Anda di halaman 1dari 8
ALQQLA BABY TES OON TUGAS FILSAFAT HUKUM Filsafat hukum dapat berfungsi secara baik apabila ia menjalankan tugasnya dengan baik. Tugas filsafat hukam adalah memformulasi cita-cita politik dalam konsep keadilan dan ketertiban hukum. Sebagaimana tujuan dan fungsi filsafat hukum yang selalu berorientasi pada paradigma yang dianut, maka tugas hukumpun juga tidak terlepas dari paradigma hukum yang dianut. Filsafat hukum dapat berfungsi secara baik apabila ia senjalankan tugasnya dengan baik pula. Apa tugas filsafat hukum cca? Tugas filsafat hukum ‘adalah memformulasi cita-cita politik dalam konsep keadilan dan ketertiban hukum. Radbruch mengata- vex: “Alle grossen politischen Wandlungen waren von der Rechtsphiloso- w=. am Ende die Revolution.” (All reat political changes were prepared accompanied by legal philosophy. In the begining there was legal -Josophy; at the end, there was revolution.” = segala perubahan sesar dalam bidang politik selalu didahului oleh filsafat hukum. Pada awalnya ada filsafat hukum, pada akhirnya ada revolusi).' ws Sutiksno, 1978, loc.cit, hal. 28 - 30. tcafat Hukum: Mencari, Menemukan, dan Memahami ony | 35 Dipindai dengan CamScanner Dominikus Rato Oleh karena itu, sebuah revolusi selalu berawal dari kelahiran sebuah aliran dalam filsafat hukum. Tugas hukum tidak terlepas dari paradigma hukum yang dianut. Misalnya hukum alam mempunyai tugas menciptakan keadilan dan kesejahteraan, tugas hukum positif adalah mencipta- kan kepastian hukum, dan dengan demikian keadilan, kesejahtera- an, dan ketertiban sosial dapat terjamin. Tugas hukum menurut aliran sosiologal jurisprudens adalah untuk memberikan kesejahtera- an yang benar-benar nyata bukan sekedar proses formal belaka. Jika penekanan hanya pada formalisme hukum, maka paradigma yang dianut adalah formalisme hukum. Formalisme hukum sering ditemukan sebagai bagian dari paradigma positivisme. 1) Tugas “Legal Idealism”? 1. Cita-cita hukum: cita-cita hukum yang berlaku umum (ilmu hukum umum) adalah cita-cita hukum formal yang pro- sedural. Menentukan cita-cita hukum yang kemudian mem- formulasikannya ke dalam bentuk pranata-pranata hukum, sbb: a) Memformulasi prinsip-prinsip hukum: - Hak-hak azasi manusia yang tidak dapat diganggu gugat; - Supremasi hukum yang harus diwujudkan; ~ Menentukan atribut hukum: hak - kewajiban, tugas ~ wewenang, perintah — larangan; - Lembaga yang berwenang untuk membuat, menerapkan, dan mengadili. b) Diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk yang lebih konkrit dan teknis. - pemisahan kekuasaan/kewenangan; - kebebasan membuat kontrak; - sosialisasi peraturan; 2 Sutiksno, 1978, loc.cit. 36 Filsafat Hukum: Mencafi, Menemukan, dan MemahamiHulum Dipindai dengan CamScanner Bab V: Tugas Filsafat Hukum - lembaga-lembaga pengasawan. 2. Memberi dasar kepada negara untuk bertindak jika ada pelanggaran/kelalaian. 3. Memberi pedoman kepada para birokrat untuk bekerja. Tl) Fungsionalisasi Hukum dan Pendekatan Fungsional terhadap Hukum: Idealisme hukum positif perlu dilakukan secara sistemik karena hukum adalah suatu sistem. Sebagai sebuah sistem, cara kerjanya adalah fungsional antara subsistem yang satu dengan subsistem yang lain. Contoh: Teori The Separation of Power dari Montesquieu yang lebih dikenal sebagai Trias Politika. Antara kekuasaan Eksekutif, Legilatif, dan Yudikatif harus benar-benar dilakukan dan cara kerja mereka pun harus saling berkaitan satu sama lain. Jika tidak, maka sistem yang dibangun akan disfungsional, yang oleh Karl Marx disebut diskrepansi (perkaitan) hukum. Atau contoh Teori Sistem Hukum dari Lawrence M. Friedmann, yang terdiri dari struktur, substansi, dan kultur hu- kum. Jika antar subsistem itu tidak sejalan, maka hasil akhir- nya adalah konflik. Berikut pertautan antar unsur dalam dari hukum yang oleh Marx disebut diskrepansi dari hukum. 