melakukan suatu pembelian
signifikansi 0,168 yang berarti H0 diterima. sehingga melakukan pembelian yang cepat dan
Kemudian diperoleh bahwa trait neuroticism tidak terencana yang kemudian memunculkan
memiliki hubungan yang signifikan dengan aspek afektif berupa perasaan menyesal setelah
impulse buying pada responden, dengan nilai melakukan pembelian tersebut. Kemudian
signifikansi 0,000 yang berarti H1 diterima sebaliknya, responden dengan trait
conscientiousness yang tinggi akan cenderung
Penelitian ini menemukan tidak terdapat membuat rencana yang efektif serta efisien dan
hubungan yang signifikan antara trait openness to memikirkannya dengan hati-hati sebelum
new experiences dengan impulse buying yang bertindak sehingga dalam melakukan pembelian
artinya tidak terdapat korelasi diantara kedua juga tidak akan terburu-buru, tenang, dan
variabel tersebut. Hal ini berarti tinggi rendahnya memikirkan konsekuensi dari pembelian suatu
trait openness to new experiences tidak diikuti barang. Hal ini sejalan dengan penelitian
oleh tinggi rendahnya impulse buying pada Verplanken dan Herabadi (2001) yang
responden. Dengan kata lain, bagaimana menyatakan bahwa trait conscientiousness dan
ketertarikan responden terhadap hal-hal baru dan impulse buying berkorelasi negatif. Donnelly,
keinginannya untuk mengetahui serta Iyer, dan Howell (2012) dalam penelitiannya juga
mempelajari sesuatu yang baru tidak menyatakan bahwa individu dengan trait
memengaruhi bagaimana responden melakukan conscientiousness yang tinggi cenderung lebih
pembelian yang cepat dan tidak direncanakan, terencana dan memiliki kecenderungan impulse
diikuti dengan adanya konflik pikiran dan buying yang rendah.
dorongan emosional. Hal ini tidak sejalan dengan
penelitian Farid dan Ali (2018) juga Verplanken Kemudian, penelitian ini menemukan
dan Herabadi (2001) yang menyatakan adanya bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan
hubungan positif antara trait openness to new antara trait extraversion dengan impulse buying.
experiences dengan impulse buying. Akan tetapi, Hal ini berarti tinggi rendahnya trait extraversion
hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang tidak diikuti oleh tinggi rendahnya impulse
dilakukan oleh Badgaiyan dan Verma (2014) buying pada responden. Dengan kata lain,
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan bagaimana kuantitas dan intensitas interaksi
antara trait openness to new experiences dengan personal, tingkat aktivitas, kebutuhan akan
impulse buying. Hasil dari penelitian tersebut stimulasi, kapasitas untuk mendapatkan
menyatakan bahwa budaya kolektivisme kesenangan yang dimiliki responden tidak
memengaruhi bagaimana mereka melakukan

