Anda di halaman 1dari 122

HASIL PENELITIAN

ANALISIS HUBUNGAN ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT) BAKTERI


DENGAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)
PADA PENJUAL DI PASAR INDUK MINASA MAUPA
KABUPATEN GOWA
TAHUN 2021

Oleh:

NURAISKA
14120170133

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021

1
HALAMAN PERSETUJUAN
Hasil penelitian ini telah disetujui untuk disajikan pada Seminar
Hasil Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia.

Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Nasruddin Syam, SKM.,M.Kes Dr. Abd Gafur, SKM.,M.Kes

Makassar, Agustus 2021

Diketahui,
Wakil Dekan I

Dr. Arman, SKM.,M.Kes


KATA PENGANTAR
‫هللا الرَّ حْ َم ِن الرَّ ِحيْم‬
ِ ‫ــــــــــــــــــم‬
ِ ْ‫ِبس‬

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhaanahu Wata’ala

atas berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan

kelancaran dan kesempatan kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

SKM (Sarjana Kesehatan Masyarakat) dengan judul “Hubungan ALT

Bakteri dengan Gejala Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada

Penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa Tahun 2021”.

Teriring salam dan shalawat, semoga tercurahkan kepada teladan dan

junjungan kita Rasulullah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam.

Yang membawa dan menerangi hati nurani kita menjadi cahaya bagi

segala perbuatan mulia. Dan insya Allah kita semua termasuk umat Nabi

Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wasallam hingga akhir zaman.

Terkhusus untuk orang tua tercinta penulis ucapkan banyak terima

kasih untuk cinta kasihnya yang tak terhingga kepada ayahanda Marong

dan ibunda Hania dan kakak saya tercinta Hasnah S.Pd dan Sulaeman

yang selalu mendukung serta mendoakan setiap langkah penulis, dan tak

hentinya memberikan perhatian dan pengorbanan baik moril maupun

materi, dalam mendidik dan membesarkan dan memotivasi penulis.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada para keponakan tercinta


serta seluruh keluarga yang selalu memberi motivasi kepada penulis

dalam menyelesaikan studi-nya.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak akan dapat selesai tanpa

bimbingan dari dosen pembimbing dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak H. Muh. Mokhtar Noer Jaya, SE., M.Si Selaku Ketua Yayasan

Wakaf Universitas Muslim Indonesia

2. Bapak Prof. Dr. H. Basri Modding, SE,. M.Si Selaku Rektor Universitas

Muslim Indonesia

3. Ibu Dekan Dr. Suharni A. Fachrin, S.pd., M.kes Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Muslim Indonesia

4. Bapak Dr. Arman, SKM., M.Kes Selaku Wakil Dekan I FKM UMI, Bapak

Dr. Samsualam, S.kep, Ns, SKM., M.Kes, Selaku Wakil Dekan II FKM

UMI, Bapak Dr. dr. A. Muh. Multazam, S.Ked., M.Kes Selaku Wakil

Dekan III, Bapak Dr. dr. H. Muhammad Khidri Alwi, M.Kes, Selaku

Wakil Dekan IV FKM UMI yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk mengikuti pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Muslim Indonesia.

5. Bapak Dr. Andi Surahman Batara, SKM., M.Kes. Selaku Ketua Prodi

FKM UMI, dan Ibu Dr. A. Rizki Amalia AP, SKM., M.Kes, Selaku

Sekretaris Prodi FKM UMI.

6. Bapak Nasruddin Syam, SKM., M.Kes selaku pembimbing I dan Bapak

Dr. Abd Gafur, SKM., M.Kes Selaku pembimbing II, yang telah banyak
memberikan bimbingan, kritik, saran, waktu dan motivasi kepada

penulis dalam penyusunan hasil peneltian.

7. Bapak Dr. Muhammad Ikhtiar, SKM., M.Kes dan ibu Sartika, SKM,

M.Kes selaku penguji yang telah memberikan bimbingan, kritik, saran,

waktu dan motivasi kepada penulis dalam menyusun hasil penelitian.

8. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf FKM UMI yang telah memberikan

bimbingan serta pengajaran yang sangat berguna selama bangku

perkuliahan.

9. Kepala Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa serta seluruh

stafnya yang telah memberikan izin serta bantuan selama penelitian.

10.Sahabat-sahabatku, Aisyah Humairoh, Juwitamala, Nurheni, Dian

Islamiati dan Nurul Madinah terima kasih telah membantu dan

menyemangati penulis dalam penyusunan skripsi ini sampai akhir. Dan

untuk Pampang squad penghuni grup Al-Aufiyaa, Sobat B4, Sobat

kesling, terima kasih selalu ada menemani dalam suka maupun duka

dalam pengerjaan skripsi ini dan terima kasih atas waktu dan

kebersamaannya yang terukir dengan penuh cinta dan kasih, serta

kenangan yang tak terlupakan.

11. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan namanya yang telah

banyak memberikan bantuannya dalam rangka penyelesaian skripsi

ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

untuk itu saran serta kritik yang sifatnya membangun sangat penulis

harapkan.Tidak lupa penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya jika

ada salah dan khilaf selama penulisan skripsi ini.

Akhir kata semoga Allah Subhaanahu Wata’ala memberikan balasan

yang berlipatganda kepada semua pihak yang telah membantu penulis

dalam menyelesaikan penuliisan skripsi ini.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, Agustus 2021

Nuraiska
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN.....................................................................
KATA PENGANTAR.................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................
DAFTAR TABEL.......................................................................................
DAFTAR GAMBAR...................................................................................
DAFTAR SINGKATAN..............................................................................
DAFTAR ISTILAH.....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
RINGKASAN.............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................

A. Latar Belakang................................................................................

B. Rumusan Masalah..........................................................................

C. Tujuan Penelitan.............................................................................

D. Manfaat Penelitian..........................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................

A. Tinjauan Umum tentang Bakteri Udara...........................................

B. Tinjauan Umum tentang Lingkungan Fisik Pasar...........................

C. Tinjauan Umum tentang Perilaku Penjual......................................

D. Tinjauan Umum tentang Pasar Tradisional....................................

E. Tinjauan Umum tentang ISPA........................................................

BAB III KERANGKA KONSEP.................................................................

A. Dasar Pemikiran Variabel...............................................................

B. Bagan Kerangka Konsep................................................................


C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif......................................

BAB IV METODE PENELITIAN................................................................

A. Jenis Penelitan................................................................................

B. Lokasi dan Waktu Penelitian...........................................................

C. Populasi dan Sampel......................................................................

D. Cara Pengambilan Sampel.............................................................

E. Pengumpulan Data.........................................................................

F. Pengolahan dan Analisis Data........................................................

G. Alur Penelitian.................................................................................

H. Organisasi Penelitian......................................................................

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian...............................................

B. Hasil Penelitian................................................................................

C. Pembahasan...................................................................................

D. Keterbatasan Penelitian..................................................................

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................

A. Kesimpulan......................................................................................

B. Saran...............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

No. Tabel

Judul

Halaman

5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Pasar Induk


Minasa Maupa Kabupaten Gowa Tahun 2021

55

5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin pada Penjual


di Pasar
Minasa
Maupa
Kabupate
n Gowa
Tahun
2021 56

5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Jualan di Pasar Induk


Minasa Maupa Kabupaten Gowa Tahun 2021

55

5.4 Hasil Pengukuran Bakteri Staphylococcus aureus di Pasar Induk


Minasa Maupa Kabupaten Gowa Tahun 2021

55

5.5 Hasil Pengukuran ALT Bakteri Udara di Pasar Induk Minasa


Kabupaten Gowa Tahun 2021

55

5.6 Hasil Pengukuran Kelembaban Udara di Pasar Induk Minasa


Maupa Kabupaten Gowa Tahun 2021

55

5.7 Hasil Pengukuran Suhu Udara di Pasar Induk Minasa


Maupa Kabupaten Gowa Tahun 2021

55

5.8 Hasil Pengukuran Ventilasi Udara di Pasar Induk Minasa


Maupa Kabupaten Gowa Tahun 2021

55

5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kerja Penjual di Pasar


Induk
Minasa
Maupa
Kabupate
n Gowa
Tahun
2021 56

5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja Penjual di Pasar


Induk
Minasa
Maupa
Kabupate
n Gowa
Tahun
2021 56

5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan APD di Pasar


Induk
Minasa
Maupa
Kabupate
n Gowa
Tahun
2021 56

5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Cara Penggunaan APD di


Pasar
Induk
Minasa
Maupa
Kabupate
n Gowa
Tahun
2021 56
5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Masker di Pasar Induk
Minasa
Maupa
Kabupate
n Gowa
Tahun
2021
56

5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Gejala ISPA di Pasar Induk


Minasa
Maupa
Kabupate
n Gowa
Tahun
2021
56

5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Adanya Gejala ISPA di Pasar


Induk
Minasa
Maupa
Kabupate
n Gowa
Tahun
2021 55

5.16 Hubungan Staphylococcus aureus dengan adanya Gejala ISPA


pada Penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa
Tahun 2021

88

5.17 Hubungan ALT Bakteri dengan adanya Gejala ISPA pada


Penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa
Tahun 2021

88

5.18 Hubungan Kelembaban Udara dengan adanya Gejala ISPA


pada Penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa
Tahun 2021

88

5.19 Hubungan Suhu Udara dengan adanya Gejala ISPA pada


Penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa
Tahun 2021

88

5.20 Hubungan Ventilasi Udara dengan adanya Gejala ISPA pada


Penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa
Tahun 2021

88

5.21 Hubungan Lama Kerja dengan adanya Gejala ISPA pada


Penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa
Tahun 2021

88

5.22 Hubungan Masa Kerja dengan adanya Gejala ISPA pada


Penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa
Tahun 2021

88

5.23 Hubungan Penggunaan APD dengan adanya Gejala ISPA


pada Penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa
Tahun 2021

88
DAFTAR GAMBAR

No. Gambar

Judul

Halaman

3.1 Kerangka Konsep

51

4.2 Titik A dan B (Lantai 1) 52

4.2 Titik C dan D (Lantai 2)

53

4.3 Titik E
(Lantai 3)
53

4.4 Alur Penelitian

53

5.1 Struktur Organisasi

53

DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization


ISPA : Infeksi Saluran Pernafasan Akut

ALT : Angka Lempeng Total

AHU : Air Handing Unit

CNS : Central Nervous System

Rh : Relative humidity

IRBA : Infeksi Respiratori Bawah Akut

NAB : Colony Forming Unit

MAS : Microbial Air Sampler

RINGKASAN
Universitas Muslim Indonesia
Fakultas Kesehatan masyarakat
Program Studi Kesehatan Masyarakat
Peminatan Kesehatan Lingkungan
Skripsi, Agustus 2021

Nuraiska
14120170133
“Analisis Hubungan Angka Lempeng Total (ALT) Bakteri dengan
Gejala Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Penjual di Pasar
Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa Tahun 2021”
( 91 Halaman + 23 Tabel + 10Lampiran)

Pasar tradisional pada umumnya memiliki kondisi sanitasi yang rendah,


sehingga menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri, mikroba dan virus
berbahaya yang mencemari lingkungan serta menurunkan kesehatan
udara dalam ruangan. Salah satu cara perpindahan mikroba adalah
melalui udara. Udara harus terbebas dari mikroba patogen (0 CFU/m 3),
salah satunya adalah bakteri anggota genus Staphylococcus. Beberapa
penelitian telah mengidentifikasikan bahwa mikroba yang umum
ditemukan di udara dalam ruangan yaitu bakteri anggota genus
Staphylococcus. WHO (World Health Organization) mencatat bahwa
terdapat sekitar 7 juta orang pada tahun 2012 meninggal dunia yang
diakibatkan oleh polusi udara. Terdapat faktor-faktor lingkungan fisik
udara tertentu yang bisa berhubungan dengan angka kuman, udara
merupakan salah satu ruang publik tanpa disadari menjadi konsumsi
bersama oleh banyak orang. Mikroorganisme seperti fungi dan bakteri
tersebar di udara akan terhirup dan dapat menimbulkan penyakit infeksi
apabila mereka bersifat patogenik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ALT bakteri dengan


gejala ISPA pada penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa
tahun 2021. Metode penelitian ini adalah studi analitik dengan pendekatan
cross sectional study.Sampel penelitian terdiri dari Bakteriologi (ALT
bakteri dan Stapgylococcus aureus), sampel lingkungan (Kelembaban,
suhu dan ventilasi udara) dan sampel manusia (penjual) sebanyak 30
orang .Penelitian ini berlokasi di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten
Gowa dan dilaksanakan pada tahun 2021. Analisis data dilakukan dengan
menguji pengaruh hubungan variabel yang diteliti dengan menggunakan
Chi-Square pada Confidient Interval 95% (α= 0,05).

Hasil penelitian menunjukkan dari 5 titik ada 3 titik yang ALT bakterinya
tidak memenuhi syarat (>700 CFU/m 3) menurut Peraturan Menteri
Kesehatan nomor 1077 tahun 2011. Tidak ada hubungan antara
Staphylococcus aureus dengan gejala ISPA, ALT bakteri dengan gejala
ISPA, kelembaban udara dengan gejala ISPA, suhu udara dengan gejala
ISPA, ventilasi udara dengan gejala ISPA, lama kerja dengan gejala ISPA,
masa kerja dengan gejala ISPA, dan penggunaan APD dengan gejala
ISPA.

Kesimpulan pada penelitian ini adalah tidak adanya hubungan antara


variabel independen dengan variabel dependen. Disarankan agar
pemerintah memperbaiki pengelolaan Pasar Induk Minasa Maupa
terutama dalam hal pembuangan sampah dan limbah, memberikan
penyuluhan pentingnya penggunaan higiene sanitasi dan penambahan
ventilasi udara.
Daftar Pustaka: (2012-2020)
Kata Kunci : Mikroorganisme Udara, ALT Bakteri, Staphylococus aureus,
ISPA.

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pencemaran udara merupakan salah satu masalah kesehatan

bagi dunia. WHO (World Health Organization) mencatat bahwa terdapat

sekitar 7 juta orang pada tahun 2012 meninggal dunia yang diakibatkan

oleh polusi udara. Pencemaran terhadap kualitas udara dapat

memberikan dampak yang kurang baik bagi kesehatan manusia.

Pencemaran udara tidak hanya dapat terjadi diluar ruangan, namun

dapat pula terjadi di dalam ruangan. Hal ini dikarenakan partikel polutan

diluar ruangan dapat masuk ke lingkungan dalam rumah. Partikel

polutan ini dapat menjadi salah satu faktor risiko terhadap

perkembangan penyakit pernafasan seperti asma, pneumonia,

bronkitis, dan penyakit paru obstruktif kronik. Kementrian Lingkungan

Hidup pada 2010 mencatat sebanyak 5 juta penduduk Indonesia

(57,8%) mengalami gangguan kesehatan akibat paparan polusi udara

(Darmayanti, 2019).

Udara adalah perantara bakteri, virus dan fungi melakukan

penyebaran, oleh sebab itu mikroorganisme tersebut memerlukan

berbagai persyaratan hidup untuk melakukan pertumbuhan dan

perkembangan. Terdapat faktor-faktor lingkungan fisik udara tertentu

yang bisa berhubungan dengan angka kuman, udara merupakan salah

satu ruang publik tanpa disadari menjadi konsumsi bersama oleh

banyak orang. Mikroorganisme seperti fungi dan bakteri tersebar di


udara akan terhirup dan dapat menimbulkan penyakit infeksi apabila

mereka bersifat patogenik (Rahayu, 2019).

Pasar tradisional pada umumnya memiliki kondisi sanitasi yang

rendah, sehingga menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri, mikroba

dan virus berbahaya yang mencemari lingkungan serta menurunkan

kesehatan udara dalam ruangan. Salah satu cara perpindahan mikroba

adalah melalui udara. Udara harus terbebas dari mikroba patogen (0

CFU/m3), salah satunya adalah bakteri anggota genus Staphylococcus.

Beberapa penelitian telah mengidentifikasikan bahwa mikroba yang

umum ditemukan di udara dalam ruangan yaitu bakteri anggota genus

Staphylococcus. Bakteri anggota genus ini ditemukan di semua

permukaan bangunan, barang dagangan dan sampah di sekitar pasar

(Fathurrahman dkk, 2019).

Pasar tradisional menjadi tempat mikroba hal ini karena kondisi

pasar tradisional yang kotor, riuh, pinggir jalan dan kumuh. Hal tersebut

disebabkan oleh adanya percampuran antara penjualan unggas dan

ternak sampai makanan pada sejumlah pasar tradisional yang

menunjukkan bahwa masih rendahnya perhatian pemerintah daerah

maupun masyarakat terhadap kesehatan. Ini juga menjadikan salah

satu penyebab rentannya terhadap penyebaran penyakit, penyebaran

tersebut karena kualitas udara yang buruk (Rahayu, 2019).

Faktor lingkungan fisik udara yang dapat mempengaruhi adanya

bakteri udara pada ruangan seperti bakteri Staphylococcus aureus yaitu


kelembaban, suhu, pencahayaan dan kondisi ventilasi udara.

Kelembaban udara yang tinggi akan menyebabkan bakteri

Staphylococcus aureus dapat berkembang dalam sebuah ruangan.

