Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU PADA

PENGOLAHAN PEWARNA SINTETIS PROCION


MENGGUNAKAN REAGEN FENTON

Tuty Emilia Agustina*, Muhammad Amir


Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Kampus Palembang
Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662
Email: tuty_agustina@unsri.ac.id

Abstrak

Kebanyakan indutri tekstil menggunakan pewarna sintetis yang dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan karena air limbah pewarna yang dihasilkannya. Salah satu proses pengolahan pewarna sintetis
yang dihasilkan dari air limbah industri tekstil adalah dengan Advanced Oxidation Processes (AOPs), di
antaranya dengan menggunakan metode reagen Fenton. Agar pengolahannya dapat optimum, maka perlu
diketahui pengaruh dari temperatur dan waktu terhadap pengolahan pewarna sintetis yang menggunakan
metode tersebut. Pada penelitian ini, digunakan pewarna sintetis procion merah dan procion biru dengan
konsentrasi 150 – 250 mg/L, kecepatan pengadukan 200 rpm, reagen Fenton dengan konsentrasi H2O2 80
mM dan FeSO4.7H2O 4 mM, pH 3, waktu pengadukan 0 – 60 menit, dan temperatur 25 – 55 °C. Hasil
yang didapatkan untuk mencapai degradasi warna 100% adalah pada temperatur 55 oC dan waktu
pengadukan 60 menit. Kondisi tersebut selanjutnya diaplikasikan pada limbah cair pewarna kain
jumputan, didapatkan degradasi warna 100 % dan penurunan COD sebesar 66 % yang dicapai dengan
waktu pengadukan 120 menit.

Kata kunci: Pengolahan air limbah, pewarna sintetis Procion, AOPs, reagen Fenton

Abstract

Most of industrial textile nowadays used synthetic dyes that can be harmful to the environment because of
the synthetic dyes wastewater produced from their processes. One of the colored wastewater treatment
processes is Advanced Oxidation Processes (AOPs), Fenton reagent is among the AOPs method utilized.
In order to find the optimum operation condition, it is important to study the effect of temperature and
mixing time on the synthetic dyes treatment by using the reagent Fenton. In this research, Procion Red
and Procion Blue synthetic dyes were used within the concentration of 150 – 250 mg/L, the mixing rate
of 200 rpm, Fenton reagent concentration of H2O2 80 mM and FeSO4.7H2O 4 mM, pH 3, mixing time of
0-60 minutes, and the temperature of 25-55 °C. The color degradation of 100% was achieved at 55 oC and
the mixing time of 60 minutes. That condition then applied to the jumputan wastewater, the color
degradation of 100% and the COD removal of 66% was found after 120 minutes of mixing time.

