Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
MANAJAMEN STRATEGI
ETIKA BISNIS, TANGGUNG JAWAB SOSIAL, DAN
AUDIT&KEBERLANGSUNGAN LINGKUNGAN
OLEH:
KELOMPOK 4
KELAS B
0
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah- Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ETIKA BISNIS,
TANGGUNG JAWAB SOSIAL, DAN AUDIT&KEBERLANGSUNGAN
LINGKUNGAN”.
Adapun makalah tentang Etika Bisnis, Tanggung Jawab Sosial, Dan
Audit&Keberlangsungan Lingkungan ini telah kami usahakan semaksimal
mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dan semua itu, kami sadar sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun dari segi lainnya.
Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka
selebar-lebamya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada
kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
3.1. Kesimpulan...............................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................49
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Hal ini menuntut para perilaku bisnis juga untuk menjalankan bisnisnya
dengan semakin bertanggung jawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut untuk
memperoleh keuntungan dari lapangan usahanya, melainkan mereka juga diminta
untuk memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sosialnya. Perubahan
pada tingkat kesadaran masyarakat memunculkan kesadaran baru tentang
pentingnya melaksanakan apa yang kita kenal sebagai Corporate Social
Responsibility (CSR). Pemahaman itu memberikan pedoman bahwa koperasi
bukan lagi sebagai entitas yang hanya mementingkan dirinya sendiri saja sehingga
terealisasi atau mengasingkan diri dari lingkungan masyarakat di tempat mereka
bekerja, melainkan sebuah entitas usaha yang wajib melakukan adaptasi cultural
dengan lingkungan sosialnya.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan etika bisnis?
2. Apa yang dimaksud dengan tanggung jawab sosial?
3. Apa yang dimaksud dengan audit dan keberlangsungan lingkungan?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Etika dari bahasa Yunani “Ethos” = adat istiadat/kebiasaan, hal ini etika
berarti berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang
baik. Pengertian ini relative sama dengan moralitas. Moralitas dari bahasa latin
“Mos” dalam bentuk jamaknya “Mores” = adat istiadat/kebiasaan.
Budi Saronto, yang mendefinisikan etika bisnis diambil dari kata etika
yang merupakan tindakan baik atau buruk, dimana kedua tindakan tersebut
sebagai prinsip tentang moralitas. Etika bisnis sebagai alat bagi pebisnis untuk
menjalankan usaha mereka dilandasi rasa tanggung jawab dan moral.
Etika Bisnis Merupakan aplikasi dari prinsip dan standar etika untuk
tindakan dan pilihan dari organisasi bisnis dan perilaku atas pribadi mereka.
Istilah etika mengacu pada prinsip-prinsip moral yang mencerminkan keyakinan
masyarakat mengenai tindakan yang benar dan salah dari seorang individu atau
kelompok. Tentunya nilai yang dianut seorang individu, suatu kelompok atau
suatu masyarakat dapat bertentangan dengan nilai dari individu, kelompok atau
masyarakat lain. Sumber dari standar etika itu sendiri yakni:
3
bisnis yaitu apakah tindakan terkait bisnis itu benar atau salah tergantung
pada standar etika lokal.
Oleh karena itu, standar etika tidak mencerminkan prinsip yang diterima
secara universal, melainkan produk akhir dari suatu proses yang mendefinisikan
dan mengklarifikasi sifat dan lingkup interaksi manusia. Inti dari keyakinan
bahwa perusahaan sebaiknya dioperasikan dengan cara-cara yang responsif secara
sosial untuk kepentingan seluruh pemangku kepentingan adalah keyakinan bahwa
manajer akan berperilaku etis.
4
seperti pelanggan, pesaing, pemegang saham, pemasok, distributor, dan
serikat buruh.
Agar perusahaan tersebut baik di mata dunia maka seorang manajer harus
memiliki etika yang baik. Para manajer yang memiliki etika yang baik akan
melaksanakan tugas-tugasnya sebagai manajer dengan penuh tanggung jawab.
Etika dipergunakan dimana saja ia berada. Baik dalam mengambil keputusan,
memimpin suatu rapat, berinteraksi kepada rekan kerjanya, dan terhadap para
karyawannya.
Etika yang baik adalah bisnis yang baik. Etika yang buruk dapat
menggagalkan bahkan rencana strategis terbaik. Bab ini memberikan gambaran
tentang pentingnya etika bisnis dalam manajemen strategis. Etika bisnis dapat
didefinisikan sebagai prinsip-prinsip etik dalam organisasi yang memandu
pengambilan keputusan dan perilaku. Etika bisnis yang baik merupakan prasyarat
untuk manajemen strategis yang baik, etika yang baik adalah bisnis yang baik.
