Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH

MANAJAMEN STRATEGI
ETIKA BISNIS, TANGGUNG JAWAB SOSIAL, DAN
AUDIT&KEBERLANGSUNGAN LINGKUNGAN

OLEH:

KELOMPOK 4

KELAS B

0
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah- Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ETIKA BISNIS,
TANGGUNG JAWAB SOSIAL, DAN AUDIT&KEBERLANGSUNGAN
LINGKUNGAN”.
Adapun makalah tentang Etika Bisnis, Tanggung Jawab Sosial, Dan
Audit&Keberlangsungan Lingkungan ini telah kami usahakan semaksimal
mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dan semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun dari segi lainnya.
Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka
selebar-lebamya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada
kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah tentang


Etika Bisnis, Tanggung Jawab Sosial, Dan Audit&Keberlangsungan
Lingkungan ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat
memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Kendari, 10 Juni 2022

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

2.1 ETIKA BISNIS...........................................................................................3

2.2 TANGGUNG JAWAB SOSIAL...............................................................12

2.3 AUDIT DAN KEBERLANGSUNGAN LINGKUNGAN.....................24

BAB III PENUTUP..............................................................................................48

3.1. Kesimpulan...............................................................................................48

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................49

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Semakin besar suatu organisasi, maka semakin besar pula tuntutan
masyarakat terhadap organisasi tersebut. Banyak lembaga bisnis yang
menggunakan segala cara untuk memenangkan persaingan oleh karena itu,
diharapkan pelaku bisnis dapat menjalankan bisnis yang memenuhi syarat dalam
etika bisnis, baik secara moral maupun norma masyarakat. Organisasi sebagai
suatu system juga diharapkan dapat memiliki tanggungjawab sosial terhadap
masyarakat.

Stakeholder menghendaki agar pelaku bisnis atau perusahaan dengan


segala bentuk binisnya berperilaku etis dan memiliki tanggungjawab terhadap
komunitas, sosial, etika dan hukum. System bisnis beroperasi dalam suatu
lingkungan dimana perilaku etis, tanggung jawab sosial, peraturan pemerintah dan
pihak stakeholder ini menentukan tingkat keberhasilan yang dapat diraih
perusahaan.

Hal ini menuntut para perilaku bisnis juga untuk menjalankan bisnisnya
dengan semakin bertanggung jawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut untuk
memperoleh keuntungan dari lapangan usahanya, melainkan mereka juga diminta
untuk memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sosialnya. Perubahan
pada tingkat kesadaran masyarakat memunculkan kesadaran baru tentang
pentingnya melaksanakan apa yang kita kenal sebagai Corporate Social
Responsibility (CSR). Pemahaman itu memberikan pedoman bahwa koperasi
bukan lagi sebagai entitas yang hanya mementingkan dirinya sendiri saja sehingga
terealisasi atau mengasingkan diri dari lingkungan masyarakat di tempat mereka
bekerja, melainkan sebuah entitas usaha yang wajib melakukan adaptasi cultural
dengan lingkungan sosialnya.

CSR memandang perusahaan sebagai agen moral, dengan atau tanpa


hukum, sebuah perusahaan harus menjunjung tinggi moralitas. Karena suatu
keberhasilan perusahaan adalah yang mengedepankan prinsip moral dan etis,
yakni menggapai suatu hasil terbaik, tanpa merugikan kelompok masyarakat
lainnya. Dengan begitu, perusahaan yang bekerja dengan mengedepankan prinsip
tersebut akan memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan etika bisnis?
2. Apa yang dimaksud dengan tanggung jawab sosial?
3. Apa yang dimaksud dengan audit dan keberlangsungan lingkungan?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui etika bisnis.

2. Untuk mengetahui tanggung jawab sosial.

3. Untuk mengetahui audit dan keberlangsungan lingkungan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ETIKA BISNIS


1. Pengertian Etika Bisnis

Etika dari bahasa Yunani “Ethos” = adat istiadat/kebiasaan, hal ini etika
berarti berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang
baik. Pengertian ini relative sama dengan moralitas. Moralitas dari bahasa latin
“Mos” dalam bentuk jamaknya “Mores” = adat istiadat/kebiasaan.

Menurut Vonder Embse dan Wagley, etika didefinisikan sebagai


konsensus mengenai suatu standar perilaku yang diterima untuk suatu pekerjaan
dan perdagangan, atau profesi.

Budi Saronto, yang mendefinisikan etika bisnis diambil dari kata etika
yang merupakan tindakan baik atau buruk, dimana kedua tindakan tersebut
sebagai prinsip tentang moralitas. Etika bisnis sebagai alat bagi pebisnis untuk
menjalankan usaha mereka dilandasi rasa tanggung jawab dan moral.

Etika Bisnis Merupakan aplikasi dari prinsip dan standar etika untuk
tindakan dan pilihan dari organisasi bisnis dan perilaku atas pribadi mereka.
Istilah etika mengacu pada prinsip-prinsip moral yang mencerminkan keyakinan
masyarakat mengenai tindakan yang benar dan salah dari seorang individu atau
kelompok. Tentunya nilai yang dianut seorang individu, suatu kelompok atau
suatu masyarakat dapat bertentangan dengan nilai dari individu, kelompok atau
masyarakat lain. Sumber dari standar etika itu sendiri yakni:

a. The School of Ethical Universalism, Memegang pemahaman umum di


berbagai budaya dan negara tentang apa yang merupakan hak dan salah,
menimbulkan standar etika universal yang berlaku bagi semua masyarakat,
semua perusahaan, dan semua pelaku bisnis. Dampak pada etika bisnis
yaitu apakah tindakan terkait bisnis itu benar atau salah dinilai berdasarkan
standar universal.

b. The School of Ethical Relativism, Memegang keyakinan, norma,


kebiasaan, dan norma perilaku yang berbeda antar negara dan budaya
memunculkan beberapa standar tentang apa yang benar secara etis atau
salah. Dampak pada etika bisnis yaitu apakah tindakan terkait bisnis itu
benar atau salah tergantung pada standar etika lokal. Dampak pada etika

3
bisnis yaitu apakah tindakan terkait bisnis itu benar atau salah tergantung
pada standar etika lokal.

c. Integrated Social Contracts Theory, Teori kontrak sosial integratif


memberikan posisi tengah antara pandangan menentang universalisme etis
dan relativisme etis. Menunjukkan bahwa pandangan secara kolektif
beberapa masyarakat membentuk prinsip etika yang universal (first
order) . Dalam kontrak, budaya atau kelompok dapat menentukan tindakan
etis (urutan kedua) secara lokal.

Oleh karena itu, standar etika tidak mencerminkan prinsip yang diterima
secara universal, melainkan produk akhir dari suatu proses yang mendefinisikan
dan mengklarifikasi sifat dan lingkup interaksi manusia. Inti dari keyakinan
bahwa perusahaan sebaiknya dioperasikan dengan cara-cara yang responsif secara
sosial untuk kepentingan seluruh pemangku kepentingan adalah keyakinan bahwa
manajer akan berperilaku etis.

Ricky W. Griffin dalam bukunya yang berjudul Business


mengklasifikasikan etika manajerial ke dalam tiga kategori:

a. Perilaku terhadap karyawan: Kategori ini meliputi aspek perekrutan,


pemecatan, kondisi upah dan kerja, serta privasi dan respek. Pedoman etis
dan hukum mengemukakan bahwa keputusan perekrutan dan pemecatan
harus didasarkan hanya pada kemampuan untuk melakukan pekerjaan.
Perilaku yang secara umum dianggap tidak etis dalam kategori ini
misalnya mengurangi upah pekerja karena tahu pekerja itu tidak bisa
mengeluh lantaran takut kehilangan pekerjaannya.

b. Perilaku terhadap organisasi: Permasalahan etika juga terjadi dalam


hubungan pekerja dengan organisasinya. masalah yang terjadi terutama
menyangkut tentang kejujuran, konflik kepentingan, dan kerahasiaan.
Masalah kejujuran yang sering terjadi di antaranya menggelembungkan
anggaran atau mencuri barang milik perusahaan. Konflik kepentingan
terjadi ketika seorang individu melakukan tindakan untuk menguntungkan
diri sendiri, namun merugikan atasannya. Misalnya, menerima suap.
Sementara itu, masalah pelanggaran etika yang berhubungan dengan
kerahasiaan di antaranya menjual atau membocorkan rahasia perusahaan
kepada pihak lain.

c. Perilaku terhadap agen ekonomi lainnya Seorang manajer juga harus


menjalankan etika ketika berhubungan dengan agen-agen ekonomi lain

4
seperti pelanggan, pesaing, pemegang saham, pemasok, distributor, dan
serikat buruh.

Agar perusahaan tersebut baik di mata dunia maka seorang manajer harus
memiliki etika yang baik. Para manajer yang memiliki etika yang baik akan
melaksanakan tugas-tugasnya sebagai manajer dengan penuh tanggung jawab.
Etika dipergunakan dimana saja ia berada. Baik dalam mengambil keputusan,
memimpin suatu rapat, berinteraksi kepada rekan kerjanya, dan terhadap para
karyawannya.

Etika yang baik adalah bisnis yang baik. Etika yang buruk dapat
menggagalkan bahkan rencana strategis terbaik. Bab ini memberikan gambaran
tentang pentingnya etika bisnis dalam manajemen strategis. Etika bisnis dapat
didefinisikan sebagai prinsip-prinsip etik dalam organisasi yang memandu
pengambilan keputusan dan perilaku. Etika bisnis yang baik merupakan prasyarat
untuk manajemen strategis yang baik, etika yang baik adalah bisnis yang baik.

Sebuah gelombang pasang kesadaran tentang pentingnya etika bisnis telah


menyapu Amerika Serikat dan seluruh dunia. Pelaksana strategi seperti CEO dan
pemilik bisnis adalah individu utama yang bertanggung jawab untuk memastikan
bahwa prinsip-prinsip etika yang tinggi dianut dan dipraktikkan dalam sebuah
organisasi. Seluruh perumusan strategi, implementasi, dan keputusan evaluasi
memiliki konsekuensi etis.

2. Pandangan Tentang Etika

Empat sudut pandang mengenai etika bisnis, mencakup pandangan sebagai


berikut :

a. Pandangan etika utilitarian (ulititarian view of ethics)

Menyatakan bahwa keputusan-keputusan etika dibuat semata-mata


berdasarkan hasil atau akibat keputusan itu. Teori utilitarian menggunakan
metode kuantitatif untuk membuat keputusan-keputusan etis dengan melihat
pada bagaimana cara memberikan manfaat terbesar bagi jumlah terbesar. Jika
mengikuti pandangan utilitarian, seorang manajer dapat menyimpulkan bahwa
memecat 20% angkatan kerja di perusahaan itu dapat dibenarkan karena
tindakan itu akan meningkatkan laba pabrik tersebut, memperbaiki keamanan
kerja bagi 80% karyawan sisanya, dan akan sangat menguntungkan para
pemegang saham. Utilitarian mendorong efisiensi dan produktivitas dan
konsisten dengan sasaran memaksimalkan laba. Namun di lain pihak,
pandangan itu dapat menyebabkan melencengnya alokasi sumber daya,
terutama apabila beberapa orang yang terkena dampak keputusan itu tidak
5
memiliki perwakilan atau suara dalam keputusan tersebut. Utilitarianisme
dapat juga menyebabkan hak-hak sejumlah pemercaya menjadi terabaikan.

b. Pandangan etika hak (right view of ethics)

Sudut pandang etika lain adalah pandangan etika hak, yang peduli
terhadap penghormatan dan perlindungan hak dan kebebasan pribadi individu,
seperti hak terhadap kerahasiaan, kebebasan suara hati, kemerdekaan
berbicara, dan proses semestinya. Penghormatan dan perlindungan itu
mencakup, misalnya, melindungi hak para karyawan terhadap kebebasan
berbicara ketika mereka melaporkan pelanggaran undang-undang oleh
majikan mereka. Segi positif sudut pandang hak itu ialah bahwa sudut
pandang tersebut melindungi kerahasiaan dan kebebasan individu. Tetapi
sudut pandang tersebut memiliki sisi negatif bagi organisasi. Sudut pandang
itu dapat menimbulkan berbagai hambatan terhadap produktivitas dan efisiensi
yang tinggi dengan menciptakan iklim kerja yang lebih memperhatikan
perlindungan hak individu daripada penyelesaian pekerjaan.

c. Pandangan etika teori keadilan (theory of justice view of ethics)

Pandangan berikutnya adalah pandangan etika teori keadilan.