Sedangkan udara yang sangat kering dapat membunuh bakteri atau

menyebabkan pemberhentian kegiatan metabolisme bakteri (Lestari,

2018). Umumnya bakteri Staphylococcus aureus dapat hidup pada

kelembaban udara yang berkisar antara 60-90 % Rh.

Suhu udara dalam ruang juga dapat mempengaruhi

berkembangbiaknya bakteri Staphylococcus sp. Suhu udara yang

terlalu tinggi akan menyebabkan bakteri Staphylococcus sp dapat

tumbuh dan berkembang. Bakteri Staphylococcus sp dapat hidup pada

suhu 15 oC sampai 40 oC dengan suhu optimum 37 oC.

Pencahayaan juga berpengaruh dalam perkembangbiakan bakteri

Staphylococcus sp. Pencahayaan yang rendah akan menyebabkan

bakteri Staphylococcus sp tumbuh dan berkembang dalam ruangan

tertentu. Pencahayaan dalam sebuah ruangan minimal 100 lux.

Faktor fisik yang selanjutnya adalah kondisi ventilasi dalam ruang.

Ventilasi yang tidak memenuhi syarat akan menyebabkan bakteri

Staphylococcus sp dapat tumbuh dan berkembang pada sebuah

ruangan. Ventilasi yang buruk juga akan mempengaruhi suhu udara

dan pencahayaan dalam ruangan tidak optimal.

Selain faktor fisik, faktor perilaku orang yang dalam sebuah

ruangan juga menentukan jumlah bakteri Staphylococcus sp yang


masuk ke dalam tubuhnya. Diantaranya adalah perilaku penggunaan

masker, lama bekerja, dan masa kerja orang tersebut.

Perilaku penggunaan masker akan berpengaruh dalam

menentukan banyak atau sedikitnya seseorang dapat terpapar bakteri

Staphylococcus sp . Jika seseorang disiplin untuk selalu menggunakan

masker, maka potensi untuk masuknya bakteri Staphylococcus sp pada

saluran pernafasan juga akan semakin rendah.

Lama bekerja akan berpengaruh untuk menentukan banyak atau

sedikitnya seseorang menghirup bakteri Staphylococcus sp. Jika

seseorang bekerja seharian ≥ 8 jam maka potensi masuknya bakteri

Staphylococcus sp juga akan semakin banyak terhirup. Dan sebaliknya

jika hanya menjual selama ≤ 3 jam perhari maka akan sedikit juga

menghirup bakteri Staphylococcus sp.

Selain itu, masa kerja juga berpengaruh untuk menentukan

banyak atau sedikitnya seseorang menghirup bakteri Staphylococcus

sp. semakin lama bekerja maka risiko terpajan bakteri akan semakin

tinggi.

Pasar Induk Minasa Maupa merupakan salah satu pasar sebagai

tempat masyarakat Kabupaten Gowa untuk berdagang dan membeli

kebutuhan sehari-hari. Pasar ini dibangun pada tahun 1994, pada tahun

sekitar 1996 pasar ini bernama pasar sore di kompleks terdapat sebuah

terminal. Pada tahun 2010 dibangun pasar yang lebih modern yang
dinamai Pasar Induk Minasa Maupa. Pasar ini memiliki 3 lantai

diantaranya lantai yang berada di bawah tanah (Yul, 2018).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan dengan cara

survei lokasi penelitian. Hasil observasi awal tentang kondisi fisik

lingkungan di Pasar Induk Minasa Maupa diantaranya kondisi yang

dapat dilihat langsung yaitu pencahayaan dan kondisi ventilasi dalam

ruangan pasar terlihat tidak memenuhi syarat. Pencahayaan dalam

ruangan pasar semua memakai penerangan buatan dan sangat sedikit

yang bisa mendapatkan pencahayaan alami dikarenakan ventilasi

udara dalam ruangan pasar yang sangat minim. Selain itu, limbah cair

di pasar tersebut tidak tertutup sehingga menimbulkan bau busuk dari

air pembuangan bekas cucian ayam potong dan ikan. Selain itu, kondisi

bangunan pasar tersebut sudah tidak layak. Dimana terlihat sudah ada

genteng yang bocor dan lantai banyak tergenang air jika musim hujan.

Kondisi ini tentunya akan menyebabkan banyak bakteri dalam udara

dapat tumbuh dan berkembang yang dapat menyebabkan gangguan

kesehatan pada penjual yang berada di dalamnya.

Selain kondisi fisik lingkungan, perilaku penjual di Pasar tersebut

masih tidak memenuhi syarat, diantaranya masih banyak penjual yang

tidak mau menggunakan masker saat berjualan. Tentunya hal itu akan

menyebabkan penjual dapat dengan mudah menghirup bakteri udara

seperti bakteri Staphylococcus sp yang dapat menyebabkan gangguan

pernafasan seperti Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).


Berdasarkan hasil wawancara langsung menggunakan kuesioner

dengan 10 orang penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten

Gowa, terdapat 9 orang diantaranya mengalami gejala ISPA seperti

batuk, bersin, demam, sakit kepala dan sakit tenggorokan.

Salah satu penyakit yang paling banyak diderita oleh masyarakat

adalah ISPA. Sebagian besar dari infeksi saluran pernafasan hanya

bersifat ringan seperti batuk-pilek, disebabkan oleh virus dan tidak

memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Infeksi saluran pernafasan

atas terutama yang disebakan oleh virus, sering terjadi pada semua

golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin. Penyakit ISPA

merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, dan lansia karena

sistem pertahanan tubuh anak dan lansia yang rendah (Putriyani,

2017).

ISPA termasuk kelompok penyakit menular yang dapat

ditularkan melalui udara, di Indonesia prevalensi ISPA berdasarkan

diagnosis tenaga kesehatan dan keluhan penduduk sebesar 25%

(Riskesdas, 2013). Gejala ISPA ditandai dengan badan pegal,

beringus, batuk, sakit kepala, dan sakit pada tenggorkan. Umumnya

ISPA disebabkan oleh infeksi dari kelompok virus, bakteri, dan jamur

(Hadiati, 2017).

ISPA merupakan inpeksi saluran pernapasan yang dapat

berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA ditandai dengan gejala

akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernapasan


dengan berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Infeksi saluran pernapasan

akut adalah kelompok penyakit yang komplek dan heterogen, yang

disebabkan oleh 300 lebih jenis virus, bakteri, serta jamur. Survei

mortalitas yang dilakukan oleh subdit ISPA tahun 2012 menempatkan

ISPA sebagai penyebab kematian terbesar di Indonesia dengan

persentase 22,30% dari seluruh kematian. Bukti bahwa ISPA

merupakan penyebab utama kematian yaitu banyaknya penderita ISPA

yang terus meninggal (Anwar, 2019).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas dapat di rumuskan masalah yaitu:

1. Bagaimana hubungan Staphylococcus aureus dengan gejala ISPA

pada penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa,

2. Bagaimana hubungan ALT Bakteri dengan gejala ISPA pada penjual

di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa,

3. Bagaimana hubungan kelembaban dengan gejala ISPA pada penjual

di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa,

4. Bagaimana hubungan Suhu dengan gejala ISPA pada penjual di

Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa,

5. Bagaimana hubungan ventilasi dengan gejala ISPA pada penjual di

Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa,

6. Bagaimana hubungan lama kerja dengan gejala ISPA pada penjual

di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa,


7. Bagaimana hubungan masa kerja dengan gejala ISPA pada penjual

di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa,

8. Bagaimana hubungan Alat Pelindung Diri (masker) dengan gejala

ISPA pada penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis hubungan ALT bakteri di udara dengan

kejadian ISPA pada penjual di Pasar Induk Minasa Maupa

Kabupaten Gowa.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk menganalisis hubungan dengan keberadaan bakteri

Staphylococcus aureus dengan adanya gejala ISPA pada penjual

di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa,

b. Untuk menganalisis hubungan ALT bakteri di udara dengan gejala

ISPA pada penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten

Gowa,

c. Untuk menganalisis hubungan kelembaban dengan gejala ISPA

pada penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa,

d. Untuk menganalisis hubungan ventilasi dengan gejala ISPA pada

penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa,

e. Untuk menganalisis hubungan lama kerja dengan gejala ISPA

pada penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa,


f. Untuk menganalisis hubungan masa kerja dengan gejala ISPA

pada penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa,

g. Untuk menganalisis hubungan Alat Pelindung Diri (masker)

dengan gejala ISPA pada penjual di Pasar Induk Minasa Maupa

Kabupaten Gowa.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfat bagi Peneliti

Mendapatkan pengetahuan dan pengalaman berharga dalam

meningkatkan wawasan tentang cara mengidentifikasi bakteri udara

dalam ruangan Pasar Induk Minasa Maupa.

2. Manfaat Teoritis

Sebagai bahan acuan bagi mahasiswa (peneliti) di dalam

melakukan penelitian selanjutnya, khususnya penelitian yang

berkaitan dengan uji mikrobiologi udara.

3. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan bagi

pengelola Pasar Induk Minasa Maupa dan Dinas Lingkungan Hidup

Kabupaten Gowa agar senantiasa memantau kondisi lingkungan di

pasar agar tidak terjadi pencemaran yang bisa mengganggu

kesehatan manusia maupun lingkungan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Bakteri Udara

1. Pengertian Bakteri Udara

Bakteri merupakan organisme uniseluler, nukleoid atau tidak

memiliki membran inti, tidak memiliki klorofil, saprofit atau parasit,

berkembangbiak dengan pembelahan biner, dan termasuk dalam

protista prokariotik. Ukuran tubuh bakteri sangat kecil yaitu dengan

lebar antara 1-2 mikron dan panjangnya antara 2-5 mikron. Ukuran

bakteri dipengaruhi oleh umurnya, bakteri yang berumur 2-6 jam

umumnya lebih besar dari bakteri yang berumur lebih dari 24 jam

(Lestari, 2018).

Mikroorganisme seperti bakteri terhembuskan dalam bentuk

percikan dari hidung dan mulut ketika bersin, batuk dan bahkan

bercakap-cakap. Ukuran titik-titik air yang terhembuskan dari saluran

pernafasan yaitu mikrometer sampai milimeter. Titik-titik air yang

ukurannya dalam kisaran mikrometer akan tinggal di udara sampai

beberapa lama, tetapi yang berukuran besar akan segera jatuh ke

lantai atau permukaan benda lain. Debu dari permukaan ini akan

berada di udara selama berlangsungnya kegiatan dalam ruangan

tersebut (Lestari, 2018).

Bakteri adalah makhluk hidup yang bersifat unisel (bersel

tunggal) tapi memiliki beragam bentuk dan ukuran. Bakteri

berkembangbiak secara aseksual dengan pembelahan sel. Habitat

bakteri tersebar luas di alam, di dalam tanah, di atmosfer dan di air.


Bakteri bersifat bebas, parasitic, saprofitik, patogen terhadap

makhluk hidup khususnya manusia (Ramadhan, 2018).

Udara pada dasarnya bukan tempat pertumbuhan dan

reproduksi bakteri karena komposisi udara yang tidak sesuai. Di

udara terbuka, kebanyakan bakteri berasal dari tanah. Bakteri pada

udara kemungkinan terbawa oleh debu, uap air, angin dan penghuni

ruangan. Bakteri di udara biasanya menempel pada permukaan

tanah, lantai, ruangan, perabot ruangan maupun penghuni ruangan.

Bakteri tersebut sebagian bakteri non patogenik dalam jumlah yang

relatif besar dapat berpotensi sama seperti bakteri patogenik

(Vindrahapsari, 2016).

2. Mikroorganisme yang Mempengaruhi Udara

a. Bakteri

Menurut Ramadhan (2018), terdapat tipe dari beberapa

bakteri yang banyak ditemukan di dalam ruang, yaitu:

1) Micrococcus sp

Spesies bakteri ini terdapat pada kulit tubuh manusia.

Bakteri ini ditemukan pada area dengan okupansi tinggi atau

pada area dengan ventilasi yang tidak baik. Micrococcus sp

adalah jenis bakteri yang tidak berbahaya. Dalam keadaan

normal, bakteri ini dapat dibasmi dengan sistem ventilasi yang

baik dan proses pembersihan dengan penyedot debu atau

sejenisnya.
2) Bacillus sp

Bakteri yang tidak berbahaya ini umumnya diasosiasikan

dengan tanah dan debu. Keadaan temperatur dan kadar air

yang tepat pada permukaan yang berdebu dan keras adalah

media yang baik bagi pertumbuhan bakteri ini.

3) Staphylococcus aureus

Staphylococcus sp juga terdapat pada permukaan kulit

tubuh manusia. Diantara spesies Staphylococcus yang paling

umum terdapat di dalam ruang adalah Staphylococcus aureus,

yaitu patogen yang penting dalam lingkungan rumah sakit,

karena mempunyai kemampuan memecah sel darah merah.

4) Batang Gram-Positif

Batang gram-positif merupakan tipe bakteri yang juga

diasosiasikan dengan tanah dan debu. Meskipun tergolong

jenis patogen yang tidak berbahaya, bakteri ini tumbuh di area

yang basah dan lembab seperti pada karpet, dinding, dan

perabot. Bakteri ini dapat dihilangkan dengan cara

pembersihan dan sistem ventilasi yang memadai.

5) Batang Gram-Negatif

Organisme ini jarang ditemui di lingkungan dalam ruang.

Bila ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi, berarti ada

keterkaitan dengan bioaerosol dari air yang terkontaminasi atau

sumber-sumber kontaminan lainnya, seperti permukaan yang


basah dan lembab, tumpahan air pembuangan, banjir, atau dari

sistem Air Handling Unit (AHU) yang meningkat. Beberapa

bakteri gram-negatif dapat menyebabkan demam. Terkadang

pertumbuhan bakteri ini pada Air Handling Unit (AHU) dapat

memicu terjadinya gejala-gejala seperti pneumonia akut.

Pembersihan dengan menggunakan desinfektan merupakan

cara yang paling mudah untuk membunuh bakteri jenis ini.

b. Jamur

Keberadaan mikroorganisme dalam ruangan umumnya

dalam bentuk spora jamur terdapat pada tempat-tempat seperti

sistem ventilasi, karpet atau tempat lain. Kehadiran bioaerosol

dalam udara ruang berbentuk spora jamur ini bisa menimbulkan

kesakitan pada beberapa orang yaitu menyebabkan alergi.

Meskipun dari jumlah koloni yang berhasil ditemukan masih

berada di bawah ambang batas, akan tetapi keberadaan jenis

jamur di udara ini perlu diwaspadai. Fungi atau jamur mempunyai

peranan dalam kesehatan atau disebut mikosis baik bersifat

patogen yang bisa menyebabkan sakit maupun sebagai penyebab

alergi. Sebagai negara tropis dengan kelembaban 60-80%,

Indonesia adalah surga bagi pertumbuhan berbagai jenis jamur.

Secara alamiah mikroorganisme tidak ada di udara, karena udara

bukan habitat mikroorganisme. Mikroorganisme berada di udara


karena terbawa angin bersama partikel debu atau untuk

sementara mengapung di udara (Sari, 2017).

3. Bakteri Staphylococcus aureus

a. Pengertian

Bakteri anggota genus Staphylococcus merupakan bakteri

normal pada manusia. Bakteri anggota genus Staphylococcus

dapat ditemukan pada manusia terutama di saluran pernafasan

bagian atas, kulit, dan mukosa. Bakteri anggota genus

staphylococcus bersifat patogen dan menyebabkan sejumlah

infeksi seperti alergi, radang tenggorokan, mata merah, asma,

tuberkulosis, pneumonia dan influenza yang menyerang individu

sehat (Fatturrahman dkk, 2019).

Salah satu anggota genus Staphylococcus yaitu

Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus merupakan

bakteri penyebab infeksi yang tergolong dalam bakteri gram

positif, bakteri ini paling banyak ditemukan di dunia. Infeksi

Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama mastitis

(radang ambing) pada hewan sedangkan pada manusia berperan

sebagai penyakit yang termasuk infeksi kulit, abses, pneumonia,

endocarditis, meningitis dan spesies. Bakteri ini juga menginfeksi

manusia dengan keparahan yang bervariasi, mulai dari 11 infeksi

minor pada kulit (furunkulosis dan impetigo), infeksi saluran kemih,

infeksi saluran pernafasan, sampai infeksi pada mata dan Central


Nervous System (CNS). Staphylococcus aureus dapat

menginfeksi ketika sistem imun melemah yang disebabkan oleh

terjadinya perubahan hormon, penyakit, luka, penggunaan steroid

atau obat lain yang mempengaruhi imunitas (Nur, 2020).

