Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemerolehan dan perkembangan bahasa anak manusia merupakan sesuatu yang kompleks. Artinya,
banyak faktor yang turut berpengaruh dan saling terjalin dalam berlangsungnya proses perkembangan
anak. Baik unsur-unsur bawaan maupun unsur-unsur pengalaman yang diperoleh dalam berinteraksi
dengan lingkungan sama-sama memberikan kontribusi tertentu terhadap arah dan laju perkembangan
bahasa anak tersebut.

Banyaknya aspek yang dibicarakan dalam membahas masalah pemerolehan dan perkembangan
menyebabkan banyaknya istilah dan konsep yang digunakan. Begitu juga banyaknya berbagai
pandangan dan teori dalam menjelaskan pemerolehan bahasa anak akan membuat semakin kayanya
pengetahuan tentang pemerolehan dan perkembangan bahasa anak.

Gambaran pembahasan tentang pemerolehan dan perkembangan di atas menyarankan perlunya suatu
cara penyajian yang runtut dan cukup detail. Cara penyajian seperti ini diperlukan untuk mempermudah
saat mempelajarinya. Makalah ini secara khusus membahas tentang proses pemerolehan dan
perkembangan bahasa anak. Selain itu, teori-teori dan faktor-faktor pemerolehan bahasa anak akan
diperkenalkan dan dijelaskan dalam makalah ini. Dengan mempelajari makalah ini, diharapkan
memperoleh pemahaman konseptual tentang teori pemerolehan dan perkembangan bahasa anak.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pemerolehan bahasa anak?

2. Apa strategi pemerolehan bahasa anak?

3. Apa sajakah faktor-faktor pemerolehan bahasa anak?

4. Kapan waktu pemerolehan bahasa anak dimulai?

5. Bagaimana teori pemerolehan bahasa anak?

6. Bagaimana proses perkembangan bahasa anak?

7. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak?

8. Bagaimana tipe perkembangan bahasa anak?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui proses pemerolehan bahasa anak.

2. Untuk mengetahui strategi pemerolehan bahasa anak.


3. Untuk mengetahui sajakah faktor-faktor pemerolehan bahasa anak.

4. Untuk mengetahui waktu pemerolehan bahasa anak dimulai.

5. Untuk mengetahui teori pemerolehan bahasa anak.

6. Untuk mengetahui proses perkembangan bahasa anak.

7. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak.

8. Untuk mengetahui tipe perkembangan bahasa anak.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa anak melibatkan dua keterampilan, yaitu kemampuan untuk menghasilkan tuturan
secara spontan dan kemampuan memahami tuturan orang lain. Jika dikaitkan dengan hal itu, maka yang
dimaksud dengan pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan kemampuan berbahasa, baik berupa
pemahaman atau pun pengungkapan, secara alami, tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal
(Tarigan dkk., 1998).

Dengan demikian, proses pemerolehan bahasa adalah proses bawah sadar yang digunakan anak-anak
untuk mampu berbahasa baik berupa pemahaman atau pun pengungkapan, yang berlangsung secara
alami, dalam situasi formal, spontan, dan terjadi dalam konteks berbahasa yang yang bermakna bagi
anak.

1. Proses Pemerolehan Bahasa

Meskipun dengan landasan filosofis yang mungkin berbeda-beda, pada umumnya kebanyakan ahli kini
berpandangan bahwa anak di mana pun juga memperoleh bahasa ibunya dengan memakai strategi yang
sama. Kesamaan ini tidak hanya dilandasi oleh biologi dan neurologi manusia yang sama tetapi juga oleh
pandangan mentalistik yang menyatakan bahwa anak telah dibekali dengan bekal kodrati pada saat
dilahirkan.

a. Pemerolehan dalam bidang fonologi

Fonologi adalah aspek bahasa yang berkenaan dengan ketentuan yang mengatur struktur, distribusi, dan
urutan bunyi ucapan dan bentuk ucapan. Pada waktu dilahirkan, anak hanya memiliki sekitar 20% dari
otak dewasanya, sehingga manusia hanya bisa menangis dan menggerak-gerakkan badannya. Proporsi
yang ditakdirkan kecil pada manusia ini mungkin dirancang agar pertumbuhan otaknya proporsional
pula dengan pertumbuhan badannya.
Pada umur 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip dengan bunyi konsonan atau
vocal. Proses ini dinamakan dengan cooing, yang telah diterjemahkan menjadi dekutan (Dardjowidjojo.
2000:63). Anak mendekutkan bermacam-macam bunyi yang belum jelas identitasnya. Pada sekitar umur
6 bulan, anak mulai mencampur konsonan dengan vocal yang disebut dengan celotehan. Celotehan
dimulai dengan konsonan dan diikuti oleh sebuah vocal. Tahap perkembangan ini disebut juga tahap
meraban (pralinguistik).