Berdasarkan pendekatan ini, para manajer harus menerapkan dan memaksakan
dan mendorong peraturan secara adil dan tidak memihak dan tindakan itu
dilakukan dengan mengikuti seluruh peraturan dan perundang-undangan di
bidang hukum. Manajer akan menggunakan sudut pandang teori keadilan
dengan memutusakan untuk memberikan tingkat upah yang sama kepada
individu-individu yang mempunyai tingkat keahlian, kinerja, atau tanggung
jawab yang sama dan bukan didasarkan pada perbedaan yang sewenang-
wenang seperti jenis kelamin, kepribadian, ras, atau favoritisme pribadi.
Menerapkan standar keadilan juga memiliki kelebihan dan kekurangannya.
Pandangan itu melindungi kepentingan para pemercaya yang barang kali tidak
mempunyai perwakilan yang memadai atau tidak mempunyai kekuasaan,
tetapi pandangan tersebut dapat mendorong perasaan mempunyai hak resmi
untuk memiliki atau menerima sesuatu (sense of entitlement) yang mungkin
membuat para karyawan mengurangi pengambilan risiko, inovasi, dan
produktivitas.

d. Pandangan etika teori kontrak sosial terpadu (integrative social contracts


theory)

Sudut pandang etika yang terakhir, pandangan etika teori kontrak


sosial terpadu, mengusulkan bahwa keputusan etika harus didasarkan pada

6
keberadaan norma-norma etika di industri dan masyarakat sehingga
menentukan apakah undang-undang benar atau salah. Pandangan itu
didasarkan pada penggabungan dua “kontrak”; kontrak sosial umum yang
mengizinkan dunia bisnis menjalankan dan mendefinisikan peraturan dasar
yang bisa diterima, dan kontrak yang lebih khusus di antara para anggota
komunitas tertentu yang mencakup cara ber-perilaku yang dapat diterima.
Misalnya, dalam menentukan berapa upah yang harus dibayar kepada para
pekerja di sebuah pabrik baru di Ciudad Juarez, Meksiko, para manajer yang
mengikuti teori kontrak sosial terpadu akan mendasarkan keputusan tersebut
pada tingkatan upah yang telah ada di masyarakat. Walaupun teori ini
berfokus pada melihat pada praktik yang telah ada, masalahnya adalah
beberapa dari praktik ini mungkin tidaklah etis.

3. Fungsi Etika Bisnis

a) Membangun Trust : Ketika konsumen sudah percaya terhadap produk,


maka konsumen tidak akan peduli dengan berapa harganya. Harga mahal
pun, mereka rela keluarkan, atas dasar rasa percaya pada produk dan
keunggulan yang ditawarkan. 
b) Meningkatkan Profit Penjualan : Setelah konsumen percaya terhadap
produk yang ditawarkan dengan segala keuntungan yang akan diperoleh.
Maka akan mempengaruhi jumlah permintaan dan mampu meningkatkan
profit penjualan. Inilah tujuan utama dari menjalankan bisnis, yaitu
mendapatkan keuntungan.
c) Menjaga Stabilitas Perusahaan
d) Menjaga Hubungan Baik : Ketika konsumen merasa memiliki hubungan
baik, maka mereka akan kembali lagi membeli produk yang kamu
tawarkan. Mereka datang atas dasar kepercayaan, service dan
kenyamanan. Sebenarnya menjaga hubungan baik tidak berlaku kepada
konsumen, tetapi dengan relasi bisnis pun juga demikian. Tidak hanya
kepada relasi bisnis lama, tetapi kepada relasi bisnis yang sudah lama tidak
menjalin komunikasi sekalipun, perlu di jaga.
e) Menghindari Persaingan Tidak Sehat

4. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis

Pada dasarnya, setiap pelaksanaan bisnis seyogyanya harus menyelaraskan


proses bisnis tersebut dengan etika bisnis yang telah disepakati secara umum
dalam lingkungantersebut. Sebenarnya terdapat beberapa prinsip etika bisnis yang
dapat dijadikan pedoman bagi setiap bentuk usaha. Sonny Keraf (1998)
menjelaskan bahwa prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut ;
7
a. Prinsip otonomi. Sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil
keputusan dan bertindak berdasarkankesadarannya tentang apa yang
dianggapnya baik untuk dilakukan.
b. Prinsip Kejujuran.Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa
ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan
berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam
pemenuhan syarat-syarat persoalan dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam
penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding.
Ketiga, kejujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
c. Prinsip Keadilan. Menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama
sesuai dengan aturan yang adil dansesuai criteria yang rasional obyektif,
serta dapat dipertanggung jawabkan.
d. Prinsip Saling Menguntungkan (Mutual Benefit Principle). Menuntut agar
bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
e. Prinsip Integritas Moral. Terutama dihayati sebagai tuntutan internal
dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis
dengan tetap menjaga nama baik pimpinan atau orang-orangnya maupun
perusahaannya.

5. Pengaruh Etika atau Norma Moral Atas Manajer

Putusan dan tindakan para manajer dipengaruhi oleh nilai-nilai dan norma-
norma buruk baik yang dianutnya. Norma etika manajer itu berpengaruh terhadap
tindakan dan putusan organisasi, walaupun harus diakui keadaan tertentu yang
sedang dihadapinya sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku seorang manajer.
Robert J. Mockler mengutarakan lima faktor yang mempengaruhi keputusan yang
menyangkut masalah etis, yaitu :

a. Undang-undang yang memberi batasan standar etis yang minim sesuatu


soal tanpa menghiraukan adanya hal-hal yang tercakup oleh undang-
undang yang masih merupakan daerah kelabu.

b. Peraturan-peraturan pemerintah yang menyederhanakan soal dengan me-


nentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh, maupun masih terlalu
mudah untuk dilanggar.

c. Kode etik organisasi dan usaha yang juga nampak menyaderhanakan


faktor-faktor mana yang secara etis hanya dipedomankan oleh para
manajer. Namun sayangnya di banyak organisasi, standar etis ini sering
tidak jelas secara tertulis sehingga sukar diikuti prosedur pelaksanaannya.
Bahkan yang tertulis pun masih dituntut sikap jujur dan hati nurani
manajer untuk mematuhinya.
8
d. Desakan sosial malah membuat ruwetnya masalah etik ini karena nilai dan
norma satu kelompok masyarakat tidak sesuai dengan kelompok
masyarakat lainnya.

e. Ketegangan antara norma pribadi dengan kebutuhan organisasi juga


membuat rumitnya tugas manajer. Norma pribadi sebagai warga
masyarakat sering bentrok dengan kepentingan organisasi.

6. Bagaimana dan Mengapa standar Etika Berdampak Terhadap


Penyusunan dan Pelaksanaan Strategi

Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi penyingkapan kesalahan etis


dari manajer di perusahaan seperti Koch Industries, raksasa kasino Las Vegas
Sands, Hewlett-Packard, GlaxoSmithKline, Marathon Oil Corporation, Kraft
Foods Inc., Motorola Solutions, Pfizer, Oracle Corporation, beberapa perusahaan
perbankan investasi terkemuka, dan sejumlah kreditur hipotek. Konsekuensi dari
strategi yang tidak dapat lulus ujian pengawasan moral diwujudkan dalam denda
yang cukup besar, hancurnya hubungan dengan masyarakat, penurunan harga
saham yang tajam yang merugikan pemegang saham miliaran dolar, dakwaan
pidana, dan hancurnya keyakinan eksekutif perusahaan. Sarbanes-Oxley Act, yang
disahkan pada tahun 2002, mengharuskan perusahaan yang sahamnya
diperdagangkan secara public memiliki kode etik atau menjelaskan secara tertulis
kepada SEC mengapa mereka tidak melakukannya. Ada tiga rangkaian pertanyaan
setiap kali ada inisiatif strategi baru yang sedang dikaji sebagai berikut:

a. Apa yang kita usulkan mematuhi sepenuhnya kode etik kita?

b. Apakah jelas bahwa tindakan yang diusulkan ini selaras dengan kode kita?

c. Adakah sesuatu dalam tindakan yang diajukan yang dapat dianggap etis
tidak pantas? Apakah pelanggan, karyawan, pemasok, pemegang saham,
pesaing, komunitas, SEC, atau media kita memandang tindakan ini secara
etis tidak pantas?

Beberapa hal yang mendasari perlunya etika dalam kegiatan bisnis:

d. Selain mempertaruhkan barang dan uang untuk tujuan keuntungan, bisnis


juga mempertaruhkan nama, harga diri, bahkan nasib manusia yang
terlibat di dalamnya.

e. Bisnis adalah bagian penting dalam masyarakat.

f. Bisnis juga membutuhkan etika yang setidaknya mampu memberikan


pedoman bagi pihak – pihak yang melakukannya.
9
7. Pemicu dari Strategi dan Perilaku Bisnis yang Tidak Etis

Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing tindakan


balasan dari konsumen dan masyarakat akan sangat kontra produktif, misalnya
melalui gerakan pemboikotan, larangan beredar, larangan beroperasi. Hal ini akan
dapat menurunkan nilai penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan
perusahaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan
yang memiliki peringkat kepuasan bekerja yag tinggi pula, terutama apabila
perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis. Karyawan yang berkualitas
adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan oleh karena itu semaksimal
mungkin harus tetap dipertahankan. Berikut ini, ada tiga pemicu utama dari
perilaku bisnis yang tidak etis ditunjukkan sebagai berikut :

 Pengawasan yang salah, memungkinkan pengejaran atas kepentingan dan


keuntungan pribadi yang tidak bermoral.

 Tekanan yang cukup berat terhadap manajer perusahaan untuk memenuhi


target kinerja jangka pendek.

 Budaya perusahaan yang menempatkan profitabilitas dan kinerja bisnis


sebagai prioritas dan mengesampingkan tingkah laku etisnya dalam
berbisnis.

8. Strategi Perusahaan Harus Beretika

Ada dua alasan yang mendasari mengapa strategi perusahaan harus etis,
yaitu :

a) Karena strategi bisnis tidak etis secara moral itu salah dan mencerminkan
karakter buruk perusahaan dan personilnya, dan

b) Karena strategi bisnis yang etis bisa menjadi bisnis yang baik dan
melayani kepentingan pribadi pemegang saham.

Ibarat sebuah mobil, laju mobil penting untuk dapat mengantarkan


penumpangnya ke tempat tujuan. Mobil melaju karena injakkan pedal gas
pengemudinya dan berhenti kerena injakan pedal rem. Injakan pedal gas mobil
diperlukan agar mobil dapat melaju dan injakan pedal rem diperlukan agar mobil
melaju dengan selamat. Begitu pula sebuah perusahaan bergerak karena
beraksinya sumber daya manusia bersama-sama sumberdaya yang lain. Agar aksi
manajemen perusahaan berjalan selamat perlu memperhatikan etika bisnis dan
tanggung jawab sosial. Etika dan tanggung jawab sosial perupakan rem
perusahaan agar berkerja tidak bertabrakan dengan pemegang kepentingan

10
perusahaan, seperti pelanggan, pemerintah, pemilik, kreditur, pekerja dan
komunitas atau masyarakat.

Hubungan yang harmonis dengan pemegang kepentingan akan


menghasilkan energi positif buat kemajuan perusahaan. Mengapa etika bisnis
dalam perusahaan terasa sangat penting saat ini? Karena untuk membentuk suatu
perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi serta mempunyai
kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu
landasan yang kokoh. Biasanya dimulai dari perencanaan strategis, organisasi
yang baik, sistem prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan
yang andal serta etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan
konsekwen. Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika perusahaan
akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah maupun
jangka panjang karena :

1) Akan dapat mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan terjadinya


friksi baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.

2) Akan dapat meningkatkan motivasi pekerja.

3) Akan melindungi prinsip kebebasan berniaga

4) Akan meningkatkan keunggulan bersaing.

9. Manfaat Etika Binis Untuk Perusahaan

1) Dapat Meningkatkan Kredibilitas Perusahaan


Etika bisnis sangat penting bagi perusahaan, terutama perusahaan besar
yang dimana memiliki banyak sekali karyawan yang tidak saling mengenal.
Setiap karyawan pada perusahaan akan terikat dengan peraturan standar etis
yang sama, maka jika ada suatu kasus yang timbul maka akan mengambil
keputusan yang sama.
2) Perusahaan Dapat Menjelaskan Bagaimana Menilai Tanggung Jawab
Sosialnya
Dengan biasa menjelaskan tanggung jawab sosial atau dengan
menggunakan pendekatan sosial perusahaan tidak hanya mendapatkan
keuntungan dari segi ekonomi saja, tapi mendapatkan keuntungan dari segi
sosial juga. Jika perusahaan telah bertanggung jawab dari segi sosial maka
usaha akan berjalannya secara baik, sehingga secara tidak langsung
perusahaan akan terhindar dari konflik sosial yang dapat merugikan.
3) Dapat Membantu Menghilangkan Grey Area Pada Bidang Etika

11
Misalnya kesetaraan penerimaan gaji, penggunaan tenaga kerja
dibawah umur dan kewajibab perusahaan dalam menjaga lingkungan hidup,
sehingga perusahaan memiliki batasan-batasan dalam menjalankan bisnisnya.
4) Dapat Meningkatkan Daya Saing Perusahaan
Memilikiu daya saing saat ini sudah menjadi keharusan bagi setiap
perusahaan, karena jika suatu perusahaan tidak memiliki daya saing, usahanya
tidak akan bertahan lama. Jika suatu usaha atau bisnis memiliki etika yang
baik, maka bisnisnya akan mengalami perkembangan dan semakin
meningkatkan daya saing maupun kemampuannya untuk bersaing di pasaran
dengan perusahaan atau pembisnis lain.
5) Dapat Meningkatkan Kepercayaan Investor Pada Perusahaan
Bagi perusahaan yang sudah go publik maka akan mendapatkan
manfaat berupa meningkatnya kepercayaan para investor untuk berinvestasi,
jika terjadi kenaikan harga saham maka biasanya akan menarik minat investor
untuk berinvestasi atau membeli saham perusahaan.
6) Dapat Membangun Citra Positif Perusahaan.
Etika bisnis juga dapat membangun citra yang baik tentang perusahaan
dimata para mitra bisnis maupun para konsumen. Maka dengan citra yang baik
akan menjaga kelangsungan hidup perusahaan tersebut.

