PEREKONOMIAN INDONESIA
DISUSUN OLEH:
RANI JUWITA PRATAMA PUTRI (042953147)
UNIVERSITAS TERBUKA
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
2021.2
SOAL
TUGAS TUTORIAL KE-3
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
Skor
No Tugas Tutorial
Maksimal
1 Jelaskan jenis bantuan luar negeri dari yang disusun berdasarkan tingkat 15
paling mudah/lunak.
Sumber referensi:
Hamid, Edy Suandi. 2021. Perekonomian Indonesia. Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka. (hlm. 6.5)
2. Pengaruh utang luar negeri bagi Indonesia sebagai negara debitor yaitu sebagai berikut:
a. Pemerintah tidak mampu membiayai sepenuhnya pembangunan sektor-sektor vital seperti
pendidikan dan kesehatan, sehingga rakyat tidak mendapatkan jaminan sosial yang
memadai.
b. Terjadi peningkatan harga BBM maupun peningkatan target pajak karena kemerosota nilai
rupiah.
c. Kreditur asing yang membiayai pembangunan Indonesia dengan mudah melakukan
intervensi terhadap kebijakan ekonomi dan politik Indonesia.
d. Melalui LOI yang telah ditandatangani pemerintah Indonesia, IMF memaksakan
serangkaian kebijakan ekonomi yang sesungguhnya merugikan Indonesia seperti
privatisasi BUMN, liberalisasi perdagangan minyak bumi, dan penghapusan subsidi
kesehatan dan pendidikan.
Sumber referensi:
Hamid, Edy Suandi. 2021. Perekonomian Indonesia. Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka. (hlm. 6.7-6.9)
3. Beberapa faktor yang mendorong dan memberi peluang terjadinya praktek korupsi dalam
birokrasi antara lain:
a. kekuasaan mutlak birokrasi untuk mengalokasikan sumberdaya atau pekerjaan pada
pelaku ekonomi lainnya,
b. kekuasaan untuk melakukan perizinan,
c. rendahnya gaji pegawai negeri,
d. lemahnya pengawasan dan aturan hukum yang ada,
e. lemahnya penegakan hukum, dan sebagainya.
Oleh karena itu agenda reformasi dalam menghapus korupsi tidak cukup hanya mengejar
atau mengusut pelaku pelaku korupsi yang ada, melainkan juga membenahi faktor faktor
penyebab dan faktor yang memberi peluang terjadinya korupsi itu sendiri.
Sumber referensi:
Hamid, Edy Suandi. 2021. Perekonomian Indonesia. Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka. (hlm. 6.28)
4. Ada beberapa indikator yang sering digunakan untuk mengukur kemiskinan, yaitu indikator
kemiskinan relatif, kemiskinan absolut, kemiskinan kultural, dan kemiskinan struktural.
a. Indikator Kemiskinan Relatif
Seseorang dapat dikatakan berada dalam kelompok kemiskinan relatif jika pendapatannya
berada di bawah tingkat pendapatan di sekitarnya, atau dalam kelompok masyarakat
tersebut ia berada di lapisan paling bawah. Jadi, walau pendapatannya bisa mencukupi
untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, namun karena dibandingkan dengan pendapatan
rata-rata masyarakat pendapatannya relatif rendah, maka ia tetap masuk kategori miskin.
Indikator kemiskinan relatif ini digunakan di AS.
b. Indikator Kemiskinan Absolut
Kemiskinan absolut dilihat dari kemampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan
minimal untuk kebutuhan pokok (sandang, pangan, pemukiman, pendidikan dan
kesehatan). Jika pendapatan seseorang berada di bawah pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan minimal tersebut, maka secara absolut ia hidup di bawah garis kemiskinan.
Indikator absolut ini digunakan oleh Indonesia.
c. Indikator Kemiskinan Kultural
Kemiskinan kultural dikaitkan dengan budaya masyarakat yang “menerima” kemiskinan
yang terjadi pada dirinya, bahkan tidak merespon usaha-usaha pihak lain yang
membantunya untuk ke luar dari kemiskinan tersebut. Kemiskinan struktural adalah
kemiskinan yang disebabkan struktur dan sistem ekonomi yang timpang dan tidak
berpihak pada si miskin, sehingga memunculkan masalah-masalah struktural ekonomi
yang makin meminggirkan peranan orang miskin.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengukur batas atau garis kemiskinan (poverty line) di tanah
air dengan pendekatan konsumsi. Pendekatan yang digunakan oleh BPS tersebut sejalan
dengan pendekatan yang dirumuskan oleh Bank Dunia. Garis kemiskinan tersebut dilihat
dari kemampuan membeli bahan makanan ekuivalen dengan 2100 kalori per kapita per
hari, dan biaya untuk memperoleh kebutuhan minimal akan barang/jasa pakaian,
perumahan, kesehatan, transportasi, dan pendidikan. Dilihat dari nilai rupiahnya garis
kemiskinan ini berubah dari waktu ke waktu. Pada tahun 1990 batas kemiskinan di
perkotaan per kapita per bulan adalah Rp20.614,00 dan Rp13.925,00 di pedesaan. Tahun
1999 angka ini sudah meningkat menjadi Rp93.896.00 untuk perkotaan dan Rp73.898,00
untuk pedesaan. Angka tersebut pada Maret 2013 menjadi Rp271.626 per kapita per
bulan.