Staphylococcus aureus banyak ditemukan disekitar

lingkungan hidup manusia, dan sebagai penyebab penyakit infeksi

di dunia. Hal ini disebabkan oleh kemampuan S. aureus yang

mudah beradaptasi dengan lingkungan melalui ketahanannya

terhadap anti mikrobial yang dimilikinya. Bakteri ini terutama

ditemukan pada kulit, kelenjar kulit, selaput lendir, luka dan

umumnya merupakan penyebab radang tenggorokan, infeksi kulit

(bisul) serta infeksi sistem saraf pusat dan paru-paru. Peradangan

setempat merupakan sifat khas infeksi bakteri ini. Bakteri ini akan

menyebar melalui pembuluh getah bening dan pembuluh darah

sehingga sering terjadi peradangan vena dan trombosit

(Noerfasya, 2018).

b. Klasifikasi

Menurut Azizah (2019), klasifikasi bakteri Staphylococcus sp

adalah:

Kingdom : Bacteria

Filum : Firmicutes

Kelas : Coccoi

Ordo : Bacillales
Famili : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : Staphylococcus aureus

c. Morfologi

Staphylococcus sp dapat tumbuh pada suhu 15°C sampai

dan 40°C dengan suhu optimum 37°C. Bakteri ini tumbuh optimal

dalam suasana aerob dan pH optimum adalah 7,4. Pada lempeng

agar, koloni berbentuk bulat, diameter 1-2 cm, cembung, buram,

meningkat, dan konsentrasi lunak. Warna khasnya adalah kuning

keemasan dengan intensitas warna bervariasi. Dinding sel bakteri

Gram positif (Staphylococcus aureus) peptidoglikan yang tebal

dan asam teikoat. Lapisan-lapisan tersebut terdiri dari polimer

yang dapat terlarut air sehingga memudahkan senyawa antibakteri

yang bersifat polar untuk berpenetrasi ke dalam sel (Azizah,

2019).

d. Siklus Hidup

Untuk mengetahui siklus hidup pada bakteri diperlukan

pengujian berupa pembuatan kurva tumbuh bakteri yang hasilnya

didapatkan melalui pengukuran. siklus hidup bakteri ini terdiri dari

beberapa fase, berikut ini fase-fase siklus hidup bakteri

(Faturohman, 2020):

1) Lag Phase (Fase Adaptasi)


Fase lag dapat dikatakan sebagai fase awal atau fase

persiapan sebelum memasuki fase eksponensial. Pada fase ini

bakteri melakukan adaptasi pada lingkunganya dan

bermetabolisme.

2) Log Phase or Exponential Phase (Fase Penggandaan Diri)

Pada fase ini terjadi peningkatan kecepatan pertumbuhan

bakteri, dalam keadaan terbaik bakteri akan menggandakan diri

hanya dengan waktu sekitar 15 menit. Hal ini akan terjadi

hingga nutrisi dalam media tidak bersisa dan menghambat

pertumbuhan bakteri.

3) Stationary Phase (Fase Statsioner)

Fase statsioner merupakan fase dimana pertumbuhan

bakteri mengalami penghentian sehingga jumlah bakteri yang

baru terbentuk dengan jumlah bakteri yang mati akan berada

pada jumlah yang sama. Atau fase stasioner dapat dikatakan

juga sebagai fase dimana pertumbuhan bakteri berada pada

posisi datar.

4) Death Phase (Fase Kematian)

Dalam fase kematian ini sel-sel yang telah melalui fase

stasioner akan berhenti bereproduksi dan akan mengalami

kematian yang terjadi secara drastis sehingga yang tersisa

hanya sejumlah sel-sel kecil saja.

B. Tinjauan Umum tentang Lingkungan Fisik Pasar


1. Kelembaban Udara

a. Pengertian Kelembaban Udara

Kelembaban adalah konsentrasi uap air di udara. Angka

konsentrasi ini dapat diekspresikan dalam kelembapan absolut,

kelembaban spesifik atau kelembaban relatif. Alat untuk mengukur

kelembaban disebut hygrometer. Sebuah humidistat digunakan

untuk mengukur tingkat kelembaban udara dalam sebuah

bangunan dengan sebuah pengawa lembap (dehumifider) (Sandy,

2017).

Kelembaban sangat penting untuk pertumbuhan

mikroorganisme. Pada umumnya mikroorganisme berjenis bakteri

membutuhkan kelembaban yang tinggi. Pencahayaan alami dari

sinar matahari di samping menyebarkan sinar panas ke bumi, juga

memancarkan sinar ultraviolet yang mematikan mikroba.

Beberapa mikroorganisme juga dapat berkembang biak pada atap

yang lembab, ubin, kran-kran pada kamar mandi maupun sekat

ruangan.

b. Faktor yang Mempengaruhi Kelembaban Udara

Kelembaban udara bisa terjadi akibat konstruksi rumah yang

tidak baik seperti atap yang bocor, lantai, dan dinding rumah yang

tidak kedap air, serta kurangnya pencahayaan baik buatan

maupun alami dapat menjadi penyebab terlalu tinggi atau terlalu


rendahnya kelembaban dalam ruang rumah (Permenkes RI,

2011).

Kelembaban dipengaruhi oleh temperatur, kecepatan udara

dan radiasi panas dari udara yang akan mempengaruhi keadaan

tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari

tubuhnya. Keadaan dengan temperatur udara yang sangat panas

dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas

dari tubuh secara besar-besaran karena system penguapan.

Sehingga berpengaruh pada makin cepatnya denyut jantung

karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi

kebutuhan oksigen (Mulyati, 2020).

c. Penyakit Akibat Kelembaban Udara

Kelembaban di dalam ruang rumah yang terlalu tinggi

maupun terlalu rendah dapat menyebabkan suburnya

pertumbuhan mikroorganisme. Bakteri gram positif

(pneumokokus) hidup pada kelembaban yang cukup tinggi yaitu

sekitar 85% Rh. Dengan suburnya pertumbuhan mikroorganisme

ini maka dapat menyebabkan penghuni rumah terkena penyakit

infeksi akibat mikroorganisme (Riazy, 2019).

d. Standar Baku Kelembaban Udara

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 17 Tahun 2020 tentang Pasar sehat kadar kelembaban


dalam ruang rumah yang dipersyaratkan adalah kelembaban

antara 40%-60% Rh (Permenkes 2020).

2. Suhu Udara

a. Pengertian Suhu Udara

Suhu adalah suatu besaran yang menunjukkan derajat

panas dari suatu benda. Suhu udara dianggap nikmat oleh orang

Indonesia ialah sekitar 24oC sampai 26oC dan selisih suhu di

dalam dan di luar tidak boleh lebih lebih dari 50 oC. Keseimbangan

panas suhu tubuh manusia selalu dipertahankan hampir konstan

atau menetap oleh suatu pengaturan suhu pada tubuh manusia

(Gafur dkk, 2020).

Suhu udara adalah ukuran energi kinetik rata-rata dari

pergerakan molekul-molekul. Suhu suatu benda ialah keadaan

yang menentukan kemampuan benda tersebut, untuk

memindahkan (transfer) panas ke benda-benda lain atau

menerima panas dari benda-benda lain tersebut. Dalam sistem

dua benda, benda yang kehilangan panas dikatakan benda yang

bersuhu lebih tinggi (Albana, 2019).

Suhu udara adalah suatu gambaran energi yang terdapat di

atmosfer atau udara dan dapat dirasakan oleh tubuh serta dapat

diukur menggunakan termometer dengan satuan derajat celcius

(ºC) atau derajat kelvin (ºK). Suhu udara akan dipengaruhi oleh

suhu permukaan karena suhu permukaan akan di transfer ke


udara dengan proses konveksi melalui udara, sehingga suhu

permukaan yang tinggi akan memiliki suhu udara yang tinggi pula

(Andani dan Sasmito, 2018).

b. Faktor yang Mempengaruhi Suhu Udara

Pengaruh suhu terhadap makhluk hidup sangat besar

sehingga pertumbuhannya sangat tergantung pada keadaan suhu,

terutama dalam kegiatannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi

suhu di permukaan bumi antara lain (Sandy, 2017):

1) Jumlah radiasi yang dterima pertahun, perbulan, perhari, dan

permusim,

2) Pengaruh daratan atau larutan,

3) Pengaruh ketinggian tempat,

4) Pengaruh angin secara tidak langsung misalnya, angin

membawa panas dari sumbernya secara horizontal,

5) Pengaruh panas laten, yaitu panas yang disimpan dalam

atmosfer,

6) Penutup tanah, yaitu tanah yang ditutupi vegetasi yang

mempunyai temperatur yang lebih panas dari pada datangnya

miring.

c. Penyakit Akibat Suhu Udara

Paparan suhu rendah di bawah standar kenyamanan akan

menyebabkan perubahan fisiologis dalam tubuh yang akan

mengarah pada penyakit akibat kerja seperti Chilblain, Immersion


foot, Trench foot, Frostnip, Frostbite, Hipotermia. Suhu dingin di

tempat kerja dapat dipantau setiap waktu dengan menggunakan

termometer ruangan yang diletakkan di setiap ruangan. Pada

industri makanan terdapat cold storage yang berguna untuk

menyimpan bahan baku atau hasil produksi yang berfungsi untuk

memperpanjang umur barang tersebut sehingga tidak cepat

mengalami pembusukan (Kurnia dan Suryono, 2017).

d. Baku Mutu Suhu Udara

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1077 tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara

dalam Ruang Rumah dimana persyaratan suhu dalam ruang

rumah adalah 18-30ºC (Permenkes RI, 2011).

3. Pencahayaan

a. Pengertian Pencahayaan

Pencahayaan merupakan jumlah penyinaran pada suatu

bidang yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara

efektif. Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk

mendapatkan keadaan lingkungan kerja yang nyaman dan

berkaitan dengan produktivitas manusia. Pencahayaan yang baik

memungkinkan orang dapat melihat objek yang dikerjakannya

secara jelas, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu. Penerangan

yang buruk dapat mengakibatkan kelelahan mata karena daya


efisiensi kerja mata serta sakit kepala di sekitar mata (Tongkukut,

2016).

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencahayaan

Pencahayaan merupakan salah satu faktor fisik.

Pencahayaan ruangan, khususnya di tempat kerja yang kurang

memenuhi persyaratan tertentu dapat memperburuk penglihatan,

karena jika pencahayaan terlalu besar ataupun lebih kecil, pupil

mata harus berusaha menyesuaikan cahaya yang diterima oleh

mata. Sistem pencahayaan memiliki pengaruh terhadap proses

produksi di perusahaan sehingga untuk menciptakan sistem

pencahayaan yang sesuai diperlukan dukungan penuh dari pihak

perusahaan agar tercipta perencanaan ruang dengan sistem

pencahayaan yang sesuai dengan peraturan. Penerangan di

setiap tempat kerja harus memenuhi syarat untuk melakukan

pekerjaan. Penerangan yang sesuai sangat penting untuk

peningkatan kualitas dan produktivitas (Mualifah dkk, 2017).

c. Penyakit Akibat Pencahayaan

Pencahayaan yang kurang akan menyebabkan pupil

membesar yang berakibat menurunnya ketajaman penglihatan

sehingga mata akan sulit memfokuskan objek dan sensitivitas

terhadap kontras yang meningkatkan efek silau. Selain itu

fotoreseptor kerucut yang mengendalikan proses akomodasi

menjadi meningkat sehingga terjadi kontraksi otot siliaris secara


terus-menerus, maka suplai oksigen menurun dan merangsang

glikolisis anaerob yang mengakibatkan penumpukan asam laktat

yang menyebabkan nyeri, stres dan kelelahan pada otot mata

(Khoiriyah dkk, 2019).

d. Standar Baku Mutu Pencahayaan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 17 Tahun 2020 tentang Pasar Sehat kadar pencahayaan

yang dipersyaratkan adalah minimal 100 lux (Permenkes RI,

2020).

4. Laju Ventilasi

a. Pengertian Laju Ventilasi

Luas ventilasi ruangan adalah salah satu indikator dari

kebersihan udara dalam ruangan karena ventilasi udara

berhubungan dengan sirkulasi udara dimana manusia sering

beraktifitas didalam ruangan. Sirkulasi yang buruk akan

mengakibatkan bakteri mudah berkembang dalam ruangan

sehingga dapat menyebabkan pneumonia (Fikri, 2016).

b. Baku Mutu Laju Ventilasi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 17 Tahun 2020 tentang Pasar Sehat, laju ventilasi yang

dipersyaratkan adalah minimal 20% dari luas lantai (Permenkes

RI, 2020).
C. Tinjauan Umum tentang Perilaku Penjual

1. Lama Kerja

Lama kerja adalah jumlah waktu terpajan faktor risiko. Lama

kerja dapat dilihat sebagai menit-menit dari jam kerja per hari pekerja

terpajan risiko. Lama kerja juga dapat dilihat sebagai pajanan per

tahun faktor risiko atau karakteristik pekerjaan berdasarkan faktor

risikonya (Utami dkk, 2017).

Lama kerja adalah waktu yang digunakan penjual dalam

sebuah pasar untuk bekerja dalam hitungan jam per hari baik siang

ataupun malam hari. Waktu lamanya seseorang bekerja dengan

baik dalam sehari pada umumnya 8 jam. Jika seseorang yang

bekerja lebih dari 8 jam akan terjadi penurunan kualitas dan hasil

kerja serta bekerja dengan waktu berkepanjangan akan menimbulkan

terjadinya kelelahan, gangguan kesehatan dan akan mengakibatkan

timbulnya suatu penyakit. Jam kerja atau lama kerja penting

diketahui untuk melihat lamanya seseorang terpajan dengan faktor

risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang (Azizah dan

Nurcandra, 2019).

2. Masa Kerja

Masa kerja adalah lamanya waktu orang bekerja. Seseoang

bisa mendapatkan pengalaman kerja diperoleh dari pekerjaan yang

dilakukan selama rentang waktu tertentu. Dengan masa kerja

seorang bisa berpotensi terpapar pajangan bakteri yang

menyebabkan infeksi.
Masa kerja juga berpengaruh terhadap terjadinya gangguan

kesehatan seperti gangguan pernafasan pada penjual. yang lebih lama

bekerja akan meningkatkan risiko terjadinya gangguan pernafasan

seperti Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) karena lebih banyak

terpajan bakteri penyebab ISPA seperti bakteri Staphylococcus sp.

Masa kerja sangatlah penting diketahui untuk melihat lamanya

seseorang yang telah terpajan dari lingkungan tempat kerja yang dapat

mengakibatkan gangguan pernafasan. Semakin lama seseorang dalam

bekerja maka semakin banyak pekerja itu telah terpapar penyakit

yang dapat ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Azizah dan

Nurcandra, 2019).

3. Alat Pelindung Diri

Alat pelindung untuk melindungi pernafasan dari pajanan

bakteri yaitu penggunaan masker. Masker adalah pelindung saluran

pernafasan yang berfungsi untuk melindungi organ pernafasan

dengan cara menyalurkan udara bersih dan sehat atau menyaring

cemaran bahan kimia, mikroorganisme, partikel yang berupa debu,

kabut (aerosol), uap, asap, gas atau fume, dan sebagainya

(Mahendra, 2020).

D. Tinjauan Umum tentang Pasar Tradisional

1. Pengertian Pasar

Pasar adalah tempat orang bertransaksi menjual barang, jasa,

dan tenaga kerja untuk mendapatkan imbalan uang. konsep pasar

adalah setiap struktur yang memungkinkan pembeli dan penjual


untuk menukar jenis barang, jasa dan informasi. Pertukaran barang

atau jasa untuk uang adalah transaksi.Transaski terjadi jika ada

kesepakatan antara penjual dan pembeli (Haslinda, 2017).

Pasar merupakan tempat yang digunakan untuk menampung

penjual, pembeli, pengelola serta barang yang diperdagangkan.

Sebagian besar barang yang diperdagangkan adalah barang

kebutuhan untuk sehari-hari seperti makanan pokok. Pasar

tradisional ialah pasar dimana penjual dan pembelinya melakukan

kegiatan tawar menawar secara langsung sehingga terjadi

kesepakatan harga antara kedua belah pihak (Rahayu, 2019).

2. Macam-macam Pasar

a. Pasar Tradisional

Pasar tradisional adalah pasar yang memperjual-belikan

barang dan jasa oleh penjual dan pembeli, dan dalam kegiatan

transaksinya terdapat proses tawar menawar di antara keduanya.

Pasar tradisional bukanlah sebuah pasar yang asing bagi kita. Kita

sering menjumpainya pada lingkungan daerah sekitar kita. Barang

atau jasa yang diperjual belikan pada umumnya adalah barang

atau jasa yang digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup

sehari-hari. Dalam pasar tradisional juga selalu di tandai dengan

adanya proses tawar menawar hingga menghasilkan sebuah

kesepakatan harga tertentu diantara penjual dan pembeli. Manfaat

dari pasar dari pasar tradisional sendiri adalah memberikan


kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat,

dikarenakan pasar tradisional dapat dengan mudah ditemukan di

lingkungan masyarakat mengingat pasar tradisional jumlahnya

sangat banyak. Selain itu, proses tawar menawar dapat

memberikan kepuasan tersendiri diantara salah satu pihak.

Sehingga para pelaku pasar dituntut untuk pandai dalam

bernegosiasi (Nuzuldin, 2017).