2.2 TANGGUNG JAWAB SOSIAL


1. Arti Tanggung Jawab Sosial

Suatu ulasan kepustakaan baru – baru ini mengidentifikasi bahwa terdapat


sedikitnya sembilan arti tanggung jawab sosial. Sembilan arti tersebut bisa
dikelompokkan dalam tiga kategori umum : kewajiban sosial (socialobligation),
reaksi sosial (social reaction), dan daya tanggap sosial (social responsiveness).
Menurut pandangan ini, sebuah perusahaan dapat diterima oleh masyarakat bila
perusahaan tersebut mengejar laba di dalam batas – batas peraturan yang
ditentukan oleh masyarakat. Karena masyarakat mendukung bisnis dengan
mengizinkan perusahaan itu berdiri, makan perusahaan berkewajiban untuk
membayar kembali kepada masyarakat atas hak untuk mendapat keuntungan itu.
Jadi, perilaku yang sesuai dengan hukum dalam mengejar keuntungan adalah
perilaku yang bertanggung jawab kepada masyarakat, dan perilaku apapun yang
tidak sesuai dengan hukum dalam mengejar keuntungan adalah perilaku yang
tidak bertanggung jawab secara sosial.

Pandangan ini dihubungkan dengan ekonom Milton Friedman dan ekonom


lainnya yang percaya, bahwa masyarakat menciptakan perusahaan bisnis khusus
dan dikhususkan untuk mengejar tujuan – tujuan tertentu, menghasilkan berbagai
12
barang dan jasa dan ikut serta dalam mendukung kedudukansah bisnis ditengah –
tengah masyarakat. Sebagaimana dikatakan Friedman, “ Ada satu dan hanya satu
tanggung jawab sosial bisnis untuk memakai sumber dayanya dan menggunakan
dalam berbagai aktivitas yang didesain untuk menambah keuntungannya
sepanjang bisnis itu tetap dalam aturan permainan, yang bisa diartikan sebagai,
ikut-serta dalam persaingan terbuka dan bebas tanpa penipuan dan kecurangan.”

Pendukung tanggung jawab sosial sebagai kewajiban sosial memberikan


empat alasan dalam mendukung pandangannya :

 Berbagai bisnis bertanggung jawab kepada pemegang sahamnya, pemilik


perusahaan. Jadi tangung jawab tunggal manajemen adalah untuk
mengabdi kepada kepentingan pemegang saham dengan mengelola
perusahaan untuk menghasilkan laba yang darinya pemegang saham
mendapatkan manfaat.

 Berbagai aktivitas yang bertanggung secara sosial, seperti program


perbaikan sosial, seharusnya ditetapkan dengan peraturan, melalui
kebijakan masyarakat, dan melalui tindakan dan sumbangan swasta
perorangan. Sebagai wakil dari masyarakat, pemerintah (melalui
perundang – undangan dan alokasi pajak penghasilan) adalah sangat baik
diperlengkapi untuk mendapatkan sifat perbaikan sosial dan untuk
merealisasikan perbaikan – perbaikan tersebut di masyarakat.

 Jika manajemen mengalokasikan laba ke berbagai akivitas perbaikan


sosial, ini merupakan penyalahgunaan wewenang nya. Manajemen
membebani para pemegang saham dengan mengambil keuntungan mereka
dan membelanjakannya pada berbagai aktivitas yang tidak bisa segera
menguntungkan bagi perusahaan. Dan manajemen melakukan begitu tanpa
mendengar masukan dari pemegang saham. Karena para manajer tidak
dipilih oleh masyarakat secara resmi, mereka berhak melakukan tindakan
yang mempengaruhi masyarakat tanpa bertanggung jawab kepada
masyarakat. Lebih jauh, jenis kegiatan tanpa pencarian-keuntungan ini
bisa jadi tidak bijaksana maupun tidak bisa dilaksanakan karena para
manajer tidak dilatih untuk membuat berbagai keputusan nonekonomis.

 Berbagai tindakan manajemen tersebut mungkin berhasil pada keadaan di


mana masyarakat dirugikan. Dalam pengertian ini, biaya – biaya aktivitas
sosial menyebabkan harga barang – barang dan jasa – jasa perusahaan
meningkat dan peningkatan tersebut mungkin akan dibebankan kepada
pelanggan. Jadi para manajer akan bertindak dalam suatu cara yang

13
berlawanan dengan kepentingan pelanggan dan akhirnya kepentingan para
pemegang saham.

Meskipun banyak orang yang tidak setuju dengan alasan ini, tanggung
jawab sosial bisa menunjuk pada perilaku yang diarahkan semata-mata (tetapi
menurut hukum) ke arah pencarian keuntungan. Seorang manajer bisa, dengan
pembenaran, menyatakan bahwa dia telah dibebaskan kewajibannya kepada
masyarakat dengan menciptakan barang – barang dan jasa – jasa dan memperoleh
keuntungan di dalam batas – batas yang ditetapkan peraturan.

Arti kedua dari tanggung jawab sosial adalah perilaku yang merupakan
reaksi terhadap “norma – norma, nilai- nilai, dan harapan – harapan yang di
selenggarakan masyarakat yang berlaku sekarang.” Pandangan ini menekankan
bahwa masyarakat mempunyai berbagai harapan terhadap perilaku bisnis dan
perusahaan. Sedikitnya, perusahaan harusbertanggung jawab terhadap biaya –
biaya ekologi, lingkungan dan sosial yang terjadi karena tindakannya; lebih luas
lagi perusahaan harus bereaksi dan menyumbang untuk memecahkan berbagai
masalah masyarakat (bahkan pada hal – hal yang tidak secara langsung berkaitan
dengan bisnis). Suatu interpretasi tanggung jawab sosial sebagai reaksi sosial
yang agak sempit adalah bahwa tanggung jawab sosial mencakup berbagai
tindakan sukarela. Penafsiran ini bertujuan untuk membedakan antara tindakan
yang dilakukan perusahaan demi pertimbangan ekonomi atau hukum dan tindakan
yang diprakarsai secara sukarela. Jadi, pandangan ini mengimplikasikan bahwa
perusahaan yang hanya mengejar perilaku yang diwajibkan secara sosial adalah
tidak bertanggung jawab secara sosial, karena perilaku seperti itu dipaksakan,
tidak sukarela. Intisari dari pandangan tanggung jawab sosial adalah bahwa
perusahaan bersifat reaktif. Permintaan dibuat oleh kelompok tertentu, dan
perusahaan bertanggung jawab secara sosial bila mereka beraksi, apakah bersifat
suka rela atau terpaksa, untuk memuaskan permintaan tersebut. Ini berarti
ketidakpuasan bagi mereka yang percaya bahwa pertanggung jawaban sosial
seharusnya menunjuk ke perilaku yang proaktif.

Menurut pandangan ini, berbagai perilaku yang bertanggung jawab secara


sosial adalah bersifat antisipatif dan preventif daripada bersifat reaktif dan
restoratif (pemulihan). Istilah daya tanggap sosial semakin luas pemakaiannya
dalam beberapa tahun ini untuk menunjukkan berbagai tindakan yang berlangsung
melebihi kewajiban sosial dan reaksi sosial.

Ciri – ciri dari perilaku yang bersifat tanggap secara sosial meliputi
penerimaan terhadap tuntutan masyarakat, kemauan untuk bertindak bagi
kelompok apapun, antisipasi kebutuhan masyarakat yang akan datang akan
bergerak ke arah pemuasan mereka, dan mengkomunikasikan dengan pemerintah
14
berkenaan dengan peraturan yang ada dan antisipasi yang diinginkan oleh
masyarakat.

Pandangan daya tanggap sosial mengandung arti yang lebih luas dari
tanggung jawab sosial. Pandangan ini menempatkan para manajer dan organisasi
mereka dalam suatu posisi yang bergeser jauh dari pandangan tradisional yang
semata–mata memusatkan pada cara – cara dan tujuan ekonomi. Pendukung daya
tanggap sosial umumnya menegaskan bahwa pendekatan terhadap tanggung
jawab sosial ini lebih unggul dari pandangan kewajiban sosial dan reaksi sosial
karena tiga alasan :

 Pertama, berbagai aktivitas dan tujuan ekonomi bisnis dengan murni tidak
bisa dipisahkan dari aktivitas sosial dan tujuan masyarakat.

 Kedua, berlawanan dengan pandangan pendukung kewajiban sosial bahwa


para manajer tidak terlatih menghadapi masalah – masalah sosial,
pendukung daya tanggap sosial menyatakan bahwa perusahaan “ adalah
pemecah masalah organisasi yang paling efektif dalam suatu masyarakat
yang kapitalis.”

 Ketiga, penganjur daya tanggap sosial menegaskan bahwa keterlibatan


bisnis dalam masalah – masalah sosial bukanlah penyalahgunaan
wewenang, sebagaimana pandangan kewajiban sosial. Pemegang saham
merasa keberatan mendukung bisnis mereka karena alasan – alasan sosial,
dan upaya perusahaan yang mungkin adalah untuk menerima persetujuan
dari konsumen, media massa, dan masyarakat.

Untuk mengelompokkan tindakan yang bertanggung jawab secara sosial


adalah dengan mengidentifikasi ahli waris (beneficiaries) dalam setiap tindakan.
Untuk penyederhanaan, dua kelompok umum ahli waris bisa diidentifikasikan:

g. Ahli Waris Internal

 Tanggung Jawab Kepada Pelanggan : Isu tanggung jawab sosial yang


ditujukan kepada pelanggan adalah relatif tetap pada satu ekstrim
(seperti dalam contoh-contoh di mana peraturan menetapkan produk
yang aman) dan agak berubah-ubah pada yang lain (seperti dalam
contoh-contoh di mana terdapat harapan umum berkenaan dengan
hubungan harga-kualitas).

 Tanggung Jawab Kepada Karyawan : Tanggung jawab manajemen


kepada karyawan bisa dilaksanakan secara minimal dengan memenuhi
syarat peraturan yang berkaitan dengan hubungan karyawan-majikan.
15
Peraturan seperti itu diarahkan pada masalah-masalah yang
berhubungan dengan kondisi fisik pekerjaan (khususnya isu-isu
keselamatan dan kesehatan), upah dan ketentuan jam kerja, serikat
pekerja dan pembentukan serikat pekerja, dll. Arah dari berbagai
peraturan tersebut adalah untuk mendorong manajemen menciptakan
tempat kerja yang aman dan produktif yang di dalamnya hak mendasar
warga negara tidak dibahayakan.

 Tanggung Jawab Kepada Pemegang Saham : Manajemen mempunyai


suatu tanggung jawab untuk terbuka kepada pemegang saham dalam
hal penggunaan sumber daya perusahaannyadan hasil-hasil
pemanfaatannya. Hukum menjamin hak pemegang saham terhadap
informasi keuangan dan keterbukaan minimal kepada masyarakat. Hak
mendasar dari seorang pemegang saham tidaklah dijamin oleh
keuntungan tetapi dijamin oleh informasi yang dengannya sebuah
keputusan invetasi yang bijaksana bisa menjadi dasar. Tindakan akhir
yang diambil seorang pemegang saham adalah menjual saham itu dan
berhenti untukmempunyai suatu kepemilikan kepentingan.

Ahli waris internal merupakan fokus dari banyak perilaku wajib sosial
manajemen. Dalam hubungannya dengan pelanggan, karyawan, dan
pemegang saham, para manajer sangat dituntut untuk bertanggung jawab
secara sosial. Hubungan di antara perusahaan dan ahli waris internalnya
dibatasi oleh hukum, peraturan, dan kebiasaan agar perusahaan bertindak
menurut hukum.

h. Ahli Waris Eksternal

 Ahli Waris Eksternal Khusus : Tindakan perusahaan yang melibatkan


ahli waris eksternal khusus bisa jadi wajib, reaktif dan responsif.
Tindakan wajib adalah dalam menanggapi peraturan dan hukum anti
diskriminasi. Perusahaan itu bisa dinilai tidak bertanggung jawab
secara sosial maupun hukum jika perusahaan itu melanggar peraturan-
peraturan tersebut. Sebuah perusahaan bisa dianggap bersifat reaktif
secara sosial jika perusahaan bertindak melebihi isi undang-undang
yang sebenarnya.

 Ahli Waris Eksternal Umum : Berbagai program yang melibatkan ahli


waris eksternal seringkali dianggap bertanggung jawab secara sosial
karena menjadikan perusahaan berusaha untuk memecahkan atau
mencegah masalah-masalah sosial umum. Berbagai perusahaan telah
menjalankan aksi untuk memecahkan atau mencegah masalah yang
16
berkaitan dengan lingkungan atau ekologi seperti polusi air, udara, dan
suara serta pembuangan limbah dan radiasi.

2. Definisi Tanggung Jawab Sosial

Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility


(CSR) adalah suatukonsepbahwaorganisasi, khususnya (namun bukan hanya)
perusahaan memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku
kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang
saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan
yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.

CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", yakni suatu


organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus
mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek
ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden, tetapi juga harus menimbang
dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk
jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih panjang. Dengan pengertian
tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan
pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen dampak (minimisasi dampak
negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap seluruh pemangku
kepentingannya.

Tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility


(CSR) dapat didefinisikan sebagai bentuk kepedulian perusahaan terhadap
lingkungan eksternal perusahaan melalui berbagai kegiatan yang dilakukan dalam
rangka penjagaan lingkungan, norma masyarakat, partisipasi pembangunan, serta
berbagai bentuk tanggung jawab sosial lainnya.

Kepedulian kepada masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat diartikan


sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai peningkatan
partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas melalui berbagai
upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. CSR bukanlah
sekedar kegiatan amal, melainkan CSR mengharuskan suatu perusahaan dalam
pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan
akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan,
termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan perusahaan untuk membuat
keseimbangan antara kepentingan beragam pemangku kepentingan eksternal
dengan kepentingan pemegang saham, yang merupakan salah satu pemangku
kepentingan internal.Selain definisi diatas masih ada definisi lain mengenai CSR
yakni Komitmen perusahaan dalam pengembangan ekonomi yang
berkesinambungan dalam kaitannya dengan karyawan beserta keluarganya,
17
masyarakat sekitar dan masyarakat luas pada umumnya, dengan tujuan
peningkatan kualitas hidup mereka (WBCSD, 2002).

Sedangkan menurut Commission of The European Communities, 2001,


mendefinisikan CSR sebagai aktifitas yang berhubungan dengan kebijakan-
kebijakan perusahaan untuk mengintegrasikan penekanan pada bidang sosial dan
lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan interaksi dengan stakeholder .

3. Pandangan Mengenai Tanggung Jawab Sosial

Terdapat dua pandangan mengenai tanggungjawab sosial perusahaan,


yaitu sebagai berikut:

a. Pandangan Tradisional

Pertemuan Yohannesburg tahun 2002 yang dihadiri para pemimpin


dunia memunculkan konsep social responsibility, yang mengiringi dua konsep
sebelumnya yaitu economic dan environment sustainability. Ketiga konsep ini
menjadi dasar bagi perusahaan dalam melaksanakan tanggung jawab sosialnya
(Corporate Social Responsibility). Pertemuan penting UN Global Compact di
Jenewa, Swiss, Kamis, 7 Juli 2007 yang dibuka Sekjen PBB mendapat
perhatian media dari berbagai penjuru dunia. Pertemuan itu bertujuan meminta
perusahaan untuk menunjukkan tanggung jawab dan perilaku bisnis yang
sehat yang dikenal dengan corporate social responsibility. Sesungguhnya
substansi keberadaan CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan
perusahaan itu sendiri dengan jalan membangun kerjasama antar stakeholder
yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-program
pengembangan masyarakat sekitarnya.

Ada dua konsep awal yang sejak dulu menjadi landasan-landasan


perusahaan-perusahaan dalam menjalankan praktik tanggung jawab sosial. Di
satu sisi, ada pihak yang mengatakan bahwa urusan bisnis adalah menjalankan
bisnis saja. Pandangan seperti ini dipopulerkan oleh Milton Friedman.
Menurut Friedman, hanya ada satu tanggung jawab sosial perusahaan, yaitu
menggunakan sumber daya dengan aktivitas-aktivitas yang bisa mendapatkan
dan meningkatkan laba perusahaan, sepanjang semuanya sesuai aturan yang
ada, terbuka, dan bersaing bebas tanpa kecurangan. Pemerintah dapat
mengatur berbagai aturan main tentang cara operasi yang tidak merusak
lingkungan dan mengganggu masyarakat, tentang perpajakan, tentang
penggunaan tenaga kerja, dan lain-lain. Perusahaan tinggal mengikutinya.
Jadi, pandangan mendirikan dan menjalankan bisnis seperti ini motifnya
sungguh-sungguh untuk motif ekonomi semata.

18
Pandangan ini sekaligus juga menyiratkan bahwa jika upaya
perusahaan motifnya bukan ekonomi (misalnya untuk kesejahteraan
masyarakat sekitar), suatu saat perusahaan bisa memiliki kemungkinan merugi
karena meningkatnya biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan. Kalau biaya
meningkat, perusahaan akan meningkatkan harga-harga menjadi mahal.
Apalagi persaingan yang dihadapi perusahaan juga tidak mudah. Jadi,
ketimbang mengeluarkan uang banyak untuk layanan sosial, lebih baik
perusahaan menggunakannya untuk pengembangan produk dan sejenisnya.
Sementara itu, masyarakat pada dasarnya bisa berpartisipasi, menikmati
keuntungan atas operasi perusahaan dengan mekanisme “go public” dari
perusahaan. Bagi pendukung pandangan seperti ini, untuk urusan sosial dan
lingkungan seharusnya hanya menjadi urusan pemerintah.

b. Pandangan Sosial Ekonomi

Ada pandangan yang menyebutkan bahwa kalangan bisnis selayaknya


memiliki tanggung jawab yang lebih. Pandangan ini disebut sebagai sosio-
economics view. Ada empat pokok pikiran dari pandangan ini, yaitu :

 Tanggung jawab perusahaan lebih dari sekedar menciptakan laba, yaitu


perusahaan juga terlibat untuk urusan menjaga dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

 Perusahaan pada dasarnya bukan pihak independen yang hanya


bertanggung jawab kepada pemegang sahamnya.

 Perusahaan seharusnya memiliki tanggung jawab moral kepada


masyarakat yang lebih luas, baik untuk urusan sosial, hukum, dan berbagai
masalah perpolitikan.

 Perusahaan haruslah melakukan hal-hal yang “baik dan benar” dan


bermanfaat bagi masyarakat dalam menjalankan usahanya.

Dari sudut pandang strategis, suatu perusahaan bisnis perlu


mempertimbangkan tanggung jawab sosialnya bagi masyarakat dimana bisnis
menjadi bagiannya. Ketika bisnis mulai mengabaikan tanggung jawabnya,
masyarakat cenderung menanggapi melalui pemerintah untuk membatasi otonomi
bisnis. Salah satu pihak yang menjadi pengusung pandangan sosio-economics
view ini adalah Archie Carrol yang mengaitkan tanggung jawab sosial perusahaan
dan tanggung jawab perusahaan terdiri dari empat level, yaitu:

19
 Tanggung jawab ekonomi: yakni menghasilkan barang dan jasa yang
bernilai bagi masyarakat sehingga perusahaan dapat membayar pada
pemegang saham dan kreditornya.

 Tanggung jawab legal: yakni ditentukan pemerintah melalui produk


hukum dan dipatuhi oleh perusahaan. Di tingkat ini perusahaan
bagaimanapun harus mematuhi apapun peraturan perusahaan terkait
dengan operasinya. Perusahaan dianjurkan untuk peraturan ini akan
membawa manfaat sendiri bagi perusahaan. Misalnya, sebuah perusahaan
yang menggunakan bahan-bahan kimia, saat mengelola limbahnya,
dianjurkan untuk mematuhi aturan pemerintah tentang ambang batas.

 Tanggung jawab etika yakni perusahaan diharapkan dapat mengikuti


keyakinan umum mengenai bagaimana orang harus bertindak dalam suatu
masyarakat.

 Tanggung jawab kebebasan memilih yakni tanggung jawab yang


diasumsikan bersifat sukarela.

Dari keempat tanggung jawab tersebut, tanggung jawab ekonomi dan


hukum dinilai sebagai tanggung jawab dasar yang harus dimiliki perusahaan.
Setelah tanggung jawab dasar terpenuhi maka perusahaan dapat memenuhi
tanggung jawab sosialnya yakni dalam hal etika dan kebebasan memilih.

4. Alasan Perusahaan Menerapkan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Ada beberapa alasan mengapa sebuah perusahaan memutuskan untuk


menerapkan CSR sebagai bagian dari aktifitas bisnisnya, yakni :

 Moralitas : Perusahaan harus bertanggung jawab kepada banyak pihak


yang berkepentingan terutama terkait dengan nilai-nilai moral dan
keagamaan yang dianggap baik oleh masyarakat. Hal tersebut bersifat
tanpa mengharapkan balas jasa.

 Pemurnian Kepentingan Sendiri : Perusahaan harus bertanggung jawab


terhadap pihak-pihak yang berkepentingan karena pertimbangan
kompensasi. Perusahaan berharap akan dihargai karena tindakan tanggung
jawab mereka baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

20
 Teori Investasi : Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap
stakeholder karena tindakan yang dilakukan akan mencerminkan kinerja
keuangan perusahaan.

 Mempertahankan otonomi : Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap


stakeholder untuk menghindari campur tangan kelompok-kelompok yang
ada didalam lingkungan kerja dalam pengambilan keputusan manajemen.

5. Manfaat Tanggung Jawab Sosial

a. Manfaat Bagi Perusahaan

Manfaat yang jelas bagi perusahaan jika perusahaan memberikan


tanggung jawab sosial adalah munculnya citra positif dari masyarakat akan
kehadiran perusahaan di lingkungannya. Kegiatan perusahaan dalam jangkaa
panjang akan dianggap sebagai kontribusi yang positif bagi masyarakat. Selain
membantu perekonomian masyarakat perusahaan juga akan dianggap bersama
masyarakat membantu dalam mewujudkan keadaan yang lebih baik di masa
yang akan datang. Akibatnya, perusahaan justru akan memperoleh tanggapan
yang positif setiap kali akan menawarkan sesuatu kepada masyarakat.

b. Manfaat Bagi Masyarakat

Manfaat bagi masyarakat dari tanggung jawab sosial yang


dilakukan oleh perusahaan sangatlah jelas. Selain bahwa beberapa
kepentingan masyarakat diperhatikan oleh perusahaan, masyarakat juga akan
mendapatkan pandangan baru mengenai hubungan. perusahaan dan
masyarakat yang barangkali selama ini hanya sekadar dipahami sebagai
hubungan produsen-konsumen, atau hubungan antara penjual dan pembeli
saja Masyarakat akan memiliki pandangan baru bahwa hubungan antara
masyarakat dalam dunia bisnis perlu diarahkan untuk kerja sama yang saling
menguntungkan kedua belah pihak.

c. Manfaat Bagi Pemerintah

Pemerintah pada akhirnya tidak hanya berfungsi sebagai wasit yang


menetapkan aturan main dalam hubungan masyarakat dengan dunia bisnis,
dalam memberikan sanksi bagi pihak yang melanggarnya. Pemerintah
sebagai pihak yang mendapat legitimasi untuk mengubah tatanan masyarakat
ke arah yang lebih baik akan mendapatkan partner dalam mewujudkan
tatanan masyarakat tersebut. Sebagian tugas pemerintah dapat dijalankan
oleh anggota masyarakat, dalam hal ini perusahaan atau organisasi bisnis.

21
6. Strategi Pengelolaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

a. Strategi Reaktif: Kegiatan bisnis yang melakukan strategi reaktif dalam


tanggung jawab sosial cenderung menolak atau menghindarkan diri dari
tanggung jawab sosial.

b. Strategi Defensif: Strategi defensif dalam tanggung jawab sosial yang


dilakukan oleh perusahaan terkait dengan penggunaan pendekatan legal
atau jalur hukum untuk menghindarkan diri atau menolak tanggung jawab
sosial .

c. Strategi Akomodatif: Strategi Akomodatif merupakan tanggung jawab


sosial yang dijalankan perusahaan dikarenakan adanya tuntutan dari
masyarakat dan lingkungan sekitar akan hal tersebut.

d. Strategi Proaktif: Perusahaan memandang bahwa tanggung jawab sosial


adalah bagian dari tanggung jawab untuk memuaskan stakeholders. Jika
stakeholders terpuaskan, maka citra positif terhadap perusahaan akan
terbangun.

7. Regulasi Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan dalam Perusahaan

Di Indonesia sendiri, munculnya Undang-Undang No. 40 tahun 2007


tentang Perseroan Terbatas (UU PT) menandai babak baru pengaturan CSR.
Selain itu, pengaturan tentang CSR juga tercantum di dalam Undang-Undang No.
25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM). Walaupun sebenarnya
pembahasan mengenai CSR sudah dimulai jauh sebelum kedua undang-undang
tersebut disahkan. Salah satu pendorong perkembangan CSR yang terjadi di
Indonesia adalah pergeseran paradigma dunia usaha yang tidak hanya semata-
mata untuk mencari keuntungan saja, melainkan juga bersikap etis dan berperan
dalam penciptaan investasi sosial.

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan dalam Undang-Undang RI No.


40 Tahun 2007 tanggal 16 Agustus 2007 yang tercantum dalam bab V pasal 74.
Dalam pasal 74 di sebutkan sebagai berikut :

1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau


berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan.

22
Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan
yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya
masyarakat setempat.

Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya


di bidang sumber daya alam” adalah Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola
dan memanfaatkan sumber daya alam.

Yang dimaksud dengan “Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya


yang berkaitan dengan sumber daya alam” adalah Perseroan yang tidak mengelola
dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak
pada fungsi kemampuan sumber daya alam.