b. Pemerolehan bahasa anak dalam bidang sintaksis

Dalam bidang sintaksis, saat berusia 12 – 18 bulan anak memulai berbahasa dengan mengucapkan suku
kata (bagian kata). Kata ini, bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena dia belum dapat
mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat itu. Dalam pola
pikir anak yang masih sederhana pun tampaknya anak mempunyai pengetahuan tentang informasi lama
versus informasi baru. Kalimat diucapkan untuk memberikan informasi baru kepada pendengarnya,
dengan singkat dikatakan bahwa dalam ujaran satu kata, anak tidak sembarangan memilih suatu kata,
dia akan memilih kata yang dapat memberikan informasi baru.

Dari segi sintaktiknya, ujaran satu kata sangatlah sederhana karena hanya terdiri dari satu kata saja.
Namun dari segi semantiknya, ujaran satu kata bersifat kompleks karena satu kata tertentu bisa memiliki
lebih dari satu makna atau yang disebut dengan ujaran holofrastik (holophrastic). Kata-kata tersebut
adalah nama benda-benda, kejadian atau orang-orang yang ada di sekitar anak. Pada ujaran satu kata,
kata-kata yang digunakan hanyalah kata-kata dari kategori sintaktik utama yaitu nomina, verba,
adjektiva dan mungkin juga adverb, tidak ada kata fungsi.

Sekitar umur 2 tahun atau saat 18 – 24 bulan, anak mulai mengeluarkan ujaran dua kata yang diselingi
jeda sehingga seolah-olah dua kata itu terpisah dan menjadi ujaran yang normal. Ujaran dua kata
sintaksisnya lebih kompleks (karena adanya dua kata) tetapi semantiknya makin lebih jelas. Ujaran ini
juga disebut ujaran telegrafik, dimana kedua kata ini meruapakan kata-kata dari kategori utama seperti
nomina, verba, atau bahkan adverb, dan belum ada kata fungsi. Meskipun pada ujaran dua kata
semantiknya memang makin jelas, makna yang dimaksud oleh anak masih tetap harus diterka sesuai
dengan konteksnya.

Pada saat anak mencapai usia 3-5 tahun, anak semakin kaya dengan perbendaharaan kosakata. Mereka
sudah mulai mampu membuat kalimat pertanyaan, pernyataan negative, kalimat majemuk, dan
berbagai bentuk kalimat. Tuturan anak mulai lebih panjang dan tata bahasanya lebih teratur, tidak
menggunakan hanya dua kata tetapi tiga atau lebih. Pada umur 5–6 tahun, bahasa anak telah
menyerupai bahasa orang dewasa. Sebagian besar aturan gramatika telah dikuasainya dan pola bahasa
serta panjang tuturannya semakin bervariasi. Anak telah mampu menggunakan bahasa dalam berbagai
keperluan, termasuk bercanda atau menghibur.
1) Bentuk tata bahasa pada anak

Bentuk pasif sangat dominan, anak sering mendapat masukan yang berupa kalimat pasif. Menjelang
umur 4 tahun, anak mulai memakai kalimat kompleks.

2) Pemerolehan pada bidang leksikon

Sebelum anak dapat mengucapkan kata, dia memakai cara lain untuk berkomunikasi. Dia memakai
tangis dan gesture (gerakan tangan, kaki, mata, mulur, dsb), dengan cara-cara tersebut anak sebenarnya
memakai “kalimat” yang protodeklaratif dan protoimperatif.

3) Macam kata yang dikuasai

Macam kata yang dikuasai anak atau kata-kata yang akan diperoleh anak pada awal ujarannya
ditentukan oleh lingkungannya. Dari beberapa macam kata yang ada, yakni kata utama dan kata fingsi,
anak menguasai kata utama lebih dahulu. Kata utama paling tidak ada tiga yakni nomina, verba dan
adjektiva.