Sudut pandang etika lain adalah pandangan etika hak, yang peduli
terhadap penghormatan dan perlindungan hak dan kebebasan pribadi individu,
seperti hak terhadap kerahasiaan, kebebasan suara hati, kemerdekaan
berbicara, dan proses semestinya. Penghormatan dan perlindungan itu
mencakup, misalnya, melindungi hak para karyawan terhadap kebebasan
berbicara ketika mereka melaporkan pelanggaran undang-undang oleh
majikan mereka. Segi positif sudut pandang hak itu ialah bahwa sudut
pandang tersebut melindungi kerahasiaan dan kebebasan individu. Tetapi
sudut pandang tersebut memiliki sisi negatif bagi organisasi. Sudut pandang
itu dapat menimbulkan berbagai hambatan terhadap produktivitas dan efisiensi
yang tinggi dengan menciptakan iklim kerja yang lebih memperhatikan
perlindungan hak individu daripada penyelesaian pekerjaan.
6
keberadaan norma-norma etika di industri dan masyarakat sehingga
menentukan apakah undang-undang benar atau salah. Pandangan itu
didasarkan pada penggabungan dua “kontrak”; kontrak sosial umum yang
mengizinkan dunia bisnis menjalankan dan mendefinisikan peraturan dasar
yang bisa diterima, dan kontrak yang lebih khusus di antara para anggota
komunitas tertentu yang mencakup cara ber-perilaku yang dapat diterima.
Misalnya, dalam menentukan berapa upah yang harus dibayar kepada para
pekerja di sebuah pabrik baru di Ciudad Juarez, Meksiko, para manajer yang
mengikuti teori kontrak sosial terpadu akan mendasarkan keputusan tersebut
pada tingkatan upah yang telah ada di masyarakat. Walaupun teori ini
berfokus pada melihat pada praktik yang telah ada, masalahnya adalah
beberapa dari praktik ini mungkin tidaklah etis.
Putusan dan tindakan para manajer dipengaruhi oleh nilai-nilai dan norma-
norma buruk baik yang dianutnya. Norma etika manajer itu berpengaruh terhadap
tindakan dan putusan organisasi, walaupun harus diakui keadaan tertentu yang
sedang dihadapinya sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku seorang manajer.
Robert J. Mockler mengutarakan lima faktor yang mempengaruhi keputusan yang
menyangkut masalah etis, yaitu :
b. Apakah jelas bahwa tindakan yang diusulkan ini selaras dengan kode kita?
c. Adakah sesuatu dalam tindakan yang diajukan yang dapat dianggap etis
tidak pantas? Apakah pelanggan, karyawan, pemasok, pemegang saham,
pesaing, komunitas, SEC, atau media kita memandang tindakan ini secara
etis tidak pantas?
Ada dua alasan yang mendasari mengapa strategi perusahaan harus etis,
yaitu :
a) Karena strategi bisnis tidak etis secara moral itu salah dan mencerminkan
karakter buruk perusahaan dan personilnya, dan
b) Karena strategi bisnis yang etis bisa menjadi bisnis yang baik dan
melayani kepentingan pribadi pemegang saham.
10
perusahaan, seperti pelanggan, pemerintah, pemilik, kreditur, pekerja dan
komunitas atau masyarakat.
11
Misalnya kesetaraan penerimaan gaji, penggunaan tenaga kerja
dibawah umur dan kewajibab perusahaan dalam menjaga lingkungan hidup,
sehingga perusahaan memiliki batasan-batasan dalam menjalankan bisnisnya.
4) Dapat Meningkatkan Daya Saing Perusahaan
Memilikiu daya saing saat ini sudah menjadi keharusan bagi setiap
perusahaan, karena jika suatu perusahaan tidak memiliki daya saing, usahanya
tidak akan bertahan lama. Jika suatu usaha atau bisnis memiliki etika yang
baik, maka bisnisnya akan mengalami perkembangan dan semakin
meningkatkan daya saing maupun kemampuannya untuk bersaing di pasaran
dengan perusahaan atau pembisnis lain.
5) Dapat Meningkatkan Kepercayaan Investor Pada Perusahaan
Bagi perusahaan yang sudah go publik maka akan mendapatkan
manfaat berupa meningkatnya kepercayaan para investor untuk berinvestasi,
jika terjadi kenaikan harga saham maka biasanya akan menarik minat investor
untuk berinvestasi atau membeli saham perusahaan.
6) Dapat Membangun Citra Positif Perusahaan.
Etika bisnis juga dapat membangun citra yang baik tentang perusahaan
dimata para mitra bisnis maupun para konsumen. Maka dengan citra yang baik
akan menjaga kelangsungan hidup perusahaan tersebut.
13
berlawanan dengan kepentingan pelanggan dan akhirnya kepentingan para
pemegang saham.