2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan
diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan
dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Yang dimaksud dengan “dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-undangan” adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang terkait.

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan


diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Sedangkan pengaturan di dalam UU PM, yaitu di dalam Pasal 15 huruf b


adalah sebagai berikut:

“Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial


perusahaan.”

Kemudian di dalam Pasal 16 huruf d UU PM disebutkan sebagai berikut:

“Setiap penanam modal bertanggung jawab menjaga kelestarian lingkungan


hidup.”

23
2.3 AUDIT DAN KEBERLANGSUNGAN LINGKUNGAN
Istilah audit lingkungan baru dikenal pada akhir tahun 1970-an di Amerika
Serikat. Kata audit berasal dari latin yaitu auditus yang artinya mendengarkan.
Istilah auditus ini awalnya dikenal di bidang keuangan yaitu untuk mengetahui
kinerja perusahaan yaitu dengan melakukan assessment tentang neraca, rugi laba
dan laporan. Kata audit diartikan sebagai suatu tindakan pengujian terhadap
jumlah atau keadaan keuangan sebuah perusahaan atau milik perseorangan.
Pendekatan audit lingkungan pada dasarnya bertolak dari konsep audit keuangan
(financial audit). Prinsip dasarnya yaitu untuk mengetahui kinerja.

Dalam pelaksanaannya antara audit keuangan dengan audit lingkungan


terdapat kesamaan, di mana dalam audit keuangan terdapat 3 (tiga) komponen
utama yaitu: (a) neraca pembayaran, (b) penghitungan rugi laba, dan (c) laporan.
Sedangkan dalam audit lingkungan terdapat 3 (tiga) komponen lingkungan yang
tercermin dalam: (1) prakiraan kemungkinan terjadinya kecelakaan dan risiko
pada usaha atau kegiatan di lapangan, (2) analisa input-output mengenai arus
materi yang diproduksi, dan (3) laporan mengenai pelaksanaan pengelolaan
lingkungan.

Audit lingkungan dipandang sebagai salah satu cara yang efektif untuk
mengevaluasi risiko lingkungan sebagai konsekuensi dari pembangunan industri,
di samping itu, audit lingkungan merupakan salah satu alat pengelolaan
lingkungan hidup yang dianggap penting dan berhasil guna bagi perusahaan untuk
meningkatkan kinerja lingkungan. Dalam audit lingkungan perusahaan
dimungkinkan untuk melakukan tindakan proaktif dan perlindungan lebih lanjut.

A. Definisi Audit Lingkungan

Cahill (1996, h 22) menyebutkan bahwa usaha mendefinisikan audit


lingkungan secara persis tidak mudah. Hal ini karena konsep ini masih terus
berkembang dan sebagai alat manajemen formal. Hal ini harus disesuaikan dengan
organisasi yang melakukannya. Hal lainnya adalah karena program audit
dirancang untuk memenuhi salah satu atau beberapa tujuan seperti:
24
1. Memastikan pentaatan terhadap peraturan.
2. Menentukan tanggung jawab suatu organisasi.
3. Melindungi tanggung jawab pegawai tingkat tertentu dalam suatu
perusahaan.
4. Menemukan fakta-fakta pada saat akusisi atau perluasan usaha.
5. Penelusuran dan pelaporan biaya pentaatan.
6. Transfer informasi di antara unit-unit operasi.
7. Meningkatkan kepedulian lingkungan.
8. Penelusuran tanggung jawab para manajer terhadap lingkungan.

Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut, menurut Cahill (1996). US EPA


membatasi definisi audit lingkungan. Menurutnya, secara sederhana, suatu
program audit adalah sutau proses verifikasi. Audit tidak dimaksudkan untuk
menggantikan sistem manajemen lingkungan yang sudah ada di dalam suatu
perusahaan tetapi justru untuk memverifikasi sistem tersebut bahwa sistem itu ada
dan berjalan. Dalam bahasa sederhana, Cheremisinoff et al. (1993)
mendefinisikan secara luas bahwa suatu audit lingkungan adalah suatu kaji ulang
yang obyektif terhadap suatu kegiatan usaha dalam kondisi terbangun ataupun
tidak, atau suatu usaha, apakah dalam kondisi aktif ataupun tidak aktif.

Di Indonesia, kita menggunakan definisi yang sesuai dengan yang disebutkan


di dalam UU No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, yaitu suatu proses evaluasi yang dilakukan oleh penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan untuk menilai tingkat ketaatan terhadap
persyaratan hukum yang berlaku dan/atau kebijaksanaan dan standar yang
ditetapkan oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.
Sedangkan menurut SNI 19-19011-2005 sebagai berikut: proses yang
terdokumentasi, sistematik, dan mandiri untuk memperoleh bukti audit dan
mengevaluasinya secara objektif untuk menentukan sampai sejauh mana kriteria
audit dipenuhi' (SNI 19-19011-2005).

25
Definisi tersebut tidak jauh berbeda dengan definisi yang lebih dahulu dibuat
dan terdapat di dalam pedoman pelaksanaan audit lingkungan pada Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No.42 Tahun 1994, tentang Pedoman Umum
Pelaksanaan Audit Lingkungan, bahwa audit lingkungan adalah: “suatu alat
manajemen yang meliputi evaluasi secara sistematik, terdokumentasi, periodik
dan objektif tentang bagaimana suatu kinerja organisasi, sistem manajemen dan
peralatan dengan tujuan memfasilitasi kontrol manajemen terhadap pelaksanaan
upaya pengendalian dampak lingkungan dan pengkajian pentaatan kebijakan
usaha atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan
lingkungan hidup.”

Kemudian pada tahun 2001 Kepmen LH tersebut direvisi menjadi Kepmen


LH No.30 Tahun 2001 yaitu pedoman pelaksanaan audit lingkungan wajib, dan
pada tahun 2010, Kepmen tersebut direvisi menjadi Permen LH Kepmen LH
No.17 Tahun 2010, serta pada tahun 2013 direvisi lagi menjadi Kepmen LH
No.03 Tahun 2013 tentang audit lingkungan yang sifatnya sukarela, di mana
definisi Audit Lingkungan menjadi:

“evaluasi yang dilakukan untuk menilai ketaatan penanggung jawab usaha


dan/atau kegiatan terhadap persyaratan hukum dan kebijakan yang ditetapkan
oleh pemerintah."

Atau definisi menurut terjemahan Sistem Manajemen Lingkungan sebagai


berikut.

“Audit lingkungan adalah suatu proses verifikasi secara sistematis dan


terdokumentasi untuk memperoleh data dan mengevaluasi bukti secara obyektif
untuk menentukan apakah sistem manajemen lingkungan yang dibuat oleh
organisasi sesuai dengan kriteria audit sistem manajemen lingkungan yang dibuat
organisasi, dan untuk mengkomunikasikan hasil-hasil proses ini kepada
manajemen”.

26
“Audit adalah proses yang sistematik, independen dan terdokumentasi untuk
memperoleh bukti audit dan mengevaluasinya secara obyektif untuk menentukan
sampai sejauh mana kriteria audit dipenuhi.”

B. Perkembangan Audit Lingkungan


Awal perkembangannya audit lingkungan merupakan salah satu alat
komando dan pengawasan dalam bentuk audit ketaatan. Audit ketaatan
merupakan pemeriksaan sistemik tingkat ketaatan kegiatan/usaha terhadap
peraturan yang ada. Dalam perkembangan selanjutnya audit lingkungan
merupakan alat pengelolaan lingkungan yang dilakukan dengan pendekatan
berdasarkan insentif dan dilakukan secara sukarela.
Audit lingkungan sebenarnya mulai dikenal secara terbatas pada akhir
tahun 1970an dan awal 1980-an di Amerika, ketika masyarakat mulai
meningkatnya kepedulian terhadap lingkungan hidup setelah konferensi
tingkat tinggi dunia di Stockholm pada tahun 1972 yang membahas tentang
degradasi lingkungan, dan menghasilkan The United Nation of Envoronment
Programe (UNCEP). Hasil-hasil pertemuan UNCHE dikenal sebagai
Stockholm Declaration, yang merumuskan 2 norma yaitu (1) prinsip 21 yang
berkaitan dengan kerusakan lingkungan lintas batas internasional dan (2)
prinsip 24 yang berkaitan dengan kewajiban bekerja sama. Hasil monumental
dari pertemuan ini adalah dibentuknya United Nations Environment
Programme (UNEP) pada tahun 1975 yang dimaksudkan untuk mendorong
kerja sama lingkungan internasional. Sedangkan di Amerika, dengan adanya
US National Environmental Policy Act (NEPA) atau Undang-Undang
Perlindungan Lingkungan pada tahun 1969 dan mulai diterapkan pada tahun
1970, pengembangan perangkat pengelolaan lingkungan hidup mulai gencar
dilakukan.
Menurut Cahill (1996, h 18), audit lingkungan di Amerika mulai
diterapkan oleh Komisi Sekuritas dan Bursa - Securities and Exchange
Commission (SEC) kepada tiga perusahaan yaitu terhadap US Steel (1977),
Allied Chemical (1979), dan Occidental Petroleum (1980). SEC telah

27
meminta ketiga perusahaan publik ini untuk melakukan audit secara luas di
dalam korporasinya untuk melihat tanggung jawab mereka terhadap
lingkungan secara akurat sebagai bagian dari laporan tahunannya terhadap
para pemilik sahamnya. Sejak itu, setiap perusahaan mulai memiliki program
audit yang efektif. Hal ini berulang pada tahun 1990an ketika komisi tersebut
memunculkan kembali isu tersebut dengan dasar bahwa masalah lingkungan
tidak dilaporkan secara akurat di dalam laporan tahunan berbagai perusahaan.
Berawal dari persyaratan pelaporan tahunan dari suatu perusahaan yang
kemudian menjadi suatu orientasi terhadap pentaatan peraturan lingkungan,
mekanisme audit lingkungan mulai berkembang. Badan-badan pemerintah
bahkan melihat dan mengembangkan perangkat-perangkat pengelolaan
lingkungan yang memiliki fokus pentaatan dan penentuan tanggung jawab
lingkungan ketika suatu properti diperjual belikan.
Secara internasional, audit lingkungan dipandang telah mencapai masa
kematangan pada pertengahan tahun 1990-an. Sementara itu di Indonesia,
audit lingkungan memiliki sejarah yang serupa ketika Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan (BAPEDAL) meminta beberapa perusahaan besar di
Indonesia untuk melakukan audit lingkungan pada era yang sama (1990-an).
Tercatat ketika itu terdapat tiga perusahaan yang telah melakukan audit
lingkungan yaitu: PT Caltex Pacific Indonesia di Riau, PT Inti Indo Rayon
Utama di Sumatera Utara, dan PT Freeport Indonesia di Timika Irian Barat
(1993-1995).
Inisiatif pelaksanaan audit di Indonesia tersebut selanjutnya berkembang
menjadi suatu kebutuhan untuk memiliki dasar pelaksanaan audit lingkungan.
Maka lahirlah suatu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup pada tahun 1994
tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan yang tertuang dalam
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.42 tahun 1994.
KepMen LH tersebut telah mengundang diskusi yang sangat menarik di
Indonesia ketika beberapa ahli lingkungan berpendapat bahwa nuansa
pedoman tersebut seharusnya bersifat sukarela (voluntary), tetapi malah wajib
(mandatory) (Soemarwoto, 1995). Namun demikian, pedoman tersebut
28
memiliki unsur sukarela (voluntary), dan ketika menyangkut kebenaran
informasi publik maka bersifat wajib (Purnama, 1995).
Audit lingkungan pada awalnya dirancang sebagai perangkat
pengelolaan lingkungan yang mengutamakan prinsip sukarela, dan hal itu
merupakan suatu kebijakan yang tepat. Hal ini ditunjukkan misalnya dengan
penerapan British Standard (BS 7750) pada awal 1990an, EMAS di Eropa,
Öko-audit di Jerman atau ISO Seri 14000 secara internasional.
Dalam perkembangannya, Indonesia telah mengadopsi perangkat audit
lingkungan secara sukarela pada tahun 1994 yang kemudian mengembangkan
pula suatu pedoman pelaksanaan audit lingkungan yang bersifat wajib
(mandatory) pada tahun 2001 melalui Keputusan Menteri LH No.30 tahun
2001 sebagai penjabaran dari Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan
Hidup No.23 tahun 1997. Namun akhirnya setelah keluar UU No.32 tahun
2009 tentang PPLH, kemudian dijabarkan menjadi Kepmen LH No.17 tahun
2010, dan selanjutnya direvisi lagi menjadi Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup No.03 tahun 2013, maka audit lingkungan dari diwajibkan menjadi
sukarela (voluntary).
Audit lingkungan telah berkembang cukup pesat. Penerapan perangkat
audit lingkungan telah berkembang mulai dari industri kimia hingga berbagai
tipe industri, bahkan berbagai kegiatan pemerintah telah menerapkan audit
lingkungan, seperti kegiatan nuklir, (Cahill, 1996, h 19). Demikian pula
halnya audit lingkungan untuk kebutuhan jual beli properti. Kegiatan audit
lingkungan terutama dilakukan bagi kegiatan usaha yang menghasilkan
limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3).
Di Indonesia, istilah audit lingkungan mulai diperkenalkan pada Oktober
1993 bersamaan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.51 tahun
1993 tentang AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Pada
waktu itu WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) mengusulkan
perlunya kebijakan audit lingkungan sebagai tanggapan atas lemahnya
penegakan hukum AMDAL (khususnya RKL/RPL). Dan pada waktu Menteri
Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja, beliau memperkenalkan
29
kebijakan nasional penegakan dan penataan lingkungan yang tidak hanya
mengandalkan Command and Control, tetapi pendekatan yang
mengkombinasikan command and control dengan Voluntary compliance.
Pendekatan kombinasi ini kemudian diistilahkan dengan pendekatan Stick
and Carrot. Kebijakan tersebut kemudian ditindak lanjuti dengan
diterbitkannya Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI
No.42/MenLH/1994 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit
Lingkungan. Dan kemudian berkembang menjadi Kepmen LH No.17 tahun
2010 tentang Audit Lingkungan Hidup, dan akhirnya direvisi kembali
menjadi Permen LH No.3 Tahun 2013 tentang Audit Lingkungan.
Diyakini bahwa pelaksanaan audit lingkungan sudah diadopsi cukup luas
oleh berbagai perusahaan dari berbagai sektor usaha, namun karena nuansa
sukarela yang lebih dominan, tidak banyak publikasi dari kegiatan-kegiatan
atau pelaporan audit lingkungan yang disampaikan kepada publik secara luas.
Hal ini sangat berbeda dengan penerapan AMDAL yang bersifat wajib dan
terbuka untuk umum, sehingga lebih banyak diketahui masyarakat.
Selanjutnya pada tahun 2009 telah dikeluarkan Undang-undang No.32
tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dapat
dijadikan sebagai landasan Pelaksanaan audit lingkungan di Indonesia yang
tertuang dalam Pasal 48 s/d Pasal 51 yang mengatur tentang audit lingkungan
hidup. Selain itu, telah diterbitkan pula Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
No.17 Tahun 2010, dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.03 Tahun
2013 tentang audit lingkungan yang bersifat sukarela, sedangkan untuk Audit
Lingkungan yang bersifat wajib (diwajibkan) berdasarkan Kepmen LH No.30
Tahun 2001 yaitu tentang pedoman pelaksanaan audit lingkungan yang
diwajibkan.
Audit lingkungan dapat dilaksanakan secara sukarela (voluntary) oleh
penanggung jawab usaha/kegiatan. Namun, Pemerintah dapat mewajibkan
dilaksanakannya suatu audit lingkungan kepada suatu usaha/kegiatan,
bilamana:
1. Tidak memiliki dokumen lingkungan.
30
2. Terindikasi melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dan persyaratan
peraturan perundang-undangan lingkungan hidup, dan
3. Memiliki risiko tinggi terhadap lingkungan hidup.
Untuk jenis audit yang terakhir ini, penanggung jawab usaha/kegiatan
harus melaksanakan audit lingkungan secara berkala/periodik, dengan
kekerapan audit tergantung dari derajat risiko lingkungan usaha/kegiatan
tersebut.
Audit lingkungan masih terus berkembang. Salah satu standar
lingkungan yang terus mengembangkan audit lingkungan adalah Standar
Internasional – ISO yang mensyaratkan Sistem Manajemen Lingkungan –
SML (Environmental Management System – EMS) yang akan dibahas pada
modul berikutnya. Demikian pula perbedaan mengenai audit yang bersifat
sukarela dan wajib akan dibahas lebih mendalam pada modul-modul
berikutnya.
C. Tujuan, Manfaat, Dan Sasaran Audit Lingkungan
1. Tujuan Audit Lingkungan