8 Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 5 No 1 Bulan Maret 2021


pembelian yang cepat dan tidak direncanakan, demikian, responden yang memiliki trait
diikuti dengan adanya konflik pikiran dan neuroticism tinggi memiliki kecenderungan
dorongan emosional. Hal ini tidak sejalan dengan untuk mengalami distress psikis, mudah
penelitian Shahjehan, Qureshi, Zeb, & Saifullan merasakan emosi negatif, ide-ide yang tidak
(2012) yang menyatakan bahwa terdapat realistik, menginginkan sesuatu secara eksesif,
hubungan positif yang signifikan antara trait dan coping respon yang maladaptif (McCrae &
extraversion dan impulse buying. Individu Costa, 1997, dalam Feist, 2009). Maka dalam
dengan trait extraversion yang tinggi yaitu yang melakukan pembelian, muncul aspek afektif yaitu
mudah bergaul, senang bersosialisasi memiliki keinginan yang kuat untuk membeli sesuatu
kecenderungan impulse buying yang lebih tinggi untuk mengurangi emosi negatif yang
terutama jika ditawarkan untuk membeli oleh dialaminya, lalu aspek kognitifnya menjadi
sales person. Hasil penelitian sebelumnya tidak kurang mempertimbangkan konsekuensi atau pun
terbukti dalam penelitian ini dapat terjadi karena tujuan dalam melakukan pembelian hingga
penelitian ini dilakukan pada pengguna e- membeli barang dengan cepat agar merasakan
commerce “X” yang tidak bertemu secara emosi positif. Kemudian responden dengan trait
langsung dengan sales person seperti pada toko neuroticism yang rendah ditandai dengan
offline. emotional stability, mereka lebih tenang,
tempramennya stabil, puas dengan dirinya
Demikian pula, tidak ditemukan adanya sendiri, menghadapi tantangan dan permasalahan
hubungan yang signifikan antara trait dengan baik dan tidak membiarkan diri terpuruk
agreeableness dengan impulse buying. Hal ini yang membuat mereka cenderung tidak
berarti tinggi rendahnya trait agreeableness tidak melakukan pembelian secara mendadak atau
diikuti oleh tinggi rendahnya impulse buying terburu-buru karena tidak terdorong oleh emosi
pada responden. Dengan kata lain, bagaimana yang dirasakannya. Hasil penelitian ini sejalan
kualitas orientasi interpersonal yang dimiliki dengan penelitian Shahjehan, Qureshi, Zeb, &
responden, dimulai dari perasaan peduli sampai Saifullah (2012) juga Farid dan Ali (2018) yang
dengan perasaan permusuhan dalam pikiran, menyatakan bahwa individu dengan trait
perasaan, dan tindakan tidak memengaruhi neuroticism yang tinggi yaitu individu yang
bagaimana mereka melakukan pembelian yang emosinya tidak stabil mendorong mereka untuk
cepat dan tidak direncanakan, diikuti dengan membeli secara impulsif untuk merasa senang
adanya konflik pikiran dan dorongan emosional. atau lega.
Hal ini tidak sejalan dengan penelitian
Verplanken dan Herabadi (2001) yang Berdasarkan hasil penelitian, dapat
menyatakan bahwa individu dengan trait dikatakan bahwa hubungan antara trait
agreeableness yang tinggi akan cukup bijaksana kepribadian dengan impulse buying lemah pada
dalam membuat keputusan dan memiliki penelitian ini. Hasil ini didukung dengan
kecenderungan yang rendah untuk melakukan penelitian yang dilakukan oleh Farid & Ali
impulse buying. Akan tetapi hasil penelitian ini (2018), disebutkan bahwa peran trait kepribadian
mendukung hasil penelitian Badgaiyan dan dalam menjelaskan kecenderungan impulse
Verma (2012) juga Farid dan Ali (2018) yang buying dapat dikatakan kecil. Salah satu hal yang
menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang dapat menjelaskannya adalah bahwa kepribadian
signifikan antara trait agreeableness dan impulse merupakan faktor intrinsik (variabel person-
buying. related) yang dapat mendorong impulse buying
sedangkan pendorong utama dalam impulse
Akan tetapi ditemukan adanya hubungan buying adalah faktor ekstrinsik (variabel
yang signifikan antara trait neuroticism dengan situasional) seperti berbagai promosi yang
impulse buying, terdapat korelasi positif yang ditawarkan, layout toko, dan tampilan produk.
lemah diantara kedua variabel tersebut. Hal ini Faktor instrinsik seperti trait kepribadian lebih
berarti, semakin tinggi trait neuroticism yang bekerja sebagai pendukung, trait kepribadian
dimiliki responden, maka akan semakin tinggi dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh
pula impulse buying responden. Dengan dari faktor ekstrinsik terhadap impulse buying.

Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 5 No 1 Bulan Maret 2021 9


DAFTAR PUSTAKA
Faktor instrinsik yang dapat mendorong
kecenderungan impulse buying juga tidak hanya A.Supratiknya. 1995. Komunikasi Antarpribadi.
trait kepribadian, melainkan latar belakang Yogyakarta, Kanisius.
pendidikan, emosi yang dirasakan, motivasi, dan Arnett, J. J. (2000). Emerging adulthood: A
norma (Verplanken & Herabadi, 2001). theory of development from the late teens
Pernyataan tersebut juga didukung oleh through the twenties. American
penelitian yang dilakukan Badgaiyan & Verma Psychologist, 55(5), 469–480.
(2014) yang menyatakan bahwa faktor intrinsik (https://doi.org/10.1037/0003-
yang memiliki pengaruh terhadap impulse buying 066X.55.5.469 diakses pada tanggal 13
tidak hanya trait kepribadian dan budaya saja, Maret 2019 pukul 18.15 WIB)
tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa
konstruksi materialisme dan kecenderungan Arnett, J. J. (2004). Emerging Adulthood (Vol.
menyukai berbelanja juga dapat memiliki 1).
pengaruh terhadap impulse buying. (https://doi.org/10.1093/oxfordhb/97801
99795574.013.9 diakses pada tanggal 13
Maka dalam penelitian ini, hubungan Maret 2019 pukul 18.10 WIB)
dengan kekuatan yang lemah antara trait
Astuti, R. D. & Fillippa, M. N. 2008. Perbedaan
kepribadian dengan impulse buying dapat
Pembelian Secara Impulsif Berdasarkan
dikarenakan kepribadian hanya merupakan salah
Tingkat Kecenderungan, Kategori
satu bagian dari variabel person-related yang
Produk Dan Pertimbangan Pembelian.
dapat menjadi penyebab atau pendorong
Jurnal Ekonomi: Universitas Gorontalo.
kecenderungan impulse buying. Karakteristik
personal pun masih terdiri atas unsur lainnya, Badgaiyan, A. J., & Verma, A. 2014. Intrinsic
seperti usia, pendapatan atau penghasilan, latar Factor Affecting Impulse Buying
belakang pendidikan, dan pekerjaan. Kemudian Behavior: Evidence from India. Journal
selain variabel person-related, variabel of Retailing and Consumer Services.
situasional seperti promosi, kepraktisan
berbelanja melalui e-commerce “X”, tampilan Costa, Paul, & Robert McCrae. 1997. Personality
website dan produk yang ditawarkan juga lebih Trait Structure as A Human Universal
banyak berperan dalam memunculkan American Psychologist, Vol 52 no.5pp.
kecenderungan impulse buying. 509-516.
Donnelly, G., Iyer, R. dan Howell, R. 2012. “The
5. KESIMPULAN Big Five Personality Traits, Material
Values, and Financial Well-Being of Self-
Hasil penelitian ini menyimpulkan Described Money Managers,” Journal of
bahwa terdapat hubungan signifikan antara trait Economic Psychology
kepribadidan dan impulse buying. Jenis trait
kepribadian yang memiliki kecenderungan Edwina, Irene Prameswari. 2012. Studi
keterkaitan dengan impulse buying adalah Deskriptif The Five-Factor Model Of
conscientiousness dan neuroticism. Hubungan Personality Pada Remaja Usia 15 – 18
antara jenis trait conscientiousness dengan Tahun. Bandung: Fakultas Psikologi
impulse buying memiliki arah hubungan yang Universitas Kristen Maranatha.
negatif sedangkan hubungan antara jenis trait
neuroticism dengan impulse buying memiliki Farid, D. S., & Ali, M. 2018. Effects of
arah hubungan yang positif, kekuatan hubungan Personality on Impulse Buying Behavior:
keduanya lemah. Kemudian ditemukan tidak Evidence from a Developing Country.
terdapat hubungan signifikan antara trait Munich Personal RePEc Archive.
openness to new experiences, extraversion, dan
agreeableness dengan impulse buying.