Pasar tradisional mempunyai fungsi dan peranan yang tidak

hanya sebagai tempat perdagangan tetapi juga sebagai

peninggalan kebudayaan yang telah ada sejak zaman dahulu

kala. Saat ini perlu disadari bahwa pasar tradisional bukan satu-

satunya pusat perdagangan. Semakin banyaknya pusat

perdagangan lain seperti pasar modern, hypermart dan all pada

gilirannya dapat membuat pasar tradisional harus mampu

bertahan dalam persaingan agar tidak tergilas oleh arus

modernisasi yang semakin maju (Sulaeman, 2019).

b. Pasar Modern

Pasar modern adalah pasar yang dikelola dengan

manajemen modern, umumnya terdapat di kawasan perkotaan,

sebagai penyedia barang dan jasa dengan mutu dan pelayanan

yang baik kepada konsumen (umumnya anggota masyarakat

kelas menengah ke atas). Contoh pasar modern antara lain mall,

supermarket, departement store, shopping centre, waralaba, toko


mini swalayan, pasar serba ada, toko serba ada dan sebagainya

(Dakhoir, 2018).

c. Pasar Oligopoli

Struktur pasar atau industri oligopoli (oligopoly) adalah

pasar (industri) yang terdiri dari hanya sedikit perusahaan

(produsen). Setiap perusahaan memiliki kekuatan (cukup) besar

untuk mempengaruhi harga pasar. Produk dapat homogen atau

terdiferensiasi. Perilaku setiap perusahaan akan mempengaruhi

perilaku perusahaan lainnya dalam industri (Meliala, 2018).

d. Pasar Monopoli

Pasar monopoli adalah suatu pasar yang hanya dikuasai

oleh satu penjual dan memiliki kekuasaan atas pasar tersebut,

sehingga akan susah bagi penjual lain untuk menyainginya. Pada

pasar monopoli ini, penjual bebas menentukan jumlah harga dan

bebas menentukan jumlah barang yang akan di tawarkan kepada

pembeli. Dengan adanya kondisi tersebut, akan banyak

menguntungkan salah satu pelaku pasar yaitu produsen yang

berkuasa atas pasar (Nuzuldin, 2017).

3. Pengertian Pedagang Pasar

Pedagang adalah orang yang melakukan perdagangan,

memperjual belikan barang yang tidak diprodukai sendiri, untuk

memperoleh keuntungan. Pedangan adalah mereka yang melakukan

kegiatan perniagaan sebagai pekerjaannya sehari-hari. Perdagangan


merupakan kegiatan yang memiliki tujuan untuk menyalurkan barang

dengan maksud pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Proses ini

berlangsung dari produsen menuju konsumen. Dapat disimpulkan

bahwa, pedagang pasar merupakan seseorang yang aktivitasnnya

melakukan perdagangan dengan menawarkan barabf dagangannya

ataupun jasa di lokasi tempat berjualan yaitu pasar dimana banyak

transaksi yang dilakukan oleh pedangang dan pembeli, pembeli

datang ke pasar untuk mencari kebutuhan yang diinginkannya untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari dan pedangang menawarkan

barang dagangannya baik secara langsung mapun tidak langsung.

Pedagang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu (Adriani, 2018):

a. Pedagang Besar/Distributor/Agen Tunggal

Distributor adalah pedagang yang membeli atau

mendapatkan produk barang dagangan dari tangan pertama atau

produsen secara langsung. Pedagang besar biasanya diberi hak

wewenang wilayah atau daerah tertentu dari produsen.

b. Pedagang Menengah/Agen/Grosir

Pedagang menengah adalah pedagang yang membeli atau

mendapatkan barang dagangannya dari ditributor atau agen

tunggal yang biasanya akan diberi daerah kekuasaan penjualan

atau perdagangan tertentu yang lebih kecil daerah kekuasaan

distributor.
E. Tinjauan Umum tentang ISPA

1. Pengertian ISPA

ISPA merupakan penyakit saluran pernapasan bagian atas

atau bawah yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang

parah dan mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya,

faktor lingkungan, dan faktor pejamu. Penyakit ISPA biasanya

menular (Putri, 2017).

ISPA sering disebut juga dengan Infeksi Respiratori Akut (IRA).

Infeksi respiratori akut ini terdiri dari Infeksi Respiratori Atas Akut

(IRAA) dan Infeksi Respiratori Bawah Akut (IRBA). Disebut akut, jika

infeksi berlangsung hingga 14 hari. Penyakit pada ISPA yang sering

terjadi selain episode batuk pilek adalah pneumonia, penyakit ini

merupakan pembunuh utama balita di dunia, lebih banyak dibanding

dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak (Gunawan

dkk, 2020).

Saluran pernapasan bagian atas pada manusia adalah

reservoir dari beragam komunitas komensialisme dan potensi

menjadi patogen, yang diantaranya adalah Haemophilus influenzae,

Streptococcus pneumoniae (pneumokokus), Moraxella catarrhalis,

dan Staphylococcus aureus. Bakteri tersebut yang sesekali berubah

menjadi patogen menyebabkan penyakit menular (Fusvita dan Umar,

2016).
2. Klasifikasi ISPA

Menurut Nainggolan (2019), klasifikasi ISPA dapat

dikelompokkan berdasarkan golongannya dan golongannya umur

yaitu:

a. ISPA berdasarkan golongannya:

1) Pneumonia yaitu proses infeksi akut yang mengenai jaringan

paru-paru (alveoli).

2) Bukan pneumonia meliputi batuk pilek biasa (common cold),

radang tenggorokan (pharyngitis), tonsilitis dan infeksi telinga

(otitis media).

b. ISPA dikelompokkan berdasarkan golongan umur yaitu:

1) Untuk anak usia 2-59 bulan:

Bukan pneumonia bila frekuensi pernafasan kurang dari

50 kalipermenit untuk usia 2-11 bulan dan kurang dari 40 kali

permenituntuk usia 12-59 bulan, serta tidak ada tarikan pada

dinding dada. Pneumonia yaitu ditandai dengan nafas cepat

(frekuensi pernafasan sama atau lebih dari 50 kali/menit untuk

usia 2-11 bulan danfrekuensi pernafasan sama atau lebih dari

40 kali permenit untukusia 12-59 bulan), serta tidak ada tarikan

pada dinding dada. Pneumonia berat yaitu adanya batuk dan

nafas cepat (fastbreathing) dan tarikan dinding pada bagian

bawah ke arah dalam (servere chest indrawing).


2) Untuk anak usia kurang dari dua bulan:

Bukan pneumonia yaitu frekuensi pernafasan kurang dari

60 kali permenit dan tidak ada tarikan dinding dada. Pneumonia

berat yaitu frekuensi pernafasan sama atau lebih dari 60kali

permenit (fast breathing) atau adanya tarikan dinding

dadatanpa nafas cepat.

3. Etiologi ISPA

ISPA disebabkan lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.

ISPA bagian atas pada umumnya disebakan oleh virus, sedangkan

ISPA bagian bawah pada umumnya disebabkan oleh bakteri. Kedua

jenia ISPA tersebut umumnya mempunyai manifestasi klinis yang

berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam

penangannya. Bakteri yang dapat mengakibatkan ISPA antara lain:

Diplococcus pneumonia, Pneumococcis, Streptococcus hemolyticus,

Streptococcus hemolyticus, Sreptococcus aureus, Hemophilus

influenza, Bacillus Friedlander. Virus seperti: Respiratory syncytial

virus, virus influenza, adenovirus, cytomegalovirus. Jamur seperti:

Mycoplasma pneumoces dermatitides, Coccidioides immitis,

Aspergillys, Candida albicans (Khumaidah, 2019).

Untuk menyebabkan penyakit pernafasan, bakteri harus

terlebih dahulu menjajah niche nasofaring. Interaksi antara mikroba

dan mikroba lain serta inang, dan pengaruh faktor lingkungan

menyebabkan interaksi mikroba yang dinamis dan kompleks. Dalam


keadaan seimbang, ekosistem ini sebagai bagian dari microbiome

manusia lengkap diasumsikan memainkan peran menguntungkan

utama untuk host manusia. Namun, ketidakseimbangan dalam

komunitas mikroba area pernapasan ini dapat berkontribusi untuk

mengakuisisi seperti bakteri patogen. Selanjutnya,

ketidakseimbangan dalam ekosistem dapat mengakibatkan

pertumbuhan berlebih dan invasi oleh bakteri patogen,

menyebabkan pernafasan atau penyakit invasif, terutama pada

anak-anak dan dewasa yang sistem kekebalan rentan (Fusvita

dan Umar, 2016).

4. Mekanisme Terjadinya ISPA

Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah

tercemar bibit penyakit masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan.

Oleh karena itu penyakit ISPA termasuk golongan air born disease.

Penularan melalui udara yang dimaksud adalah cara penularan yang

terjadi tanpa kontak dengan penderita maupun dengan benda

terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara dapat juga

menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang

sebagian besar penularannya adalah karena menghirup udara yang

mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab ISPA.

Saluran pernapasan selalu terpapar dengan dunia luar sehingga

untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang

efektif dan efisien (Hrp, 2018).


5. Tanda dan Gejala ISPA

Penyakit ini dapat menyerang saluran napas mulai dari hidung

sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah,

pleura) (Depkes, 2012). Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu

dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari. Gejalanya

meliputi demam, batuk, dan sering juga nyeri tenggorok, coryza

(pilek), sesak napas, mengi, atau kesulitan bernapas. Berikut gejala

ISPA dibagi menjadi 3 antara lain sebagai berikut (Apriyani, 2020):

a. Gejala dari ISPA Ringan

Jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1) Batuk

2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan

suara (pada waktu berbicara atau menangis).

3) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung

4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37°C.

b. Gejala dari ISPA sedang

Jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih

gejala-gejala sebagai berikut:

1) Pernapasan cepat (fast breathing) sesuai umur yaitu: untuk

kelompok umur kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per

menit atau lebih untuk umur 2 - < 5 tahun.

2) Suhu tubuh lebih dari 39°C

3) Tenggorokan berwarna merah


4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak

campak

5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga

6) Pernapasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur)

c. Gejala dari ISPA Berat

Seseorang balita dinyatakan menderita ISPA berat jika

dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu

atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:

1) Bibir atau kulit membiru

2) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun

3) Pernapasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak

gelisah

4) Sela iga tetarik ke dalam pada waktu bernafas

5) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba

6) Tenggorokan berwarna merah.

6. Pengobatan ISPA

Pengobatan ISPA tergantung dengan tingkat keparahan

penyakitnya. Jika tergolong pneumonia berat maka penderita perlu

dirawat di rumah sakit. Untuk pneumonia pengobatan dilakukan

dengan pemberian antibiotik kotrimoksasol peroral. Dan jika bukan

pneumonia maka tidak perlu diberikan antibiotik. Cukup diberikan

paracetamol dan kompres untuk menurunkan demam (Hrp, 2018).


BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel

Faktor fisik lingkungan seperti kelembaban dan ventilasi udara

akan berpengaruh pada pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri

Staphylococcus aureus. Kelembaban yang tinggi dan ventilasi udara

yang tidak memenuhi syarat bisa menyebabkan bakteri Staphylococcus

aureus dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu, perilaku orang yang

berada pada ruangan seperti penggunaan masker, lama kerja dan

masa kerja juga akan mempengaruhi banyak atau sedikitnya bakteri

yang terhirup pada saluran pernafasan.

Berkembangbiaknya bakteri udara seperti bakteri Staphylococcus

aureus pada sebuah ruangan, tentunya akan memberikan dampak

buruk bagi kesehatan manusia yang berada di dalamnya. Diantaranya

penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA).


B. Kerangka Konsep

Berdasarkan dasar pemikiran variabel penelitian, maka disusunlah

kerangka konsep yang ingin di teliti:

Karakteristik Responden

Mikroorganisme

Fisik Lingkungan ISPA

Perilaku Penjual

Gambar 3.1
Kerangka Konsep
Keterangan:

= Variabel independen

= Variabel dependen

= Tidak diteliti

1. Variabel Independen;

a. Staphylococcus aureus

b. ALT bakteri

c. Kelembaban

d. Suhu

e. Ventilasi

f. Lama Kerja

g. Masa Kerja

h. APD

2. Variabel Dependen:

ISPA

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

Adapun definisi operasional dan kriteria objelktif dalam penelitian

ini sebagai berikut:

1. Bakteri Staphylococcus aureus

a. Definisi Oprasional

Bakteri Staphylococcus sp adalah bakteri jenis gram positif

yang terkandung dalam udara yang diambil menggunakan alat

Microbial Air Sampler. Permenkes nomor 1077 tahun 2011.


a. Kriteria Objektif

1) Tidak memenuhi syarat: Apabila ALT bakteri melewati nilai

ambang batas (NAB >0 CFU/m3).

2) Memenuhi syarat: Apabila ALT bakteri tidak melewati nilai

ambang batas (NAB 0 CFU /m3).

2. ALT Bakteri

b. Definisi Operasional

ALT bakteri adalah jumlah total bakteri yang terkandung dalam

udara yang diambil menggunakan alat Microbial Air Sampler.

Permenkes nomor 1077 tahun 2011.

c. Kriteria Objektif

3) Tidak memenuhi syarat: Apabila bakteri patogen melewati nilai

ambang batas (NAB >700 CFU/m3).

4) Memenuhi syarat: Apabila bakteri patogen dalam ruangan tidak

melewati nilai ambang batas (NAB>700 CFU /m 3).

3. Kelembaban

a. Definisi Operasional

Kelembaban adalah presetase kandungan uap air dalam

ruangan yang diukur menggunakan alat Hygrometer pada 30 titik

pengambilan sampel. Permenkes nomor 17 tahun 2020.

b. Kriteria Objektif

1) Tidak memenuhi syarat: Apabila tingkat kelembaban < 40%

atau > 60%.


2) Memenuhi syarat: Apabila tingkat kelembaban berkisar antara

40-60% Rh.

4. Suhu

a. Definisi Operasional

Suhu udara adalah satuan yang diukur menggunakan

termometer dengan satuan derajat celcius (ºC) atau derajat kelvin

(ºK). Permenkes nomor 1077 tahun 2011.

b. Kriteria Objektif

1) Tidak memenuhi syarat: Apabila suhu udara dalam ruangan

< 18 oC atau > 30 oC.

2) Memenuhi syarat: Apabila suhu udara dalam ruangan berkisar

antara 18 oC sampai 30 oC.

5. Ventilasi Ruang

a. Definisi Operasional

Ventilasi ruang adalah tempat pergerakan pertukaran udara

dalam ruang tertutup, dilihat dengan observasi lansung dalam

ruangan pasar. Permenkes nomor 17 tahun 2020.

b. Kriteria Objektif

1) Tidak memenuhi syarat: Apabila ventilasi < 20% dari luas lantai

atau tidak terdapat ventilasi.

2) Memenuhi syarat: Apabila terdapat ventilasi ≥ 20% dari luas

lantai dan berfungsi.


6. Lama Kerja

a. Definisi Operasional

Lama kerja adalah lamanya penjual bekerja di pasar dalam

sehari. UU. Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

b. Kriteria Objektif

1) Berisiko : Apabila penjual bekerja > 8 jam perhari

2) Tidak berisiko : Apabila penjual bekerja ≤ 8 jam perhari

7. Masa Kerja

a. Definisi Operasional

Masa kerja adalah waktu total seorang penjual bekerja di

pasar. UU. Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

b. Kriteria Objektif

1) Baru : Apabila penjual telah bekerja < 6 tahun

2) Lama : Apabila penjual telah bekerja ≥ 6 tahun

8. Alat Pelindung Diri (Masker)

a. Definisi Operasional

Alat pelindung diri seperti masker adalah alat yang

digunakan untuk mencegah masuknya bakteri udara pada saluran

pernafasan.

b. Kinerja Objektif

1) Berisiko : Apabila penjual tidak menggunakan masker

2) Tidak berisiko : Apabila penjual menggunakan masker


9. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

a. Definisi Operasional

ISPA adalah penyakit saluran pernafasan yang bersifat akut.

b. Kriteria Objektif

1) Ada gejala: Apabila terdapat gejala ISPA seperti batuk, pilek,

sesak nafas, hidung tersumbat, baik di sertai demam atau

tanpa demam.

2) Tidak ada gejala: Apabila tidak terdapat gejala seperti di atas.


BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam studi analitik dengan pendekatan

cross sectional study, yaitu suatu rancangan studi yang digunakan

untuk mengukur faktor lingkungan dan perilaku penjual yang diduga

sebagai penyebab penyakit ISPA pada penjual di Pasar Induk Minasa

Maupa. Variabel penelitian yaitu variabel dependen berupa insiden

timbulnya penyakit ISPA pada penjual dan variabel independen yaitu

faktor fisik lingkungan ALT Bakteri, bakteri Staphylococcus sp,

kelembaban, suhu ventilasi yang diperoleh dari hasil pemeriksaan

laboratorium dan pengukuran menggunnakan alat sedangkan variabel

perilaku penjual yaitu lama kerja, masa kerja dan penggunaan APD di

ketahui dari lembar jawaban responden.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di gedung Pasar Induk Minasa Maupa

Kelurahan Tompobalang Kabupaten Gowa. Penelitian ini dilaksanakan

pada pada tanggal 05 Mei 2021.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

a. Manusia

Populasi manusia dalam penelitian ini yaitu seluruh penjual

di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa.


b. Lingkungan

1) Bakteriologis

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bakteriologis

udara yang ada di ruang Pasar Induk Minasa Maupa

Kabupaten Gowa.