Cheremisinoff et al. (1993) menyebutkan bahwa tujuan kaji ulang suatu audit
adalah untuk menentukan, sebagimana halnya dengan mengidentifikasi, seluruh
sumber-sumber, nyata dan potensial, yang menyebabkan atau bisa menghasilkan
masalah lingkungan. Jika dilakukan secara memadai, audit lingkungan akan
menjawab berbagai fungsi, yaitu untuk:

a. Mengkaji potensi terhadap atau efek dari suatu pemaparan.


b. Mengkaji resiko dan potensi masalah.
c. Merekomendasikan tindakan di masa mendatang.

Jika dilakukan pada suatu fasilitas yang sedang aktif, audit lingkungan dapat
dijadikan suatu cara untuk mengevaluasi efektivitas program pengelolaan
lingkungan yang sedang berjalan dan jika diperlukan dapat disesuaikan untuk
mencegah masalah-masalah di masa mendatang. Jika audit lingkungan
dilaksanakan sebagai bagian dari transaksi suatu kegiatan usaha, seperti properti,

31
maka audit dapat menjadi suatu cara untuk memperkirakan masalah-masalah yang
mungkin berhubungan dengan transaksi tersebut, dan karenanya dapat
menentukan harga properti dengan lebih tepat dan lengkap.

Namun demikian, istilah audit lingkungan bisa digunakan untuk tujuan


apapun yang mungkin memiliki arti yang berbeda. Bahkan di Indonesia, audit
lingkungan pernah dilakukan untuk mengkaji aspek sosial sebagaimana yang
dilakukan oleh PT Inti Indo Rayon dan PT Freeport Indonesia pada pertengahan
tahun 2000-an. Setiap audit akan dilaksanakan secara unik dan berbeda, dengan
hasil akhir yang sesuai dengan permintaan suatu klien.

Pada pedoman umum pelaksanaan audit lingkungan di Indonesia disebutkan


fungsi dan manfaat dari pelaksanaan audit lingkungan, baik yang dilaksanakan
secara sukarela ataupun wajib. Beberapa fungsi audit lingkungan dapat mencakup
hal-hal misalnya:

a. Merupakan upaya peningkatan pentaatan suatu usaha atau kegiatan


terhadap peraturan perundang-undangan lingkungan, misalnya: standar
emisi udara, limbah cair, penanganan limbah dan standar operasi lainnya.
b. Merupakan dokumentasi suatu usaha atau kegiatan tentang pelaksanaan
standar operasi, prosedur pengelolaan, dan pemantauan lingkungan
termasuk rencana tanggap darurat, pemantauan dan pelaporan serta
rencana perubahan pada proses dan peraturan.
c. Menjadi jaminan untuk menghindari perusakan atau kecenderungan
kerusakan lingkungan.
d. Merupakan bukti keabsahan prakiraan dampak dan penerapan
rekomendasi yang tercantum dalam dokumen AMDAL, yang berguna
dalam penyempurnaan pelaksanaan dokumen AMDAL
e. Merupakan upaya perbaikan penggunaan sumberdaya melalui
penghematan penggunaan bahan, minimisasi limbah dan identifikasi
kemungkinan proses daur ulang.

32
f. Merupakan upaya untuk meningkatkan tindakan yang telah dilaksanakan
atau yang perlu dilaksanakan oleh suatu usaha atau kegiatan untuk
memenuhi kepentingan lingkungan, misalnya pembangunan yang
berkelanjutan, proses daur ulang, efisiensi penggunaan sumber daya.
2. Manfaat Audit Lingkungan

Audit lingkungan banyak sekali manfaatnya, baik secara ekologi, ekonomi


maupun sosial, di antaranya adalah:

a. Mengidentifikasi risiko lingkungan.


b. Menjadi dasar bagi pelaksanaan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan
atau upaya penyempurnaan rencana yang ada.
c. Menghindari kerugian finansial seperti penutupan/pemberhentian suatu
usaha atau kegiatan atau pembatasan oleh pemerintah, atau publikasi yang
merugikan akibat pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang tidak
baik.
d. Mencegah tekanan sanksi hukum terhadap suatu usaha atau kegiatan atau
terhadap pimpinannya berdasarkan pada peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
e. Membuktikan pelaksaaan pengelolaan lingkungan apabila dibutuhkan
dalam proses pengauditan.
f. Meningkatkan kepedulian pimpinan/penanggung jawab dan staf suatu
badan usaha atau kegiatan tentang pelaksanaan kegiatannya terhadap
kebijakan dan tanggung jawab lingkungan.
g. Mengidentifikasi kemungkinan penghematan biaya melalui upaya
konservasi energi, dan pengurangan, pemakaian ulang dan daur ulang
limbah.
h. Menyediakan laporan audit lingkungan bagi keperluan usaha atau kegiatan
yang bersangkutan, atau bagi keperluan kelompok pemerhati lingkungan,
pemerintah, dan media massa.
i. Menyediakan informasi yang memadai bagi kepentingan usaha atau
kegiatan asuransi, lembaga keuangan, dan pemegang saham.
33
3. Sasaran Audit Lingkungan

Sebagaimana perangkat pengelolaan lingkungan, seperti: AMDAL, UKL dan


UPL, maka Audit Lingkungan mempunyai sasaran, di antaranya adalah:

a. Pengembangan kebijakan lingkungan.


b. Audit lingkungan dapat menjadi dukungan dalam indentifikasi kebijakan
lingkungan suatu korporasi dan dapat memberikan arahan/kerangka
pengembangan kebijakan tersebut.
c. Pentaatan terhadap regulasi, lisensi dan standar.
d. Audit lingkungan dapat menjadi dasar untuk menentukan pentaatan dan
antisipasi perubahan terhadap kebijakan lingkungan internal, legislasi dan
regulasi pemerintah, lisensi dan perjanjian, prosedur operasi standar dan
standar teknis.
e. Review tentang tindakan manajemen dan operasi.
f. Pada dasarnya hampir semua kegiatan/usaha mempunyai tindakan
manajemen dan operasi yang berwawasan lingkungan. Sasarannya adalah
untuk menjamin agar struktur manajemen dan yang ada (existing)
mencukupi untuk keperluan tersebut, yang mencakup kebijakan
administrasi, manajemen, sumberdaya manusia, tanggung jawab training
dan lain sebagainya.
g. Minimalisasi resiko lingkungan.
h. Sasaran utama audit lingkungan adalah mengenali resiko lingkungan tahap
dini. Audit lingkungan harus bisa mengidentifikasi semua bab (hazards)
yang aktual atau potensial yang terkait pada fasilitas, operasi dan
kemudian menentukan risikonya melalui analisis resiko lingkungan.
i. Audit lingkungan dapat mebantu suatu kegiatan/usaha dalam
menggunakan energy dan sumberdaya alam yang efisien, dan menjamin
bahwa bahan dasar yang dipakai dan limbah yang dibuang selaras dengan
"eco-effisiency".

34
j. Perbaikan kondisi keselamatan dan kesehatan kerja dengan
mengidentifikasi cara untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan
kerja dan mencari cara untuk memperbaiki kondisi kerja anggota.
k. Sebagai aktivitas setelah AMDAL.
l. Audit lingkungan menjamin bahwa identifikasi, prediksi dan evaluasi
dampak tersebut bisa dikaji setelah usaha tersebut berlangsung.
m. Penyedia informasi yang akurat untuk kegiatan dan praktik bisnis industri
seperti asuransi, akuisisi, merger dan disvesment.
n. Pengembang citra hijau dalam koorporasi. Citra hijau adalah salah satu
strategi bisnis yang cukup handal dalam persaingan bisnis saat ini. Dalam
hal ini audit lingkungan memberikan arahan pada suatu perubahan untuk
mengembangkan track record kepedulian lingkungan.

D. Bentuk-Bentuk Audit Lingkungan


Bentuk-bentuk audit lingkungan menurut Thomson (1993) dalam Hanna
MeilaniSalno (2000) adalah sebagai berikut:
1. Compliance Audit 
Audit ini untuk menilai apakah aktifitas perusahaan berada dalam batas
yangdiperkenankan hukum dan peraturan atau tidak.
2. Environmental Management System Audit 
Audit ini difokuskan pada keseluruhan Sistem Manajemen Lingkungan
perusahaan.Audit ini memberikan informasi dan keyakinan kepada
manajemen mengenaiefektivitas sistem,pengendalian, prosedur untuk
mengetahui kebijakan lingkungan.
3. Transactional Audit 
Merupakan alat manajemen untuk menilai resiko lingkungan perusahaan
bagi bank,kreditor, investor dan organisasi lain. Audit ini menentukan
apakah tanahmengandung bahan atau buangan beracun. Pihak-pihak
eksternal perlu memahamiresiko lingkungan perusahaan.

35
4. Pollution Prevention Audit 
Kegiatan penaksiran yang mengidentifikasikan setiap tindakan pencegahan
yangmasih mungkin dilakukan untuk meminimalisasi pembuangan produk
danmengeliminasi polusi yang ditimbulkan oleh kegiatan industri. 
5. Product Audit 
Audit atas proses produksi untuk memastikan bahwa produk yang
dihasilkan tidakmenyimpang dari batasan kimiawi yang telah ditetapkan
dan produk yang dihasilkandari proses produksi tersebut telah didaur
ulang kembali setelah produk tersebuttidak lagi digunakan.