2. Strategi Pemerolehan Bahasa

Anak-anak pada umumnya cenderung lebih cepat belajar dan menguasai suatu bahasa, terutama bahasa
ibunya. Sejak lahir seorang bayi sudah memproduksi bunyi yaitu mengeram atau menangis. Bunyi-bunyi
itu menggambarkan suasana kebutuhan dalam upaya merespon terhadap lingkungan internal dan
eksternalnya. Sejalan dengan pertumbuhan usia bayi tersebut, maka bunyi-bunyi yang diproduksinya itu
mulai ada kecenderungan mempunyai kemiripan dengan bahasa (kata-kata) orang dewasa. Pada usia
prasekolah ia boleh dikatakan telah menguasai bahasa ibunya seperti orang dewasa di sekitarnya. waktu
antara masa bayi dan masa prasekolah merupakan waktu yang yang paling penting dalam
perkembangan seseorang, masa itulah yang paling baik untuk belajar bahasa yang disebut usia
keemasan. Karena itu, para orang tua hendaknya membantu perkembangan tersebut dengan sebaik-
baiknya. Jika kesempatan tersebut terlewat dengan sia-sia, maka hilanglah peluang anak untuk
menguasai bahasanya dengan baik.

Adapun strategi anak dalam mempelajari dan menguasai suatu bahasa pertamananya, di antaranya
adalah anak memperoleh kemampuan berbahasa lisan melalui peniruan dan pengalaman langsung.
Selain itu, meniru dan mengalami langsung, anak memperoleh kemampuan berbahasa dengan cara
mengingat, bermain, dan penyederhanaan.

a. Meniru

Peniruan berarti mencontoh secara kreatif atau menginspirasi. Pada dasarnya, peniruan yang dilakukan
anak tidak selalu berupa pengulangan yang persis sama atas apa saja yang didengarnya. Akan tetapi
tuturan anak cenderung berubah, mungkin berupa pengurangan, penambahan atau pergantian kata
atau susunan kata dan intonasianya. Hal ini disebabkan karena, berkaitan dengan perkembangan otak
dan alat ucap, penguasaan kaidah bahasa, serta adanya masukan bahasa dari sumber lain. Dengan
demikian, anak mengucapkan tuturan yang hanya dikuasainya. Selain itu, berkenaan dengan kreativitas
berbahasa anak. Di satu sisi, anak secara bertahap dapat memahami dan menggunakan tuturan yang
lebih rumit. Di sisi lain, secara bersamaan anak pun membangun suatu sistem bahasa yang
memungkinkan dia mengerti dan memproduksi tuturan dalam bentuk dan jumlah yang terbatas.

Keadaan tersebut mendorong anak senang melakukan uji coba atau eksperimen dalam berbahasa.
Percobaan ini terus berlangsung hingga kemampuan berbahasanya berpindah pada kemampuan yang
lebih kompleks. Anak-anak mencerna dan mengolah prinsip-prinsip organisasi bahasa secara alami.
Dengan demikian, peniruan yang dilakukan anak bersifat dinamis dan kreatif .

b. Mengingat

Mengingat, memainkan peranan penting dalam belajar bahasa anak atau belajar apa pun. Setiap
pengalaman indrawi yang dilalui anak, direkam dalam benaknya. Pada tahap awal belajar bahasa, anak
mulai membangun pengetahuan tentang kombinasi bunyi-bunyi tertentu yang menyertai dan merujuk
pada sesuatu yang dia alami. Ingatan ini akan semakin kuat, terutama bila penyebutan akan benda atau
peristiwa tertentu terjadi berulang-ulang. Dengan cara ini, anak akan mengingat kata-kata tentang
sesuatu sekaligus mengingat pula cara mengucapkannya.

c. Mengalami langsung

Strategi lain yang mempercepat anak menguasai bahasa pertamanya adalah mengalami langsung
kegiatan berbahasa dalam konteks yang nyata. Anak menggunakan bahasanya baik ketika
berkomunikasi dengan orang lain, maupun sewaktu sendirian. Dia menyimak dan berbicara langsung,
dan sekaligus memperoleh tanggapan dari teman bicaranya. Tanggapan yang diperolehnya, secara tidak
sadar anak memperoleh masukan tetang kewajaran dan ketepatan perilaku berbahasanya, dan dalam
waktu yang sama juga si anak mendapat masukan dari tindak berbahasa yang dilakukan oleh teman
bicaranya.