Meskipun banyak orang yang tidak setuju dengan alasan ini, tanggung
jawab sosial bisa menunjuk pada perilaku yang diarahkan semata-mata (tetapi
menurut hukum) ke arah pencarian keuntungan. Seorang manajer bisa, dengan
pembenaran, menyatakan bahwa dia telah dibebaskan kewajibannya kepada
masyarakat dengan menciptakan barang – barang dan jasa – jasa dan memperoleh
keuntungan di dalam batas – batas yang ditetapkan peraturan.
Arti kedua dari tanggung jawab sosial adalah perilaku yang merupakan
reaksi terhadap “norma – norma, nilai- nilai, dan harapan – harapan yang di
selenggarakan masyarakat yang berlaku sekarang.” Pandangan ini menekankan
bahwa masyarakat mempunyai berbagai harapan terhadap perilaku bisnis dan
perusahaan. Sedikitnya, perusahaan harusbertanggung jawab terhadap biaya –
biaya ekologi, lingkungan dan sosial yang terjadi karena tindakannya; lebih luas
lagi perusahaan harus bereaksi dan menyumbang untuk memecahkan berbagai
masalah masyarakat (bahkan pada hal – hal yang tidak secara langsung berkaitan
dengan bisnis). Suatu interpretasi tanggung jawab sosial sebagai reaksi sosial
yang agak sempit adalah bahwa tanggung jawab sosial mencakup berbagai
tindakan sukarela. Penafsiran ini bertujuan untuk membedakan antara tindakan
yang dilakukan perusahaan demi pertimbangan ekonomi atau hukum dan tindakan
yang diprakarsai secara sukarela. Jadi, pandangan ini mengimplikasikan bahwa
perusahaan yang hanya mengejar perilaku yang diwajibkan secara sosial adalah
tidak bertanggung jawab secara sosial, karena perilaku seperti itu dipaksakan,
tidak sukarela. Intisari dari pandangan tanggung jawab sosial adalah bahwa
perusahaan bersifat reaktif. Permintaan dibuat oleh kelompok tertentu, dan
perusahaan bertanggung jawab secara sosial bila mereka beraksi, apakah bersifat
suka rela atau terpaksa, untuk memuaskan permintaan tersebut. Ini berarti
ketidakpuasan bagi mereka yang percaya bahwa pertanggung jawaban sosial
seharusnya menunjuk ke perilaku yang proaktif.
Ciri – ciri dari perilaku yang bersifat tanggap secara sosial meliputi
penerimaan terhadap tuntutan masyarakat, kemauan untuk bertindak bagi
kelompok apapun, antisipasi kebutuhan masyarakat yang akan datang akan
bergerak ke arah pemuasan mereka, dan mengkomunikasikan dengan pemerintah
14
berkenaan dengan peraturan yang ada dan antisipasi yang diinginkan oleh
masyarakat.
Pandangan daya tanggap sosial mengandung arti yang lebih luas dari
tanggung jawab sosial. Pandangan ini menempatkan para manajer dan organisasi
mereka dalam suatu posisi yang bergeser jauh dari pandangan tradisional yang
semata–mata memusatkan pada cara – cara dan tujuan ekonomi. Pendukung daya
tanggap sosial umumnya menegaskan bahwa pendekatan terhadap tanggung
jawab sosial ini lebih unggul dari pandangan kewajiban sosial dan reaksi sosial
karena tiga alasan :
Pertama, berbagai aktivitas dan tujuan ekonomi bisnis dengan murni tidak
bisa dipisahkan dari aktivitas sosial dan tujuan masyarakat.
Ahli waris internal merupakan fokus dari banyak perilaku wajib sosial
manajemen. Dalam hubungannya dengan pelanggan, karyawan, dan
pemegang saham, para manajer sangat dituntut untuk bertanggung jawab
secara sosial. Hubungan di antara perusahaan dan ahli waris internalnya
dibatasi oleh hukum, peraturan, dan kebiasaan agar perusahaan bertindak
menurut hukum.
a. Pandangan Tradisional
18
Pandangan ini sekaligus juga menyiratkan bahwa jika upaya
perusahaan motifnya bukan ekonomi (misalnya untuk kesejahteraan
masyarakat sekitar), suatu saat perusahaan bisa memiliki kemungkinan merugi
karena meningkatnya biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan. Kalau biaya
meningkat, perusahaan akan meningkatkan harga-harga menjadi mahal.
Apalagi persaingan yang dihadapi perusahaan juga tidak mudah. Jadi,
ketimbang mengeluarkan uang banyak untuk layanan sosial, lebih baik
perusahaan menggunakannya untuk pengembangan produk dan sejenisnya.
Sementara itu, masyarakat pada dasarnya bisa berpartisipasi, menikmati
keuntungan atas operasi perusahaan dengan mekanisme “go public” dari
perusahaan. Bagi pendukung pandangan seperti ini, untuk urusan sosial dan
lingkungan seharusnya hanya menjadi urusan pemerintah.
19
Tanggung jawab ekonomi: yakni menghasilkan barang dan jasa yang
bernilai bagi masyarakat sehingga perusahaan dapat membayar pada
pemegang saham dan kreditornya.