E. Kegunaan Serta Keuntungan Dan Kerugian Audit Lingkungan


1. Kegunaan Audit Lingkungan

Pada awalnya audit lingkungan digunakan untuk mendapatkan gambaran


tentang perilaku korporasi terhadap status lingkungan, dampak dan upaya
pengendaliannya. Selanjutnya jika korporasi mulai dituntut untuk mengendalikan
dampak lingkungan, audit lingkungan menjadi alat untuk pentaatan (compliance)
terhadap regulasi internal maupun eksternal. Belakangan ini, pihak ketiga seperti
asuransi, bank, merger partners di dunia internasional mulai memperhatikan audit
lingkungan karena ancaman penutupan, klaim kerusakan, gangguan liabilities,
nama buruk pasar, dan tanggung jawab pada pemegang saham dan consumen.
Perkembangan kebijakan perdagangan internasional juga akan menuntut audit
lingkungan untuk mebangun citra korporasi hijau (green corporation).

2. Keuntungan dan Kerugian Audit Lingkungan

Program audit dapat bersifat menguntungkan dan merugikan. Pada sisi yang
positif, program audit dapat menghasilkan sejumlah keuntungan yang berarti,
termasuk diantaranya:

a. Menimbulkan pentaatan yang lebih baik; dengan melakukan audit


lingkungan maka manajer perusahaan akan menjadi lebih taat akan
peraturan dan standar yang berlaku.
36
b. Menimbulkan lebih sedikit kejutan; dengan adanya audit lingkungan ini
maka segala sesuatu yang ada di lokasi perusahaan terpantau secara baik
sehingga jika ada hal yang menyimpang atau kurang tepat dapat diketahui
sedini mungkin.
c. Menimbulkan lebih sedikit denda dan gugatan; dengan adanya program
audit maka diharapkan bahwa perusahaan berjalan dioperasikan sesuai
dengan peraturan dan standar yang berlaku sehingga dapat menghindari
denda akibat kelalaian pengoperasian dan gugatan dari pihak yang
bersengketa.
F. Cakupan, Peranan Audit Lingkungan Dalam Pembangunan, Dan Ciri
Khas Audit Lingkungan

1. Cakupan Audit Lingkungan

Cakupan audit menjelaskan tentang tujuan dan batas audit dalam faktor faktor
seperti lokasi fisik dan kegiatan organisasi sesuai dengan laporan. Cakupan audit
ditentukan oleh klien dan pimpinan auditor. Pihak yang diaudit harus juga ikut
berkonsultasi dalam menentukan cakupan audit. Beberapa perubahan yang
memungkinkan dalam cakupan audit memerlukan persetujuan klien dan pimpinan
auditor. Sumber yang berkenaan dengan audit harus sesuai dengan cakupan yang
diinginkan (Anonim, 1996). Aspek yang dikaji pada pelaksaan audit lingkungan
adalah:

a. Aspek teknologi sebagai upaya untuk mengidentifikasi resiko dan


meminimisasi dampak kegiatan terhadap lingkungan, pengembangan
pendekatan preventif dan penyelesaian masalah pada sumber dampak.
b. Aspek manajemen dan organisasi pelaksanaan kegiatan sebagai upaya
peningkatan efektifitas dan kinerja manajemen dalam mengatasi masalah
lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja.
c. Aspek administratif sebagai upaya untuk peningkatan dan pemanfaatan
informasi yang dapat dipercaya serta penyempurnaan pengawasan internal

37
terhadap informasi yang berkaitan dengan aspek lingkungan, kesehatan
dan keselamatan kerja.

Pada umumnya suatu kajian audit lingkungan memuat hal-hal sebagai


berikut.

a. Sejarah atau rangkaian suatu usaha atau kegiatan, rona dan kerusakan
lingkungan di tempat usaha atau kegiatan tersebut, pengelolaan dan
pemantauan yang dilakukan, serta isu lingkungan yang terkait.
b. Perubahan rona lingkungan sejak usaha atau kegiatan tersebut didirikan
sampai waktu terakhir pelaksanaan audit
c. Pengunaan imput sumber daya alam, proses bahan dasar, bahan jadi dan
limbah termaksud limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3)
d. Identifikasi penanganan dan penyimpanan bahan kimia, B3 serta potensi
kerusakan yang mungkin timbul.
e. Kajian resiko lingkungan.
f. Sistem kontrol manajemen, rute pengangkutan bahan dan pembuangan
limbah, termasud fasilitas untuk meminimumkan dampak buangan dan
kecelakaan
g. Efektifitas alat pengendalian pencemaran seperti ditunjukan dalam laporan
inspeksi, peralatan, uji emisi, uji rutin dan lain-lain.
h. Catatan tentang lisensi pembuangan limbah dan pentaatan terhadap
peraturan perundang-undangan termasuk standar dan baku mutu
lingkungan.
i. Pentaatan terhadap hasil dan rekomendasi AMDAL (Rencana Pengelolaan
Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan).
j. Perencanaan dan tata laksana standar operasi keadaan darurat.
k. Rencana Minimisasi limbah dan pengendalian pencemaran lingkungan.
l. Pengunaan energi, air dan sumber alam nya.
m. Progam daur ulang, konsederasi hasil daur ulang (product life cycle).
n. Peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan kepedulian
lingkungan.
38
2. Peranan Audit Lingkungan dalam Pembangunan.

Peranan audit lingkungan dalam pembangunan adalah:

a. Audit lingkungan merupakan perangkat manajemen dalam pengelolaan


lingkungan.
b. Audit lingkungan merupakan upaya peningkatan ketaatan suatu usaha atau
kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan lingkungan.
c. Audit lingkungan dapat dijadikan bukti keabsahan rekomendasi AMDAL
dan alat penyempurnaan dokumen AMDAL.
d. Audit lingkungan merupakan upaya untuk meningkatkan telah dilakukan
atau yang perlu dilaksanakan oleh usaha untuk memenuhi kepentingan
lingkunga.
3. Ciri Khas Audit Lingkungan

Ciri khas dari audit lingkungan ndapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Metodologi yang komprehensif.


b. Konsep pembuktian dan pengujian.
c. Pengukuran dan stadard yang sesuai.
d. Laporan tertulis.
e. Merupakan alat evaluasi.
f. Merupakan dokumen internal oleh suatu usaha atau kegiatan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan.

G. Prinsip Audit Lingkungan

Suatu audit memiliki prinsip sebagai berikut.

1. dilakukan secara sistematis, terdokumentasi, periodik dan obyektif;


2. dilaksanakan secara sukarela sebagai upaya internal untuk memperbaiki
kinerja;
3. merupakan bagian dari manajemen dan perangkat manajemen untuk
mengendalikan kegiatan usahanya;
39
4. ditujukan untuk mengidentifikasi resiko lingkungan di masa mendatang,
5. pada dasarnya suatu audit merupakan suatu pengamatan sesaat (snap
shoot);
6. audit lingkungan harus bersifat komprehensif, rinci, dan menggunakan
protokol audit lingkungan yang memadai;
7. pelaksanaan perlu mendapat dukungan manajemen (pimpinan):
8. dokumen audit bersifat rahasia kecuali ditentukan lain oleh penanggung
jawab, misalnya untuk keperluan publikasi atau pembuktian;
9. pelaksana audit harus mengikuti kode etik auditor lingkungan untuk
menjamin obyektifitas dan independensi audit tersebut.

Prinsip-prinsip audit lingkungan di atas terlihat dari ciri khas audit lingkungan
yang dapat diuraikan lebih jauh sebagai berikut.

1. Metodologi yang Komprehensif

Audit lingkungan memerlukan tata laksana dan metodologi yang rinci. Audit
lingkungan harus dilaksanakan dengan metodologi yang komprehensif dan
prosedur yang telah ditentukan, untuk menjamin pengumpulan data dan informasi
yang dibutuhkan serta menjamin dokumentasi dan pengujian informasi tersebut.

Metodologi yang digunakan di dalam audit lingkungan harus fleksibel


sehingga tim auditor dapat menerapkan teknik-teknik yang tepat. Audit
Lingkungan harus berpedoman kepada penggunaan rencana yang sistematik dan
sesuai dengan prosedur pelaksanaan audit lapangan hingga ke tahap penyusunan
laporan.

2. Konsep Pembuktian dan Pengujian

Konsep pembuktian dan pengujian terhadap penyimpangan pengelolaan


lingkungan adalah hal yang pokok dalam pelaksanaan audit lingkungan. Tim audit
harus dapat mengkonfirmasikan semua data dan informasi yang diperolehnya
melalui pemeriksaan lapangan secara langsung.

40
a. Pengukuran dan Standar yang Sesuai
Penetapan standar dan pengukuran terhadap kinerja lingkungan harus
sesuai dengan usaha atau kegiatan dan proses produksi yang diaudit.
Audit lingkungan tidak akan berarti kecuali bila kinerja usaha atau
kegiatan dapat dibandingkan dengan standar yang digunakan.
b. Laporan Tertulis
Laporan harus memuat hasil pengamatan dan fakta-fakta penunjang, serta
dokumentasi terhadap proses produksi dan dilakukan secara tertulis.
Seluruh data dan hasil temuan harus disajikan dengan jelas dan akurat,
serta dilandasi dengan bukti yang sah dan terdokumentasi.
3. Keberhasilan Program Audit Lingkungan

Prinsip-prinsip Audit sebagaimana disampaikan sebelumnya sudah


dipublikasikan cukup lama sejak perangkat audit lingkungan mulai diterapkan.
Menurut Cahill (1996, h 35) US EPA sejak tahun 1986 telah mencantumkan
daftar elemen-elemen penting untuk menjamin agar program audit lingkungan
dapat berjalan secara efektif. Sebagian elemen yang disebutkan secara
internasional tersebut memiliki kesamaan dengan prinsip prinsip yang telah
dibahas, di antaranya adalah sebagai berikut.

Pelaksanaan program audit harus mendapatkan dukungan secara eksplisit dari


tingkat tertinggi suatu manajemen perusahaan. Hal ini menegaskan bahwa
dukungan manajemen harus disebutkan secara eksplisit dan dimulai dari tingkat
tertinggi. Dukungan dari manajemen tingkat tinggi merupakan komitmen nyata
dari organisasi yang diaudit sehingga program audit dan hasilnya dapat
ditindaklanjuti secara nyata. Pada umumnya, komitmen manajemen tingkat tinggi
tersebut dituliskan di dalam pernyataan kebijakan lingkungan suatu organisasi.

Suatu audit lingkungan harus dilaksanakan secara independen oleh auditor


yang terlepas dari kegiatan usaha atau organisasi yang sedang diaudit (auditee).
Dengan demikian, hasil dari suatu audit lingkungan dapat diyakinkan
obyektifitasnya dan tidak terganggu bias pada saat penyelidikan, pengamatan, dan

41
pengujian. Obyektifitas auditor tidak boleh terganggu oleh hubungan personal,
konflik kepentingan dari sisi keuangan atau kepentingan lainnya, atau adanya
kekhawatiran adanya konsekuensi terhadap auditor. Memang diperlukan pula
latihan audit yang dilakukan secara internal, namun hal tersebut tidak digunakan
sebagai hasil akhir suatu program audit lingkungan. Obyektifitas dan
independensi auditor pelaksana audit merupakan jaminan dari kesuksesan suatu
program audit lingkungan.

Hal lainnya yang juga penting dalam rangka keberhasilan suatu program audit
lingkungan adalah ketersediaan tim audit lingkungan yang memadai dan telah
mendapatkan pelatihan serta pengalaman audit lingkungan. Para auditor harus
memiliki pengetahuan, keahlian, dan disiplin bidang ilmu tertentu untuk mencapai
tujuan-tujuan audit lingkungan. Setiap individu dari tim auditor harus memenuhi
standar profesional dan mereka harus memelihara keahliannya melalui
pengalaman bekerja, pelatihan dan pendidikan yang sesuai.

Dalam melaksanakan audit lingkungan, berikut adalah hal-hal yang harus


disampaikan secara terbuka: tujuan audit, lingkup audit, sumberdaya audit, dan
frekuensi pelaksanaan audit. Hal ini perlu disebutkan secara eksplisit dan
disepakati agar pencapaian hasil audit menjadi terukur. Tujuan minimum suatu
program audit lingkungan, paling tidak mencakup kajian pentaatan terhadap
peraturan dan persyaratan lingkungan yang berlaku. Demikian pula harus
mengkaji kecukupan sistem pentaatan untuk melaksanakan tanggung jawab yang
telah ditugaskan.

Prosedur audit harus dikemukakan secara terbuka sehingga dapat


menghindarkan miskomunikasi yang tidak perlu. Para auditor harus dibekali
dengan seluruh bahan-bahan yang relevan dari auditee untuk dikaji dan
diverifikasi. Hal ini termasuk di dalamnya adalah: kebijakan internal, persyaratan
dan ijin lingkungan dari berbagai tingkatan pemerintahan, peraturan yang spesifik
untuk kegiatan yang sedang diaudit. Daftar cek (cheklist) dan protokol audit harus

42
mencakup hal-hal yang spesifik yang harus dievaluasi dari suatu kegiatan yang
diaudit.