1. Diskrepansi (perkaitan) antara bentuk hukum dan. kenyataan sosial — ekonomi: a) dikemukakan oleh Marx bahwa ada perbedaan, pertenta- ngan atau benturan antara bentuk hukum dan kenyataan sosial — ekonomi. Misalnya, di dalam ideologi hukum positif ditekankan adanya kebebasan individu dan tidak dapat diganggu gugatnya hak milik perorangan, sebalik- nya di pihak yang lain adanya penyalahgunaan dua hal tersebut untuk mengeksploitasi secara sistematis terhadap kelas tertentu (kaum proletar/buruh) oleh kelas tertentu yang lain (kaum borjuasi/pengusaha) dalam masyarakat. Gerakan Realis (Kaum Empirikisme) dengan mengguna- kan alat bantu dari ilmu sosial untuk melengkapi ideologi hukum positif. Seperti statistic, krimi-nologi, psikhologi b) 37 Fsafat Hukum: Mencari, Menemutan, dan Memahami Hukum Dipindai dengan CamScanner BABIV EN TUJUAN DAN KEGUNAAN MEMPELAJARI FILSAFAT HUKUM Setiap ilmu pengetahuan tentu mempunyai tujuan yang hendak dicapai melalui ilmu tersebut. Demikian pula filsafat hukum, juga mempunyai tujuan. Tujuan filsafat hukum berbeda dengan tujuan hukum. Tujuan filsafat hukum adalah untuk menemukan hakekat.hukum, tentang dasar mengikat dari hukum. Namun tujuan filsafac hukum sebagaimana kegunaannya juga bergantung pada paradigma yang dianutnya. Selain memiliki tujuan yang ‘hendak dicapai tentu imu ini juga memiliki kegunaannya setelah tujuan ilmu itu tercapai. Kegunaan filsafat hukum ternyata sejalan dengan tujuan hukum yaitu menemukan guna hukum secara substantif yaitu kesejahteraan sosial. A. Tujuan Mempelajari Filsafat Hukum Satjipto Rahardjo, seorang guru besar ilmu hukum Undip, mengatakan bahwa filsafat hukum:mempelajari pertanyaan- pertanyaan mendasar dari hukum, tentang hakekat hukum, dan tentang dasar bagi kekuatan mengikat (dan memaksa) dari hukum. Atas dasar yang demikian itu, filsafat hukum membahas dan safat Hukum: Mencari, Menemukan, dan Memahami Hukum 23 T Dipindai dengan CamScanner Dominikus Rato mengkaji serta mengkritisi bahan-bahan hukum, seperti undang- undang, putusan hakim, perjanjian/perikatan, kebiasaan/adat- istiadat dan hukum adapt. Tetapi, masing-masing orang sebagai penganut sebuah aliran mengambil posisi dan sudut pandang yang sering kali berbeda sama sekali.! Kita telah membahas secara sepintas lalu beberapa aliran atau madhzab dalam filsafat hukum {akan dibahas lebih dalam lagi pada bagian terakhir buku ini). Namun masing-masing aliran itu membicarakan dirinya masing- masing atau menyebarkan ajarannya masing-masing tanpa memper~ hatikan keseluruhan. Filsafat hukum membahas hal-hal mengenai hhukum secara integrated dan holistic, karena filsafat hukum berbicara tentang hati nurani (geweten), soal keyakinan terhadap hukum, seperti yang dikatakan Gustav von Radbruch ‘ultimate values must be believed, ‘they cannot be proved.” Dengan demikian tujuan mempelajari filsafat hukum adalah untuk mempelajari bagaimana filsafat digunakan untuk menemukan hukum secara hakiki. Untuk pedoman. Siapapun dapat membuat pedomannya masing-masing. Gustav Radbruch membagi 3 (tiga) bidang kajian yang menjadi tujuan filsafat hukum untuk mencari, menemukan, dan menganalisisnya, yaitu aspek keadilan yaitu menyangkut keselasa- ran, keseimbangan, dan keserasian antara hak dan kewajiban subjek hukum; aspek