2) Kelembaban

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelembaban

udara yang ada di ruang Pasar Induk Minasa Maupa

Kabupaten Gowa.

3) Suhu

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh suhu udara

yang ada di ruang Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten

Gowa.

4) Ventilasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ventilasi yang

ada di ruang Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa.

2. Sampel

Sampel merupakan suatu cara pengumpulan data yang

sifatnya tidak menyeluruh, akan tetapi sebagian saja dari populasi

(Notoadmojo, 2010).

a. Manusia

Dalam penelitian ini penulis memakai teknik Purposive

sampling yaitu peneliti menggunakan kriteria tertentu dalam


memilih sampel, dalam hal ini peneliti menggunakan 3 kriteria

inklusi yaitu:

1) Berprofesi sebagai penjual di Pasar Induk Minasa Maupa,

2) Berada disekitar titik pengambilan sampel bakteri,

3) Bersedia untuk ikut serta dalam penelitian.

Sampel manusia yang akan diteliti yaitu penjual yang

berada di sekitar 5 titik pengambilan sampel bakteri. Pada 1

titik, sampel yang diambil sebanyak 6 orang, jadi total sampel

manusia yang diteliti sebanyak 30 orang.

b. Lingkungan

1) Bakteri yang ada di 5 titik pengambilan sampel,

2) Kelembaban udara yang ada di 30 titik dekat dari masing-

masing responden yang diteliti,

3) Suhu udara yang ada di 30 titik dekat dari masing-masing

responden yang diteliti,

4) Ventilasi udara yang ada di sekitar tempat pengambilan

sampel.

3. Titik Pengambilan Sampel

Keterangan:

= = Penjual ayam
A = Penjual campuran
= Penjual sayur
B
= Penjual beras
= Penjual ikan
= Penjual kelapa
Gambar 4.1
Titik A dan B (Lantai 1)

Keterangan:
= Penjual pakaian
= Penjual bahan kue
C = Penjual sandal
= Penjual emas
D
= Penjual perabot rumah tangga

Gambar 4.2
Titik C dan D (Lantai 2)

Keterangan :
= Penjual baju bekas

Gambar 4.3
Titik E (Lantai 3)

Titik pengambilan sampel diperoleh dari hasil pertimbangan

sebagai berikut:

a. Tempat penjualan yang memiliki sanitasi lingkungan yang

sangat rendah, seperti sekitar penjualan ayam potong dan ikan.

b. Tempat penjualan yang berada di tengah pasar dan sama

sekali tidak terdapat ventilasi udara.


c. Tempat penjualan dengan kondisi bangunan yang sudah rusak

seperti atap yang bocor sehingga banyak air yang tergenang

saat musim hujan.

D. Cara Pengambilan Sampel

1. Isolasi Bakteri

a. Persiapan

1) Lakukan uji fungsi alat,

2) Lepas kipas dan pelindungnya lalu bungkus dengan kertas,

sterilkan dalam autoclave dengan suhu 1200C selama 15 menit

atau dengan sterilisasi kering dengan suhu 70 0C selama 1 jam,

3) Badan alat didesinfeksi dengan menggunakan alkohol 70%,

4) Pasang battery padai alat,

5) Pasang kembali kipas dan pelindung pada badan alat,

6) Atur waktu sesuai dengan lama pengambilan sampel,

7) Pasang alat pada piring penyangga,

8) Siapkan blood agar.

b. Cara Pengambilan Sampel

1) Tempatkan alat pada titik pengambilan sampel,

2) Melakukan disinfeksi dengan alkohol pada bagian dari air inlet

MAS100,

3) Meletakkan media blood agar dalam air inlet dan tutup bagian

atas MAS100,
4) Mengatur volume udara yang akan dihisap dengan menekan

tombol “yes) kemuadian tombol “no” untuk keluar dari

pengaturan tombol volume udara.

5) Pasangkan blood agar pada tempatnya (pelindung kipas)

dengan posisi permukaan agar strip mengarah ke kipas,

6) Mengatur program delay start dengan menekan tombol “yes”

untuk memberikan jeda waktu sebelum pengoperasian alat

MAS100 (maksimal waktu delay start 60 menit), kemudian

tekan “no” jika waktu jeda telah disesuaikan.

7) Tekan tombol “yes” untuk memulai proses pengisapan udara di

dalam ruang pasar (lampu indikator berwarna hijau).

8) Jika indikator lampu berwarna merah, maka keluarkan media

blood agar dari alat MAS100, dan tutup kembali.

9) Beri keterangan sampel menggunakan label.

10) Amankan sampel tersebut dengan memasukkan ke dalam

cool box dengan suhu 4-1000C.

c. Metode Analisis

1) Masukkan media blood agar pada incubator dengan suhu 30-

350C dan selama 24-48 jam.

2) Setelah pembiakan kuman selesai, jumlah koloni mikroba yang

tumbuh dihitung menggunakan Colony counter.

2. Cara Perhitungan Jumlah Koloni Mikroba


Menghitung jumlah koloni mikroba dengan rumus sebagai

berikut:

koloni mikroba pada blood agar


KK / m3= x 1000liter
40 ltr x waktu(menit)

Keterangan:

KK = jumlah koloni mikroba yang terbentuk

40 ltr = Kemampuan alat untuk menghisap udara selama 1 menit

adalah sebanyak 40 ltr.

3. Pengukuran Faktor Fisik Pasar

a. Kelembaban dan Suhu

Kelembaban dan suhu udara diukur menggunakan alat yang

sama yaitu Thermohygrometer. Cara mengukur kelembaban

sebagai berikut:

1) Siapkan alat ukur yang digunakan (thermohygrometer).

2) Pasang baterai pada tempatnya.

3) Saat baterai di pasang maka alat ukur akan langsung bekerja.

4) Menekan tombol clear agar angka dalam keadaan netral.

5) Alat akan menunjukkan besar suhu dalam ruangan beserta

besar kelembaban di ruangan tersebut.

6) Baca hasil yang tampak pada layar alat.

7) Catat hasil pengukuran.

b. Ventilasi Udara

Ventilasi udara diukur dengan melakukan observasi

langsung dekat dengan sampel manusia yang diteliti.


4. Penyebaran Kuesioner Penelitian

Peneliti menyebar kuesioner penelitian kepada penjual yang

berada pada titik pengambilan sampel bakteri dengan tujuan untuk

mengetahui hubungan faktor perilaku penjual dengan adanya gejala

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) selama menjual di Pasar

Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa.

E. Pengumpulan Data

Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data primer dan

sekunder. Data primer diperoleh melalui pengambilan sampel bakteri,

kelembaban udara dan ventilasi udara di ruang Pasar Induk Minasa

Maupa. Sedangkan data sekunder diperoleh dari penelitian-penelitian

terdahulu berupa skripsi dan jurnal ilmiah nasional yang berkaitan

dengan penelitian ini

F. Pengolahan dan Analisis Data

1. Uji Laboratorium (sampel lingkungan)

Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan sampel

laboratorium dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan

alat bantu komputer.

2. Analisis Data

a. Univariat

Analisa univariat dilakukan pada suatu variabel dari hasil

penelitian, yang bertujuan untuk menjelaskan atau


mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian

(Notoatmodjo, 2010).

Dalam penelitian ini analisis univariat dilakukan untuk

mendeskripsikan hasil uji laboratorium dan kuesioner yang telah

diisi oleh responden dalam bentuk narasi.

b. Bivariat

Analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2010). Dalam

penelitian ini analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui

hubungan adanya ALT bakteri ,Staphylococcus

aureus,kelembaban, suhu, lama kerja, masa kerja, dan

penggunaan APD dengan kejadian Infeksi Pernafasan Akut

(ISPA) pada penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten

Gowa. Uji statistik yang digunakan adalah Chi square. Uji Chi

square digunakan untuk menganalisa hubungan antara variabel

dependen dan independen.


G. Alur Penelitian

Pengajuan judul penelitian

Penyusunan proposal penelitian

Pelaksanaan seminar proposal

Pelaksanaan penelitian

Pelaksanaan ujian hasil

Pelaksanaan ujian skripsi

Gambar 4.4
Alur Penelitian

H. Organisasi Penelitian

Nama Peneliti : Nuraiska

Nomor Stambuk : 14120170133

Nama Pembimbing :

a. Pembimbing I : Nasruddin Syam, SKM., M. Kes

b. Pembimbing II : Dr. Abd. Gafur, SKM., M. Kes


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa

Pasar Induk Minasa Maupa pertama kali dibangun pada tahun

1994. Sekitar tahun 1996, pasar ini bernama Pasar Sore yang

terletak di kompleks yang terdapat terminal. Sedangkan pada tahun

2010 dibangunlah pasar dengan desain modern yang bernama

Pasar Induk Minasa Maupa. Pasar ini terletak di Jln. Usman

Salengke Kelurahan Tombobalang Kecamatan Somba Opu

Kabupaten Gowa. Jumlah lods di pasar ini sebanyak 963, kios

sebanyak 1.106, dan lapak ± 500 buah. Pasar ini merupakan pasar

induk dimana terdapat berbagai macam dagangan yang diperjual-

belikan di sana, Pasar ini pula menjadi terminal. Pasar ini merupakan

naungan dari Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten

Gowa.

2. Visi dan Misi Pasar

a. Visi

Menciptakan pasar tradisional sebagai pusat perbelanjaan

dan sumber pendapatan asli daerah.

b. Misi

1) Menciptakan pasar yang bersih dan indah agar nyaman

ditempati oleh setiap pedagang.


2) Menciptakan pelayanan secara terpadu agar konsumen merasa

senang saat berbelanja.

3) Menciptakan pasar sebagai pusat perbelanjaan dan

pendapatan asli masyarakat daerah.

c. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi Pasar Induk Minasa Maupa Kecamatan

Somba Opu Kabupaten Gowa.

Kepala Pasar

Zainuddin Langke

Seksi Keamanan Seksi Kebersihan

Muh. Nasir Muh. Daniel


Hendrawan Dg. Tula Muh. Rizal dg. Nai
Hasanuddin Ida Lestari
Mustim Hasnawati
Muh. Syukri HS Yati
Andi Anzhari Irna

Seksi Operasional

Arman
Dandi
Kiki Pramana
Jufri

Gambar 5.1
Sruktur Organisasi Pasar
B. Hasil Penelitian

1. Analisis Univariat

a. Karakteristik Responden

Karakteristik responden adalah ciri yang melekat pada

respoden. Adapun karakteristik responden yang diambil dalam

penelitian ini adalah umur, jenis kelamin dan jenis jualan.

1) Umur

Distribusi responden berdasarkan umur dapat dilihat pada

tabel 5.1:

Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Umur
di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Umur n %
Tua 18 60
Muda 12 40
Total 30 100
Sumber: Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa distribusi

responden berdasarkan kategori umur tua yaitu sebanyak 18

(60%) responden. Sedangkan kategori muda sebanyak 12

(40%) .

2) Jenis Kelamin
Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat
dilihat pada tabel 5.2:
Tabel 5.2
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Jenis Kelamin n %
Laki-Laki 3 10,0
Perempuan 27 90,0
Total 30 100
Sumber: Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel 5,2 menunjukkan bahwa distribusi

responden berdasarkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 3

orang (10,0%) dan jenis kelamin perempuan sebanyak 27

orang (90%).

3) Jenis Jualan
Distribusi responden berdasarkan jenis jualan dapat

dilihat pada tabel 5.3:

Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Jualan
di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Jenis Jualan n %
Sayuran 4 13,3
Ikan 2 6,7
Buah-buahan 1 3,3
Tempe tahu 1 3,3
Campuran 3 10,0
Pakaian 14 46,7
Lainnya 5 16,7
Total 30 100
Sumber: Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan distribusi responden

berdasarkan jenis jualan, dapat dilihat dari 30 responden


frekuensi penjual sayuran sebanyak 4 orang (13,3%), penjual

ikan sebanyak 2 orang (6,7%), penjual buah-buahan sebanyak

1 orang (3,3%), penjual tempe tahu sebanyak 1 orang (3,3%),

penjual campuran sebanyak 3 orang (10,0%), penjual pakaian

sebanyak 14 orang (46,7%), dan penjual lainnya sebanyak 5

orang (16,7%).

b. Mikroorganisme

1) Staphylococcus aerus

Hasil identifikasi bakteri Staphylococcus aerus yang di

dapatkan pada 5 titik lokasi pengambilan sampel dapat dilihat

pada tabel 5.4:

Tabel 5.4
Hasil Pengukuran bakteri Staphylococcus aerus
di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Titik Staphylococcu NAB 0
s aerus CFU/m3
A (Lantai 1) 0 MS
B (Lantai 1) 0 MS
C (Lantai 2) 0 MS
D (Lantai 2) 0 MS
E (Lantai 3) 0 MS
Sumber: Data Primer, 2021
*MS : Memenuhi Syarat
*TMS : Tidak Memenuhi Syarat

Berdasarkan tabel 5.4 hasil pengukuran bakteri

Staphylococcus aerus pada 5 titik lokasi di Pasar Induk Minasa

Maupa Kabupaten Gowa yaitu pada semua titik tidak di

temukan adanya bakteri Staphylococcus aerus. Adapun

standar baku pada Peraturan Menteri Kesehatan nomor 1077


tahun 2011 batas minimal bakteri patogen pada udara adalah 0

CFU/m3.

2) ALT Bakteri

Hasil pengukuran ALT bakteri yang didapatkan pada

5 titik lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada tabel 5.5:

Tabel 5.5
Hasil Pengukuran ALT Bakteri Udara
di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Titik Pengukuran ALT Bakteri NAB >700
CFU/m3
A (Lantai 1) 1885 TMS
B (Lantai 1) 1885 TMS
C (Lantai 2) 535 MS
D (Lantai 2) 805 TMS
E( Lantai 3) 395 MS
Sumber: Data Primer, 2021
*MS : Memenuhi Syarat
*TMS: Tidak Memenuhi Syarat

Berdasarkan tabel 5.5 hasil pengukuran ALT bakteri yang

di dapatkan pada 5 titik lokasi di Pasar Induk Minasa Maupa

Kabupaten Gowa pada titik A yaitu 1885 CFU/m 3, pada titik B

sebanyak 1885 CFU/m3, pada titik C yaitu 1885 CFU/m 3, pada

titik D yaitu 535 CFU/m3, pada titik E yaitu 395 CFU/m3. Adapun

standar baku pada Peraturan Menteri Kesehatan nomor 1077

tahun 2011 batas minimal ALT bakteri pada udara adalah >700

CFU/m3.
c. Faktor Fisik Lingkungan

1) Kelembaban

Hasil pengukuran kelembaban yang didapatkan pada 30

titik dengan lokasi pengambilan sampel manusia dapat dilihat

pada tabel 5.6:

Tabel 5.6
Hasil Pengukuran Kelembaban Udara
di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Kelembaban n %
Tidak memenuhi syarat 30 100
Memenuhi syarat - -
Total 30 100
Sumber: Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel 5.6 hasil pengukuran kelembaban

udara pada 30 titik pengambilan sampel di Pasar Induk Minasa

Maupa Kabupaten Gowa yaitu pada semua titik tidak

memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2020 tentang Pasar Sehat

kadar kelembaban yang dipersyaratkan adalah kelembaban

antara 40%-60% Rh.

2) Suhu

Hasil pengukuran suhu udara yang didapatkan pada 30

titik lokasi pengambilan sampel manusia dapat dilihat pada

tabel 5.7:
Tabel 5.7
Hasil Pengukuran Suhu Udara
di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Suhu n %
Tidak memenuhi syarat 30 100
Memenuhi syarat - -
Total 30 100
Sumber: Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel 5.7 hasil pengukuran suhu udara pada

30 titik pengambilan sampel di Pasar Induk Minasa Maupa

Kabupaten Gowa yaitu semua sampel tidak memenuhi syarat

berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1077 tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara

dalam Ruang Rumah dimana persyaratan suhu dalam ruang

rumah adalah 18-30ºC.

3) Ventilasi Ruangan

Hasil observasi langsung mengenai ventilasi ruangan

yang didapatkan pada 30 titik dengan lokasi pengambilan

sampel manusia dapat dilihat pada tabel 5.8:

Tabel 5.8
Hasil Pengukuran Suhu Udara
di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Ventilasi ruangan n %
Tidak memenuhi syarat 29 96,7
Memenuhi syarat 1 3,3
Total 30 100
Sumber: Data Primer, 2021
Berdasarkan tabel 5.8 hasil pengukuran suhu udara pada

30 titik pengambilan sampel di Pasar Induk Minasa Maupa

Kabupaten Gowa yaitu terdapat 29 titik yang tidak memenuhi

syarat dan hanya 1 titik yang memenuhi syarat. Adapun standar

baku menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 17 Tahun 2020 tentang Pasar Sehat, laju ventilasi yang

dipersyaratkan adalah minimal 20% dari luas lantai.

d. Faktor Perilaku Penjual

1) Lama Kerja

Distribusi responden mengenai lama kerja penjual yang

dekat dengan lokasi pengambilan sampel bakteri dapat dilihat

pada tabel 5.9:

Tabel 5.9
Distribusi Responden Berdasarkan Lama Kerja
Penjual di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Lama Kerja n %
> 8 jam/hari 26 86,7
≤ 8 jam/hari 4 13,3
Total 30 100
Sumber: Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel 5.9 distribusi responden berdasarkan

lama kerja yaitu frekuensi penjual yang bekerja > 8 jam/hari

sebanyak 26 orang (86,7%) sedangkan penjual yang menjual ≤

8 jam/hari sebanyak 4 orang (13,3%). Berdasarkan Peraturan

Menteri Ketenagakerjaan No. 5 Tahun 2018 NAB lama kerja

yaitu ≤ 8 jam/hari.
2) Masa Kerja

Distribusi responden berdasarkan masa kerja penjual

yang dekat dengan lokasi pengambilan sampel bakteri dapat

dilihat pada tabel 5.10:

Tabel 5.10
Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja
Penjual di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Masa Kerja n %
Masa kerja baru 5 16,7
Masa kerja lama 25 83,3
Total 30 100
Sumber: Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel 5.10 distribusi responden berdasarkan

masa kerja yaitu frekuensi penjual yang masuk kategori masa

kerja baru sebanyak 5 (16,7%) responden, sedangkan

responden yang masuk kategori masa kerja lama sebanyak 25

(83,3%)responden.