20
Teori Investasi : Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap
stakeholder karena tindakan yang dilakukan akan mencerminkan kinerja
keuangan perusahaan.
21
6. Strategi Pengelolaan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
22
Ketentuan ini bertujuan untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan
yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya
masyarakat setempat.
23
2.3 AUDIT DAN KEBERLANGSUNGAN LINGKUNGAN
Istilah audit lingkungan baru dikenal pada akhir tahun 1970-an di Amerika
Serikat. Kata audit berasal dari latin yaitu auditus yang artinya mendengarkan.
Istilah auditus ini awalnya dikenal di bidang keuangan yaitu untuk mengetahui
kinerja perusahaan yaitu dengan melakukan assessment tentang neraca, rugi laba
dan laporan. Kata audit diartikan sebagai suatu tindakan pengujian terhadap
jumlah atau keadaan keuangan sebuah perusahaan atau milik perseorangan.
Pendekatan audit lingkungan pada dasarnya bertolak dari konsep audit keuangan
(financial audit). Prinsip dasarnya yaitu untuk mengetahui kinerja.
Audit lingkungan dipandang sebagai salah satu cara yang efektif untuk
mengevaluasi risiko lingkungan sebagai konsekuensi dari pembangunan industri,
di samping itu, audit lingkungan merupakan salah satu alat pengelolaan
lingkungan hidup yang dianggap penting dan berhasil guna bagi perusahaan untuk
meningkatkan kinerja lingkungan. Dalam audit lingkungan perusahaan
dimungkinkan untuk melakukan tindakan proaktif dan perlindungan lebih lanjut.
25
Definisi tersebut tidak jauh berbeda dengan definisi yang lebih dahulu dibuat
dan terdapat di dalam pedoman pelaksanaan audit lingkungan pada Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup No.42 Tahun 1994, tentang Pedoman Umum
Pelaksanaan Audit Lingkungan, bahwa audit lingkungan adalah: “suatu alat
manajemen yang meliputi evaluasi secara sistematik, terdokumentasi, periodik
dan objektif tentang bagaimana suatu kinerja organisasi, sistem manajemen dan
peralatan dengan tujuan memfasilitasi kontrol manajemen terhadap pelaksanaan
upaya pengendalian dampak lingkungan dan pengkajian pentaatan kebijakan
usaha atau kegiatan terhadap peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan
lingkungan hidup.”
26
“Audit adalah proses yang sistematik, independen dan terdokumentasi untuk
memperoleh bukti audit dan mengevaluasinya secara obyektif untuk menentukan
sampai sejauh mana kriteria audit dipenuhi.”
27
meminta ketiga perusahaan publik ini untuk melakukan audit secara luas di
dalam korporasinya untuk melihat tanggung jawab mereka terhadap
lingkungan secara akurat sebagai bagian dari laporan tahunannya terhadap
para pemilik sahamnya. Sejak itu, setiap perusahaan mulai memiliki program
audit yang efektif. Hal ini berulang pada tahun 1990an ketika komisi tersebut
memunculkan kembali isu tersebut dengan dasar bahwa masalah lingkungan
tidak dilaporkan secara akurat di dalam laporan tahunan berbagai perusahaan.
Berawal dari persyaratan pelaporan tahunan dari suatu perusahaan yang
kemudian menjadi suatu orientasi terhadap pentaatan peraturan lingkungan,
mekanisme audit lingkungan mulai berkembang. Badan-badan pemerintah
bahkan melihat dan mengembangkan perangkat-perangkat pengelolaan
lingkungan yang memiliki fokus pentaatan dan penentuan tanggung jawab
lingkungan ketika suatu properti diperjual belikan.
Secara internasional, audit lingkungan dipandang telah mencapai masa
kematangan pada pertengahan tahun 1990-an. Sementara itu di Indonesia,
audit lingkungan memiliki sejarah yang serupa ketika Badan Pengendalian
Dampak Lingkungan (BAPEDAL) meminta beberapa perusahaan besar di
Indonesia untuk melakukan audit lingkungan pada era yang sama (1990-an).
Tercatat ketika itu terdapat tiga perusahaan yang telah melakukan audit
lingkungan yaitu: PT Caltex Pacific Indonesia di Riau, PT Inti Indo Rayon
Utama di Sumatera Utara, dan PT Freeport Indonesia di Timika Irian Barat
(1993-1995).
Inisiatif pelaksanaan audit di Indonesia tersebut selanjutnya berkembang
menjadi suatu kebutuhan untuk memiliki dasar pelaksanaan audit lingkungan.
Maka lahirlah suatu Peraturan Menteri Lingkungan Hidup pada tahun 1994
tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan yang tertuang dalam
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.42 tahun 1994.
