RESUSITASI NEONATUS
Di Susun Oleh :
Rina Dini Arti
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat karunia Nyalah,
makalah yang berjudul “Resusitasi Neonatus” ini bisa diselesaikan. Tujuan dari penulisan
makalah ini ialah untuk menambah pengetahuan tentang pengertian,tujuan, faktor-faktor dan
tindakan yang
dilakukan tentang resusitasi neonatus. Sehingga dengan mengetahui penanganannya yang benar,
seorang tenaga kesehatan dapat segera mengambil tindakan sehingga dapat meningkatkan
pelayanan kesehatan neonatus yang optimal.
Harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Penulis telah
berusaha sebisa mungkin untuk menyelesaikan makalah ini, namun penulis menyadari makalah
ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapakan kritik dan saran yang sifatnya
membangun guna menyempurnakan makalah ini.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Program Resusitasi Neonatus (PRN) akan membantu mempelajari pengetahuan
tekhnik, dan ketrampilan kerjasama tim yang dibutuhkan untuk melakukan resusitasi dan
stabilisasi bayi baru lahir. Secara teoritis, fasilitas dan tenaga ahli resusitasi harus tersedia di
tempat kelahiran bayi, baik di rumah sakit maupun di rumah. Resusitasi bayi baru lahir
harus mengikuti pendekatan yang sistematis. Resusitasi dasar dilakukan dan diteruskan
dengan resusitasi lanjutan hanya apabila bayi tidak membaik.
Waktu adalah hal yang paling penting. Keterlambatan resusitasi akan
membahayakan bayi. Bertindaklah dengan cepat, akurat dan lembut. Tindakan dianjurkan untuk
setiap situasi spesifik. Setelah tindakan dilakukan, evaluasi ulang harus dilakukan dan tindakan
selanjutnya dikerjakan sampai situasi stabil tercapai. Hal ini merupakan prinsip resusitasi yang
sederhana dan sering diabaikan. Tiga parameter kunci yang perlu dievaluasi adalah
frekuensi jantung, aktifitas pernapasan dan warna kulit. Sementara asfiksia saat lahir
merupakan alasan utama untuk resusitasi bayi baru lahir, terjadi sejumlah situasi lain
diruang bersalin yang membutuhkan tindakan tambahan.
Di dalam setiap persalinan, penolong harus selalu siap melakukan tindakan
resusitasi bayi baru lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat menghindarkan kehilangan
waktu yang sangat berharga bagi upaya pertolongan. Walaupun hanya beberapa menit
tidak bernapas, bayi baru lahir dapat mengalami kerusakan otak yang berat atau meninggal.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas dan sesuai dengan judul makalah
resusitasi, maka dalam hal ini rumusan masalah
1. Apa pengertian dari resusitasi ?
2. Dasar-dasar Resusitasi Neonatus
3. Persiapan Resusitasi
4. Langkah awal Perawatan Bayi Baru lahir
5. Ventilasi tekanan positif
6. Jalan Napas Alternatif
(Pipa endotrakeal dan sungkup larings
7. Kompresi Dada
8. Obat-obatan
9. Perawatan Pasca Resusitasi
BAB II
PEMBAHASAN
Jika bayi baru lahir memerlukan resusitasi biasanya mempunyai disebabkan karena
masalah pernafasan yang berakibat pertukaran gas yang tidak adekuat. Gagal nafas bias terjadi
sebelum dan atau setelah kelahiran.
Jika kegagalan pernafasan plasenta berlanjut , maka janin akan megap-megap diikuti
apnu dan bradikardi. Jika janin dilahirkan di tahap awal kegagalan nafas, stimulasi taktil
mungkin sudah cukup untuk memulai pernafasan spontan dan pemulihan. Jika janin dilahirkan
pada tahap akhir kegagalan pernafasan, stimulasi tidak cukup dan bayi baru lahir memerlukan
bantuan nafan untuk pemulihan.
Persiapan Tim
Kita membentuk sebuah tim , terdiri dari minimal 3 orang
1 orang sebagi leader
1 orang sebagai asisten 1
1 orang sebagai asisten 2 pemberi obat dan dokumentasi
Persiapan Alat
4. Topi Bayi
7. Stetoskop
Setelah bayi lahir, semua bayi harus dievaluasi secara cepat untuk menentukan
apakah bayi dapat meneruskan masa transisi dengan ibu nya atau harus dipindah kepemancar
panas. Untuk penilaian selanjutnya.
Tali pusat (korda umbilikal) juga sebaiknya dijepit setelah minimal 30 detik pasca
kelahiran. Guideline Eropa bahkan menyarankan untuk menunda penjepitan tali pusat minimal
hingga 1 menit setelah bayi lahir jika memungkinkan. Hal ini dilakukan untuk mencegah
redistribusi darah secara mendadak ke paru-paru, mengurangi resiko perdarahan intraventrikular,
mencegah transfusi, serta mengurangi resiko terjadinya necrotizing enterocolitis (NEC).
Evaluasi awal yaitu periode saat lahir sampai di lakukan penjepitan tali pusat. 3
pertanyaan cepat yang harus di evaluasi secara cepat.