tujuan keadilan atau finalitas yaitu menentukan isi hhukumn agar sejalan dengan tujuan yang hendak dicapai dengan hukum sebagai jnstrumentalnya; dan aspek kepastian hukum atau legalitas yaitu menjamin bahwa hukum mampu memberikan dan menetapkan hak atas sesuatu dari seseorang sebagai subjek hukum. Dengan demikian, tujuan mempelajari filsafat hukum, secara umum menemukan hakekat hukum, tetapi ‘ada tujuan filsafat hukum yang lebih spesifik, yaitu: 1. melakukan kajian hukum substantive secara holistic, menyeluruh, dengan demikian dapat ditemukan hukum yang seharusnya _—_—_——————— 1 Zainuddin Ali, H., 2006, Filsafat Hukum, Jakarta: Sinar Grafika. 30 fisafat Hukum: Mencar, Menemnukan, dan Memahar Hula Dipindai dengan CamScanner : Bab IV: Tujuan dan Kegunaan Mempelajari Filsafat Hukum sesuai dengan harapan masyarakat, walaupun disana tidak mungkin ditemukan kesepahaman, sebab setiap pemikir hukum tentu memiliki pemahamannya sendiri, pemikiran yang subyektif yang diselaraskan dengan paradigma yang dianutnya. Untuk menemukan hukum yang demikian, kita melakukan pertanyaan: apa hukum itu? — melakukan kajian hukum secara metodelogis, metode pen- dekatan untuk melakukan pengembangan terhadap hukum substantive; walaupun disini tidak mungkin ditemukan satu metode untuk semua pendekatan hukum, sebab masing-masing pendekatan secara paradigmatic tentu memiliki metode berpikirnya masing-masing. Untuk menemukan metode hukum yang tepat, kita mengajukan pertanyaan: bagaimana cara yang digunakan untuk menemukan hukum substantive itu? melakukan kajian terhadap hukum secara aplikatif yaitu melakukan evaluasi terhadap hukum yang sedang berlaku disini saat ini, hukum positif. untuk menemukan hal yang dicari dalam konteks yang demikian, pertanyaan yang diajukan: untuk apa hukum ini dibuat? Apakah hukum positif itu telah sesuai dengan tujuan yang telah diletakkan oleh hukum itu sendiri? Dan, apakah hukum positif telah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai oleh masyarakat pendukungnya? 4. untuk menemukan hukum yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pertanyaan yang diajukan ialah: mengapa hukum ini yang diberlakukan, bukan hukum yang lain? Apakah hukum ini benar-benar sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakat? ;. Untuk menemukan hukum sebagai pedoman yang tepat bagi para pelaksana hukum, para birokrat, para penegak hukum, para yurist, dan sebagainya. Pertanyaan yang selalu diajukan: bagai- mana hukum yang baik dan fungsional itu digunakan untuk kepentingan masyarakat? Hukum itu alat ataukah tujuan? Apa tugas hukum itu sebenar-benarnya? xv bad w Tujuan mempelajari filsafat hukum tentu berbeda dengan cujuan hukum, Tujuan hukum selalu sejalan dengan paradigma ‘saat Hukum: Menca, Menemulan, dan Memaham Hokum a 31 Dipindai dengan CamScanner Dominikus Rato yang dianut oleh seseorang. Misalnya bagi kaum Positivisme tujuan. hukum' adalah untuk menegakan ‘kepastian hukum,’ kaum Naturalis ingin memperjuangkan keadilan, dan Kaur Historis ingin agar dengan hukum kesejahteraan masyarakat dapat dicapai. Selain mereka di atas, Kaum Sociological Jurisprudence menghendaki bahwa dengan hukum ketertiban, ketenteraman, dan keadilan sosial dapat dicapai, sedangkan Kaum Fungsionalis menghendaki agar hukum benar-benar berguna bagi masyarakat. B. Kegunaan Mempelajari Filsafat Hukum Setiap bidang ilmu memiliki tujuan dan kegunaannya masing-masing atau dalam filsafat ilmu disebut aksiologi ilmu yaitu manfaat bagi kesejahteraan umat manusia. Secara paradigmatic, aliran sociological jurisprudence