3) Penggunaan APD

Distribusi responden berdasarkan penggunaan APD pada

penjual yang dekat dengan lokasi pengambilan sampel bakteri

dapat dilihat pada tabel 5.11:

Tabel 5.11
Distribusi Responden Berdasarkan Penggunaan APD
di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Penggunaan APD n %
Ya 18 60
Tidak 13 40
Total 30 100
Sumber: Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel 5.11 distribusi responden berdasarkan

penggunaan APD dapat dilihat dari 30 responden frekuensi

penjual yang menggunakan APD sebanyak 18 (60%)

sedangkam frekunsi penjual yang tidak menggunakan APD

sebanyak 12 orang (40%).

Tabel 5.12
Distribusi Responden Berdasarkan Cara Penggunaan
APD (Masker) di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Cara Penggunaan APD n %
Sesuai 9 30
disampirkan ke dagu 6 20
digantungkan ke leher 2 6,7
Tidak memakai 13 43,3
Total 30 100
Sumber: Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel 5.12 distribusi responden berdasarkan

cara penggunaan APD dapat dilihat dari 30 responden

frekuensi penjual yang cara penggunaan APD sesuai sebanyak

9 (30%) responden, cara penggunaan APD disampirkan ke

dagu sebanyak 6 (20%), cara penggunaan APD digantungkan

ke leher sebanyak 2 (6,7%) responden. Sedangkan frekuensi

penjual yang tidak menggunakan APD sebanyak 13 orang

(40%) responden.
Tabel 5.13
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis masker
di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Jenis Maaker n %
Masker bedah 9 30
Masker kain 8 26,7
Tidak memakai 13 43,3
Total 30 100
Sumber: Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel 5.13 distribusi responden berdasarkan

jenis masker yaitu jenis masker bedah sebanyak 9 (30%)

responden, jenis masker kain sebanyak 8 (26,7%) dan yang

tidak memakai masker sebanyak 13 (43,3%).

e. ISPA

Distribusi responden berdasarkan gejala ISPA pada penjual

di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa dapat dilihat pada

tabel 5.12:

Tabel 5.14
Distribusi Responden Berdasarkan Gejala ISPA
pada Penjual di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Jenis Jumlah Total
penyakit Ya % Tidak % n %
Batuk 18 60 12 40 30 100
Pilek 22 73,3 8 26,7 30 100
Sesak nafas 3 10 27 90 30 100
Hidung
11 36,7 19 63,3 30 100
tersumbat
Demam 13 43,3 17 56,7 30 100
Sumber: Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel 5.14 menunjukkan bahwa dari 30

responden gejala ISPA terbanyak yang pernah dialami adalah


pilek yaitu sebanyak 22 responden (73,3%) sedangkan gejala Ispa

yang terendah adalah sesak nafas sebanyak 3 responden (10%).

Tabel 5.15
Distribusi Responden Adanya Gejala ISPA pada
Penjual di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Gejala ISPA n %
Ada gejala 22 73,3
Tidak ada gejala 8 26,7
Total 30 100
Sumber: Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel 5.15 menunjukkan bahwa dari 30

responden yang mengalami gejala ISPA sebanyak 22 (73,3%)

responden sedangkan yang tidak mengalami gejala ISPA

sebanyak 8 orang (26,7%).

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan Staphylococcus aureus dengan Gejala ISPA

Tabel 5.16
Hubungan Staphylococcus aureus dengan Gejala ISPA
pada Penjual di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Gejala ISPA
Staphylococcus Ada Tidak ada Jumlah
p=value
aureus gejala gejala
n % N % n %
Tidak memenuhi - - - - - -
syarat
-
Memenuhi syarat 22 73,3 8 26,7 30 100
Total 22 73,3 8 26,7 30 100
Sumber: Data Primer,2021

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil bahwa

responden yang berada di sekitar titik sampel bakteri


Staphylococcus aureus yang memenuhi syarat dan mengalami

gejala ISPA sebanyak 22 (73,3%) responden dari 30 (100%)

responden yang berada pada titik bakteri Staphylococcus aureus

yang memenuhi syarat.

Hasil analisis frekuensi pemeriksaan bakteri Staphylococcus

aureus dalam ruang Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa

berdasarkan pengukuran menggunakan alat Microbiologi Air

Sampler pada 5 titik disekitar 30 (100%) responden. Semua

hasilnya memenuhi syarat, yang artinya di bawah NAB (0

CFU/m3). Jadi untuk mengetahui hasil uji statistik tidak bisa

dilakukan karena bakteri Staphylococcus aureus hanya 1 kategori

saja.

b. Hubungan ALT Bakteri dengan Gejala ISPA

Tabel 5.17
Hubungan ALT Bakteri dengan Gejala ISPA pada
Penjual di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Gejala ISPA
Tidak ada Jumlah p=
ALT Bakteri Ada gejala
gejala value
n % n % n %
Tidak memenuhi
13 72,7 5 27,8 18 100
syarat
1,000
Memenuhi syarat 9 75 3 25 12 100
Total 22 73,3 8 26,7 30 100
Sumber: Data Primer, 2021

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa responden

yang berada di sekitar titik sampel ALT bakteri yang tidak

memenuhi syarat dan mengalami gejala ISPA sebanyak 13


(72,7%) responden dari 18 (100%) responden yang berada pada

titik ALT bakteri yang tidak memenuhi syarat. Sedangkan

responden yang berada di sekitar titik ALT bakteri yang memenuhi

syarat dan mengalami gejala ISPA sebanyak 9 (75%) responden

dari 12 (100%) responden yang berada pada titik ALT bakteri yang

memenuhi syarat.

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai

p=1,000 >α= 0,05 artinya bahwa tidak ada hubungan antara ALT

bakteri dengan gejala ISPA pada Penjual di Pasar Induk Minasa

Maupa Kabupaten Gowa.

c. Hubungan Kelembaban Udara dengan Gejala ISPA

Tabel 5.18
Hubungan Kelembaban dengan Gejala ISPA pada
Penjual di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Gejala ISPA
Kelembaban Ada Tidak ada Jumlah
p=value
Udara gejala gejala
n % n % n %
Tidak memenuhi 22 73,3 8 26,7 30 100
syarat
-
Memenuhi syarat - - - - - -
Total 22 73,3 8 26,7 30 100
Sumber: Data Primer,2021

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil bahwa

responden yang berada di titik kelembaban udara yang tidak

memenuhi syarat dan mengalami gejala ISPA sebanyak 22

(73,3%) responden dari 30 (100%) responden yang berada pada

titik kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat.


Hasil analisis frekuensi kelembaban udara dalam ruang

Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa berdasarkan

pengukuran menggunakan alat Thermohygrometer terlihat bahwa

tingkat kelembaban udara pada 30 (100%) responden tidak

memenuhi syarat, yang artinya di atas NAB (<40 %,>30%). Jadi

untuk mengetahui hasil uji statistik tidak bisa dilakukan karena

kelembaban udara hanya satu kategori saja.

d. Hubungan Suhu Udara dengan Gejala ISPA

Tabel 5.19
Hubungan Suhu dengan Gejala ISPA pada
Penjual di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Gejala ISPA
Ada Tidak ada Jumlah
Suhu Udara p=value
gejala gejala
n % n % n %
Tidak memenuhi 22 73,3 8 26,7 30 100
syarat
-
Memenuhi syarat - - - - - -
Total 22 73,3 8 26,7 30 100
Sumber: Data Primer,2021

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil bahwa

responden yang berada di titik suhu udara yang tidak memenuhi

syarat dan mengalami gejala ISPA sebanyak 22 (73,3%)

responden dari 30 (100%) responden yang berada pada titik suhu

udara yang tidak memenuhi syarat.

Hasil analisis frekuensi suhu udara dalam ruang Pasar Induk

Minasa Maupa Kabupaten Gowa berdasarkan pengukuran

menggunakan alat Thermohygrometer terlihat bahwa tingkat suhu


udara pada 30 (100%) responden tidak memenuhi syarat, yang

artinya di atas NAB (<18oC,>30oC). Jadi untuk mengetahui hasil uji

statistik tidak bisa dilakukan karena suhu udara hanya satu

kategori saja.

e. Hubungan Ventilasi Udara dengan Gejala ISPA

Tabel 5.20
Hubungan Ventilasi dengan Gejala ISPA pada
Penjual di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Gejala ISPA
Tidak ada Jumlah p=
Ventilasi udara Ada gejala
gejala value
n % n % n %
Tidak memenuhi
22 75,9 7 24,1 29 100
syarat
0,264
Memenuhi syarat 0 0 1 100 1 100
Total 22 24,1 8 26,7 30 100
Sumber: Data Primer,2021

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa responden

yang berada di sekitar ventilasi yang tidak memenuhi syarat dan

mengalami gejala ISPA sebanyak 22 (75,9%) responden dari 29

responden yang berada di sekitar ventilasi yang tidak memenuhi

syarat. Sedangkan responden yang berada di sekitar ventilasi

yang memenuhi syarat dan mengalami gejala ISPA yaitu 0

responden dari 1 responden yang berada di sekitar ventilasi yang

memenuhi syarat.

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai

p=0,264 >α= 0,05 artinya bahwa tidak ada hubungan antara


ventilasi udara dengan gejala ISPA pada penjual di Pasar Induk

Minasa Maupa Kabupaten Gowa.

f. Hubungan Lama Kerja dengan Gejala ISPA

Tabel 5.21
Hubungan Lama Kerja dengan Gejala ISPA pada
Penjual di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Gejala ISPA
Tidak ada Jumlah p=
Lama Kerja Ada gejala
gejala value
n % n % n %
>8 jam/hari 18 69,2 8 30,8 26 100
≤8 jam/hari 4 100 0 0 4 100 0,550
Total 22 73,3 8 26,7 30 100
Sumber: Data Primer,2021

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa responden

yang bekerja >8 jam/hari dan mengalami gejala ISPA sebanyak

18 (69,2%) responden dari 26 (100%) responden yang bekerja >8

jam/perhari. Sedangkan responden yang bekerja ≤ 8 jam/hari dan

mengalami gejala ISPA sebanyak 4 (100%) responden dari 4

(100%) responden yang bekerja ≤8 jam/hari.

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai

p=0,550 >α= 0,05 artinya bahwa tidak ada hubungan antara lama

kerja dengan gejala ISPA pada penjual di Pasar Induk Minasa

Maupa Kabupaten Gowa.


g. Hubungan Masa Kerja dengan Gejala ISPA

Tabel 5.22
Hubungan Masa Kerja dengan Gejala ISPA pada
Penjual di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Gejala ISPA
Tidak ada Jumlah p=
Masa Kerja Ada gejala
gejala value
n % n % n %
Masa Kerja Baru 5 100 0 0 5 100
Masa Kerja Lama 17 68 8 32 25 100 0,287
Total 22 73,3 8 26,7 30 100
Sumber: Data Primer,2021

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa responden

yang masa kerjanya termasuk masa karja baru dan mengalami

gejala ISPA sebanyak 5 (100%) responden dari 5 (100%)

responden yang masuk kategori masa kerja baru. Sedangkan

responden yang masuk kategori masa kerja lama dan mengalami

gejala ISPA sebanyak 17 (68%) responden dari 25 (100%)

responden yang masuk kategori masa kerja lama.

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai

p=0,287 >α= 0,05 artinya bahwa tidak ada hubungan antara masa

kerja dengan gejala ISPA pada penjual di Pasar Induk Minasa

Maupa Kabupaten Gowa.


h. Penggunaan APD dengan Gejala ISPA

Tabel 5.23
Hubungan Penggunaan APD dengan Gejala ISPA pada
Penjual di Pasar Induk Minasa Maupa
Kabupaten Gowa
Tahun 2021
Gejala ISPA
Tidak ada Jumlah p=
Penggunaan APD Ada gejala
gejala value
n % n % n %
Tidak 9 75 3 25 12 100
Ya 13 72,2 5 27,8 18 100 1,000
Total 22 73,3 8 26,7 30 100
Sumber: Data Primer,2021

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa responden

yang tidak menggunakan APD dan mengalami gejala ISPA

sebanyak 9 (75%) responden dari 12 (100%) responden yang

menggunakan APD. Sedangkan responden yang menggunakan

APD dan mengalami gejala ISPA sebanyak 13 (72,2%) responden

dari 18 (100%) responden yang menggunakan APD.

Berdasarkan hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai

p=1,000 >α= 0,05 artinya bahwa tidak ada hubungan antara

penggunaan APD dengan gejala ISPA pada penjual di Pasar

Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa.

C. Pembahasan

1. Hubungan antara Staphylococcus aureus dengan Gejala ISPA

Mikroorganisme yang hidup di udara sangat berperan penting

dalam penularan penyakit infeksi pada saluran pernafasan seperti

penyakit ISPA. Mikroorganisme di udara dapat tumbuh dan


berkembang jika lingkungan fisik seperti kelembaban, suhu,

pencahayaan memungkinkan untuk bakteri berkembangbiak.

Bakteri jenis Staphylococcus aureus dapat tumbuh subur pada

kelembaban yang berkisar 60-90% Rh. Semakin tinggi kelembaban

udaranya atau kadar air dalam udara terlalu banyak maka semakin

besar pula kemungkinaan bakteri akan hidup pada sebuah ruangan.

Bakteri udara jenis Staphylococcus aureus juga dapat tumbuh

pada suhu 15oC sampai 40 oC dengan suhu optimum 37 oC. Suhu

udara yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan membuat bakteri

udara tidak dapat hidup pada sebuah ruangan.

Selain itu, pencahayaan juga mempengaruhi pertumbuhan

bakteri pada udara. Pencahayaan dipengaruhi oleh ada atau

tidaknya ventilasi dalam sebuah ruangan. Jika tingkat pencahayaan

terlalu rendah, kemungkinan bakteri bisa tumbuh akan semakin

besar.

Berdasarkan hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa semua

titik yang dilakukan identifikasi bakteri Staphylococcus aureus tidak

ada satupun titik yang ditemukan bakteri jenis Staphylococcus

aureus di ruangan Pasar Induk Minasa Maupa.

Karena tidak adanya satupun bakteri Staphylococcus aureus

yang terdeteksi dan semua titik dikatakan memenuhi syarat, maka

kita tidak dapat menyimpulkan apakah ada hubungan atau tidak

antara bakteri Staphylococcus aureus dengan gejala ISPA. Adanya


gejala ISPA bisa saja disebabkan oleh variabel lain bukan variabel

bakteri Staphylococcus aureus.

Tidak ditemukannya satupun bakteri Staphylococcus aureus

disebabkan karena tingkat kelembaban dan suhu udara yang ada di

Pasar Induk Minasa Maupa belum menunjukkan angka yang terlalu

tinggi. Hal ini disebakan karena masih adanya pintu-pintu keluar

yang besar pada ruangan pasar yang bisa memungkinkan terjadinya

pertukaran udara. Sehingga bakteri jenis ini tidak tumbuh di udara

pasar tersebut.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Rahmadhani dkk (2017)

menunjukkan bahwa di ruangan rawat inap RSUD Prof. DR.

Hanafiah SM Batusangkar tidak ditemukan bakteri Staphylococcus

aureus (100%).

2. Hubungan Bakteri ALT Bakteri dengan Gejala ISPA

Pada sebuah ruangan yang tertutup, udara akan berisiko

menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri. Jumlah bakteri pada

sebuah ruangan harus memenuhi standar NAB < 700 CFU/m 3. Jika

jumlah total bakteri melebihi batas yang telah di tetapkan, maka akan

berisiko terjadinya ganggunan infeksi saluran pernafasan seperti

ISPA.

Pada ruangan pasar Induk Minasa Maupa, tidak ditemukan

bakteri jenis Staphylococcus aureus yang merupakan bakteri yang

paling umum yang berada di udara. Sebagaimana pada penelitian


Fathurrahman (2019) mengatakan bahwa salah satu bakteri yang

paling umum di udara adalah bakteri anggota genus Staphylococcus.

Bakteri anggota genus ini biasanya ditemukan di semua permukaan

bangunan, barang dagangan dan sampah di sekitar pasar.