Pedoman pelaksanaan audit lingkungan di Indonesia juga menggambarkan


berbagai hal kunci yang mempengaruhi keberhasilan dari suatu program audit
lingkungan sebagai berikut.

a. Dukungan Pihak Pimpinan


Pelaksanaan audit lingkungan harus diawali dengan adanya itikad
pimpinan usaha atau kegiatan. Usaha atau kegiatan dan proses audit dapat
menjadi sangat kompleks dan pelaksanaan audit lingkungan menjadi tidak
efektif bila tidak ada dukungan yang kuat dari pimpinan usaha atau
kegiatan. Selain itu tim auditor harus pula diberi keleluasaan untuk
mengkaji hal-hal yang sensitif dan berpotensi menimbulkan dampak
lingkungan.
b. Keikutsertaan Semua Pihak
Keberhasilan audit lingkungan ditentukan pula oleh keikutsertaan dan
kerjasama yang baik dari semua pihak dalam usaha atau kegiatan yang
bersangkutan, mengingat kajian terhadap kinerja lingkungan akan
meliputi semua aspek dan pelaksanaan tugas secara luas.
c. Kemandirian dan Obyektifitas Auditor
Tim audit lingkungan harus mandiri dan tidak ada keterikatan dengan
usaha atau kegiatan yang diaudit. Apabila tidak, maka obyektifitas dan
kredibilitas akan diragukan. Pada umumnya, kemandirian auditor
diartikan bahwa auditor adalah orang dari luar usaha atau kegiatan yang
diaudit.
d. Kesepakatan Tentang Tata Laksana dan Lingkup Audit
Harus ada kesepakatan awal antara pimpinan usaha atau kegiatan dengan
tim auditor tentang lingkup audit lingkungan yang akan dilaksanakan.
4. Peranan Audit Lingkungan

43
Hasil suatu audit lingkungan berperan dan bisa digunakan untuk berbagai
keperluan seperti berikut ini.

a. dapat dijadikan bahan utama laporan lingkungan;


b. penghematan sumber daya;
c. memperbaiki effesiensi, peningkatan output;
d. mencegah dan mengurangi resiko lingkungan;
e. meningkatkan citra perusahaan, green consumer.
H. Keberlangsungan Lingkungan

Bisnis tidak boleh mengeksploitasi dan memusnakan lingkungan alami.


Menurut International Standards Organization (ISO), lingkungan didefinisikan
sebagai "lingkungan sekaligus dimana organisasi beroperasi, termasuk udara, air,
tanah, sumber daya alami, flora fauna, manusia, dan interelasinya.

Karyawan, konsumen, pemerintah, dan masyarakat, khususnya membenci


perusahaan yang mengancam dibandingkan melindungi lingkungan tersebut.
Sebaliknya, masyarakat saat ini menghargai perusahaan yang melaksanakan
operasi dari sebuah cara yang memperbaiki, melestarikan, dan memelihara
lingkungan alami. Terdapat keterarikan yang cukup tinggi dari masyarakat
terhadap bisnis yang memelihara keseimbangan ekologi alam dan menyuburkan
lingkungan yang bersih dan sehat.

1. Apakah yang dimaksud dengan Laporan Keberlangsungan?

Laporan pelestarian mengungkapkan operasi perusahaan yang berdampak


pada lingkungan alam. Dokumen ini membuka kepada pemegang saham
mengenai praktik buruh perusahaan, pembelian produk, efisiensi energi, dampak
lingkungan, dan parktik etika bisnis. Manajer dan karyawan perusahaan harus
berhati-hati untuk tidak menjadi kambing hitam untuk kesalahan lingkungan yang
dilakukan perusahaan. Merusakan lingkungan alam dapat dianggap tidak beretika,
melawan hukum, dan mahal. Ketika organisasi saat ini menghadapi tuntutan

44
kriminal karena mencemari lingkungan, mereka terus berpaling kepada manajer
dan karyawan untuk memenangkan keringanan hukum.

2. Kurangnya Perubahan Standar

Beberapa tahun yang lalu, perusahaan tidak dapat lolos dengan menetapkan
terminologi "hijau" dalam produk mereka dan pelabelan yang mengunkan istilah
organik, hijau, aman, ramah lingkungan, tidak beracun, atau alami atau tidak ada
hukum atau definisi yang diterima secara umum. Menjadi sulit bagi perusahaan
untuk membuat klaim "hijau" ketika tindakan mereka tidak substantif,
komprehensif, atau bahkan benar. Secara strategis, perusahaan yang lebih
daripada sebelumnya harus menunjukkan kepada pelanggan dan pemegang saham
mereka bahwa usaha penghijauan mereka adalah substantif dan menempatkan
perusahaan terpisah dari pesaingnya. Fakta dan figur kinerja perusahaan harus
mendukung retorika mereka dan konsisten dengan standar pelestarian.

3. Mengelola Urusan Lingkungan dalam perusahaan

Tantangan ekologi yang dihadapi seluruh organisasi meminta manajer untuk


memformulasikan strategi yang memelihara dan melestarikan sumber daya alam
dan mengendalikan polusi. Permasalahan lingkungan alami meliputi penipisan
ozon, pemanasan global, pengundulan hutan hujan, kerusakan habitat. hewan,
melindungi spesies langkah, mengembangkan produk yang terurai secara hayati
atau dibuat dari produk daur ulang.

Mengelola urusan “kesehatan planet bumi” membutuhkan pemahaman


tentang bagaimana perdagangan internasional, daya saing, dan sumber daya global
terhubung. Mengelola urusan lingkungan tidak dapat lagi hanya menjadi fungsi
teknis yag dilakukan oleh spesialis dalam perusahaan, penekanan lebih harus
diberikan dalam menegmbangkan perspektif lingkungan anatara karyawan dan
manajer perusahaan. Banyak perusahaan yang memindahkan urusan lingkungan
korporat melaporkan secara langsung kepada kepala petugas operasi. Perusahaan
yang mengelola urusan lingkungan akan meningkatkan hubungan dengan

45
pelanggan, regulator, penjual, dan pemain industri lainnya, yang secara
substansial memperbaiki proses keberhasilan bisnis.

Strategi lingkungan dapat meliputi kegiatan mengembangkan atau


memperoleh bisnis hijau, melepaskan atau mengubah bisnis kerusakan
lingkungan, berusaha menjadi produsen berbiaya rendah melalui minimalisasi
sampah dan konservasi energi, serta mengejar strategi referensi melaui fitur hijau.
Sebagai tambahan perusahaan dapat memasukkan seorang perwakilan lingkungan
didewan direksi mereka, melaksanakan audit lingkungan yang teratur.
mengimplementasi bonus atau hasil lingkungan yang menguntungkan, menjadi
terlibat dalam permasalahan dan program lingkungan, memasukkan nilai
lingkunga dalam pernyataan misi, menentukan sasaran berorientasi lingkungan,
memperoleh keahlian lingkungan, dan memberikan program pelatihan lingkungan
untuk karyawan dan manajer perusahaan.

Memelihara lingkungan seharusnya menjadi bagian permanen dalam


melakukan bisnis untuk alasan-alasan berikut ini:

1. Konsumen menginginkan produk aman lingkungan yang jumlahnya


banyak.
2. Opini publik yang mengiginkan perusahaan melaksanakan bisnis dengan
cara yang memelihara lingkungan alam sangat kuat.
3. Kelompok penganjur lingkungan sekarang memiliki lebih dari 20 juta
orang Amerikaa sebagai anggotanya.
4. Regulasi federal dan lingkungan negara bagian perubahan dengan cepat
dan menjadi lebih kompleks.
5. Semakin banyak pemberian pinjaman yang memeriksa kewajiban
lingkungan dari bisnis yang mencari pinjaman.
6. Pelanggan, pemasok, penyalur, dan investor yang menghindari untuk
melakukan bisnis dengan perusahaan yang lemah secara lingkungan
7. Tuntutan kewajiban dan denda terhadap perusahaan yang memiliki
masalah lingkungan semakin tinggi.

46
4. Sertifikasi ISO 14000/14001

Institut standar nasional dari 147 negara dengan satu anggota per negara. ISO
adalah pengembangan standar pelstarian terbesar didunia. Standar ISO tidak
memiliki otoritas hukum untuk mendorong implementasi mereka, ISO sendiri
tidak mengatur atau membuat undang-undang.

ISO 14000 merujuk kepada serangkaian standar secara sukarela dalam bidang
lingkungan. Bidang standarnya seperti audit lingkungan, evaluasi kinerja
lingkungan, pelabelan lingkungan, dan penilaian daur hidup. Serta menawarkan
standar teknis universal untuk kepatuhan lingkungan dimana semakin banyak
perusahaan membutuhkan tidak hanya mereka sendiri, tetapi juga pemasok dan
penyalur merka.

Tidak disertifikasi dengan ISO 14001 dapat menjadi kerugian strategis untuk
kota, wilayah, dan perusahaan, karena masyarakat mengharapkan organisasi untuk
meminimalkan atau, bahkan lebih baik lagi, menghilangkan bahaya lingkungan
yang mereka timbulkan. Persyaratan utama EMS yang berada dibawah ISO 14001
meliputi sebagai berikut:

1. Menunjukkan komitmen untuk mencegah polusi, perbaikan terus menerus


dalam kinerja lingkungan secara keseluruhan, dan kepatuhan dengan
seluruh berlaku perundang-undangan serta persyartan peraturan.
2. Mengidentifikasi seluruh aspek dari aktivitas organisasi produk, dan
layanan yang dapat memberikan dampak signifikan pada lingkungan,
termasuk yang belum diregulasi.
3. Menentukan sasaran kinerja dan target untuk sistem manajemen yang
dikaitkan kembali ketiga kebijakan: a. pencegahan polusi, b. Perbaikan
berkesinambungan, dan c. kepatuhan.
4. Memenuhi sasaran lingkungan yang menyertakan pelatihan karyawan,
menetukan instruksi dan praktik kerja, dan menentukan matriks aktual
dimana sasaran dan target akan diukur.
47
5. Melaksanakan audit operasi EMS (Environmental Managrment System)

BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan

Etika adalah disiplin yang berhubungan dengan apa yang baik dan buruk,
benar dan salah, atau dengan dan kewajiban tanggung jawab moral. Sementara
tanggung jawab social adalah sesuatu yang tersirat, ditegakkan, atau merasa
kewajiban manajer, bertindak dalam kapasitas resmi mereka, untuk melayani atau
melindungi kepentingan kelompok lain dari diri mereka sendiri
Etika dan Tanggung Jawab Sosial merupakan kunci keberlanjutan
perusahaan dalam jangka panjang. Keduanya merupakan dua hal yang sama
pentingnya dilakukan oleh perusahaan apapun bisnisnya. Program tanggung
jawab sosial yang dijalankan perusahaan harus dijalankan bersamaan dengan
dijalankannya Etika Bisnis oleh perusahaan.
Perusahaan yang melaksanakan Tanggung Jawab Sosial belum tentu dapat
menjalankan Etika Bisnis dengan baik, jika pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial
itu disertai dengan motivasi yang tidak baik pula. Sebaliknya perusahaan yang
melaksanakan Etika Bisnis dengan baik pasti juga akan melaksanakan Tanggung
Jawab Sosialnya dengan baik. Jadi Etika Bisnis harus menjadi motor penggerak
dilaksanakannya Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.
Bertahan dalam bisnis sambil mengikuti seluruh hukum dan regulasi
harus menjadi sasaran utama dari bisnis apapun. Salah satu cara terbaik untuk
bertanggung jawab secara sosial adalah perusahaan secara proaktif melestarikan
dan memelihara lingkungan alam.

48
DAFTAR PUSTAKA

Diana, afrida. 2017. Makalah Tanggung Jawab Sosial dalam Manajemen. Tersedia
di:
https://www.academia.edu/35147964/Makalah_TANGGUNG_JAWAB_S
OSIAL_DALAM_MANAJEMEN [Diakses, 10 Juni 2022]
Atiq. 2010. Tanggung Jawab Sosial dan Etika dalam Manajemen Strategi.
Tersedia di: https://atiqtj.wordpress.com/2010/06/22/tanggung-jawab-
sosial-dan-etika-dalam-manajemen-strategis/ [Diakses, 9 Juni 2022]
Hendrawan, Yoga Arif. 2018. Makalah Tanggung Jawab Sosial dan Etika dalam
Manajemen Strategi. Tersedia di:
https://alexandria05.blogspot.com/2018/05/makalah-tanggung-jawab-
sosial-dan-etika.html?m=1 [Diakses, 10 Juni 2022]
Sulaiman, Nurul Muchlisa. 2017. Etika, Tanggung Jawab Sosial Korporat,
Keberlangsungan Lingkungan, dan Strategi. Pendidikan Profesi
Akuntansi-Universitas Muslim Indonesia.

Abdhul, Yusuf. 2021. “Etika Bisnis”.https://penerbitbukudeepublish.com/etika-


bisnis/. (Diakses pada 11 Juni 2022)

Setiawan, Samhis.2022. “Etika Bisnis”. https://www.gurupendidikan.co.id/etika-


bisnis/. (Diakses pada 11 Juni 2022)

Mita. (t.thn.). Etika bisnis, Tangung jawab sosial dan keberlangsungan


lingkungan. Dipetik Juni 10, 2022, dari pdfcoffee.com:
https://pdfcoffee.com/etika-bisnis-tanggung-jawab-sosial-dan-
keberlangsungan-lingkungan-pdf-free.html

Susanto, A., & Purnama, D. (2016). Audit Lingkungan. Dipetik Juni 10, 2022, dari
pustaka.ut.ac.id: https://pustaka.ut.ac.id/lib/pwkl4405-audit-lingkungan/

49

Anda mungkin juga menyukai