Key words: Wastewater treatment, Procion synthetic dyes, AOPs, Fenton reagent

Page 54 Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012


1. PENDAHULUAN dalam penggunaannya. Metoda ozone treatment
Palembang merupakan kota yang hanya menguraikan secara parsial. Sedangkan
mempunyai industri tekstil yang cukup terkenal. metoda activated carbon adsorption dan air
Salah satunya adalah kain songket dan kain stripping hanya memindahkan senyawa-senyawa
jumputan yang sangat diminati masyarakat dari pencemar ke media atau fasa lain. Metoda lain
berbagai daerah bahkan mancanegara. yaitu advanced oxidation processes (AOP),
Kebanyakan industri tersebut menggunakan menurut Malato et. Al, 2003 memiliki kelebihan
pewarna sintetis dengan alasan murah, tahan yaitu dapat mendegradasi senyawa-senyawa
lama, mudah diperoleh, dan mudah dalam berbahaya dalam limbah melalui proses oksidasi
penggunaannya, tetapi limbah yang dihasilkan (oxidative degradation).
masih berwarna dan sulit terdegradasi. Industri Menurut Sugiarto, A. T., 2004,
tersebut sebagian besar merupakan industri teknologi advanced oxidation processes (AOP)
rumah tangga yang umumnya belum memiliki adalah satu atau kombinasi dari beberapa proses
pengolahan limbah yang cukup baik. Air limbah seperti ozon (O3), hydrogen peroxide, ultraviolet
yang berasal dari industry tekstil rumah tangga light, titanium oxide, photo catalyst, sosnolysis,
tersebut merupakan zat warna senyawa organik electron beam, electrical discharges serta
dari jenis procion, erionyl, auramin, maupun beberapa proses lainnya untuk menghasilkan
rhodamin yang jika dialirkan ke badan perairan hidroksil radikal. Salah satu metodanya adalah
akan mengurangi kadar oksigen terlarut untuk advanced oxidation processes (AOP) dengan
organisme perairan karena oksigen tersebut menggunakan reagen fenton.
justru digunakan sebagai pengoksidasi senyawa Oksidasi dengan reagen Fenton
organik zat warna tersebut (Budiyono, 2008). merupakan metode oksidasi yang menggunakan
Jika limbah cair ini dibuang tanpa hydrogen peroksida sebagai pengoksidasinya dan
pengolahan terlebih dahulu maka pencemaran besi sebagai katalis. Metode ini telah diterapkan
sulit dihindari terutama pencemaran di wilayah untuk pengolahan berbagai macam limbah
perairan karena limbah cair tersebut masih industri yang mengandung senyawaan organic
banyak mengandung zat warna dan zat toksik seperti fenol, formaldehida, BTEX, dan
penunjang proses pencelupan. Zat warna ini limbah kompleks dari pestisida, cat, maupun zat
dapat mengganggu estetika maupun penetrasi ke aditif plastik (Stanislaw, L., Monika S., and
badan air sehingga mengganggu proses Renata Z., 2001).
fotosintesis dari tumbuhan air. Penurunan Penelitian ini merupakan
kualitas air yang ditunjukkan dengan pengembangan dari penelitian yang dilakukan
meningkatnya kekeruhan air yang disebabkan oleh Agustina dkk, 2011, mengenai pengolahan
adanya polusi zat warna, akan menghalangi air limbah pewarna sintetis dengan menggunakan
masuknya cahaya matahari ke dasar perairan dan reagen fenton. Pada penelitian tersebut
menganggu keseimbangan proses fotosintesis digunakan pewarna sintetis Procion Red
serta adanya efek mutagenik dan karsinogenik (Reactive Red 2) dan Procion Blue (Reactive
dari zat warna tersebut dapat membuatnya Blue 4) sebagai model dengan konsentrasi 150-
menjadi masalah serius (Agustina, T.E. dan 250 mg/L, kecepatan pengaduk divariasikan 100-
Badewasta, H., 2009). 250 rpm, sedangkan konsentrasi reagen Fenton
Pengolahan limbah menurut Woodard, dijaga tetap. Dari hasil penelitian didapatkan
2001, dapat dibagi menjadi pengolahan primer, degradasi warna Procion Red dan Procion Blue
pengolahan sekunder, dan pengolahan tersier. berturut-turut sebesar 98% dan 89% dalam
Pengolahan primer adalah pengolahan secara waktu 30 menit pada penggunaan kecepatan
fisik, biasanya dilakukan dengan penyaringan. optimum pengadukan sebesar 200 rpm. Pada
Sedangkan pada pengolahan sekunder adalah penelitian ini dilakukan pengembangan dari
pengolahan secara biologi yaitu dengan cara penelitian sebelumnya yaitu adanya variasi dari
menguraikan limbah dengan bantuan temperatur dan waktu. Sehingga diharapkan akan
mikroorganisme. Untuk limbah yang bersifat didapat temperatur dan waktu yang optimum
tidak dapat diuraikan secara biologi (non- dalam pengolahan limbah pewarna sintetis
biodegradable) akan diolah dengan pengolahan menggunakan reagen fenton dimana dipakai
tersier, contohnya adalah limbah pewarna tekstil. kecepatan pengadukan 200 rpm.
Menurut Zinkus et. Al, 1998
pengolahan limbah tersier dapat dilakukan Penggunaan zat warna akan meningkat
dengan beberapa cara, diantaranya dengan seiring dengan permintaan konsumen akan bahan
metoda inceneration, ozone treatment, activated tekstil, makanan dan obat-obatan. Salah satu
carbon adsorption, dan air stripping. Metoda proses penting dalam tahap penyempurnaan
inceneration merupakan metoda yang mahal bahan tekstil adalah proses pewarnaan. Akan

Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012 Page 55


tetapi, proses pewarnaan ini membawa dampak Jenis yang paling banyak digunakan
serius bagi lingkungan. Pada tinjauan ini akan saat ini adalah zat warna reaktif dan zat warna
dibahas mengenai zat warna dan proses dispersi. Hal ini disebabkan produksi bahan
perombakan menggunakan reagen Fenton. tekstil dewasa ini adalah serat sintetik seperti
serat polamida, poliester dan poliakrilat. Bahan
Zat Warna tekstil sintetik ini, terutama serat poliester,
Warna merupakan spectrum tertentu kebanyakan hanya dapat dicelup dengan zat
yang terdapat didalam suatu cahaya sempurna warna dispersi. Demikian juga untuk zat warna
berwarna putih. Identitas suatu warna ditentukan reaktif yang dapat mewarnai bahan kapas dengan
oleh panjang gelombang cahaya tersebut. baik (Sunarto, 2008).
Sebagai contoh warna biru yang memiliki Menurut Budiyono, 2008, jenis zat
panjang gelombang 460 nm. Radiasi yang warna ada dua, yaitu zat warna alam dan zat
tersebar secara merata akan tampak sebagai warna sintetis.
cahaya putih dan yang akan terurai dalam warna- Zat warna alam adalah zat warna yang berasal
warna spectrum bias dengan adanya penyaringan dari alam, baik yang berasal dari tanaman,
oleh prisma yang dipersepsikan sebagai sinar hewan, maupun bahan metal.. Zat warna dari
foton (Koko, 2011). tumbuhan yang biasanya digunakan antara lain:
Molekul zat warna merupakan indigofera (warna biru), Sp Bixa orrellana
gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan (warna orange purple), Morinda citrifolia (warna
kromofor sebagai pembawa warna dan kuning). Zat warna yang berasal dari hewan
auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat. adalah Kerang (Tyran purple), Insekta
zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam (Ceochikal), dan Insekta warna merah (Loe). Zat
pembentukan zat warna adalah senyawa warna sintesis adalah zat warna buatan dengan
aromatik antara lain senyawa hidrokarbon bahan dasar buatan, misalnya: Hirokarbon
aromatik dan turunannya, fenol dan turunannya Aromatik dan Naftalena yang berasal dari
serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang batubara. Hampir semua zat warna yang
mengandung nitrogen (Rahmawati, I., 2011). digunakan dalam industri batik merupakan zat
Gugus kromofor adalah gugus yang warna sintetik, karena zat warna jenis ini mudah
menyebabkan molekul menjadi berwarna. Gugus diperoleh dengan komposisi yang tetap,
auksokrom terdiri dari dua golongan, yaitu mempunyai aneka warna yang banyak, mudah
golongan kation dan golongan anion. cara pemakaiannya dan harganya relatif tidak
Zat warna dapat digolongkan menurut tinggi. Zat pewarna kimia tersebut dapat
sumber diperolehnya yaitu zat warna alam dan diklasifikasikan menjadi tujuh bahan warna
zat warna sintetik. Van Croft menggolongkan zat yaitu: Napthol, Indigosol, Rapide, Ergan Soga,
warna berdasarkan pemakaiannya, misalnya zat Kopel Soga, Chroom Soga, dan Procion.
warna yang langsung dapat mewarnai serat
disebutnya sebagai zat warna substantif dan zat Zat Pewarna Sintetis Procion
warna yang memerlukan zat-zat pembantu Zat warna reaktif pertama kali
supaya dapat mewarnai serat disebut zat reaktif. diproduksi tahun 1956. Zat warna jenis ini pada
Kemudian Henneck membagi zat warna menjadi aplikasinya akan sulit dihilangkan karena adanya
dua bagian menurut warna yang ditimbulkannya, ikatan kovalen yang kuat antara atom karbon dari
yakni zat warna monogenetik apabila zat warna dengan atom O, N, atau S dari gugus
memberikan hanya satu warna dan zat warna hidroksi, amino atau thiol dari polimer. Zat
poligenatik apabila dapat memberikan beberapa warna reaktif mempunyai berat molekul yang
warna. Penggolongan zat warna yang lebih relatif kecil. Keuntungan zat warna reaktif adalah
umum dikenal adalah berdasarkan konstitusi spektra absorpsinya runcing dan jelas,
(struktur molekul) dan berdasarkan aplikasi (cara strukturnya relatif sederhana, dan warnanya lebih
pewarnaannya) pada bahan, misalnya didalam terang (Hunger, K., 2003). Zat warna reaktif
pencelupan dan pencapan bahan tekstil, kulit, yang sering digunakan pada industri batik antara
kertas dan bahan-bahan lain. Penggolongan lain lain Procion, Cibracon, Drimaren, dan Lavafix,
yang biasa digunakan terutama pada proses yang dapat mengadakan reaksi substitusi dengan
pencelupan dan pencapan pada industri tekstil serat dan membentuk ikatan ester, dan zat warna
adalah penggolongan berdasarkan aplikasi (cara Remazol, Remalan, dan Primazin, yang dapat
pewarnaan). Zat warna tersebut dapat mengadakan yang dapat mengadakan reaksi adisi
digolongkan sebagai zat warna asam, basa, direk, dengan serat dan membentuk ikatan eter.
dispersi, pigmen, reaktif, solven, belerang,
bejana dan lain-lain (Christie, R.M., 2001). Advanced Oxidation Processes (AOPs)