Berdasarkan hasil uji laboratorium, dari 5 titik yang dilakukan

pemeriksaan ALT bakteri 3 di antaranya tidak memenuhi syarat,

yaitu pada titik A,B dan D. ALT bakteri tertinggi pada titik A dan B

yaitu sebanyak 1885 CFU/m3. Hasil uji statistik didapatkan p=1,000

>α= 0,05 artinya tidak ada hubungan antara ALT bakteri dengan

adanya gejala ISPA pada penjual di Pasar induk Minasa Maupa

Kabupaten Gowa.

Keberadaan bakteri di udara disebabkan oleh adanya

kontaminasi dari penjual dan pembeli. Selama proses penelitian di

lapangan ada beberapa penjual dan pembeli yang bersin dan batuk

bahkan meludah sembarangan tanpa menggunakan APD masker.

Percakapan antara penjual dan pembeli dapat mempengaruhi

peningkatan jumlah bakteri di udara.

Pada saat turun penelitian terlihat pada ruangan di lantai 1

yang terdapat 2 titik yang tidak memenuhi syarat ditemukan di dekat

penjualan ayam dan ikan terdapat kondisi lingkungan yang sangat

kotor seperti banyaknya genangan limbah cair yang berwarna hitam

disekitarnya disertai bau yang sangat menyengat. Tentunya akan

mempengaruhi jumlah bakteri udara dalam ruangan.


Selain itu, jumlah bakteri juga bisa dipengaruhi oleh kondisi

bangunan di Pasar Induk Minasa. Banyaknya lods-lods yang tidak

terpakai yang dijadikan tempat penyimpangan barang-barang

rosokan bekas tempat penjualan, hal ini tentunya mempengaruhi

banyaknya debu yang dihasilkan dan dilepaskan ke udara.

Faktor lain yang mungkin mempengaruhi jumlah angka kuman

udara dalam ruangan adalah lantai, dinding ruangan, serta cuaca

yang mendung pada saat pengambilan sampel sehingga berdampak

pada hasil pengukuran jumlah koloni kuman udara.

Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya hubungan antara

ALT bakteri dengan ISPA. Adanya ditemukan gejala ISPA pada

penjual bisa di sebabkan oleh faktor lain seperti adanya asap

kendaraan bermotor yang setiap saat lalu lalang dan gas amonia

yang disebabkan oleh bau busuk yang sangat tajam dari sampah

organik sayuran dan limbah cair dari penjualan ayam dan ikan.

Sehingga udara dalam ruangan berisiko terjadi pencemaran udara

yang dapat menyebabkan ISPA.

3. Hubungan Kelembaban Udara dengan Gejala ISPA

Kelembaban adalah presentasi jumlah air di udara atau uap air

dalam udara. Kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan

membrane mukosa hidung menjadi kering sehingga kurang efektif

dalam menghadang mikroorganisme sehingga lebih mudah terkena

infeksi saluran pernapasan.


Keadaan lembab di sebuah ruangan yang tidak memenuhi

syarat berisiko terhadap terjadinya ISPA. Dikarenakan ruangan yang

lembab dan basah yang disebabkan oleh banyak air yang terserap di

dinding atau tembok dan sinar matahari yang sulit masuk ke dalam

ruangan akan membuat bakteri dapat berkembang biak sehingga

memudahkan penghuni dalam ruangan terserang penyakit menjadi

lebih besar. Kelembapan udara bisa dikontrol dengan ventilasi yang

baik. Ruangan yang memiliki kelembapan yang buruk dapat

menimbulkan beberapa penyakit seperti infeksi kulit dan alergi

karena mempercepat pertumbuhan jamur dan bakteri patogen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kelembaban udara

pada 30 (100%) responden tidak memenuhi syarat, yang artinya di

atas NAB (<40%,>30%). Jadi untuk mengetahui hasil uji statistik tidak

bisa dilakukan karena kelembaban udara hanya satu kategori saja.

Tingkat kelembaban di Pasar Induk Minasa Maupa berkisar

64%-73%. Tinggi rendahnya hasil pengukuran disetiap titik

disebabkan oleh debu maupun polutan yang mengendap di udara,

dikarenakan debu bisa dihasilkan dari penjualan pakaian. Dimana

pakaian akan terus tergantung tiap harinya. Tentunya debu akan

sangat banyak menempel pada pakaian yang dijual di pasar

tersebut.

Pasar Induk Minasa Maupa terdiri dari 3 lantai, dimana lantai 1

berada di bawah tanah sehingga untuk mendapatkan pencahayaan


alami sangat tidak memungkinkan. Selain itu, terdapat banyak

genangan air limbah di jalan-jalan pasar karena tidak mempunyai

saluran yang tertutup. Hal itu tentunya akan mempengaruhi tingginya

kadar kelembaban dalam sebuah ruangan.

Pada penelitian ini hubungan antara kelembaban dan adanya

gejala ISPA tidak dapat di uji. Karena semua kelembaban ditemukan

tidak memenuhi syarat. Namun kelembaban yang tinggi bisa

mempengaruhi berkembangbiaknya bakteri udara penyebab

penyakit infeksi saluran pernafasan seperti penyakit ISPA.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2018) berdasarkan

uji statistik chi-square, didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan

yang signifikan antara kelembaban udara dengan kejadian ISPA di

asrama santri putri Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah Surabaya

Indonesia.

4. Hubungan Suhu dengan Gejala ISPA

Sebuah ruangan dinyatakan sehat dan nyaman, apabila suhu

udara dan kelembaban udara ruang sesuai dengan suhu tubuh

manusia secara normal. Suhu di dalam ruangan harus dapat

diciptakan sedemikian rupa sehingga tubuh tidak terlalu banyak

kehilangan panas dan sebaliknya tubuh tidak sampai mengeluarkan

keringat yang banyak.


Suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan perasaan panas

dan gerah, serta dapat berpengaruh terhadap perkembangbiakan

mikroorganisme penyebab infeksi pada sebuah ruangan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada 30 titik (100%)

suhu di sekitar responden tidak memenuhi syarat, yang artinya di

atas NAB (<18oC,>30oC). Jadi untuk mengetahui hasil uji statistik

tidak bisa dilakukan karena suhu udara hanya satu kategori saja.

Tingkat kadar suhu di Pasar Induk Minasa Maupa berkisar

(30,4oC-33,5oC). Hal ini dapat disebabkan karena tidak adanya

sirkulasi udara pada ruang Pasar Induk Minasa Maupa, sehingga

pencahayaan alami dan pertukaran udara dari luar ruangan tidak

bisa terjadi.

Faktor yang mempengaruhi tingkat suhu udara di Pasar Induk

Minasa Maupa tinggi juga bisa dipengaruhi oleh waktu pengambilan

sampel udara. Pada saat turun penelitian, pengambilan sampel

udara dilakukan pada siang hari. Dimana temperatur udara

meningkat pada saat siang hari dibandingkan pada saat pagi dan

malam hari.

Selain itu, tingginya tingkat suhu pada Pasar Induk Minasa

Maupa dapat dipengaruhi oleh jenis jualan seperti pada penjualan

pakaian. Lokasi penjualan pakaian terletak di lantai 2 yang didesain

berbentuk lods-lods kecil sehingga ketika diisi pakaian, ruangan


tersebut menjadi panas dan sesak di tambah banyaknya pembeli

sehingga mempengaruhi suhu udara dalam ruangan pasar.

Pada penelitian ini hubungan antara suhu dengan adanya

gejala ISPA tidak dapat di uji. Karena semua kadar suhu ditemukan

tidak memenuhi syarat. Namun suhu yang tinggi bisa mempengaruhi

berkembangbiaknya bakteri udara penyebab penyakit infeksi saluran

pernafasan seperti penyakit ISPA.

Pada penelitian yang dilakukan Khairiyati dkk (2020). Hasil uji

korelasi pearson product momen menunjukkan nilai p = 0,446 (p >

0,05) artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara suhu dengan

kejadian ISPA di Kota Banjarmasin tahun 2012-2016.

5. Hubungan Ventilasi Udara dengan Gejala ISPA

Ventilasi dalam sebuah ruangan berfungsi sebagai sirkulasi

udara. Luas lubang ventilasi yang kurang baik dapat mempercepat

pertumbuhan mikroorganisme yang dapat mempengaruhi kesehatan

manusia terutama gangguan pernapasan.

Dengan adanya ventilasi yang baik pada sebuah ruangan maka

udara segar dapat dengan mudah masuk. Sedangkan ventilasi yang

buruk dapat menyebabkan asap dan udara kotor terperangkap di

dalam ruangan, serta dapat menahan kelembaban di dalam rumah

yang menimbulkan berkembangbiaknya bakteri dan jamur.

Pada sebuah pasar yang tidak memiliki ventilasi yang baik akan

mudah terjadi penularan penyakit saluran pernapasan yang dapat


disebabkan karena banyaknya bakteri udara maupun virus yang

akan tumbuh jika tidak ada pertukaran udara. Menurut Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2020

tentang Pasar Sehat, laju ventilasi yang dipersyaratkan adalah

minimal 20% dari luas lantai.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dari semua

titik hanya satu titik luas ventilasi yang memenuhi syarat.

Berdasarkan hasil uji statistik p=0,264 >α= 0,05 artinya bahwa tidak

ada hubungan antara ventilasi udara dengan kejadian ISPA pada

penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa.

Pasar Induk Minasa Maupa tidak terdapat jendela untuk

menunjang adanya sirkulasi udara dalam ruangan. Namun bangunan

pasar ini di desain memiliki banyak pintu keluar. Penjual yang

berjualan di sekitar pintu sangat memungkinkan untuk mendapatkan

udara serta pencahayaan alami. Berbeda dengan penjual yang

berjualan di tengah-tengah pasar, tentunya akan sulit mendapatkan

udara serta pencahayaan alami.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Hengki,dkk (2019) hasil

analisis diperoleh p=0,419 >α= 0,05 yaitu tidak ada hubungan

antara ventilasi rumah dengan kejadian penyakit ISPA pada

masyarakat Kecamatan Wonggeduku Kabupaten Konowe. Hal ini

dikarenakan masyarakat tidak membuka jendela pada pagi hari dan


kebanyakan menggunakan tirai horden pada ventilasi sehingga

cahaya yang masuk dalam rumah kurang maksimal.

6. Hubungan Lama Kerja dengan Gejala ISPA

Lamanya seseorang bekerja umumnya berkisar 6-8 jam dalam

sehari. Apabila waktu kerja diperpanjang maka akan menimbulkan

ketidakefisienan yang tinggi bahkan menimbulkan penyakit

diakibatkan oleh lamanya terpajan polutan cukup lama di lingkungan

kerja.

Berdasarkan hasil penelitian penjual dengan lama kerja

tercepat yaitu 7 jam/hari sedangkan lama kerja terlama yaitu 18

jam/hari. perkerja yang bekerja > 8 jam/hari sebanyak 26 orang

(86,7%) sedangkan penjual yang menjual ≤ 8 jam/hari sebanyak 4

orang (13,3%).

Hasil uji statistik chi-square menunjukkan bahwa diperoleh nilai

p=0,550 >α= 0,05 artinya bahwa tidak ada hubungan antara lama

kerja dengan gejala ISPA pada penjual di Pasar Induk Minasa

Maupa Kabupaten Gowa.

Pada penelitian ini didapatkan tidak ada hubungan lama kerja

dengan adanya gejala ISPA pada penjual. Hal itu disebakan karena

variabel lama bekerja tidak merupakan faktor risiko yang secara

langsung berhubungan dengan gangguan pernafasan ISPA, hal ini

karena variabel lama bekerja tidak dapat berdiri sendiri untuk


memengaruhi gangguan pernapasan, sehingga memerlukan variabel

lain untuk bersama-sama memengaruhi gangguan pernapasan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan penjual di Pasar Induk

Minasa Maupa, Sebagian penjual yang berada di lantai 1 yaitu

penjual ikan basah akan pulang jika siang hari dan akan kembali

pada sore hari. Alasannya karena pembeli ikan di siang hari sangat

jarang. Yang banyak hanya di pagi dan sore hari.

Selanjutnya penjual yang juga masuk kategori lama kerja

tercepat yaitu pada penjual pakaian di lantai 2. Ada beberapa penjual

yang baru membuka toko di jam 10 pagi dan serentak pulang jam 5

sore. Sedangkan penjual yang masuk kategori terlama pada penjual

sayuran. Penjual sayuran biasanya mulai datang pada jam 6 pagi

dan pulang pada jam 12 malam.

7. Hubungan Masa Kerja dengan Gejala ISPA

Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya

tenaga kerja bekerja di suatu tempat. masa kerja dikategorikan

menjadi 2, yaitu masa kerja baru (<6 tahun) dan masa kerja lama

(≥6 tahun). Adapun pengaruhnya yaitu semakin lama pekerja

bekerja di sebuah tempat yang memiliki lingkungan yang tidak

memenuhi syarat kesehatan, maka akan semakin berisiko terpapar

penyakit yang sebabkan oelh lingkungan tempat ia bekerja tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa tidak ada

hubungan antara masa kerja dengan gejala ISPA pada penjual di


Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa karena berdasarkan

hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p=0,287 >α= 0,05. Pada

hasil penelitian ditemukan terdapat 5 responden yang masuk

kategori masa kerja baru dan 25 responden masuk kategori masa

kerja lama.

Penjual di Pasar Induk Minasa Maupa yang masuk kategori

masa kerja lama akan lebih lama juga menghirup apa saja yang

terkandung di dalam udara, seperti bakteri. Akibat dari lamanya

seorang penjual terpajan bakteri udara, maka bakteri menjadi

resisten di dalam tubuh penjual.

Berdasarkan hasil wawancara lansung pada saat turun

penelitian, penjual di Pasar Induk Minasa Maupa yang diteliti

beberapa yang mulai berjualan di pasar sejak awal berdirinya pasar

tersebut. Sebelum ada bangunan pasar yang didesain lebih modern,

dulu hanya pasar yang disekat oleh seng dan diatapi tenda.

Menjadikan kondisi pasar masuk dalam kategori pasar kumuh.

Selain itu terdapat penjual di Pasar Induk Minasa Maupa yang

hanya menjual musiman. Seperti hanya menjual pada saat

menjelang hari raya indul fitri dan idul adha.

Masa kerja penjual di Pasar Induk Minasa Maupa tidak

menunjukkan adanya hubungan dengan adanya gejala ISPA dimana

nilai (p=0,287). Pada dasarnya lama paparan seseorang dipengaruhi

oleh masa kerja yang menjadi satu diantara faktor risiko terhirupnya
bakteri udara. Makin lama waktu masa kerja seseorang, maka risiko

terkena penyakit ISPA makin besar. Hal tersebut tidak sesuai

dengan penelitian karena tidak mendapatkan hubungan terkait masa

kerja dengan kejadian ISPA. Karena, hal tersebut tetap didasari oleh

sistem imun atau sistem kekebalan perorangan dari para penjual

yang berfungsi untuk pertahanan terhadap organisme-organisme

luar.

Berdasarkan pada saat turun penelitian, diketahui bahwa

adanya penjual yang rajin mengomsumsi vitamin dan minuman-

minuman herbal. Hal itu menyebabkan sistem imunnya bagus dan

tidak mudah terserang penyakit ISPA.

Berdasarkan hal tersebut, didapatkan alasan mengapa tidak

sejalan adalah karena walaupun para pekerja lama terpapar dengan

faktor biologisseperti bakteri, akan tetapi hal tersebut tetap

bergantung pada faktor imunitas para penjual saat itu, apabila

imunitas baik maka akan lebih mudah untuk terhindar dari penyakit

ISPA.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Yunus dkk (2020) yaitu

didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja

dengan kejadian ISPA pada pekerja di PT.X dengan nilai (p=0,745).

Hal itu disebabkan karena walaupun para pekerja lama terpapar

dengan faktor biologis luar (debu kayu) akan tetapi hal tersebut tetap

bergantung pada faktor imunitas para pekerja saat itu, apabila


imunitas baik maka akan lebih mudah untuk terhindar dari penyakit

ISPA yang dikarenakan faktor biologis luar.

8. Hubungan Penggunaan APD dengan Gejala ISPA

Penggunaan APD masker adalah salah satu cara untuk

meminimalkan risiko seseorang terpapar bakteri maupun virus di

udara dan pajanan debu serta polutan dari kendaraan di pasar,

sehingga diharapkan dapat menurunkan risiko ISPA yang

diakibatkan oleh bakteri udara. Dengan mengenakan masker,

diharapkan penjual di pasar melindungi dari kemungkinan

terjadinya gangguan pernapasan akibat terpajan udara yang

tercemar bakteri. Walaupun demikian, tidak ada jaminan bahwa

dengan mengenakan masker, seorang penjual akan terhindar dari

kemungkinan terjadinya gangguan pernapasan.

Penggunaan masker pekerja berhubungan secara signifikan

dengan penyakit pernafasan. Masker digunakan untuk melindungi

alat pernafasan pekerja dari debu, gas, uap atau udara di tempat

kerja yang mengandung kontaminasi, sifat racun, atau menimbulkan

rangsangan. Tanpa alat pelingdung diri, debu akan menimbulkan

bahaya kesehatan bagi perkerja.