KepMen LH tersebut telah mengundang diskusi yang sangat menarik di
Indonesia ketika beberapa ahli lingkungan berpendapat bahwa nuansa
pedoman tersebut seharusnya bersifat sukarela (voluntary), tetapi malah wajib
(mandatory) (Soemarwoto, 1995). Namun demikian, pedoman tersebut
28
memiliki unsur sukarela (voluntary), dan ketika menyangkut kebenaran
informasi publik maka bersifat wajib (Purnama, 1995).
Audit lingkungan pada awalnya dirancang sebagai perangkat
pengelolaan lingkungan yang mengutamakan prinsip sukarela, dan hal itu
merupakan suatu kebijakan yang tepat. Hal ini ditunjukkan misalnya dengan
penerapan British Standard (BS 7750) pada awal 1990an, EMAS di Eropa,
Öko-audit di Jerman atau ISO Seri 14000 secara internasional.
Dalam perkembangannya, Indonesia telah mengadopsi perangkat audit
lingkungan secara sukarela pada tahun 1994 yang kemudian mengembangkan
pula suatu pedoman pelaksanaan audit lingkungan yang bersifat wajib
(mandatory) pada tahun 2001 melalui Keputusan Menteri LH No.30 tahun
2001 sebagai penjabaran dari Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan
Hidup No.23 tahun 1997. Namun akhirnya setelah keluar UU No.32 tahun
2009 tentang PPLH, kemudian dijabarkan menjadi Kepmen LH No.17 tahun
2010, dan selanjutnya direvisi lagi menjadi Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup No.03 tahun 2013, maka audit lingkungan dari diwajibkan menjadi
sukarela (voluntary).
Audit lingkungan telah berkembang cukup pesat. Penerapan perangkat
audit lingkungan telah berkembang mulai dari industri kimia hingga berbagai
tipe industri, bahkan berbagai kegiatan pemerintah telah menerapkan audit
lingkungan, seperti kegiatan nuklir, (Cahill, 1996, h 19). Demikian pula
halnya audit lingkungan untuk kebutuhan jual beli properti. Kegiatan audit
lingkungan terutama dilakukan bagi kegiatan usaha yang menghasilkan
limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3).
Di Indonesia, istilah audit lingkungan mulai diperkenalkan pada Oktober
1993 bersamaan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No.51 tahun
1993 tentang AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Pada
waktu itu WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) mengusulkan
perlunya kebijakan audit lingkungan sebagai tanggapan atas lemahnya
penegakan hukum AMDAL (khususnya RKL/RPL). Dan pada waktu Menteri
Lingkungan Hidup Sarwono Kusumaatmadja, beliau memperkenalkan
29
kebijakan nasional penegakan dan penataan lingkungan yang tidak hanya
mengandalkan Command and Control, tetapi pendekatan yang
mengkombinasikan command and control dengan Voluntary compliance.
Pendekatan kombinasi ini kemudian diistilahkan dengan pendekatan Stick
and Carrot. Kebijakan tersebut kemudian ditindak lanjuti dengan
diterbitkannya Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI
No.42/MenLH/1994 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit
Lingkungan. Dan kemudian berkembang menjadi Kepmen LH No.17 tahun
2010 tentang Audit Lingkungan Hidup, dan akhirnya direvisi kembali
menjadi Permen LH No.3 Tahun 2013 tentang Audit Lingkungan.
Diyakini bahwa pelaksanaan audit lingkungan sudah diadopsi cukup luas
oleh berbagai perusahaan dari berbagai sektor usaha, namun karena nuansa
sukarela yang lebih dominan, tidak banyak publikasi dari kegiatan-kegiatan
atau pelaporan audit lingkungan yang disampaikan kepada publik secara luas.
Hal ini sangat berbeda dengan penerapan AMDAL yang bersifat wajib dan
terbuka untuk umum, sehingga lebih banyak diketahui masyarakat.
Selanjutnya pada tahun 2009 telah dikeluarkan Undang-undang No.32
tentang Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dapat
dijadikan sebagai landasan Pelaksanaan audit lingkungan di Indonesia yang
tertuang dalam Pasal 48 s/d Pasal 51 yang mengatur tentang audit lingkungan
hidup. Selain itu, telah diterbitkan pula Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
No.17 Tahun 2010, dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.03 Tahun
2013 tentang audit lingkungan yang bersifat sukarela, sedangkan untuk Audit
Lingkungan yang bersifat wajib (diwajibkan) berdasarkan Kepmen LH No.30
Tahun 2001 yaitu tentang pedoman pelaksanaan audit lingkungan yang
diwajibkan.
Audit lingkungan dapat dilaksanakan secara sukarela (voluntary) oleh
penanggung jawab usaha/kegiatan. Namun, Pemerintah dapat mewajibkan
dilaksanakannya suatu audit lingkungan kepada suatu usaha/kegiatan,
bilamana:
1. Tidak memiliki dokumen lingkungan.
30
2. Terindikasi melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dan persyaratan
peraturan perundang-undangan lingkungan hidup, dan
3. Memiliki risiko tinggi terhadap lingkungan hidup.
Untuk jenis audit yang terakhir ini, penanggung jawab usaha/kegiatan
harus melaksanakan audit lingkungan secara berkala/periodik, dengan
kekerapan audit tergantung dari derajat risiko lingkungan usaha/kegiatan
tersebut.