Anak melakukan kegiatan berbahasa dalam situasi formal, tanpa disadari, dan tanpa beban. Dia pun
melakukan eksperimen atau uji coba dalam berbahasa tanpa takut salah, untuk memperkaya dan
mempermantap sistem bahasa yang dipelajarinya. Melalui latihan dan uji coba tersebut, secara perlahan
dan bertahap si anak mengubah, memperbaiki, dan menyimpulkan aturan bahasa itu sampai tuturannya
dirasakan benar dan tepat.

d. Bermain

Kegiatan bermain pun memegang peran penting dalam pemerolehan bahasa anak. Dalam kegiatan
bermain, anak-anak sering dan senang bermain peran yaitu memerankan perilaku orang dewasa atau
perilaku orang lain di sekelilingnya; sebagai penjual atau pembeli dalam bermain dagang-dagangan; ibu,
bapak atau anak dalam bermain rumah-rumahan; sebagai dokter, perawat atau pasien; atau sebagai
guru dan muris dalam bermain sekolah-sekolahan. Tanpa disadari, mereka sedang bermain drama,
sekaligus mereka berlatih berbicara dan menyimak.
e. Penyederhanaan

Cara belajar dengan penyederhanaan, maksudnya adalah ketika berbicara anak-anak pada awalnya
cenderung menyederhanakan model tuturan orang dewasa. Ada beberapa fonem dan bahkan kata yang
dihilangkan pada saat bertutur. Walaupun dalam bertutur, anak-anak hanya menggunakan satu kata
tetapi memiliki cakupan makna yang luas (Tarigan dkk., 1998).

. Faktor-Faktor Pemerolehan Bahasa Anak

Ada dua persyaratan dasar yang memungkinkan anak dapat memperoleh kemampuan berbahasa, yaitu
potensi faktor biologis yang dimiliki sang anak, serta dukungan sosial yang diperolehnya. Selain itu, ada
beberapa faktor penunjang yang merupakan penjabaran dari kedua hal di atas yang dapat
mempengaruhi tingkat kemampuan bahasa yang diperoleh anak. Faktor-faktor tersebut adalah

a. Faktor biologis;

b. Faktor lingkungan sosial;

c. Faktor intelegensi; dan

d. Faktor motivasi.

Tokoh behavioris berpendapat bahwa semua manusia mempunyai kemampuan bawaan untuk
berbahasa. Dari kegiatan berinteraksi dengan lingkungan, seseorang akan mampu belajar bahasa atau
membentuk kemampuan berbahasa. Perangkat biologis yang menentukan anak dapat memperoleh
kemampuan bahasanya ada tiga, yaitu otak (sistem syaraf pusat), alat dengar, dan alat ucap. Dalam
proses berbicara, sistem syaraf yang ada di otaklah sebagai pengendali. Semua isyarat tanggapan bahasa
yang sudah diproses di otak selanjutnya dikirimkan ke daerah motor seperti alat ucap, untuk
menghasilkan bahasa secara fisik (Tarigan., 1998).

Slobin mengatakan bahwa yang dibawa lahir itu bukanlah pengetahuan seperangkat linguistik semata,
melainkan prosedur-prosedur atau aturan-aturan bahasa (Language Acquisition Device) yang dibawa
lahir itulah yang memungkinkan seseorang anak untuk mengolah data linguistiknya. Tetapi perlu
diketahui bahwa prosedur dan aturan-aturan bahasa bawaan bukanlah satu-satunya faktor yang
menentukan perkembangan bahasa anak selanjutnya. Karena potensi ini harus ditunjang faktor kognitif
dan situasi mental anak. Dengan demikian, anak yang tidak sehat mentalnya tidak dapat
mengembangkan potensi bahasa itu dengan baik. Bahkan, mungkin sama sekali potensi itu tidak dapat
difungsikan.

Bahasa yang diperoleh anak tidak diwariskan secara genetis atau keturunan, tetapi didapat dalam
lingkungan yang meggunakan bahasa. Sehubungan dengan hal itu, maka anak memerlukan orang lain,
anak memerlukan contoh atau model berbahasa, respon dan tanggapan, serta teman untuk berlatih dan
beruji coba dalam belajar bahasa pada konteks yang sesungguhnya. Lingkungan sosial merupakan salah
satu faktor penting yang menentukan pemerolehan bahasa anak. Anak yang berintelegensi tinggi,
tingkat pencapaian bahasanya cenderung lebih cepat, lebih banyak, dan lebih variatif khasanah
bahasanya daripada anak-anak yang berintelegensi rendah.