Penggunaan masker pada penjual di Pasar Induk Minasa

Maupa sangatlah baik untuk melindungi seseorang terpajan

mikroorganisme udara. Memakai masker bukan hanya melindungi

saluran pernafasan sekarang, melainkan untuk waktu yang lama.


Jika seseorang terus menerus terpajan dengan bakteri udara maka

akan berdampak timbulnya penyakit infeksi seeprti penyakit ISPA.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan uji statistik chi-square

diperoleh nilai p=1,000 >α= 0,05 artinya bahwa tidak ada hubungan

antara penggunaan APD masker dengan gejala ISPA pada penjual

di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa.

Berdasarkan hasil wawancara pada penjual, memakai masker

saat menjual dan ditambah riuhnya bunyi kendaraan dan orang-

orang di pasar akan susah melakukan interaksi dengan pembeli.

Dengan menggunakan masker, suara menjadi kurang jelas

terdengar oleh pembeli dan mengharuskan ketika berbicara harus

meninggikan suara.

Kebiasaan memakai APD masker pada penjual di Pasar Induk

Minasa Maupa merupakan salah satu faktor yang tidak berhubungan

dengan gejala ISPA dikarenakan banyak penjual yang tidak

menggunakan masker dan ada yang memakai masker namun cara

pemakaiannya tidak sesuai yaitu sebanyak 8 responden.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Juwita dan Is (2015) di

peroleh nilai p=value (0,066) (>0,05) berarti dapat dipustuskan Ho

diterima, dan dapat > disimpulkan tidak ada hubungan pemakaian

Alat Pelindung Diri (Masker) dengan kejadian penyakit ISPA.

D. Keterbatasan Penelitian
1. Kurangnya titik sampel bakteri yang diteliti, sehingga hasil penelitian

kurang mencakup seluruh populasi di Pasar Induk Minasa Maupa

karena keterbatasan biaya penelitian.

2. Pemeriksaan saluran pernafasan bagi masing-masing responden

untuk mengetahui gejala ISPA disebabkan oleh bakteri tidak

dilakukan. Pemeriksaan hanya dilakukan berdasarkan laporan dari

kuesioner seperti adanya gejala batuk, pilek, hidung tersumbat,

sesak nafas, disertai demam atau tidak demam.

3. Banyaknya penjual yang menolak untuk diteliti dikarenakan malu

atau sibuk melayani pembeli.


BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Pasar Induk

Minasa Maupa Kabupaten Gowa Tahun 2021, didapatkan kesimpulan

sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil pemeriksaan sampel

bakteri memenuhi syarat yaitu tidak ditemukan adanya bakteri jenis

Staphylococcus aureus di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten

Gowa. Namundari 5 titik sampel yang diteliti, terdapat 3 titik sampel

yang tingkat ALT bakterinya tidak memenuhi syarat (>700 CFU/m 3).

Tingkat kelembaban dan suhu udara di pasar tersebut semuanya

tidak memenuhi syarat. Ventilasi udara dari 30 titik hanya 1 yang

memenuhi syarat. Untuk lama kerja dibagi menjadi 2 kategori yaitu

berisiko dan tidak berisiko. Masa kerja responden dibagi menjadi 2

kategori yaitu masa kerja baru dan masa kerja lama. Penggunaan

APD masker oleh responden hanya beberapa yang menggunakan.

Sedangkan untuk gejala ISPA sebagian besar mengalami gejala.

2. Tidak ada hubungan antara ALT bakteri dengan gejala ISPA pada

penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa tahun 2021.

3. Tidak ada hubungan antara ventilasi udara dengan gejala ISPA pada

penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa tahun 2021.


4. Tidak ada hubungan antara lama kerja dengan gejala ISPA pada

penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa tahun 2021.

5. Tidak ada hubungan antara masa kerja dengan gejala ISPA pada

penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa tahun 2021.

6. Tidak ada hubungan antara penggunaan APD masker dengan gejala

ISPA pada penjual di Pasar Induk Minasa Maupa Kabupaten Gowa

tahun 2021.

B. Saran

1. Perlunya pemerintah memeberikan perhatian khusus seperti upaya

merenovasi bangunan pasar terutama di lantai 1 dan 3 yang terlihat

kumuh karena banyaknya kerusakan seperti atap yang bocor serta

dinding dan lantai yang sangat tidak layak .

2. Perlunya Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gowa memperhatikan

sanitasi lingkungan di Pasar Induk Minasa Maupa, terutama dalam

hal pengolaan sampah dan limbah cair di pasar tersebut.

3. Perlunya Dinas Kesehatan Kabupaten Gowa memberikan

penyuluhan kesehatan kepada penjual di Pasar Induk Minasa Maupa

tentang pentingnya menjaga higiene sanitasi dan penggunaan APD

masker saat berjualan.

4. Perlunya pembatasan kendaraan bermotor memasuki ruangan pasar

di lantai 1 agar tidak terjadi pencemaran udara.

5. Perlunya dilakukan upaya penambahan ventilasi udara sehingga

udara dan cahaya alami bisa masuk ke ruangan pasar.


6. Perlunya penegasan aturan tentang jam kerja maksimal bagi penjual

di Pasar Induk Minasa Maupa.

DAFTAR PUSTAKA

Albana, M. M. 2019. Pengaruh Kelembapan Udara terhadap Kegiatan


Rukyatul Hilal: Studi Kasus Rukyatul Hilal di POB Iain Pekalongan.
Skripsi. UIN Walisongo Semarang. Semarang.
Andani, N. D., dan Sasmito, B. 2018. Pengaruh Perubahan Tutupan
Lahan terhadap Fenomena Urban Heat Island dan Keterkaitannya
dengan Tingkat Kenyamanan Termal (Temperature Humidity Index)
di Kota Semarang. Jurnal Geodesi Undip. Vol. 7 No. 3.
Andriani, T. 2018. Peran Pedagang Pasar dalam Pengelolaan Sampah di
Lingkungan Pasar Ciputat (Bachelor's Thesis, Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, 2018).
Anwar, S. D. 2019. Asuhan Keperawatan An. R Usia Pra Remaja (12
Tahun) dengan Gangguan Sistem Pernapasan yang Diakibatkan
oleh Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Ruang Rekonfu
Atas Anak Rumah Sakit Bhayangkara Setukpa Lemdikpol Polri
Kota Sukabumi. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Sukabumi.
Apriyani, S. A. K. 2020. Literature Review: Hubungan Antara Luas
Ventilasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA).
Skripsi. Poltekkes Denpasar.
Azizah, A. N. 2019. Efektivitas Ekstrak Tanaman Handeuleum
(Graptophyllum Pictum L. Griff.) untuk Mengendalikan
Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus. Skripsi. FKIP
UNPAS.
Azizah, A., & Nurcandra, F. 2019. Hubungan Higiene Perorangan dan
Penggunaan Alat Pelindung Diri dengan Gangguan Kulit pada
Petugas Pengangkut Sampah Kota Tangerang Selatan Tahun
2018. Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat: Media Komunikasi
Komunitas Kesehatan Masyarakat, 11(1), 126-140.
Dakhoir, A. 2018. Eksistensi Usaha Kecil Menengah dan Pasar
Tradisional dalam Kebijakan Pengembangan Pasar Modern. Jurnal
Studi Agama dan Masyarakat, 14(1), 31-41
Darmayanti, F. 2019. Hubungan Kualitas Udara dalam Asrama Santriwati
dengan Gejala ISPA di Pondok Pesantren Ar Rahman Palembang
Tahun 2019. Skripsi. Universitas Sriwijaya.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Pedoman
Pemberantasan Penyakit Saluran ISPA. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Faturohman, M. F. 2020. Efektivitas Ekstrak Daun Dadap (Erythrina
Lithosperma Miq) Terhadap Pengendalian Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus Aureus. Skirpsi. FKIP UNPAS.
Faturrahman, M. A., dkk. 2019. Deteksi Keberadaan Bakteri
Staphylococcus di Udara dalam Ruangan Pasar Tradisional Kota
Pontianak. Protobiont, 8(2).
Fusvita, A., & Umar, A. 2016. Identifikasi Bakteri Pernafasan Penyebab
Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA) Pada Usia Balita di Rumah Sakit
Bahteramas. Jurnal Analis Kesehatan Kendari, 1(1), 40-46.
Fikri, B. A. 2016. Analisis Faktor Risiko Pemberian ASI dan Ventilasi
Kamar terhadap Kejadian Pneumonia Balita. Indonesian Journal of
Public Health, 11(1), 14-27.
Gafur dkk. 2020. Modul Penuntun Praktikum. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Muslim Indonesia. Makassar.
Gunawan, M. R., dkk. 2020. Pendidikan Kesehatan Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) di Posyandu Anggrek 7 Gg. Mawar
Kemiling Bandar Lampung. Jurnal Kreativitas Pengabdian Kepada
Masyarakat (PKM), 3(1), 74-79.
Haslinda, A. N. 2017. Analisis Tingkat Permintaan Daging Ayam Ras
Pedaging Di Pasar Tradisional Sungguminasa dan Pasar Sentral
Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa. Skripsi. UIN Alauddin
Makassar.
Hadiati, L. 2017. Analisis Kualitas Udara Wilayah Binaan UPT Puskesmas
Griya Antapani Bandung Berdasarkan Koloni Mikroba. Sehat
Masada, 11(1), 81-86.
Hrp, M. A. 2018. Hubungan Antara Kualitas Udara Ambien (O3, So2, No2
dan Pm10) dengan Kejadian ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan
Akut) di Kota Pekanbaru Tahun 2014-2017.
Khumaidah, N. 2019. Analisis Ketersediaan Obat untuk Penyakit ISPA:
Infeksi Saluran Pernafasan Akut di Instalasi Farmasi Dinas
Kesehatan Kabupaten Blitar. Skripsi. Universitas Islam Negeri
Maulana Malik Ibrahim.
Khoiriyah dkk., 2019. Hubungan Intensitas Pencahayaan, Kelelahan Mata
dan Gangguan Ketajaman Penglihatan pada Pekerja Bagian
Inspecting Pt. Tekstil X. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal).
Vol. 7 No. 4.
Kurnia, F. I. & Suryono, H. 2017. Manajemen Pengaturan Ruang
Penyimpanan Dingin dan Keluhan Cold Stress pada Perusahaan
Es Krim Surabaya Tahun 2017. Gema Lingkungan Kesehatan.
Vol 15 No. 3.
Lestari, N. A. 2018. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Bakteri di
Udara pada Kamar Rusun Untan Kota Pontianak. Skripsi.
Universitas Muhammadiyah Pontianak.
Mahendra, A. 2020. Hubungan Antara Penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD), Pengetahuan, Masa Kerja, Lama Penyemprotan dan
Frekuensi Penyemprotan Pestisida Terhadap Kadar Kolinestrase
Pada Petani Sayur di Desa Tanjung Raya Kecamatan Way Tenong
Kabupaten Lampung Barat Tahun 2020. Skripsi. Poltekkes
Tanjungkarang.
Meliala, R. M. 2018. Sikap Metro Tv dalam Persaingan Pasar
Oligopoli. Jurnal Akrab Juara.  3(3), 38-52.
Mualifah, A. K., dkk. 2017. Analisis Sistem Pencahayaan di Ruang Sipil
atau sarana dengan SNI Nomor 03-6575-2001 tentang
Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan PT X Gresik. Jurnal
Kesehatan Masyarakat (e-Journal). Vol. 3 No. 3.
Mulyati, S. 2020. Analisis Tingkat Pencahayaan, Suhu dan Kelembaban di
Industri Rumah Tangga (IRT) Kerupuk Baruna di Kelurahan Kebun
Tebeng Kota Bengkulu. Journal Of Nursing And Public Health.
Vol. 8 No. 1.
Nainggolan, K. 2019. Gambaran Peresepan Antibiotik Untuk Pengobatan
ISPA di Instalasi Farmasi Rsud Dr. Pirngadi Kota Medan.
Noerfasya, D. M. 2018. Uji Salep Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale
Var. Rubrum) Terhadap Potensi Bakteri Staphylococcus aureus.
Skripsi. FKIP UNPAS.
Notoadmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan Jakarta: Rineka
Cipta.
Nur, I. A. 2020. Daya Hambat Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale)
Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Skripsi.
STIKes Insan Cendekia Medika Jombang.
Nuzuldin, M. 2017. Interaksi Sosial Pedagang Sayur di Pasar Induk
Minasa Maupa Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa. Skripsi.
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1077 Tahun
2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2020
tentang Pasar Sehat. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta.
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2018 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan Kerja.
Jakarta.
Putra, Y., & Wulandari, S. S. 2019. Faktor Penyebab Kejadian
ISPA. Jurnal Kesehatan. 10(1), 37-40.
Putri, A. E. 2017. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA
pada Orang Dewasa di Desa Besuk Kecamatan Bantaran
Kabupaten Probolinggo. Jurnal Ilmiah Kesehatan Media
Husada, 6(1), 1-10.
Putriyani., G. A. 2017. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian
Penyakit ISPA pada Balita di Desa Sidomulyo Wilayah Kerja
Puskesmas Wonoasri Kabupaten Madiun. Skripsi. Stikes Bhakti
Husada Mulia.

Rahayu, A. A. P. 2019. Korelasi Kepadatan Pengunjung Terhadap Jumlah


Koloni Mikroba Udara di Pasar Tradisional Kota Malang Sebagai
Sumber Belajar Biologi. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Malang.

Ramadhan, M. S. 2018. Hubungan Keberadaan Bakteriologis Udara


terhadap Kondisi Ruangan di Ruang Kuliah Mahasiswa S1 Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. Skripsi.
Universitas Hasanuddin. Makassar.

Riazy, H. G. 2019. Faktor-Faktor Lingkungan Hunian yang Berhubungan


dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Puskesmas Rawat Inap
Bumi Daya Palas Lampung Selatan Tahun 2019. Skripsi. Poltekkes
Tanjungkarang. Lampung.

Sandy, D. A. 2017. Pengaruh Intensitas Cahaya Matahari terhadap


Perubahan Suhu, Kelembaban Udara dan Tekanan Udara. Skripsi.
Universitas Jember. Kota Jember.

Sari, A. W. 2017. Kualitas Mikrobiologi Udara dan Identifikasi Jenis


Mikroorganisme pada Lantai Ruang Intensive Care Unit (ICU) di
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Abdoel Moeloek Bandar
Lampung.
Sulaiman, R. 2019. Kehidupan Sehari-Hari Masyarakat Paska
Pembangunan Flyover (Studi Kasus Pedagang Kaki Lima Pasar
Peterongan Sumombito Jombang). Skripsi. Doctoral Dissertation,
University Of Muhammadiyah Malang.

Tongkukut, S. H. 2016. Analisis Tingkat Pencahayaan Ruang Kuliah


dengan Memanfaatkan Pencahayaan Alami dan Pencahayaan
Buatan Klorofil. Jurnal MIPA. Vol. 5 No. 2.

Utami, U., dkk. 2017. Hubungan Lama Kerja, Sikap Kerja dan Beban Kerja
dengan Muskuloskeletal Disorders (MSDs) pada Petani Padi di
Desa Ahuhu Kecamatan Meluhu Kabupaten Konawe Tahun
2017. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat. Vol 2 (6).

Vindrahapsari, R. T. 2016. Kondisi Fisik dan Jumlah Bakteri Udara pada


Ruangan AC dan Non AC di Sekolah Dasar (Studi Sekolah Dasar
Sang Timur Semarang). Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Semarang. Semarang.

Yul, D. 2018. Analisis Partisipasi Kaum Istri dalam Meningkatkan


Perekonomian Keluarga Menurut Pandangan Islam pada Pedagang
di Pasar Induk Minasamaupa, Sungguminasa Kab. Gowa. Skripsi.
Universitas Muhammadiyah Makassar.
L

N
No :
Titik :

KUESIONER PENELITIAN
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
No I. Identitas Responden
1 Nomor responden
2 Nama responden
3 Jenis Jualan 1. Sayuran
2. Ikan
3. Buah-buahan
4. Tempe tahu
5. Campuran
6. Pakaian
7. Lainnya.........
4 Umur
5 Jenis kelamin 1. Laki-laki
2. Perempuan
II. Perilaku Responden
6 Berapa lama (jam) anda berada di
pasar dalam sehari?
7 Berapa tahun anda berjualan di
Pasar ?
8 Apakah anda selalu memakai APD 1. Ya
masker saat berjualan di pasar?
2. Tidak
III.Data Kesehatan
9 Gejala penyakit ISPA apa saja Batuk 1. Ya 2. Tidak
yang pernah anda alami selama Pilek 1. Ya 2. Tidak
berjualan di pasar? Sesak nafas 1. Ya 2. Tidak
Hidung tersumbat
1. Ya 2. Tidak
Demam 1. Ya 2. Tidak

No :
Titik :

LEMBAR OBSERVASI
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
I. Faktor Fisik Lingkungan

1. Kelembaban Udara

2. 1. Memenuhi syarat
Kondisi Ventilasi
2. Tidak memenuhi syarat

II. Faktor Perilaku Penjual

3. 1. Sesuai
Cara memakai masker
2. Disampirkan ke dagu
3. Digantungkan ke leher
4. 1. Masker bedah
Jenis masker
2. Masker kain

Anda mungkin juga menyukai