Page 56 Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012


Advanced Oxidation Processes (AOPs) kombinasi reagen besi dengan peroksida yang
merupakan sistem yang didasarkan pada sifat disebut sebagai ”Fenton Reagent”.
oksidatif yang sangat kuat dari radikal hidroksil Reaksi fenton sekarang banyak
(OH*). Radikal OH* merupakan oksidator kedua digunakaan dalam kegiatan penanganan air
terkuat setelah fluorin (F2), sehingga dapat limbah, tanah dan lumpur terkontaminasi dengan
menguraikan hampir semua senyawa organik. beberapa aplikasi sebagai berikut:
Radikal ini dapat terbentuk dari kombinasi antara - Destruksi polutan organic
hydrogen peroksida dengan ion fero (Fe2+) yang - Penurunan sifat racun
biasa disebut sebagai reagen Fenton (Hudaya, T. - Peningkatan biodegradasi
dkk., 2011). - Penghilangan BOD/COD
Saat ini, metode AOPs merupakan - Penghilangan warna dan bau
metoda terapan yang paling banyak diteliti serta - Destruksi resin pada lumpur terkontaminasi
dicoba untuk mengolah berbagai jenis limbah radioaktif
cair, termasuk air limbah yang mengandung Kombinasi antara hydrogen peroksida
pewarna. Reagen Fenton, sebagai salah satu dari dengan Fe(II) merupakan reagen fenton yang
metode ini, adalah metode yang paling efektif memiliki kemampuan oksidasi tinggi. Reaksi
untuk penyisihan zat pewarna pada pengolahan oksidasi ini merupakan reaksi kompleks yang
limbah cair dari berbagai industri tekstil yang melibatkan dekompisisi H2O2 dengan bantuan
bersifat pencemar, beracun, dan sulit terurai Fe(II). Mekanisme reaksinya dimulai dengan
(Shofian, M., 2005). [18] Fe2+ menginisiasi reaksi dan mengkatalisis
Prosedur AOPs ini sangat berguna reaksi dekomposisi H2O2 hingga dihasilkan
untuk membersihkan bahan-bahan biologis radikal hidroksil (HO*). Radikal yang terbentuk
beracun atau non-degradable seperti aromatik, bereaksi dengan cepat dalam lingkungan air.
pestisida, konstituen minyak, dan senyawa Beberapa metode Fenton telah dikenal.
organik yang mudah menguap dalam air limbah. Modifikasi seringkali terletak pada penambahan
Bahan kontaminan dikonversi untuk sebagian Fe3+ daripada Fe2+ dan penambahan berlebih
besar menjadi senyawa anorganik stabil seperti H2O2 dibandingkan dengan jumlah besi yang
air, karbon dioksida, dan garam yang akan digunakan. Pada sistem Fe3+/H2O2, ion Fe2+
mengalami mineralisasi. Tujuan dari pemurnian diproduksi kembali dan juga dihasilkan radikal
air limbah dengan cara AOPs adalah HO* (sebaik radikal lain dalam reaksi oksidasi
pengurangan kontaminan kimia dan toksisitas dan reduksi senyawa organic). Reaktifitas
sedemikian rupa sehingga air limbah dapat oksidator dan reduktor dihasilkan pada rekasi
dibersihkan kembali untuk digunakan lagi atau inisiasi system Fe3+/H2O2. Reaksi fenton pada
setidaknya menjadi pengolahan limbah perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni
konvensional (Bismo, S., 2006). radikal HO*, besi(II), radikal organik dan
kondisi reaksi. Jika ada beberapa faktor yang
Reagen Fenton ekstrim dapat menghasilkan dekomposisi
Reagen Fenton merupakan larutan dari hydrogen peroksida yang tidak efektif yang
hydrogen peroksida dan katalis besi yang kemudian dapat mengurangi efisiensi oksidasi
digunakan untuk oksidasi kontaminan atau air senyawa organic. Efektifitas maksimum dari
limbah. Reagen Fenton ini dapat digunakan proses degradasi bergantung pada hubungan
untuk merusak komponen organic seperti stoikiometri antara Fe2+, RH dan Fe3+.
trichloroethylene (TCE) dan tetrachloroethylene Dekomposisi H2O2 akan berlangsung lebih cepat
(PCE). Fe(II) dioksidasi oleh hydrogen peroksida pada perbandingan Fe2+/H2O2 adalah "≥ 2"
menjadi Fe(III), radikal OH* dan anion OH-. (Neyens, E & Baeyens, 2003). Penambahan
Pada reaksi ini keberadaan Fe(II) adalah sebagai jumlah H2O2 dan Fe2+ dari optimum akan
katalis. Besi (II) sulfat merupakan jenis senyawa menyebabkan penurunan efek pembersihan. Hal
besi yang dipakai dalam reagen fenton. Hidrogen ini dikarenakan reaksi antara H2O2 dan Fe2+ dan
peroksida merupakan oksidator kuat tetapi pada produksi OH*. Dalam hal ini H2O2 dan Fe2+ akan
konsentrasi rendah 0.1 % kinetika reaksinya bertindak sebagai penyapu radikal, sehingga
terlalu lambat untuk mendegradasi kontaminan. radikal OH* yang dihasilkan akan turun.
Sehingga perlu penambahan Fe(II) untuk Kondisi optimum untuk reagen fenton
meningkatkan kekuatan oksidasi peroksida telah diamati pada pH 3-5. Pada pH lebih rendah
hingga dihasilkan radikal baru dan rantai reaksi efektifitas penghilangan kontaminan akan
dimulai. Reaksi oksidasi peroksida terkatalisis menurun karena dekomposisi H2O2. Pada pH <
besi ini biasanya dijalankan pada pH 3-5 yang 3, konsentrasi ion H+ terlalu tinggi yang
disebut sebagai “Fenton Chemistry” dan menyebabkan ion hydrogen sebagai aseptor

Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012 Page 57


utama radikal OH* (Barbusinki, K. &
Koscielniak, 1999). Gambar 1. Grafik hubungan waktu dan
degradasi warna procion merah pada
konsentrasi 150 mg/L.
2. METODELOGI

Penelitian ini dilakukan dalam tiga


tahap. Tahap pertama adalah penentuan kondisi
optimum pengolahan limbah pewarna sintetis,
Tahap kedua adalah menentukan temperatur dan
waktu optimum. Tahap ketiga adalah aplikasi
pada limbah pewarna kain jumputan. Penelitian
dilakukan dengan menggunakan konsentrasi
pewarna sintetis 150 – 250 mg/L, reagen Fenton
dengan konsentrasi H2O2 80 mM dan FeSO4 7
H2O 4 mM, nilai pH 3, lama waktu pengadukan
1 jam, dan kecepatan putaran pengadukan 200
rpm dengan temperatur 25 – 55 oC.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambar 2. Grafik hubungan waktu dan
Dari hasil penelitian pengaruh
degradasi warna procion merah pada
temperatur dan waktu dalam pengolahan limbah
konsentrasi 200 mg/L.
pewarna sintetis menggunakan reagen fenton
yang dilakukan di Laboratorium Jurusan Teknik
Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya, didapatkan
data berupa nilai absorbansi dari masing-masing
sampel sebelum dan sesudah pengolahan. Nilai
absorbansi tersebut selanjutnya dimasukkan
kedalam perasamaan berikut:

Persamaan ini digunakan untuk


mengetahui persen degradasi warna dari masing-
sampel, dimana Aawal adalah nilai absorbansi
sampel pada kondisi awal dan Aakhir adalah nilai
absorbansi sampel pada waktu tertentu.

Gambar 3. Grafik hubungan waktu dan


degradasi warna procion merah pada
konsentrasi 250 mg/L.