Audit lingkungan masih terus berkembang. Salah satu standar
lingkungan yang terus mengembangkan audit lingkungan adalah Standar
Internasional – ISO yang mensyaratkan Sistem Manajemen Lingkungan –
SML (Environmental Management System – EMS) yang akan dibahas pada
modul berikutnya. Demikian pula perbedaan mengenai audit yang bersifat
sukarela dan wajib akan dibahas lebih mendalam pada modul-modul
berikutnya.
C. Tujuan, Manfaat, Dan Sasaran Audit Lingkungan
1. Tujuan Audit Lingkungan
Cheremisinoff et al. (1993) menyebutkan bahwa tujuan kaji ulang suatu audit
adalah untuk menentukan, sebagimana halnya dengan mengidentifikasi, seluruh
sumber-sumber, nyata dan potensial, yang menyebabkan atau bisa menghasilkan
masalah lingkungan. Jika dilakukan secara memadai, audit lingkungan akan
menjawab berbagai fungsi, yaitu untuk:
Jika dilakukan pada suatu fasilitas yang sedang aktif, audit lingkungan dapat
dijadikan suatu cara untuk mengevaluasi efektivitas program pengelolaan
lingkungan yang sedang berjalan dan jika diperlukan dapat disesuaikan untuk
mencegah masalah-masalah di masa mendatang. Jika audit lingkungan
dilaksanakan sebagai bagian dari transaksi suatu kegiatan usaha, seperti properti,
31
maka audit dapat menjadi suatu cara untuk memperkirakan masalah-masalah yang
mungkin berhubungan dengan transaksi tersebut, dan karenanya dapat
menentukan harga properti dengan lebih tepat dan lengkap.
32
f. Merupakan upaya untuk meningkatkan tindakan yang telah dilaksanakan
atau yang perlu dilaksanakan oleh suatu usaha atau kegiatan untuk
memenuhi kepentingan lingkungan, misalnya pembangunan yang
berkelanjutan, proses daur ulang, efisiensi penggunaan sumber daya.
2. Manfaat Audit Lingkungan
34
j. Perbaikan kondisi keselamatan dan kesehatan kerja dengan
mengidentifikasi cara untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan
kerja dan mencari cara untuk memperbaiki kondisi kerja anggota.
k. Sebagai aktivitas setelah AMDAL.
l. Audit lingkungan menjamin bahwa identifikasi, prediksi dan evaluasi
dampak tersebut bisa dikaji setelah usaha tersebut berlangsung.
m. Penyedia informasi yang akurat untuk kegiatan dan praktik bisnis industri
seperti asuransi, akuisisi, merger dan disvesment.
n. Pengembang citra hijau dalam koorporasi. Citra hijau adalah salah satu
strategi bisnis yang cukup handal dalam persaingan bisnis saat ini. Dalam
hal ini audit lingkungan memberikan arahan pada suatu perubahan untuk
mengembangkan track record kepedulian lingkungan.
35
4. Pollution Prevention Audit
Kegiatan penaksiran yang mengidentifikasikan setiap tindakan pencegahan
yangmasih mungkin dilakukan untuk meminimalisasi pembuangan produk
danmengeliminasi polusi yang ditimbulkan oleh kegiatan industri.
5. Product Audit
Audit atas proses produksi untuk memastikan bahwa produk yang
dihasilkan tidakmenyimpang dari batasan kimiawi yang telah ditetapkan
dan produk yang dihasilkandari proses produksi tersebut telah didaur
ulang kembali setelah produk tersebuttidak lagi digunakan.
Program audit dapat bersifat menguntungkan dan merugikan. Pada sisi yang
positif, program audit dapat menghasilkan sejumlah keuntungan yang berarti,
termasuk diantaranya:
Cakupan audit menjelaskan tentang tujuan dan batas audit dalam faktor faktor
seperti lokasi fisik dan kegiatan organisasi sesuai dengan laporan. Cakupan audit
ditentukan oleh klien dan pimpinan auditor. Pihak yang diaudit harus juga ikut
berkonsultasi dalam menentukan cakupan audit. Beberapa perubahan yang
memungkinkan dalam cakupan audit memerlukan persetujuan klien dan pimpinan
auditor. Sumber yang berkenaan dengan audit harus sesuai dengan cakupan yang
diinginkan (Anonim, 1996). Aspek yang dikaji pada pelaksaan audit lingkungan
adalah:
37
terhadap informasi yang berkaitan dengan aspek lingkungan, kesehatan
dan keselamatan kerja.