dan realisme hukum sebagaimana penulis buku ini mempercayainya adalah untuk kesejahteraan umat manusia. Namun demikian, tidak hanya untuk aliran ini saja buku ini diperuntukkan, melainkan untuk semua pembaca dan pemerhati hukum. Setelah kita membahas tujuan mempelajari filsafat hukum, maka berikutnya dicoba dilakukan untuk mengkaji dan membahas kegunaan mempelajari filsafat hukum. Yang perlu ditekankan pertama-tama adalah bahwa hukum adalah alat bukan tujuan. Oleh karena sebagai alat, maka tidak selamanya hukum itu dipertahan- kan; artinya sebagai alat, maka hukum itu selalu dicari formulasinya yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Oleh karena kebutuhan masyarakat itu terus berubah dan berkembang sesuai dengan perubahan dan perkembangan masyarakatnya, maka hukum yang benar, adil, dan bermanfaat tentunya mengikuti perkembangan masyarakatnya itu, sebab “bukan masyarakat untuk hukum tetap hukum untuk masyarakat.” Pengertian keadilan pun berbeda sat sama lain sebagaimana akan kita lihat pada subbab lain buku ini Filsafat hukum berfungsi untuk mencari dan menemukat hakekat hukum. Untuk menemukan hakekat hukum, sebagaiman dikatakan sebelumnya, pertanyaan-pertanyaan fundamental diajt 32 | Filsafat Hukum: Mencari, Menemulan, dan Mematami Mul: Dipindai dengan CamScanner Bab IV: Tujuan dan Kegunaan Mempelajari Filsafat Hukum kan. Setelah menjawab Pertanyaan-pertanyaan itu, maka hakekat hukum dapat ditemukan. Akan tetapi, perlu diingat bahwa pemi- Kiran tentang hukum sangat subjektif, sebab hukum bukanlah ilmu Ssik yang dapat ditangkap oleh pancaindera. Hukum adalah ilmu ide atau ilmu gagasan yang oleh karenanya hanya ada di dalam Senak seseorang, in the human mind? Oleh karena itu, tingkat subjek- ‘Svitasnya sangat tinggi. Namun tidak berarti tidak ada pertalian antara para pemikir hukum. Perbedaan pandangan sering terjadi, *arena perbedaan paradigma atau perbedaan ideology, sudur pendang, atau nilai yang dianut. Guna filsafat hukum adalah untuk memahami masing-masing aliran, madzhab, atau paradigma yeng derada di balik benak manusia pemikir hukum itu. Dengan memahami perbedaan yang dianut, maka akan ditemukan kekayaan ari masing-masing para pemikir itu, dan dengan demikian hakelear bukum dapat pula ditemukan. Dari sekian paradigma hukum itu, <2pat dipilih, digabungkan, disari dan diracik menjadi sesuatu yang has, hukum yang khas, hukum positif yang sosiologis, cultural, dan filosofis. Jika demikian, bagaimanakah agar tujuan filsafat hukum Su tercapai? Jawaban pertanyaan ini melahirkan ilmu baru dalam Alsafat yaitu epistemologi. Tulisan ini tidak menjawab pertanyaan ‘ni, sebab ada banyak metode yang dapat digunakan dalam filsafat Sukum. Sekali lagi bahwa untuk menuju kesana, seseorang perlu memiliki paradigma berpikir. Misalnya, Kaum CLSM (Critical Legal Studies Movement) menggunakan metode ‘dekonstruksi’ atau mem- Songkar pemikiran para penganut aliran kemapanan seperti Positivisme. Kaum Positivisme menggunakan metode berpikir sormatif yang deduktif, atau Kaum Historian yang menggunakan metode berpikir kualitatif yang simbolik misalnya dan sebagainya, atau Kaum Fungsionalisme yang menggunakan metode berpikir holistik. Apakah metode ini telah menjadi paten untuk para penganut aliran itu? Jawabannya adalah tidak, sebab metode berpikir ‘su adalah alat yang dapat digunakan untuk menjelaskan, mema- ee, . © Dominikus Rato, 2009, Dunia Hukum Orang Osing. Jogyakarta: Laksbang Mediatama. -eter Hukum: Mencari, Menemukan, dan Memahami Hukum 33 | Dipindai dengan CamScanner

Anda mungkin juga menyukai