4. Waktu Pemerolehan Bahasa Dimulai

Berbahasa mencakup komprehensi maupun produksi, maka anak sudah mulai berbahasa sebelum dia
dilahirkan. Melalui saluran intrauterine anak telah terekspos pada bahasa manusia waktu dia masih
janin. Kata-kata dari ibunya tiap hari dia dengar dan secara biologis kata-kata itu masuk ke janin, kata-
kata tersebut tertanam padajanin anak.

5. Teori Pemerolehan Bahasa Anak

a. Pandangan nativisme

Nativisme berpendapat bahwa selama proses pemerolehan bahasa pertama, kanak-kanak (manusia)
sedikit demi sedikit membuka kemampuan lingualnya yang secara genentis telah diprogramkan.
Pandangan ini tidak menganggap lingkungan punya pengaruh dalam memperoleh bahasa, melainkan
menganggap bahwa bahasa merupakan pemberian biologis. Kaum nativis berpendapat bahwa bahasa
itu terlalu kompleks dan rumit, sehingga mustahil dapat dipelajari dalam waktu singkat melalui metode
seperti peniruan (imitation). Jadi, pasti sudah ada beberapa aspek penting mengenai sistem bahasa yang
sudah ada pada manusia secara alamiah.

Menurut Chomsky anak dilahirkan dengan dibekali alat pemerolehan bahasa (Language Acquisition
Device (LAD)). Alat ini yang merupakan pemberian biologis yang sudah diprogramkan untuk merinci
butir-butir yang mungkin dari suatu tata bahasa. LAD dianggap sebagai bagian fisiologis dari otak yang
khusus untuk memproses bahasa, dan tidak punya kaitan dengan kemampuan kognitif lainnya.

b. Pandangan Behavioris

Kaum behavioris menekankan bahwa proses pemerolehan bahasa pertama dikendalikan dari luar diri si
anak, yaitu rangsangan yang diberikan oleh lingkungan. Istilah bahasa bagi kaum behavioris dianggap
kurang tepat karena istilah bahasa itu menyiratkan suatu wujud, sesuatu yang dimiliki atau digunakan,
dan bukan sesuatu yang dilakukan. Padahal bahasa itu, merupakan salah satu perilaku diantara perilaku-
perilaku manusia lainnya. Oleh karena itu, mereka lebih suka menggunakan istilah perilaku verbal agar
tampak lebih mirip dengan perilaku lain yang harus dipelajari.

Bahasa adalah keseluruhan tingkah laku manusia yang mendasar yang berkembang sejak lahir. Dari
uraian tersebut dapat dipahami bahwa menurut aliran behavioristik ini bahwa anak yang dilahirkan ke
dunia ini tidak mempunyai potensi bahasa. Lingkungan dan proses belajarlah yang menjadi dasar
pemerolehan bahasa anak.

c. Pandangan kognitivisme
Piaget menyatakan bahwa bahasa itu bukanlah sesuatu ciri alamiah yang terpisah, melainkan salah satu
di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar,
maka perkembangan bahasa yang harus berlandas pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih
umum di dalam kognisi. Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan
bahasa.

Anak mengkomunikasikan kebutuhan, pikiran, dan perasaannya melalui bahasa dengan kata-kata yang
bermakna unik. Keterampilan anak memahami bahasa sebagian besar terbatas pada pandangannya
sendiri. Dengan kata lain, anak memiliki keterbatasan dalam memahami bahasa dari sudut pandang
orang lain. Meningkatnya perkembangan bahasa anak terjadi sebagai hasil perkembangan fungsi
simbolis. Perkembangan simbol bahasa pada anak berpengaruh terhadap kemampuan anak untuk
belajar memahami bahasa dari pandangan orang lain dan meningkatkan kemampuannya untuk
memecahkan persoalan.

d. Pandangan interaksionisme

Teori ini beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental
pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berhubungan dengan adanya interaksi
antara masukan dan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD
sejak lahir. Namun, tanpa adanya masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa
tertentu secara otomatis.

