Anda di halaman 1dari 1

Izin untuk ikut menjawab pertanyaan diskusi.

Sebagaimana disebutkan dalam pernyataan tersebut, hukum perdata di Indonesia tidak lepas dari
politik hukum Hindia Belanda. Politik hukum Hindia Belanda memisahkan warga Hindia Belanda ke
dalam tiga golongan yaitu golongan Eropa, Timur Asing, dan Indonesia Asli (Bumi Putera).
Penggolongan ini, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 131 Indische Staatsregeling (IS),
mempengaruhi hukum perdata yang diberlakukan kepada masing-masing golongan, yaitu:

- Golongan Eropa, berlaku perundang-undangan di Negeri Belanda (konkordansi).

- Golongan Bumi Putera dan Timur Asing, dapat menggunakan peraturan perundang-undangan yang
digunakan golongan Eropa baik seluruhnya maupun sebagian darinya, atau selama belum ditulis
peraturan perundang-undangan maka digunakan hukum adat yang berlaku di wilayahnya.

Karena masyarakat Indonesia terdiri atas beragam suku dan kebudayaan menyebabkan beraneka
hukum adat di Indonesia, maka terjadilah kondisi pluralitas dalam hukum perdata di Indonesia.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) merupakan produk perundang-undangan yang


merupakan warisan masa penjajahan Belanda. KUHPerdata disahkan oleh Raja Belanda sebagai
undang-undang yang berlaku di Hindia Belanda pada 1846. Setelah Indonesia merdeka pada tahun
1945 dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, disebutkan dalam Pasal II
Aturan Peralihan UUD 1945 tersebut bahwa: “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih
langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.” Oleh
karena itu, KUHPerdata sebagai Undang-Undang yang masih berlaku saat itu sampai saat ini masih
berlaku di Indonesia, selama belum digantikan oleh undang-undang yang baru.

Referensi:

- BMP ISIP4131 Sistem Hukum Indonesia Edisi 2, Modul 5

- https://www.hukumonline.com/klinik/a/kedudukan-kuh-pidana-dan-kuh-perdata-dalam-hierarki-
peraturan-perundang-undangan-lt4f1e71d674972

Anda mungkin juga menyukai