10 Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 5 No 1 Bulan Maret 2021


Feist, G. J., & Feist, J. 2006. Theories of Emerging adulthood in a European
Personality 6th Edition. New York: context (pp.17-30). New York:
McGraw Hill. Routledge.
Feist, J., Feist, G. (2009). Theories of Personality, Rook, D. W. 1987. The buying impulse. Journal
(7th edition). New York: McGrawHill. of Consumer Research, 14(2), 189-199.
Florentine, Ina Marchellyna. 2013. Hubungan Rook, D. W., & Fisher, R. J. 1995. Normative
Antara Trait Kecerdasan Emosional influence on impulse buying behaviour.
dengan Kecenderungan Pembelian Journal of Consumer Research, 22(3),
Impulsif pada Individu Dewasa 305-313.
Awal. Skripsi thesis, Sanata Dharma
University. Shahjehan, A., Qureshi, J.A., Zeb, F., &
Shaifullah, K. 2012. The Effect of
Friedenberg, Lisa, 1995. Psychological Testing: Personality on Impulse and Compulsive
Design, Analysis and Use. Boston: Allyn Buying Behaviors. African Joural of
& Bacon. Business Management.
Guilford, J.P. 1956. Fundamental Statistics in Sudarmanto, Gunawan, 2005. Analisis Regresi
Psychology and Education. 3rd ed. Linier Ganda dengan SPSS, Graha Ilmu,
Tokyo: Mc. Graw-Hill Kogakusha Yogyakarta.
Company.Ltd.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan
Herabadi, A. G., Verplanken, B., & van (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
Knippenberg, A. (2009). Consumption R&D). Penerbit CV. Alfabeta: Bandung.
experience of impulse buying in
Indonesia: Emotional arousal and Sundstrom, M., Balkow, J., Florhed, J.,
hedonistic considerations. Asian Journal Tjernstrom, M., & Wadenfors, P. 2013.
of Social Psychology. Impulse Buying Behaviour: The Role of
Feelings When Shopping for Online
Kalakota, R. & A.B. Whinstone. 1996. Electronic Fashion. New Technologies and
Commerce: A Manager’s Guide. New eCommerce.
Jersey: Addison-Wesley Professional.
Verplanken, B., & Herabadi, A. 2001. Individual
Margono, 2004, Metodologi Penelitian Difference in Impulse Buying Tendency:
Pendidikan, Jakarta:Rineka Cipta. Feeling and No Thinking. European
Journal of Personality.
McCrae, R.R & Costa, P.T., Jr. 2003. Personality
in Adulthood 2nd Edition: A Five-Factor Verplanken, B., & Sato, A. 2011. The
Theory Perspective. The Guilford Press. Psychology of Impulse Buying: An
New. York. London. Integrative Self-Regulation Approach.
Journal of Consumer Policy, 34(2),
Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian: 197–210.
Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya https://doi.org/10.1007/s10603-011-
Ilmiah. Jakarta: Kencana. 9158-5
Robinson, O.C. 2015. Emerging adulthood, early Wood, M. 1998. Socioeconomic Status, Delay of
adulthood and quarter-life crisis: Gratification, and Impulse Buying.
Updating Erikson for the twenty-first Journal of Economic Psychology
century. In. R. Žukauskiene (Ed.)

Jurnal IKRA-ITH Humaniora Vol 5 No 1 Bulan Maret 2021 11

Anda mungkin juga menyukai