a. Sejarah atau rangkaian suatu usaha atau kegiatan, rona dan kerusakan
lingkungan di tempat usaha atau kegiatan tersebut, pengelolaan dan
pemantauan yang dilakukan, serta isu lingkungan yang terkait.
b. Perubahan rona lingkungan sejak usaha atau kegiatan tersebut didirikan
sampai waktu terakhir pelaksanaan audit
c. Pengunaan imput sumber daya alam, proses bahan dasar, bahan jadi dan
limbah termaksud limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3)
d. Identifikasi penanganan dan penyimpanan bahan kimia, B3 serta potensi
kerusakan yang mungkin timbul.
e. Kajian resiko lingkungan.
f. Sistem kontrol manajemen, rute pengangkutan bahan dan pembuangan
limbah, termasud fasilitas untuk meminimumkan dampak buangan dan
kecelakaan
g. Efektifitas alat pengendalian pencemaran seperti ditunjukan dalam laporan
inspeksi, peralatan, uji emisi, uji rutin dan lain-lain.
h. Catatan tentang lisensi pembuangan limbah dan pentaatan terhadap
peraturan perundang-undangan termasuk standar dan baku mutu
lingkungan.
i. Pentaatan terhadap hasil dan rekomendasi AMDAL (Rencana Pengelolaan
Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan).
j. Perencanaan dan tata laksana standar operasi keadaan darurat.
k. Rencana Minimisasi limbah dan pengendalian pencemaran lingkungan.
l. Pengunaan energi, air dan sumber alam nya.
m. Progam daur ulang, konsederasi hasil daur ulang (product life cycle).
n. Peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan kepedulian
lingkungan.
38
2. Peranan Audit Lingkungan dalam Pembangunan.
Prinsip-prinsip audit lingkungan di atas terlihat dari ciri khas audit lingkungan
yang dapat diuraikan lebih jauh sebagai berikut.
Audit lingkungan memerlukan tata laksana dan metodologi yang rinci. Audit
lingkungan harus dilaksanakan dengan metodologi yang komprehensif dan
prosedur yang telah ditentukan, untuk menjamin pengumpulan data dan informasi
yang dibutuhkan serta menjamin dokumentasi dan pengujian informasi tersebut.
40
a. Pengukuran dan Standar yang Sesuai
Penetapan standar dan pengukuran terhadap kinerja lingkungan harus
sesuai dengan usaha atau kegiatan dan proses produksi yang diaudit.
Audit lingkungan tidak akan berarti kecuali bila kinerja usaha atau
kegiatan dapat dibandingkan dengan standar yang digunakan.
b. Laporan Tertulis
Laporan harus memuat hasil pengamatan dan fakta-fakta penunjang, serta
dokumentasi terhadap proses produksi dan dilakukan secara tertulis.
Seluruh data dan hasil temuan harus disajikan dengan jelas dan akurat,
serta dilandasi dengan bukti yang sah dan terdokumentasi.
3. Keberhasilan Program Audit Lingkungan
41
pengujian. Obyektifitas auditor tidak boleh terganggu oleh hubungan personal,
konflik kepentingan dari sisi keuangan atau kepentingan lainnya, atau adanya
kekhawatiran adanya konsekuensi terhadap auditor. Memang diperlukan pula
latihan audit yang dilakukan secara internal, namun hal tersebut tidak digunakan
sebagai hasil akhir suatu program audit lingkungan. Obyektifitas dan
independensi auditor pelaksana audit merupakan jaminan dari kesuksesan suatu
program audit lingkungan.
Hal lainnya yang juga penting dalam rangka keberhasilan suatu program audit
lingkungan adalah ketersediaan tim audit lingkungan yang memadai dan telah
mendapatkan pelatihan serta pengalaman audit lingkungan. Para auditor harus
memiliki pengetahuan, keahlian, dan disiplin bidang ilmu tertentu untuk mencapai
tujuan-tujuan audit lingkungan. Setiap individu dari tim auditor harus memenuhi
standar profesional dan mereka harus memelihara keahliannya melalui
pengalaman bekerja, pelatihan dan pendidikan yang sesuai.
42
mencakup hal-hal yang spesifik yang harus dievaluasi dari suatu kegiatan yang
diaudit.
43
Hasil suatu audit lingkungan berperan dan bisa digunakan untuk berbagai
keperluan seperti berikut ini.
44
kriminal karena mencemari lingkungan, mereka terus berpaling kepada manajer
dan karyawan untuk memenangkan keringanan hukum.