*Posisikan bayi lurus di garis tengah , leher sedikit tengadah. Letakan ganjal bahu
untuk mempertahankan posisi menghidu. Ini akan / bias melihat glottis dalam
garis lurus dalam garis lurus. Bilah laringoskop di masukan pipa melalui di posisi
tepat. Asisten harus mempertahankan posisi yang baik selama tindakan
berlangsung. Lalu buka mulut angkat laringoskop angkat lidah sampai terlihat
glottis. Masukan pipa melalui parit laringoskop ukur sesuai kedalaman setinggi
bibir atas bayi lalu fiksasi, stilet dikeluarkan.
Pastikan terdengar suara nafas dari aksila kanan dan kiri. Lalu berikan ventilasi
pada pipa (langkah ini harus selesai dalam 30”.
Jika ventilasi gagal dan intubasi gagal pasang sungkup larings.
2. 7 Kompresi Dada
Apakah itu kompresi dada?
Bayi yang tidak memberi respon terhadap ventilasi efektif cenderung memiliki kadar oksigen
darah sangat rendah, asidosis bermakna, dan kurangnya aliran darah di arteri coroner. Akibatnya,
fungsi otot jantung mengalami gangguan berat. Memperbaiki aliran darah arteri coroner
merupakan langkah penting untuk mengembalikan fungsi jantung.
Jantung terletak dalam rongga dada, anatar sepertiga bawah tulang dada dan tulang belakang.
Melakukan penekanan secara berirama pada tulang dada akan memberi penekanan pada jantung
dan tulang belakang, mengalirkan darah dan meningkatkan tekanan darah diastole pada aorta.
Saat tekanan tulang dada dilepaskan darah akan kembali mengisi jantung dan mengalir ke arteri
coroner (gambar 6.1) dengan menekan dada dan memberi ventilasi pada paru, anda membantu
mengembalikan aliran darah yang terroksigenasi ke otot jantung
Langkah-langkah kompresi dada:
Dilakukan bila frekuensi jantung kurang dari 60dpm setelah sekurang kurang 30” VTP
disertai pengembangan paru, ditandai dengan adanya gerakan dada saat ventilasi. Pada sebagian
besar kasus anda harus melakukan ventilasi minimal 30” melalui pipa endotrakeal atau sungkup
larings.
Kompresi dada diindikasikan pada neonatus yang memiliki denyut jantung dibawah 60
kali/menit, meskipun sudah diberikan VTP yang adekuat melalui intubasi. Terdapat dua teknik kompresi
yang dapat dilakukan, yaitu teknik 2-ibu jari dan teknik 2-jari.
Teknik 2-ibu jari menggunakan ibu jari untuk melakukan kompresi dan jari lainnya
mengelilingi dada, serta menyokong punggung. Penggunaannya lebih tidak melelahkan bagi
penolong dan merupakan metode yang direkomendasikan. Teknik 2-jari menggunakan jari 2 dan
3 untuk kompresi, sedangkan tangan lain digunakan untuk menyokong punggung.
Kompresi dilakukan pada sepertiga bawah tulang sternum dengan kedalaman sekitar
sepertiga diameter anteroposterior dada. Kompresi dilakukan dengan rasio kompresi banding
ventilasi 3:1, dengan kecepatan 90 kompresi dan 30 napas dalam 1 menit. Evaluasi denyut
jantung dilakukan setelah 60 detik dengan rekomendasi penilaian menggunakan EKG. Kompresi
dihentikan apabila denyut jantung ≥60 kali/menit.
Satu-Dua-Tiga- Pompa;
Satu-Dua-Tiga- Pompa;
Satu-Dua-Tiga- Pompa;
2.8 Obat-obat
Apa indikasi dan bagaimana cara pemberian epinefrin?
Indikasi
Epinefrin di berikan bila frekuensi jantung tetap dibawah 60dpm setelah
- Dilakukan VTP selama 30” dan paru dapat mengembang(ada gerakan dada)
- Sesudah 60 detik dilakukan kompresi dada yang terkoordinasi dengan VTP
menggunakan oksigen 100%
Pada banyak kausu , VTP selama 30” harus terlebih dulu diberikan melalui pipa
endotrakeal atau sungkup larings.
Epinefrin tidak di indikasikan sebelum dilakukan VTP efektif yang dapat
mengembangkan paru.
Kosentrasi
Epinefrin dapat di peroleh dalam 2 konsentrasi
Hanya pengenceran 1:10.000 (0,1 mg/Ml) yang dapat digunakan untuk resusitasi neonates.
Jalur
Jalur intravena (diutamakan) atau intraoseus : Epinefrin perlu cepat mencapai vena sentral.
Obat-obatan mencapai sirkulasi vena sentral dengan cepat apabila diberikan melalui jarum
intravena atau intraosesus. Pemasangan kateter perifer tidak di rekomendasikan untuk
memasukan obat-obatan emergensi ketika terjadi kolaps kardivaskular karena biasana sering
tidak berhasil dan mengakibatkan ekstravasasi eprinefrin ke jaringan,dan berpotensi
memperlambat terapi penyelamatan hidup.
Jalur Endotrakeal (kurang efektif): Beberapa klinisi memilih memberikan epinefrin melalui
jalur endotrakeal meskipun akses vascular sudah tersedia. Meskipun akan lebih cepat
memberikan epinefrin melalui jalur jalur pipa endotrakeal, beberapa penelitian menyebutkan
bahwa absorpsinya tidak dapat diandalkan dan jalur endotraleal dianggap kurang efektif.
Karena itu, jalur intravena atau intraoseus sanagt direkomendasikan.