Indikator kemiskinan yang lain diungkapkan oleh VV. Bhanoji Rao yang menghitung
garis kemiskinan dengan memperhitungkan kebutuhan kalori per hari minimum yang
diperlukan oleh seseorang untuk hidup layak sebagai dasar, kemudian ditambah lagi
dengan keperluan untuk kebutuhan dasar yang sifatnya sosial, misalnya untuk
pemeliharaan kesehatan, sekolah dan sebagainya. Tingkat kebutuhan energi di Indonesia,
sesuai yang ditetapkan oleh Food Agricultural Organization (FAO) untuk anak-anak dan
orang dewasa adalah 2.150 kalori per orang per hari. Kebutuhan beras dan ikan digunakan
sebagai perhitungan dasar dengan alasan beras tersebar di Indonesia, relatif baik dalam
pemenuhan protein, dan harganya relatif murah. Seseorang harus mengkonsumsi beras
17,6 kalori per bulan. Karena konsumsi kalori dari beras diperhitungkan sebesar 90 persen
sedangkan sisanya dari sumber pangan yang lain maka kebutuhan beras per bulan per
orang adalah 16 kg (Hudiyanto, 2001).
Indikator kemiskinan yang lain diungkapkan oleh Profesor Sayoga. Garis kemiskinan
yang beliau tetapkan dengan membedakan daerah perkotaan dan pedesaan. Garis
kemiskinan untuk pedesaan ditetapkan setara dengan 240 kg beras per kapita per tahun.
Sedangkan untuk daerah perkotaan setara dengan 360 kg beras per kapita per tahun. Garis
kemiskinan ini ia tetapkan setelah melakukan survei ke seluruh Indonesia pada tahun
1973 (Hudiyanto, 2001).
Sumber referensi:
Hamid, Edy Suandi. 2021. Perekonomian Indonesia. Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka. (hlm. 7.3-7.5)
5. Prioritas jangka pendek pembangunan nasional di bidang ekonomi saat ini ditekankan pada
program percepatan pemulihan ekonomi disertai dengan pemberdayaan masyarakat, serta
program-program untuk mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran yang meningkat
selama krisis. Prioritas jangka menengah pembangunan ekonomi ditekankan pada program-
program untuk meletakkan landasan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Sejalan
dengan itu, kebijaksanaan pembangunan nasional terangkai dalam tiga arah kebijaksanaan
yang saling mendukung. Pertama, kebijaksanaan yang secara tidak langsung mengarah pada
sasaran tetapi memberikan dasar tercapainya suasana yang mendukung kegiatan sosial
ekonomi. Kedua, kebijaksanaan yang secara langsung mengarah pada peningkatan kegiatan
ekonomi kelompok sasaran. Ketiga, kebijaksanaan khusus yang mencakup upayaupaya
khusus pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan yang langsung
menjangkau masyarakat miskin (Sumodiningrat, 2001: 6).
Sumber referensi:
Hamid, Edy Suandi. 2021. Perekonomian Indonesia. Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka. (hlm. 7.11)
6. Pemerintah mengeluarkan program Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk mengatasi masalah
kemiskinan akibat krisis moneter. JPS adalah program jangka pendek untuk membantu
mereka yang hampir tenggelam karena krisis. Program JPS dibagi dalam 4 kelompok
program, yaitu Program JPS departemen teknis, Program JPS prioritas, Program JPS
sektorsektor pembangunan, dan Program JPS monitoring.
Pengalokasian dana program JPS menggunakan tiga jalur seperti yang sudah biasa ditempuh
program terdahulu yakni:
1) kebijakan pembangunan sektoral,
2) kebijakan pembangunan regional;
3) kebijakan khusus.
Sumber referensi:
Hamid, Edy Suandi. 2021. Perekonomian Indonesia. Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka. (hlm. 7.14)