Sebenarnya, faktor intern dan ekstern dalam pemerolehan bahasa pertama oleh sang anak sangat
mempengaruhi. Benar jika ada teori yang mengatakan bahwa kemampuan berbahasa anak yang telah
ada sejak lahir (telah ada LAD). Hal ini telah dibuktikan oleh berbagai penemuan seperti yang telah
dilakukan oleh Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa sejak lahir anak telah dibekali berbagai
kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan berbahasa.

B. Perkembangan Bahasa Anak

Kemampuan berbahasa anak tidak diperoleh secara tiba-tiba atau sekaligus, tetapi bertahap. Kemajuan
berbahasa anak berjalan seiring dengan perkembangan fisik, mental, intelektual, dan sosialnya.

Perkembangan bahasa anak ditandai oleh keseimbangan dinamis atau suatu rangkaian kesatuan yang
bergerak dari bunyi-bunyi atau ucapan yang sederhana menuju tuturan yang lebih kompleks. Tangisan,
bunyi-bunyi atau ucapan yang sederhana tak bermakna, dan celotehan bayi merupakan jembatan yang
memfasilitasi alur perkembangan bahasa anak menuju kemampuan berbahasa yang lebih sempurna.
Bagi anak, celotehan merupakan semacam latihan untuk menguasai gerak artikulatoris (alat ucap) yang
lama kelamaan dikaitkan dengan kebermaknaan bentuk bunyi yang diujarkannya.

1. Proses Perkembangan Bahasa

Proses perkembangan bahasa berjalan terus sepanjang hayat. Bayi memperoleh bahasa ketika berumur
kurang dari satu tahun sebelum dapat mengucapkan satu kata. Mereka memperhatikan muka orang
dewasa dan menanggapinya, meskipun tentu saja belum menggunakan bahasa dalam arti yang
sebenarnya. Mereka juga dapat membedakan beberapa ucapan orang dewasa.

Ketika berumur satu tahun, bayi mulai mengoceh, bermain dengan bunyi seperti halnya bermain dengan
jari-jari tangan dan jari kakinya. Perkembangan bahasa pada periode ini disebut pralinguistik.
Selanjutnya saat bayi mulai dapat mengucapkan beberapa kata, perkembangan bahasa mereka juga
memiliki ciri universal. Bentuk ucapan yang digunakan hanya satu kata, kata-katanya sederhana yaitu
yang mudah diucapkan dan memiliki arti konkrit. Perkembangan fonologis mulai tampak pada periode
umur ini, demikian juga perkembangan semantic yaitu pengenalan makna oleh anak. Kira-kira berumur
dua tahun, setelah mengetahui kurang lebih lima puluh kata, kebanyakan anak mulai mencapai tahap
kombinasi dua kata. Kata-kata yang diucapkan ketika mencapai tahap satu kata dikombinasikan dalam
ucapan pendek tanpa kata penunjuk, kata depan, atau bentuk lain yang seharusnya digunakan. Pada
tahap dua kata ini anak mulai mengenal berbagai makna kata tetapi tidak menggunakan bentuk bahasa
yang menunjukkan jumlah, jenis kelamin, dan waktu terjadinya peristiwa. Selanjutnya anak mulai dapat
membuat kalimat pendek.

Pada waktu mulai masuk taman kanak-kanak, anak telah memiliki sejumlah besar kosa kata. Mereka
dapat membuat pertanyaan-pertanyaan negatif, kalimat majemuk, dan berbagai bentuk kalimat.
Mereka memahami kosa kata lebih banyak, mereka dapat bergurau, bertengkar dengan temannya dan
berbicara dengan orang tua dan guru mereka.

Pada tahap usia sekolah, perkembangan bahasa anak yang paling jelas tampak ialah perkembangan
semantik dan pragmatik. Anak semakin mampu memahami dan dapat menggunakan suatu kata dengan
nuansa makna yang agar berbeda secara tepat serta penambahan jumlah kata yang dapat dipahami dan
digunakan dengan tepat. Selanjutnya, anak mengembangkan bahasa figurative yang memungkinkan
penggunaan bahasa secara kreatif. Bahasa figurative menggunakan kata secara imajinatif, tidak secara
literal atau makna sebenarnya untuk menciptakan kesan emosional. Bahasa kreatif anak-anak usia
sekolah dapat didengar dalam bentuk nyanyian, sajak, dan dolanan atau dalam buku otobiografi.