Beberapa tahun yang lalu, perusahaan tidak dapat lolos dengan menetapkan
terminologi "hijau" dalam produk mereka dan pelabelan yang mengunkan istilah
organik, hijau, aman, ramah lingkungan, tidak beracun, atau alami atau tidak ada
hukum atau definisi yang diterima secara umum. Menjadi sulit bagi perusahaan
untuk membuat klaim "hijau" ketika tindakan mereka tidak substantif,
komprehensif, atau bahkan benar. Secara strategis, perusahaan yang lebih
daripada sebelumnya harus menunjukkan kepada pelanggan dan pemegang saham
mereka bahwa usaha penghijauan mereka adalah substantif dan menempatkan
perusahaan terpisah dari pesaingnya. Fakta dan figur kinerja perusahaan harus
mendukung retorika mereka dan konsisten dengan standar pelestarian.
45
pelanggan, regulator, penjual, dan pemain industri lainnya, yang secara
substansial memperbaiki proses keberhasilan bisnis.
46
4. Sertifikasi ISO 14000/14001
Institut standar nasional dari 147 negara dengan satu anggota per negara. ISO
adalah pengembangan standar pelstarian terbesar didunia. Standar ISO tidak
memiliki otoritas hukum untuk mendorong implementasi mereka, ISO sendiri
tidak mengatur atau membuat undang-undang.
ISO 14000 merujuk kepada serangkaian standar secara sukarela dalam bidang
lingkungan. Bidang standarnya seperti audit lingkungan, evaluasi kinerja
lingkungan, pelabelan lingkungan, dan penilaian daur hidup. Serta menawarkan
standar teknis universal untuk kepatuhan lingkungan dimana semakin banyak
perusahaan membutuhkan tidak hanya mereka sendiri, tetapi juga pemasok dan
penyalur merka.
Tidak disertifikasi dengan ISO 14001 dapat menjadi kerugian strategis untuk
kota, wilayah, dan perusahaan, karena masyarakat mengharapkan organisasi untuk
meminimalkan atau, bahkan lebih baik lagi, menghilangkan bahaya lingkungan
yang mereka timbulkan. Persyaratan utama EMS yang berada dibawah ISO 14001
meliputi sebagai berikut:
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Etika adalah disiplin yang berhubungan dengan apa yang baik dan buruk,
benar dan salah, atau dengan dan kewajiban tanggung jawab moral. Sementara
tanggung jawab social adalah sesuatu yang tersirat, ditegakkan, atau merasa
kewajiban manajer, bertindak dalam kapasitas resmi mereka, untuk melayani atau
melindungi kepentingan kelompok lain dari diri mereka sendiri
Etika dan Tanggung Jawab Sosial merupakan kunci keberlanjutan
perusahaan dalam jangka panjang. Keduanya merupakan dua hal yang sama
pentingnya dilakukan oleh perusahaan apapun bisnisnya. Program tanggung
jawab sosial yang dijalankan perusahaan harus dijalankan bersamaan dengan
dijalankannya Etika Bisnis oleh perusahaan.
Perusahaan yang melaksanakan Tanggung Jawab Sosial belum tentu dapat
menjalankan Etika Bisnis dengan baik, jika pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial
itu disertai dengan motivasi yang tidak baik pula. Sebaliknya perusahaan yang
melaksanakan Etika Bisnis dengan baik pasti juga akan melaksanakan Tanggung
Jawab Sosialnya dengan baik. Jadi Etika Bisnis harus menjadi motor penggerak
dilaksanakannya Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.
Bertahan dalam bisnis sambil mengikuti seluruh hukum dan regulasi
harus menjadi sasaran utama dari bisnis apapun. Salah satu cara terbaik untuk
bertanggung jawab secara sosial adalah perusahaan secara proaktif melestarikan
dan memelihara lingkungan alam.
48
DAFTAR PUSTAKA
Diana, afrida. 2017. Makalah Tanggung Jawab Sosial dalam Manajemen. Tersedia
di:
https://www.academia.edu/35147964/Makalah_TANGGUNG_JAWAB_S
OSIAL_DALAM_MANAJEMEN [Diakses, 10 Juni 2022]
Atiq. 2010. Tanggung Jawab Sosial dan Etika dalam Manajemen Strategi.
Tersedia di: https://atiqtj.wordpress.com/2010/06/22/tanggung-jawab-
sosial-dan-etika-dalam-manajemen-strategis/ [Diakses, 9 Juni 2022]
Hendrawan, Yoga Arif. 2018. Makalah Tanggung Jawab Sosial dan Etika dalam
Manajemen Strategi. Tersedia di:
https://alexandria05.blogspot.com/2018/05/makalah-tanggung-jawab-
sosial-dan-etika.html?m=1 [Diakses, 10 Juni 2022]
Sulaiman, Nurul Muchlisa. 2017. Etika, Tanggung Jawab Sosial Korporat,
Keberlangsungan Lingkungan, dan Strategi. Pendidikan Profesi
Akuntansi-Universitas Muslim Indonesia.
Susanto, A., & Purnama, D. (2016). Audit Lingkungan. Dipetik Juni 10, 2022, dari
pustaka.ut.ac.id: https://pustaka.ut.ac.id/lib/pwkl4405-audit-lingkungan/
49