Page 58 Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012


kenaikan suhu maka dapat mempercepat reaksi
Gambar 4. Grafik hubungan waktu dan yang mengakibatkan naiknya energi kinetic
degradasi warna procion biru pada partikel zat sehingga memungkinkan semakin
konsentrasi 150 mg/L. banyaknya tumbukan efektif yang menghasilkan
perubahan. Gulkaya et. al juga melaporkan
bahwa efisiensi oksidasi naik dengan naiknya
temperature dari 25 ke 50°C (Gulkaya et.al.,
2006).
Semakin lama waktu juga akan sangat
mempengaruhi proses. Karena semakin lama
waktu proses yang digunakan maka semakin
banyak proses untuk terjadi tumbukan.
Hasil percobaan ini menunjukkan
bahwa pewarna sintetis procion merah dan
procion biru memberikan hasil yang hampir
sama mengenai pengaruh waktu dan temperature
terhadap degradasi warna menggunakan reagen
fenton. Ini menunjukkan bahwa reagen fenton
dapat bekerja optimal bila diaplikasikan dalam
pengolahan limbah cairan pewarna sintetis.
Untuk aplikasi limbah, digunakan
Gambar 5. Grafik hubungan waktu dan kecepatan pengadukan 200 rpm, temperatur
degradasi warna procion biru pada 55°C, dan waktu proses selama 60 menit dengan
konsentrasi 200 mg/L. rentang waktu pengambilan sampel untuk analisa
absorbansi warna yaitu pada menit awal, menit
ke-30, dan menit ke-60.

Gambar 6. Grafik hubungan waktu dan


degradasi warna procion biru pada Gambar 7. Grafik hubungan waktu dan
konsentrasi 250 mg/L. degradasi warna limbah kain jumputan.
Untuk penggunaan konsentrasi procion Seperti yang dapat dilihat pada gambar
biru 150 mg/L, pada waktu 30 menit dan 7, menunjukkan semakin lama waktu proses,
temperatur 55°C sudah dicapai degradasi warna maka persen degradasi warnanya menjadi
100%, seperti dapat dilihat pada gambar 4. semakin besar. Ini menunjukkan adanya
Begitu juga untuk penggunaan konsentrasi pengaruh dari waktu yang digunakan sangat
procion biru 200 mg/L dan penggunaan berpengaruh pada pengolahan limbah pewarna
konsentrasi procion biru 250 mg/L pada waktu tersebut. Tentunya disamping pengaruh dari
30 menit dan temperatur 55°C sudah dicapai waktu, temperatur pengadukan juga ikut dalam
degradasi warna 100%. Seperti dapat dilihat pada mempengaruhi proses absorbansi tersebut.
gambar 5 dan gambar 6. Dianalisa juga kandungan COD yang
Dari percobaan ini dapat diambil mengalami penurunan sebesar 66% yaitu dari
kesimpulan bahwa semakin tinggi temperatur, 659 mg/L menjadi 225 mg/L dan mengalami
maka akan semakin cepat terjadi degradasi peningkatan nilai pH dari 5 menjadi 7. Hal ini
warna. Hal ini dikarenakan dengan adanya menunjukkan bahwa reagen fenton dapat

Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012 Page 59


diaplikasikan dalam pengolahan limbah cair Pencemaran Air Dan Fase Gas, Fakultas
pewarna kain sintetis seperti limbah cair kain Teknik Universitas Indonesia, Jakarta.
jumputan.
Budiyono, 2008, Kriya Tekstil Untuk SMK,
Direktorat Pembinaaan Sekolah Menengah
4. KESIMPULAN Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah,
1. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
temperatur, maka semakin besar persen
degradasi warna yang dicapai. Dalam Budiyono, 2008, Kriya Tekstil Untuk SMK,
pengolahan air limbah pewarna sintetis Direktorat Pembinaaan Sekolah Menengah
dengan menggunakan reagen fenton ini Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen
didapatkan kondisi optimum untuk pengaruh Pendidikan Dasar dan Menengah,
temperatur adalah 55°C. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
2. Hasil penelitian menunjukkan semakin lama
waktu pengadukan, maka semakin besar Christie, R.M., 2001, Colour Chemistry, Royal
persen degradasi warna yang dicapai. Dalam Society of Chemistry, Cambridge, Great
pengolahan air limbah pewarna sintetis Britain.
dengan menggunakan reagen fenton ini
didapatkan kondisi optimum untuk waktu Gulkaya I, Surucu Gulerman A, Dilek Filiz B.
pengadukan yaitu 60 menit. Importance of H2O2/Fe2+ ratio in Fenton's
3. Hasil pengujian reagen fenton terhadap treatment of a carpet dyeing wastewater. J.
limbah kain jumputan dengan temperatur Hazard. Mater. 2006; 136: 763-769.
55°C, waktu pengadukan 60 menit dengan
kecepatan pengadukan 200 rpm, didapatkan Hudaya, T., M. Stefanus, dan Maria A., 2011,
penurunan COD sebesar 66%. Dan degradasi H2O2/UV Photo-oxidation Of Non-
warna 100% terjadi pada waktu pengadukan biodegradable DYA Textile-dye Wastewater
selama 120 menit. In a Multi-lamp Bubble Column
Photoreactor, Prosiding Seminar Nasional
Teknik Kimia, ISSN 1693 – 4393.

DAFTAR PUSTAKA Hunger, K., 2003, Industrial Dyes: Chemistry,


Properties, Applications, Wiley-vch Verlan
Agustina, T.E. dan Badewasta, H., (2009). GmbH & Co. KGaA, Weinheim, German.
Pengolahan limbah cair industri batik cap
khas Palembang dengan proses filtrasi dan Koko, 2011, Warna Batik, http:// kokobahtiar.
adsorpsi, Prosiding Seminar Nasional blogspot.com, diunduh pada Oktober 2011.
Teknik Kimia Indonesia 2009, Bandung 19-
20 Oktober 2009 Malato, S., J. Blanco, A. Campos, J. Caceres, C.
Guillard, J. M. Herrmann, and A. R.
Agustina, T. E., Nurisman, E., Prasetyowati, Fernandez-Alba, 2003, Applied Catalysis
Haryani, N., Cundari, L., Novisa, A., dan B: Environmental, 42. 349 – 357.
Khristina, O., 2011, Pengolahan Air
Limbah Pewarna Sintetis Dengan Neyens, E & Baeyens, 2003, A Review of
Mengunakan Reagen Fenton, Prosiding Classical Fenton’s Peroxidation As an
Seminar Nasional Avoer ke-3 Tahun 2011, Advanced Oxydation Technique, Journal of
Palembang, 26-27 Oktober 2011 Hazardous Materials, 99. 22 – 50.

Barbusinki, K. & Koscielniak, 1999, Aerobic Rahmawati, I., 2011, Kimia Asyik Kimia
Sludge Digestion In The Presence Of Menarik, http:// irizlovely.blogspot.com/
Chemical Oxidation Agents. Part II: 2011/08/ industri-bahan-pewarna-dan-
Fenton’s Reagent, Institute a Water and pencelup.html, diunduh pada Oktober 2011.
Waste Water Engineering, Silesion
Technical University, Poland. Shofian, M., 2005, Kesan Perencat Terhadap
Keberkesanan Proses Reagen Fenton
Bismo, S., 2006, Teknologi Radiasi Sinar Ultra- Dalam Mengolah Pewarna Industri Tekstil,
Ungu (UV) Dalam Rancang Bangun Proses Akademi Tentera Malaysia, Universiti
Oksidasi Lanjut Untuk Pencegahan Teknologi Malaysia.

Page 60 Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012


Sugiarto, A. T., 2004, Pengaruh pH dan Stanislaw, L., Monika S., and Renata Z., 2001,
Konsentrasi Zat Warna Pada Penguraian Biodegradation, Decolourisation, and
Zat Warna Remazol Navy Blue Scarlet Detoxification of Textile Wastewater
Dengan Teknologi AOP, Pusat Penelitian Enhanced by Advanced Oxidation
Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi, Processes, Journal of Biotechnology, 89.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 175 – 184.
Bandung.
Woodard, F., 2001, Industrial Waste Treatment
Sunarto, 2008, Teknik Pencelupan dan Handbook, Butterworth Heinemann, Boston
Pencapan, Direktorat Pembinaaan Sekolah
Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Zinkus, G. A., W. D. Byers, and Doerr W. W.,
Manajemen Pendidikan Dasar dan 1998, Chemical Engineering Program, 94.
Menengah, Departemen Pendidikan 19 – 31.
Nasional, Jakarta.

Jurnal Teknik Kimia No. 3, Vol. 18, Agustus 2012 Page 61

Anda mungkin juga menyukai