Selama usia SD, anak diharapkan pada tugas utama mempelajari bahasa tulis. Hal ini hampir tidak
mungkin kalau belum menguasai bahasa lisan. Perkembangan bahasa anak periode usia SD ini
meningkat dari bahasa lisan ke bahasa tulis. Kemampuan mereka menggunakan bahasa berkembang.

Dalam perkembangan bahasa, anak menempuhnya melalui asosiasi yaitu membayangkan hubungan
kata dengan objek yang diamati, imitasi yaitu dengan menirukan dan mengulang sendiri penggunaan
kata-kata sebagaimana tergambar dalam pikirannya. Gejala seperti itu ada yang menyebut “kegilaan”
karena anak suka berbicara sendiri yang sebenarnya tak perlu ditanggapi. Elaborasi dengan perluasan
penggunaan kata dan struktur kalimat secara coba-coba, dan pemberian reinforcement (penguatan),
perhatian dan tanggapan positif orang dewasa.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa Anak

Berbahasa terkait erat dengan kondisi pergaulan. Oleh sebab itu, perkembangannya dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Faktor-faktor itu adalah:
a. Umur anak

Manusia bertambah umur semakin matang pertumbuhan fisiknya, bertambah pengalaman, dan
meningkat kebutuhannya. Bahasa seseorang akan berkembang sejalan dengan pertambahan
pengalaman kebutuhannya. Faktor fisik akan ikut mempengaruhi sehubungan semakin sempurnanya
pertumbuhan orang bicara, kerja otot-otot untuk melakukan gerakan-grerakan dan isyarat. Pada masa
remaja perkembangan biologis yang menunjang kemampuan berbahasa telah mencapai tingkat
kesempurnaan, dengan dibarengi oleh perkembangan tingkat intelektual anak akan mampu
menunjukkan cara berkomunikasi dengan baik.

b. Kondisi lingkungan

Lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang memberi andil yang cukup besar dalam berbahasa.
Perkembangan bahasa di lingkungan perkotaan akan berbeda dengan di lingkungan pedesaan. Begitu
pula perkembangan bahasa di daerah pantai, pegunungan, dan daerah-daerah terpencil menunjukkan
perbedaan.

Sebagaimana diuraikan bahwa bahasa pada dasarnya dipelajari dari lingkungan. Lingkungan yang
dimaksud termasuk lingkungan pergaulan yang berbentuk kelompok-kelompok, seperti kelompok
bermain, kelompok kerja dan kelompok sosial lain.

Hubungan keluarga dimaknai juga sebagai proses pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi dengan
lingkungan keluarga, terutama dengan orang tua yang mengajar, melatih, dan memberikan contoh
berbahasa kepada anak.

c. Kecerdasan anak

Meniru lingkungan tentang bunyi atau suara, gerakan, dan mengenal tanda-tanda, memerlukan
kemampuan motorik seseorang berkorelasi positif dengan kemampuan intelektual atau tingkat berfikir.
Ketepatan meniru, memproduksi perbendaharaan kata-kata yang diingat, kemampuan menyusun
kalimat dengan baik dan memahami atau menangkap maksud suatu pernyataan pihak lain, amat
dipengaruhi oleh kerja pikir atau kecerdasan seseorang anak. Anak yang perkembangan bahasanya
cepat, pada umumnya mempunyai intelegensi normal atau di atas normal.

d. Status sosial ekonomi keluarga

Keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik, akan mampu menyediakan situasi yang baik bagi
perkembangan bahasa anak-anak, anggota keluarganya. Rangsangan untuk dapat ditiru oleh anak-anak
dari anggota keluarga yang berstatus sosial tinggi berbeda dengan keluarga yang berstatus sosial
rendah. Hal ini lebih tampak perbedaan perkembangan bahasa bagi anak yang hidup di dalam keluarga
terdidik dan tidak terdidik. Dengan kata lain, pendididkan keluarga berpengaruh pula terhadap
perkembangan bahasa.

Beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status sosial-ekonomikeluarga
menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin mengalami kelambatan dalam
perkembangan bahasa dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang lebih baik. Kondisi ini
terjadi mungkin disebabkan oleh perbedaan kecerdasan atau kesempatan belajar (keluarga miskin
diduga kurang memperhatikan perkembangan bahasa anaknya), atau kedua-duanya. (Hetzer & Reindorf
dalam E. Hurlock. 1956).

e. Kondisi fisik

Kondisi fisik disini dimaksudkan kondisi kesehatan anak. Kesehatan merupakan faktor yang sangat
mempengaruhi perkembangan bahasa anak, terutama pada usia awal kehidupannya. Apabila pada usia
dua tahun pertama, anak mengalami sakit terus-menerus, maka anak ini cenderung akan mengalami
kelambatan atau kesulitan dalam perkembangan bahasanya. Seseorang yang cacat yang terganggu
kemampuannya untuk berkomunikasi seperti bisu, tuli, gagap, organ suara tidak sempurna akan
menganggu perkembangan berkomunikasi dan tentu saja akan menggangu perkembangannya dalam
berbahasa. Oleh karena itu, untuk memelihara perkembangan berbahasa anak secara normal, orang tua
perlu memperhatikan kondisi kesehatan anak. Upaya yang dapat ditempuh ialah dengan cara
memberikan ASI, makanan bergizi, memelihara kebersihan tubuh anak, atau secara regular
memeriksakan anak ke dokter atau puskesmas.

3. Tipe Perkembangan Bahasa Anak

Ada dua tipe perkembangan bahasa anak, sebagai berikut:

a. Egocentric speech, yang terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dan dirinya sendiri.
Berbicara monolog (egocentric speech) berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berfikir anak
yang pada umumnya dilakukan oleh anak berusia 2-3 tahun.

b. Socialized speech, yang terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dan temannya atau dengan
lingkungannya. Perkembangan ini dibagi ke dalam lima bentuk: (a) adapted information, di sini terjadi
saling tukar gagasan atau adanya tujuan bersama yang dicari; (b) critism, yang menyangkut penilaian
anak terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain; (c) command (perintah), request (permintaan) dan
threat (ancaman); (d) questions (pertanyaan), dan (e) answer (jawaban).

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Proses pemerolehan bahasa anak adalah proses bawah sadar yang digunakan anak-anak untuk mampu
berbahasa baik berupa pemahaman atau pun pengungkapan, yang berlangsung secara alami, dalam
situasi formal, spontan, dan terjadi dalam konteks berbahasa yang yang bermakna bagi anak.

Kemampuan berbahasa anak tidak diperoleh secara tiba-tiba atau sekaligus, tetapi bertahap dan
berjalan seiring dengan perkembangan fisik, mental, intelektual dan sosialnya. Perkembangan bahasa
anak ditandai oleh keseimbangan dinamis atau suatu rangkaian kesatuan yang bergerak dari bunyi-bunyi
atau ucapan yang sederhana menuju tuturan yang lebih kompleks. Tangisan, bunyi-bunyi atau ucapan
yang sederhana tak bermakna, dan celotehan bayi merupakan jembatan yang memfasilitasi alur
perkembangan bahasa anak menuju kemampuan berbahasa yang lebih sempurna. Bagi anak, celotehan
merupakan semacam latihan untuk menguasai gerak artikulatoris (alat ucap) yang lama kelamaan
dikaitkan dengan kebermaknaan bentuk bunyi yang diujarkannya.

B. Saran

Dengan mempelajari teori-teori pemerolehan bahasa dan perkembangan bahasa anak, seorang guru
mampu menciptakan pembelajaran bahasa di sekolah yang dapat membantu anak mengalami dan
memperoleh hasil belajar yang lebih optimal.

DAFAR PUSTAKA

Agung, Hartono dan Sunarto. 1994. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan

Semiawan, Conny R. 1998. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan

Budiasih, Darmiyati Zuchdu. 1996. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Makassar:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Faisal, Muhammad. 2009. Kajian Bahasa Indonesia 3 Sks. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Indrianti, Etty. 2011. Kesulitan Berbucara dan Berbahasa pada Anak. Jakarta: Prenada Media Group

Jahja, Yudrik. 2011. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Prenada Media Group.

Ngalimun dan Noor Alfulaila. 2014. Pembelajaran Keterampilan Berbahasa Indonesia. Yogyakarta:
Aswaja Pressindo
Novriza, Sari. 2014. Hubungan Pemerolehan Bahasa Pertama dengan Keterampilan Berbicara Anak Usia
4-5 Tahun.

Salam, Rosdiah. 2014. Pendidikan Bahasa Indonesia di Kelas Rendah. Makassar: Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Makassar.

Solhan, TW. 2008. Materi Pokok Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai