Konversi Bahan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 41

Kegiatan Pembelajaran 1.

Mengelola Teknik-teknik Konversi


Bahan

A. Tujuan
Setelah mengikuti pembelajaran ini, Anda dapat mengelola teknik-teknik merubah /
konversi bahan

B. Indikator Pencapaian Kompetensi


1. Menetapkan teknik konversi bahan (pengecilan ukuran, pencampuran, emulsifikasi,
ekstraksi)
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi teknik konversi bahan (pengecilan
ukuran, pencampuran, emulsifikasi, ekstraksi)
3. Menetapkan sarana dan prasarana teknik konversi bahan (pengecilan ukuran,
pencampuran, emulsifikasi, ekstraksi)
4. Menentukan teknik konversi bahan (pengecilan ukuran, pencampuran, emulsifikasi,
ekstraksi)

C. Uraian Materi

1. Menetapkan teknik-teknik konversi bahan (pengecilan ukuran,


pencampuran, emulsifikasi, ekstraksi)

a. Teknik Pengecilan Ukuran

Pengecilan ukuran dapat didefinisikan sebagai penghancuran dan pemotongan


mengurangi ukuran bahan padat dengan kerja mekanismen jadi partikel-partikel
yang lebih kecil tanpa mengubah sifat-sifat kimia dari bahan.

Pengecilan ukuran merupakan unit operasi yang diterapkan pada bahan padat
untuk mengurangi ukurannya dengan menerapkan proses penggilingan,
pemotongan, penekanan atau pemukulan; untuk bahan cair mengurangi ukuran
globula cairan emulsi pengecilan ukuran lebih sering disebut sebagai
homogenisasi. Pengecilan ukuran baik padat maupun cair merupakan proses

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 1


awal dalam suatu kegiatan pengolahan pangan. Ada beberapa jenis pengecilan
ukuran tergantung dari tujuan pengolahannya
Tujuan pengecilan ukuran yaitu:
1) Mempermudah ekstraksi unsur tertentu dan struktur komposisi
2) Penyesuaian dengan kebutuhan spesifikasi produk atau mendapatkan
bentuk tertentu
3) Untuk menambah luas permukaan padatan
4) Mempermudah pencampuran bahan secara merata

Operasi pengecilan ukuran dibagi menjadi 2 kategori, yaitu pengecilanukuran


untuk bahan padat dan pengecilan ukuran untuk bahan cair. Pengecilan ukuran
untuk bahan padat dapat dilakukan dengan pemotongan (cutting),
penghancuran/ penggilasan (crushing), pencacahan/pencincangan (chopping),
pengikisan/penyosohan (grinding), penggilingan (milling), pengkubusan (dicing),
pengirisan (slicing). Sedangkan pada bahan cair dilakukan dengan cara
emulsifikasi (emulsification) dan atomosasi (atomizing).

Beberapa cara untuk memperkecil ukuran zat padat dapat dilakukan dengan
menggunakan berbagai prinsip, yaitu:
1) Kompresi (tekanan)
Prinsip kerja dari kompresi adalah dengan tekanan yang kuat terhadap
bahan padat, Biasannya, penghancuran ini untuk menghancurkan bahan
padat yang keras. Alat dari kompresi ini dinamankan chrushing rolls.
Proses ini dilakukan dengan memberikan gaya tekan yang besar sambil
dilakukan penggesekan pada suatu permukan padat, sehingga bahan
terpecah dengan bentuk yang tidak tertentu. Umumnya, permukaan alat
dibuat dengan kekerasan tertentu, sehingga dapat membentuk pencabikan
bahan.
2) Pukulan (Impact)

Pemukulan adalah operasi pengecilan ukuran dengan memanfaatkan gaya


impact, yaitu pemberian gaya yang besar dalam waktu yang singkat.
Prinsip kerja dari impact adalah dengan memukul bahan kering dan tidak
berserat. Alat yang biasa digunakan yaitu hammer mill. Alat ini untuk

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 2


menghasilkan bahan dengan ukuran kasar, sedang, dan halus. Bahan
yang berserat atau kenyal tidak dapat dikecilkan ukurannya dengan cara
pemukulan, karena gaya impact tidak dapat menyebabkan pecahnya
bahan menjadi bagian yang lebih kecil. Demikian pula bahan yang besar,
tidak dapat dikecilkan ukuranya dengan cara pemukulan karena akan
merusak bentuk asal. Jika pemukulan dilakukan dengan penahan, maka
dikatakan terjadi peristiwa atau proses penggerusan atau penumbukan.
Sebaliknya, jika tanpa penahan dikatakan proses pemukulan saja.
Pemukulan cocok dilakukan pada bahan yang keras tetapi rapuh dalam
kondisi kering. Sedangkan untuk bahan yang rapuh dan sedikit berserat
seperti biji-bijian dilakukan dengan cara penggerusan. Selain itu,
penggerusan dapat dilakukan pada bahan kering ataupun basah.
Umumnya, pada bahan yang basah dilakukan dengan penambahan air
sebagai media pendingin alat penggerus.

3) Gesekan (Attrition)
Gesekan (Attrition) menghasilkan zat yang sangat halus dari bahan yang
lunak dan tidak abrasif.

4) Pemotongan (Cutting)

Merupakan cara pengecilan ukuran dengan menghantamkan ujung suatu


benda tajam pada bahan yang dipotong. Struktur permukaan yang
terbentuk oleh proses pemotongan relatif halus, pemotongan lebih cocok
dilakukan untuk sayuran dan bahan lain yang berserat. Perajangan
biasanya hanya dilakukan pada bahan yang ukurannya agak besar dan
tidak lunak seperti akar, rimpang, batang, buah dan lain-lain. Ukuran
perajangan tergantung dari bahan yang digunakan dan berpengaruh
terhadap kualitas simplisia yang dihasilkan. Perajangan bahan dapat
dilakukan secara manual dengan pisau yang tajam dan terbuat dari
stainlees ataupun dengan mesin pemotong/ perajang. Bentuk irisan split
atau slice tergantung tujuan pemakaian. Untuk tujuan mendapatkan
minyak atsiri yang tinggi, bentuk irisan sebaiknya adalah membujur (split)
dan jika ingin bahan lebih cepat kering bentuk irisan sebaiknya melintang

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 3


(slice). Perajangan terlalu tipis dapat mengurangi zat aktif yang terkandung
dalam bahan. Sedangkan jika terlalu tebal, maka pengurangan kadar air
dalam bahan agak sulit dan memerlukan waktu yang lama dalam
penjemuran dan kemungkinan besar bahan mudah ditumbuhi oleh jamur.

Dalam dunia industri, dikenal dua macam pengecilan. Pengecilan ini pada
prinsipnya yaitu diklasifikasikan berdasarkan pada produk akhir yang dihasilkan
yang dibagi menjadi dua yaitu pengecilan ekstrim dan pengecilan yang relatif
masih berukuran besar. Pengecilan ekstrim maksudnya yaitu pengecilan yang
menghasilkan produk dengan ukuran yang jauh lebih kecil daripada sebelum
dikecilkan. Sedangkan pengecilan yang kedua yaitu pengecilan dimana produk
yang dihasilkan masih berdimensi besar atau nisbah produk akhir dengan
awalnya tidak terlalu signifikan. Contoh pengecilan ekstrim adalah pengecilan
ukuran dengan mesin penggiling dimana hasil produk gilingan adalah bahan
dengan ukuran yang relatif sangan kecil, misalnya tepung. Sedangkan contoh
opererasi yang kedua yaitu pemotongan dimana operasi ini menghasilkan
bahan dengan ukuran yang relatif masih besar

b. Teknik Pencampuran (Mixing)

Pencampuran adalah penyebaran/penggabungan satu partikel ke partikel yang


lain dengan tujuan untuk mendapatkan penyebaran partikel-partikel yang
merata antara partikel satu dengan lainnya. Proses pencampuran ini umum
dijumpai hampir semua unit pengolahan hasil-hasil pertanian.

Dalam pengolahan hasil pertanian campuran adalah suatu kombinasi dari


beberapa bahan dasar dan bahan tambahan yang menyebar secara acak dan
merata. Campuran yang rata dinamakan campuran homogen. Pencampuran
dimaksudkan untuk mebuat suatu bentuk yang utuh (berupa campuran) dari
beberapa bahan.

Pencampuran dapat digolongkan menjadi 3 macam berdasarkan sifat fisik


bahannya yaitu pencampuran kering, basah dan semi basah. Pencampuran
bahan pangan kering umumnya terjadi pada bahan pangan yang berbentuk
tepung-tepungan (powder) atau granula. Proses pencampuran pada bahan

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 4


pangan kering bertujuan untuk membuat suatu bentuk yang seragam dari
beberapa bahan pangan kering. Pada pencampuran basah dan semi basah,
bahan yang dicampur bisa berbentuk cair dengan padat, cair dengan cair,
bahkan cair dengan gas.Beberapa cara mencampur basah / semi basah yang
banyak dilakukan di industri pangan adalah (1) Pengadukan, (2) Pendispersian,
(3) Pengemulsian, dan (4) Pengadonan. Contoh beberapa operasi
pencampuran dapat dilihat pada tabel 1.

Proses pencampuran banyak dilakukan pada industri pangan, salah satu contoh
dalam industri pembuatan roti proses pencampuran terjadi dalam bentuk kering
yaitu tepung terigu, gula dan susu bubuk dan pencampuran semi basah yaitu
pencampuran antara bahan kering dengan air atau telur dan sebagainya.

Prinsip pencampuran didasarkan pada peningkatan pengacakan dan


penyebaran dua atau lebih komponen yang mempunyai sifat berbeda. Derajat
pencampuran dapat dicirikan dari waktu yang dibutuhkan; keadaan produk atau
bahkan jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk melakukan pencampuran.
Keseragaman pencampuran dapat diukur dari sampel yang diambil selama
pencampuran. Jika komponen yang dicampur telah terdistribusi secara acak
maka dapat dikatakan proses pencampuran telah berlangsung baik.

Tabel 1. Beberapa contoh operasi pencampuran

Klasifikasi Proses yang Contoh


Pencampuran Digunakan

Bahan terlarut Pengadukan - melarutkan gula, sirup


- menambahkan asam pada susu
- mencampur susu dengan kultur
starter pada pembuatan keju
- pengadukan di dalam tangki
dengan heat exchanger (puree
buah dan sayuran, es krim,
anggur)
- flavoring pada soft drink

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 5


Padatan di Pendispersian - Mencampur kristal gula dalam
dalam larutan susu kental manis
- Mendispersikan tepung ke dalam
cairan (tepung susu dan coklat)

Pasta Pemotongan / - Pengadukan untuk pembuatan


Pengadonan roti, adonan cake
- Persiapan komponen soup (soup
kering)

c. Teknik Emulsifikasi
1) Pengertian Emulsi
Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri dari dua fase cairan yang tidak saling
melarut (senyawa polar dengan non-polar), di mana salah satu cairan tercampur
dalam bentuk globula-globula di dalam cairan lainnya. Cairan yang terpecah
menjadi globula-globula dinamakan fase teremulsi, sedangkan cairan yang
mengelilingi globula-globula dinamakan fase kontinyu atau medium pendispersi.

Emulsi merupakan salah satu jenis koloid, yaitu sistem yang terdiri atas dua
fase, yaitu fase terdispersi dan fase pendispersi (medium dispersi). Sistem
koloid dapat dikelompokkan berdasarkan jenis fase terdispersi dan fase
pendispersinya. Koloid yang mengandung fase terdispersi padat disebut sol.
Ada tiga jenis sol yaitu sol padat (padat dalam padat), sol cair (padat dalam
cair), dan sol gas (padat dalam gas).

Istilah sol biasa digunakan untuk menyatakan sol cair, sedangkan sol gas lebih
dikenal sebagai aerosol (aerosol padat). Koloid yang mengandung fase
terdispersi cair disebut emulsi. Emulsi juga ada tiga jenis, yaitu emulsi padat
(cair dalam padat), emulsi cair (cair dalam cair), dan emulsi gas (cair dalam
gas). Istilah emulsi biasa digunakan untuk menyatakan emulsi cair, sedangkan
emulsi gas juga dikenal dengan nama aerosol (aerosol cair). Koloid yang
mengandung fase terdispersi gas disebut buih. Ada beberapa jenis koloid
seperti pada tabel 2.

Tabel 2. Jenis-jenis koloid

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 6


Fase Fase
No Nama Contoh
Terdispersi Pendispersi
1. padat Gas Aerosol Asap, debu
diudara
2. Padat cair Sol Sol emas, sol
blerang, tinta,
cat
3. Padat Padat Sol padat Gelas
berwarna, intan
hitam
4. Cair Gas Aerosol Kabut
5. Cair Cair Emulsi Susu, santan,
minyak ikan
6. Cair Padat Emulsi Jeli mutiara,
padat opal
7. gas Cair Buih Buih sabun,
krim kocok
8. gas Padat Buih padat Karet busa,
batu apung

Berdasarkan tabel di atas koloid terbagi menjadi beberapa nama tergantung


dari fase terdispersinya dan fase pendispersinya. Begitu juga masing-masing
emulsi dengan medium pendispersi yang berbeda juga mempunyai nama yang
berbeda, yaitu sebagai berikut:

a) Emulsi gas (aerosol cair )


Emulsi gas merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya berupa fase
cair dan medium pendispersinnya berupa gas. Salah satu contohnya
hairspray, dimana dapat membentuk emulsi gas yang diinginkan karena
adannya bantuan bahan pendorong atau propelan aerosol

b) Emulsi cair
Emulsi cair merupakan emulsi dengan fase terdispersinya maupun
pendispersinnya berupa fase cairan yang tidak saling melarutkan karena
kedua fase bersifat polar dan non polar. Emulsi ini dapat digolongkan
menjadi 2 jenis yaitu emulsi minyak didalam air contoh susu dan air dalam
minyak/lemak contoh margarine.

Ada 3 tipe emulsi cair seperti terlihat pada gambar 1 yaitu :

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 7


(1) emulsi minyak dalam air dimana minyak disebarkan kedalam air,
contoh: ice cream (Oil/Water).
(2) emulsi air dalam minyak, dimana air didistribusikan merata kedalam
minyak contoh margarine dan keju (Water/Oil).
(3) salah satu dari kedua emulsi ditambahkan bahan lainnya, contoh :
bubuk coklat sulit larut dalam air, dengan perlakuan khusus coklat cair
(bubuk coklat dalam minyak minyak coklat) dilarutkan kedalam air
sehingga terbentuk emulsi. Dalam hal ini ada tipe Water/Oil/Water atau
Oil/Water/Oil.

Gambar 1. Tipe-tipe emulsi

c) Emulsi padat
Emulsi padat merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya cair dengan
fase pendispersinnya berupa fase padat. Contoh : Gel yang dibedakan
menjadi gel elastik dan gel non-elastik dimana gel elastic ikatan partikelnya
tidak kuat sedangkan non-elastik ikatan antar partikelnya membentuk
ikatan kovalen yang kuat. Gel elastik dapat dibuat dengan mendinginkan
sol iofil yang pekat contoh gel ini adalah gelatin dan sabun. Sedangkan gel

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 8


non-elastis dapat dibuat secara kimia sebagai contoh gel silica yang
terbentuk karena penambahan HCl pekat dalam larutan natrium silikat
sehingga molekul-molekul asam silikat yang terbentuk akan terpolimerisasi
dan membentuk gel.

2) Teori Terjadinya Emulsi

Untuk mengetahui proses terbentuknya emulsi dikenal 4 macam teori, yang


melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandang yang berbeda-beda. Teori
tersebut ialah :

a) Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension)

Molekul memiliki daya tarik menarik antara molekul yang sejenis yang
disebut dengan daya kohesi. Selain itu molekul juga memiliki daya tarik
menarik antara molekul yang tidak sejenis yang disebut dengan daya
adhesi.

Daya kohesi suatu zat selalu sama, sehingga pada permukaan suatu zat
cair akan terjadi perbedaan tegangan karena tidak adanya keseimbangan
daya kohesi. Tegangan yang terjadi pada permukaan tersebut dinamakan
tegangan permukaan.

Dengan cara yang sama dapat dijelaskan terjadinya perbedaan tegangan


bidang batas dua cairan yang tidak dapat bercampur. Tegangan yang
terjadi antara dua cairan tersebut dinamakan tegangan bidang batas.
Semakin tinggi perbedaan tegangan yang terjadi pada bidang
mengakibatkan antara kedua zat cair itu semakin susah untuk bercampur.
Tegangan yang terjadi pada air akan bertambah dengan penambahan
garam-garam anorganik atau senyawa-senyawa elektrolit, tetapi akan
berkurang dengan penambahan senyawa organik tertentu antara lain
sabun.

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 9


Didalam teori ini dikatakan bahwa penambahan emulsifier akan
menurunkan dan menghilangkan tegangan permukaan yang terjadi pada
bidang batas sehingga antara kedua zat cair tersebut akan mudah
bercampur.

b) Teori Orientasi Bentuk Baji (Oriented Wedge)


Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi berdasarkan adanya
kelarutan selektif dari bagian molekul emulsifier; ada bagian yang bersifat
suka air atau mudah larut dalam air dan ada molekul yang suka minyak
atau mudah larut dalam minyak.
Setiap molekul emulsifier dibagi menjadi dua :
(1) Kelompok hidrofilik, yaitu bagian emulsifier yang suka air.
(2) Kelompok lipofilik, yaitu bagian emulsifier yang suka minyak.

Masing-masing kelompok akan bergabung dengan zat cair yang


disenanginya, kelompok hidrofil ke dalam air dan kelompok lipofil ke dalam
minyak. Dengan demikian, emulsifier seolah-olah menjadi tali pengikat
antara minyak dengan air, antara kedua kelompok tersebut akan membuat
suatu kesetimbangan.

c) Teori Interparsial Film

Teori ini mengatakan bahwa emulsifier akan diserap pada batas antara air
dan minyak, sehingga terbentuk lapisan film yang akan membungkus
partikel fase dispers. Dengan terbungkusnya partikel tersebut maka usaha
antara partikel yang sejenis untuk bergabung menjadi terhalang. Dengan
kata lain fase dispersi menjadi stabil. Untuk memberikan stabilitas
maksimum pada emulsi, syarat emulsifier yang dipakai adalah :
• Dapat membentuk lapisan film yang kuat tapi lunak.
• Jumlahnya cukup untuk menutup semua permukaan partikel fase
dispers.
• Dapat membentuk lapisan film dengan cepat dan dapat menutup
semua permukaan partikel dengan segera.

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 10


d) Teori lapisan listrik ganda (Electric Double Layer)
Jika minyak terdispersi kedalam air, satu lapis air yang langsung
berhubungan dengan permukaan minyak akan bermuatan sejenis,
sedangkan lapisan berikutnya akan bermuatan yang berlawanan dengan
lapisan didepannya. Dengan demikian seolah-olah tiap partikel minyak
dilindungi oleh dua benteng lapisan listrik yang saling berlawanan.
Benteng tersebut akan menolak setiap usaha dari partikel minyak yang
akan menggandakan penggabungan menjadi satu molekul besar. Karena
susunan listrik yang menyelubungi setiap partikel minyak mempunyai
susunan yang sama. Dengan demikian antara sesama partikel akan tolak
menolak dan stabilitas emulsi akan bertambah. Terjadinya muatan listrik
disebabkan oleh salah satu dari ketiga cara dibawah ini.
• Terjadinya ionisasi dari molekul pada permukaan partikel.
• Terjadinya absorpsi ion oleh partikel dari cairan disekitarnya.
• Terjadinya gesekan partikel dengan cairan disekitarnya.

d. Teknik Ektraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan yang meliputi dua fase. Larutan adalah
bahan yang ditambahkan untuk membentuk suatu fase yang berbeda dari bahanyang
dipisahkan. Pemisahan tercapai jika komponen yang dipisahkan larut dalam larutan
sementara komponen yang lainnya masih tetap berada dalam bahan asalnya.

Pengertian lain dari ekstraksi adalah proses pemisahan komponen-komponen


terlarut dari suatu campuran komponen tidak terlarut dengan menggunakan pelarut
yang sesuai. Dengan kata lain, ekstraksi merupakan proses pemisahan dengan
pelarut yang melibatkan perpindahan zat terlarut ke dalam pelarut. Kelarutan zat
dalam pelarut tergantung dari ikatan polar dan nonpolar. Zat yang polar hanya larut
dalam pelarut polar, sedangkan zat nonpolar hanya larut dalam pelarut nonpolar.

Pelarut yang biasa digunakan untuk proses ekstraksi dalam praktik sehari-hari adalah
air, misalnya dalam pembuatan sari buah dari berbagai buah-buahan dan pembuatan
santan dari kelapa parut. Pelarut organik yang umum digunakan untuk memproduksi

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 11


konsentrat, ekstrak, absolut atau minyak atsiri dari bunga, daun, biji, akar, dan bagian
lain dari tanaman adalah etil asetat, heksan, petroleum eter, benzen, toluen, etanol,
isopropanol, aseton, dan juga air.

Contoh ekstrak yang dihasilkan dari kegiatan ekstraksi adalah ekstrak flavor alami
yang diterapkan dalam industri flavor. Ekstraksi juga dilakukan dalam industri gula bit
untuk memisahkan gula dari gula bit. Ekstraksi dengan air atau pelarut organik
digunakan untuk menghilangkan kafein dari biji kopi, dan ekstraksi dengan air
digunakan untuk menyiapkan kopi dan teh terlarut untuk dibekukan dan
dikeringsemprotkan.

Tahap pertama di dalam proses ekstraksi pada umumnya adalah penghancuran


secara mekanis, yaitu bahan mentah dipotong atau dihancurkan menjadi ukuran kecil
yang dikehendaki agar mendapatkan permukaan persentuhan yang luas untuk
ekstraksi. Daya ekstraksi akan semakin meningkat dengan semakin kecilnya ukuran
bahan. Namun, bahan yang terlalu halus dapat membentuk suspensi dengan pelarut
dan dapat terjadi penguapan senyawa volatil yang berlebihan sebelum proses
ekstraksi. Sebagai contoh adalah proses ekstraksi flavor vanili dari buah vanili.
Sebelum dilakukan proses ekstraksi, terlebih dulu buah vanili mengalami proses
kuring (pengeringan buah vanili segar yang dikombinasikan dengan pemeraman)
sehingga diperoleh vanili setengah kering (kadar air kira-kira 70%), lalu dipotong-
potong sekitar 0,5 cm. Setelah itu direndam dalam larutan pengekstrak yang terdiri
atas campuran air dan etanol ditambah sukrosa (gula pasir) selama 14 hari. Setiap
hari dilakukan pengadukan sebanyak dua kali. Gambar 15 memperlihatkan proses
ekstraksi flavor vanili.

Istilah ekstraksi juga dikenal dalam pengolahan minyak dan lemak, yaitu suatu cara
untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak
atau lemak. Cara ekstraksi tersebut bermacam-macam, yaitu rendering (wet
rendering dan dry rendering), mechanical expression, dan solvent extraction.

Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang
diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua
cara rendering, digunakan panas untuk menggumpalkan protein pada dinding sel

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 12


bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh
minyak atau lemak yang ada di dalamnya.

Wet rendering (rendering basah) adalah proses rendering dengan penambahan


sejumlah air selama berlangsungnya proses tersebut. Rendering basah dilakukan
pada ketel terbuka atau tertutup menggunakan suhu tinggi, tekanan 40 – 60 tekanan
uap (40 – 60 psi) selama 4 – 6 jam. Alat yang digunakan untuk rendering basah
adalah otoklaf atau digester untuk menghasilkan minyak atau lemak dalam jumlah
yang besar.

Suhu rendah dalam rendering basah dilakukan jika ingin dihasilkan flavor netral dari
minyak atau lemak. Bahan yang akan diekstraksi ditempatkan pada ketel yang
dilengkapi alat pengaduk. Air ditambahkan dan campuran tersebut (air dan bahan
yang akan diekstrak) dipanaskan perlahan-lahan sampai suhu 50 oC sambil diaduk.
Minyak yang terekstrak akan naik ke atas dan dipisahkan. Penggunaan suhu rendah
kurang populer.

Dry rendering atau rendering kering dilakukan tanpa penambahan air. Bahan
dimasukkan dalam ketel terbuka yang dilengkapi dengan steam jacket dan
pengaduk. Bahan dipanasi sambil diaduk pada suhu 105 – 110oC. Ampas bahan
yang telah diambil minyaknya akan mengendap di dasar ketel. Pengambilan minyak
dilakukan dari bagian atas ketel.

Pengepresan mekanis (Mechanical expression) adalah cara ekstraksi minyak atau


lemak terutama untuk bahan dari biji-bijian. Solvent extraction (ekstraksi dengan
pelarut) adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut minyak dan
lemak.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi teknik konversi bahan (pengecilan


ukuran, pencampuran, emulsifikasi, ekstraksi)

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengecilan Ukuran

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 13


Faktor yang mempengaruhi pengecilan ukuran adalah energi yang dimiliki oleh alat
pengecil ukuran. Energi yang dikeluarkan oleh alat pengecil ukuran ditentukan dari
kekerasan bahan. Selain itu kadar air bahan juga berpengaruh. Karena bahan yang
mempunyai kadar air banyak akan lebih mudah dihancurkan atau dikecilkan.
Karakteristik bahan terdiri dari :
 Tingkat kekerasan bahan.
 Tingkat fragile ( mudah pecah ) suatu bahan.
 Tingkat kandungan serat-serat dalam bahan.
 Kadar cairan bahan.

Karakteristik suatu bahan baku merupakan substansi utama yang secara garis besar
perlu dipertimbangkan dalam menentukan mesin pengecil ukuran yang tepat. Kadar
air suatu bahan baku serta kandungan penyusun suatu bahan baku tertentu akan
berbeda-beda setiap komoditinya. Sehingga mesin tertentu yang tepat perlu
diperhatikan kecocokannya dengan karakter bahan baku yang akan dikecilkan
ukurannya. Selain itu aspek penting yang perlu diperhatikan adalah kapasitas mesin
dalam mengasilkan rendeman karena hal tersebut menyangkut efektif atau tidaknya
mesin pengecilan ukuran bekerja.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pencampuran


1) Faktor-faktor yang mempengaruhi pencampuran bahan-bahan padat.
Pencampuran bahan-bahan padat merupakan proses yang kompleks, karena
hasil yang didapat dari pencampuran dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-
faktor tersebut antara lain: sifat-sifat bahan padat yang dicampur, sifat-sifat
mixer, dan kondisi perlakuan.

a) Sifat-sifat bahan padat yang dicampur, meliputi :


(1) Distribusi ukuran dan ukuran partikel.
Ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel sangat besar pengaruhnya
terhadap homogenitas campuran bahan-bahan padat dari suatu
pencampuran, karena faktor ini menentukan besarnya gaya gravitasional
dan cepat maupun lambatnya gerakanpartikel-partikel.

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 14


Hubungan simpangan baku (standard deviation) campuran dua bahan
padat yang dicampur pada berbagai waktu sebagai fungsi dari
perbandingan.diameter partikel-partikel bahan padat kasar dan halus,
dapat dilihat pada gambar

Gambar 2.Pengaruh perbedaan ukuran partikel terhadap homogenitas campuran


bahan-bahan padat.

Pada gambar di atas terlihat bahwa simpangan baku akan naik atau
homogenitas akan turun dengan bertambahnya perbedaan ukuran partikel.

(2) Bentuk dan keadaan permukaan partikel.


Bentuk dan keadaan permukaan partikel bahan-bahan padat
mempengaruhi homogenitas campuran pada pencampuran, karena kedua
faktor ini ada kaitannya dengan sifat aliran.
Partikel yang bentuknya sferis atau oval dan permukaannya halus akan
mengalir lebih cepat bila dibandingkan dengan partikel yang bentuknya
tidak teratur dan kasar, sehingg. bahan-bahan padat yang mempunyai
permukaan yang kasar dan bentuknya tidak teratur relatif lebih sukar
homogen pada pencampuran.

(3) Bobot jenis (Dencity) partikel.


Perbedaan bobot jenis yang besar pada partikel bahan-bahan yang
dicampur akan meningkatkan kecenderungan terjadinya pemisahan.
Untuk bahan-bahan padat yang partikelnya mempunyai perbandingan
bobot jenis kurang dari 3 : 1 telah dilaporkan oleh Campbell dan Bauer,

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 15


bahwa faktor ini kurang begitu berpengaruh terhadap pencampuran bila
dibandingkan dengan pengaruh perbedaan ukuran partikel.

(4) Kelembaban (humidity) partikel


Telah dipelajari oleh Ciborowski mengenai pengaruh kelembaban partikel
bahan-bahan padat yang dicampur. Kecepatan pencampuran dapat
ditingkatkan dengan menaikkan kelembaban partikel bahan-bahan padat
yang dicampur. Tetapi perlu diingat bahwa kelembaban yang terlalu besar
akan mengakibatkan bahan-bahan padat menjadi lembab dan lengket,
sehingga akan mengurangi kecepatan pencampuran karena melekat pada
dinding mixer atau membentuk aglomerasi dengan partikel lain.

(5) Sudut istirahat. koefisien gesekan dan sifat aliran.


Antara sudut istirahat, koefisien gesekan dan sifat aliran erat
hubungannya. Bahan padat yang sudut istirahatnya kecil menunjukkan
sifat aliran yang baik, dengan demikian koefisien gesekannya juga kecil.
Pada pencampuran, sifat aliran bahan - bahan padat walaupun
berpengaruh tetapi kurang begitu penting.

(6) Friabilitas partikel


Friabilitas partikel adalah mudah atau sukarnya partikel tersebut pecah.
Dengan begitu pada pencampuran bahan - bahan padat, friabilitas partikel
yang terlalu besar akan meningkatkan distribusi ukuran partikel.

b) Sifat-sifat mesin/alat pencampur (mixer) yang meliputi :


(1) Bentuk dan volume mixer
Bentuk dan volume mixer berpengaruh terhadap kecepatan dan model
aliran partikel-partikel bahan yang dicampur sehingga akan mempengaruhi
kecepatan pencampuran.

(2) Bahan dan keadaan permukaan mixer.


Interaksi antara partikel bahan padat dengan bahan mixer, ataupun
melekatnya partikel pada permukaan mixer karena permukaan mixer
kasar, akan mengakibatkan bahan yang dicampur berhenti dan

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 16


membentuk aglomerasi, sehingga akan menurunkan kecepatan
pencampuran.

(3) Posisi, jumlah pengisian


Posisi, jumlah pengisian dapat meningkatkan atau menurunkan kecepatan
pencampuran,

c) Kondisi pengoperasian. yang meliputi :


(1) Perbandingan jumlah bahan-bahan padat.
Pada perbandingan jumlah 1:1, diketahui mempunyai konstanta kecepatan
pencampuran paling tinggi dari pada perbandingan-perbandingan jumlah
yang lain. Fenomena ini ditunjukkan dengan grafik pada gambar 4, dan
disitu terlihat bahwa konstanta kecepatan pencampuran tertinggi pada
perbandingan jumlah 1 : 1 atau dengan pengertian lain pada
perbandingan jumlah 1 : 1 homogenitas campuran pada pencampuran
akan lebih cepat tercapai.

Gambar 3. Konstanta kecepatan pencampuran sebagai fungsi komposisi

(2) Kecepatan pemutaran mixer.


Mixer tumbler kecepatan pemutarannya berhubungan erat dengan besar
kecilnya kecepatan pencampuran. Dengan menaiknya kecepatan
pemutaran per-menit, kecepatan pencampuran akan turut naik dan akan
mencapai maximum pada kecepatan pemutaran tertentu. Apabila
kecepatan pemutaran ini dinaikkan lagi kecepatan pencampuran akan
turun pula.
Pada gambar 5 ditunjukkan semakin besar slope, kecepatan
pencampuran semakin besar dan U adalah prosentase dari sampel yang
tidak tercampur.

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 17


Gambar4. Pengaruh kecepatan mixer tipe tumbler terhadap kecepatan
pencamnuran.

d) Lama pemutaran mixer.


Umumnya semakin lama pemutaran mixer, campuran akan semakin
homogen, tetapi ada beberapa bahan - bahan padat yang menunjukkan
penyimpangan kebiasaan di atas. Pada gambar 5. ditunjukkan fenomena
yang pertama sedangkan fenomena yang kedua ditunjukkan pada gambar
6.

Gambar 5. Simpangan baku campuran dalam pencampuransebagai,fungsi dari


waktu atau jumlah pemutaran.

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 18


Gambar 6. Index pencampuran dalam pencampuran sebagai fungsi dari waktu .

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Emulsi


1) Sifat fisik emulsi
a) Penampakan
Penampakan emulsi ini pada dasarnya dipengaruhi oleh ukuran pertikel emusi
dan perbedaan indeks bias antara fase terdispersi dan medium terdispersi. Pada
prinsipnya emulsi yang tampak jernih hanya mungkin terbentuk bila indeks bias
kedua fasenya sama atau ukuran partikel terdispersinya lebih kecil dari panjang
gelombang cahaya sehingga terjadi refraksi.

b) Viskositas
Faktor- faktor yang mempengaruhi viskositas suatu emulsi adalah viskositas
medium dispersi, persentase volume medium dispersi, ukuran partikel fase
terdispersi dan jenis serta konsentrasi emulsifier yang digunakan. Semakin tinggi
viskositas dan persentase medium disperse, maka makin tinggi viskositas
emulsi. Demikian juga semakin kecil ukuran partikeL suatu emulsi, maka
semakin tinggi viskositasnya dan makin tinggi konsentrasi emulsifier yang
digunakan.

c) Dispersibilitas dan Daya Emulsi


Dispersibilitas atau daya larut suatu emulsi ditentukan oleh medium dispersinya.
Bila medium dispersinya air, maka emulsinya dapat diencerkan dengan air,

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 19


sebaliknya bila medium dispersinya lemak, maka emulsinya dapat dilarutkan
dengan minyak.

d) Ukuran Partkel Emulsi


Ukuran partikel emulsi tergantung pada peralatan mekanis dan total energi yang
diperlukan pada waktu pembuatannya, perbedaan vikositas antara fase
terdispersi dan medium disperse, tipe dan konsentrasi emulsifier yang digunakan
serta lama penyimpanan.

2) Kestabilan Emulsi

Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat
pengemulsi atau emulsifier/emulgator untuk menstabilkan. Tujuan dari
penstabilan adalah untuk mencegah pecahnya atau terpisahnya antara fase
terdispersi dengan pendispersinnya. Dengan penambahan emulsifier berarti
telah menurunkan tegangan permukaan secara bertahap sehingga akan
menurunkan energi bebas pembentukan emulsi, artinya dengan semakin rendah
energi bebas pembentukan emulsi akan semakin mudah.

Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang besarnya bergantung


pada komposisi emulsi dan metode pengolahan. Faktor-faktor internal yang
mempengaruhi stabilitas emulsi terdiri dari tipe dan konsentrasi bahan
pengemulsi, jenis dan konsentrasi komponen-komponen fasa terdispersi dan
fasa pendispersi, viskositas fasa pendispersi, perbandingan fasa terdispersi
terhadap fasa pendispersi, dan ukuran partikel. Faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi stabilitas emulsi terdiri dari pengadukan atau pengocokan,
penguapan dan suhu. Kesetabilan emulsi juga dipengaruhi beberapa faktor lain
yaitu, ditentukan gaya-gaya:
 Gaya tarik-menarik yang dikenal gaya Van der walss. Gaya ini
menyebabkan partikel-partikel koloid membentuk gumpalan lalu
mengendap
 Gaya tolak-menolak yang terjadi karena adanya lapisan ganda elektrik
yang muatannya sama saling bertumpukan.

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 20


Sedangkan bentuk-bentuk ketidak stabilan dari emulsi sendiri ada beberapa
macam yaitu sebagai berikut :
 Flokulasi, karena kurangnya zat pengemulsi sehingga kedua fase tidak
tertutupi oleh lapisa pelindung sehingga terbentuklah flok-flok atau sebuah
agregat
 Koalescens, yang disebabkan hilangnya lapisan film dan globul sehingga
terjadi pencampuran
 Kriming, adanya pengaruh gravitasi membuat emulsi memekat pada
daerah permukaan dan dasar
 Inversi massa (pembalikan massa) yang terjadi karena adannya
perubahan viskositas
 Breaking/demulsifikasi, lapisan film mengalami pemecahan sehingga
hilang karena pengaruh suhu.

Emulsi dapat mengalami kestabilan namun juga dapat mengalami kerusakan


(Demulsifikasi) dimana rusaknya emulsi ini disebabkan faktor suhu, rusaknya
emulsifier sendiri, penambahan elektrolit sehingga semua ini akan dapat
menyebabkan timbulnya endapan atau terjadi sedimentasi atau membentuk
krim. Contoh penggunaan proses demulsifikasi dengan menambahkan elektrolit
guna pemisahan karet dalam lateks yaitu menambahkan asam format asam
asetat. Jenis-jenis kerusakan emulsi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 7. Jenis-jenis kerusakan emulsi (McClements 2004)

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 21


d. Faktor-faktor yang mempengaruhi Laju Ekstraksi
Faktor-faktor yang mempengeruhi laju ekstraksi (Hadiwibowo, 2010) dalam M.
Andhika Akbar (2012):
1) Preparasi dari Padatan
Struktur padatan merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan.
Meskipun zat yang diinginkan dapat berada di permukaan padatan, namun
dibanyak kasus Optimasi dijumpai bahwa zat analit yang diinginkan terletak di
dalam ruang intra seluler atau bahkan struktur bagian dalam dari matriks
padatan maupun sel. Salah satu kegiatan preparasi yang harus
dipertimbangkan dari padatan adalah dengan menggiling padatan yang akan
diekstraksi. Penggilingan sebelum melakukan ekstraksi padat – cair akan
meningkatakan luas area kontak antara pelarut dan matriks padatan. Di
samping itu, pengilingan juga akan membantu untuk menghancurkan struktur
padatan.

2) Laju difusi
Karena adanya kompeksitas dari struktur sel, keberadaan pori, dan perbedaan
ruang-ruang dalam struktur padatan, difusivitas dari material memiliki satuan:
difusivitas efektif. Difusivitas efektif juga tergantung dari komposisi dan posisi
dari zat yang ingin diperoleh.

3) Suhu
Secara normalnya, naiknya suhu akan meningkatkan proses ekstraksi. Suhu
yang lebih tinggi akan meningkatkan solubilitas zat yang ingin diperoleh dalam
pelarut, meningkatnya laju difusi dari solute ke dalam pelarut akan
mengingkatkan laju transfer massa. Namun kenaikan suhu juga dapat juga
membuat reaksi yang tidak diinginkan seperti adanya degradasi senyawa yang
termolabil.

4) Pemilihan Pelarut
Pemilihan pelarut didasarkan beberapa faktor, seperti sifat fisiokimia dan
toksisitas. Pemilihan pelarut juga harus mempertimbangkan beberapa sifat

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 22


seperti selektivitas dan kemampuannya untuk melarutkan zat yang diinginkan,
seperti tegangan permukaanya, viskositasnya, stabilitasnya, reaktivitasnya, dan
toksisitasnya. Beberapa pelarut, seperti aseton, etanol, etil asetat, propanol dan
propil asetat disetujui keberadaanya untuk mengekstraksi zat analit yang akan
dikonsumsi manusia.

5) Kelembaban Padatan
Keberadaan air adalam matriks padatan dapat menyaingi keberadaan pelarut
dalam melarutkan zat yang diinginkan, yang akan berefek pada perpindahan
massa. Akan tetapi, kelembaban juga merupakan hal penting untuk
memperbolehkan perpindahan Optimasi dari zat yang diinginkan, seperti pada
proses ekstraksi kopi. Meskipun demikian, dalam kebanyakan kasus, material
padatan yang dikeringkan pada kondisi tertentu tidak akan menyebabkan
degradasi dari senyawa yang diinginkan.

3. Menetapkan sarana dan prasarana teknik konversi bahan (pengecilan ukuran,


pencampuran, emulsifikasi, ekstraksi)

a. Alat Pengecilan Ukuran

Jenis dan fungsi alat pengecil ukuran biasanya dibedakan berdasarkan tujuan
pengecilan ukuran dan bahan yang dikecilkan. Dikenal ada 3 kelompok alat pengecil
ukuran, yaitu :
 Alat pengecil ukuran bahan berserat tinggi (cutter, gratter)
 Alat pengecil ukuran bahan kering (grinder)
 Alat pengecil ukuran bahan pembentuk cair (emulsifer dan homogenizer).
Secara rinci, jenis dan fungsi masing-masing alat tersebut adalah sebagai berikut :
1) Jenis dan Fungsi Alat Pengecil Ukuran bahan Berserat Tinggi (Cutter,
Gratter)
Jenis alat pengecil ukuran yang beredar di pasar pada dasarnya bekerja
dengan mengunakan prinsip gaya mekanis. Gaya mekanis tersebut meliputi
gaya tumbuhan, “impact”, gaya geser “shear”, gaya tekan dan pemotongan
”cutting”.

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 23


Beberapa contoh alat pengecilan ukuran berdasarkan jenis dan fungsinya
diterapkan dalam industri pengolahan hasil pertanian yaitu :
a) Pemotong (Cutter)
Alat ini berguna untuk pekerjaan-pekerjaan :
 Membuang sisik ikan dan membuat fillet.
 Mengupas kulit buah dan sayur-sayuran serta kulit hewan sembelihan
seperti daging.

Ada dua jenis cutter yaitu pisau pemotong dan pisau pengupas masing-masing
mempunyai fungsi sebagai berikut :

b) Pengupas (peeler)
Alat ini digunakan untuk mengupas kulis buah-buahan dan sayur-sayuran
seperti magga, wortel kentang dan mentimun.

Gambar 8. Pisau pengupas (Afandi, M. dan Darsam 1979)

Keterangan :
1. Mata pisau 4. Tungkai pisau
2. Lubang pengeluaran kulit 5. Poros pisau yang dapat berputar
3. Ujung pisau untuk pengungkit
c) Pisau pemotong
Pisau ini berguna untuk memotong, membelah, membuang sisik ikan,
mencincang daging, dan juga dapat digunakan untuk mengupas buah dan
sayuran serta hasil pertanian lainnya. Ada beberapa bentuk pisau pemotong

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 24


yang dibuat secara khusus dengan desain tertentu. Penggunaan pisau tersebut
biasanya sangat spesifik yaitu untuk komoditas tertentu.
Contoh pisau yang didesain secara khusus, antara lain adalah :
(1) Pisau buncis
Pisau ini digunakan untuk merajang buncis, pada bagian mata pisau
dilengkapi dengan kawat. Prinsipi kerjanya dengan jalan disayatkan pada
bahan.
(2) Pisau kobis
Pisau ini digunakan untuk membelah dan memotong kobis. Ujung pisau
melengkung seperti sabit. Prinsip kerjanya dengan jalan dipukul dan
ditarik.
(3) Pisau cincang
Digunakan untuk mencincang daging yang akan diolah, pisaunya tebal
berat dan lebar. Prinsip kerjanya dengan jalan dipukulkan pada bahan.
(4) Pisau pengiris (slicer)
Alat ini banyak digunakan untuk mengiris buah dan sayur serta jenis umbi-
umbian. Produk yang dihasilkan berbentuk lembaran tipis.

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 25


Gambar 9.Pisau yang didisain khusus (Afandi, M dan Darsam 1979)

Beberapa hal penting yang diperoleh dengan dilaksanakan perawatan adalah


memperlambat kerusakan, mempertahankan fungsi kegunaan, keawetan serta
keamanan dari suatu fasilitas. Dengan demikian perawatan merupakan hal yang
penting untuk mempertahankan lamanya jangka waktu pemakaian umur dari
suatu fasilitas.

Cutter biasanya dirawat dengan cara mencuci/membersihkan cutter dari sisa-


sisa bahan yang menempel. Penyimpanan cutter dilakukan ditempat kering.
Untuk mempertahankan agar pisau tidak tumpul, maka harus sering diasah.

d) Pemarut (Gretter)
Alat ini ada yang bersifat multi guna dan ada yang khusus. Namun penggunaan
alat ini pada umumnya untuk pemarutan ketela pohon, dan buah kelapa yang
akan diambil patinya atau ekstraknya. Jenis alatnya adalah pisau berputar
(rotary knife cutter). Pisau ini umumnya digunakan untuk keperluan pemarutan
ubi kayu. Untuk pembuatan tepung, biasanya digunakan pisau yang
permukaannya seperti gergaji besi, sedangkan untuk pemarutan kelapa, pisau
tersebut diganti dengan paku pendek dengan silinder dari kayu.

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 26


Gambar 10. Pemarut : Gretter (Afandi, M. dan Darsam 1979)

Prinsip kerja alat ini adalah dengan menekan bahan pada sebuah silinder yang
pada permukaannya dilengkapi dengan parut. Silinder digerakan oleh sebuah
motor, sehingga terjadi perajangan bahan (pemarutan).

Gambar 11. Pisau berputar (Afandi, M dan Darsam 1979)

Keterangan gambar :
1. Lubang pemasukan
2. Pisau berputar
3. Rotor
4. Pisau stasioner
5. Lubang pengeluaran

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 27


2) Jenis dan Alat Pengecil Ukuran Pada Bahan Kering (Grinder)

Proses pengecilan ukuran pada bahan kering umumnya adalah berupa


penghancuran atau penggilingan. Beberapa contoh alat penggilingan yang
digunakan dalam proses pengolahan hasil pertanian, yaitu :
 Hammer mill.
 Burr mill
 Jaw crusher
 Gyrotor crusher
 Roll mill

a) Hammer Mill

Hammer mill dipergunakan untuk berbagai macam pekerjaan penggilingan. Alat


ini bekerja dengan prinsip memukul. Hammer mill terdiri dari silinder logam
dengan diameter 20-30 cm. pada silinder tersebut dipasang pisau untuk
mengiris buah yang masuk.
Keuntungan pemakain alat ini, yaitu :
 Cocok untuk gerusan berukuran sedang dan kasar,
 Mudah diatur, bebas kerusakan akibat benda asing dan umpan,
 Tidak menimbulkan kerusakan bila dioperasikan dalam keadaan kosong.

Sedangkan kerugian pemakaian alat ini :


 Hasil penggilingan tidak seragam,
 Kebutuhan daya tinggi,
 Biaya rawat tinggi.

Pada saat ini tingkat kehalusan hasil telah diperoleh dengan cara mengatur
besarnya lubang saringan.

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 28


Gambar 12. Hammer Mill (Afandi, M dan Darsam 1979)

Keterangan :1. Lubang pemasukan 6. Motor penggerak


2. Poros 7. Saluran pengeluaran
3. Hammer 8. Baut
4. Silinder 9 Pengatur pengeluaran
5. Tutup 10. Sabuk
11. Ruang proses
Alat ini dilengkapi dengan beberapa buah pemukul (palu) yang berputar pada
suatu sumbu dan saringan. Bahan dimasukkan dalam alat kemudian akan
terpukul berulang-ulang sampai hancur, selanjutnya bahan akan keluar melalui
saringan dibagian bawah. Alat ini berfungsi untuk menghancurkan buah-buahan
sehingga menjadi bubur.

b) Burr Mill

Alat ini sering disebut dengan “disc mill”. Burr mill/disc mill yang dua buah
piringan atau lebih. Pada burr mill peringan yang berputar sedangkan piringan
lain tetap, atau keduanya berputar tetapi berlawanan arah.
Keuntungan pemakaian alat ini :
 biaya awal rendah,
 hasil penghancuran relatif seragam.
 kebutuhan tenaa rendah.
Sedangkan kerugian pemakaian alat ini, adalah :
 mudah rusak akibat benda asing,
 pengoperasian tanpa bahan dapat meruak alat,
 alat penggiling mudah aus.

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 29


Burr mill sangat cocok untuk operasi yang meperoleh hasil gilingan berukuran
kasar dan sedang. Alat ini bekerja dengan konsep, sebagai berikut bagian alat
yang sudah terpasang dengan benar, dan motor penggerak telah dihidupkan,
maka dengan gerakan tersebut lempeng batu (1) akan berputar karena adanya
gigi transmisi (2). Dengan adanya umpan (bahan masuk), akan terjadi
penghancuran bahan, yang selanjutnya mengalir ke luar melalui lubang
pengeluaran.

Gambar 13. Burr mill (Afandi, M dan Darsam 1979)

Keterangan : 1. batu pemecah 7. lubang pemasukan


2. batu stasioner 8. sendi berputar
3. gigi kronis 9. lager
4. belit 10. poros mutar
5. motor penggerak 11. Kran
6. Alur penumpang 12. mulut pengeluaran
13. dudukan

c) Jaw Crusher

Alat ini digunakan untuk menghancurkan zat padat (bahan hasil pertanian), dengan
kecepatan rendah.Pada prinsipnya alat ini terdiri dari sebuah rahang yang statsioner

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 30


dan rahang yang bergerak. Gerakan roda disebabkan oleh perputaran roda
penggerak. akibat adanya bahan yang dimasukan ke dalam alat, maka bahan
tersebut menjadi hancur.

Pada saat ini roda penggerak berputar, maka pivot (1) dan rahang bergerak (2) dapat
membuka dan menutup, rahang (4) dalam kondisi tetap tidak bergerak. Pada waktu
teradi gerakan menutup, bahan masuk ke dalam ruang antara kedua rahang dan
terbentur oleh permukan rahang yang keras (3) sehingga bahan dapat hancur.
Bahan-bahan yang telah hancur akan keluar melalui lubang pengeluaran (9).

d) Gyratori Crusher

Alat ini dipandang sebagai jaw crusher, dimana rahang penghancurnya berbentuk
silinder. Rahang pencampur terletak pada proses yang dapat berputar cepat atau
lambat, sesuai dengan besarnya rongga yang terjadi antara bahan yang dihancurkan
dengan rahang penghancur.

Gambar 14. Gyratori cruhser (Afandi, M dan Darsam 1979)


Keterangan :
1. penghancur 6. pengeluaran
2. poros utama 7. eksentrik
3. lubang pemasukan 8. pembukaan maksimum
4. poros (countershafl) 9. konkave (permukaan cembung)
5. gigi transmisi 10. spider arm

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 31


Prinsip kerja alat ini adalah : bahan dimasukan ke dalam ruang penghancur yang
berbentuk V melalui lubang pemasukan (3). Selanjutnya mesin dijalankan sehingga
rahang penghancur “crushing head” dapat berputar, maka terjadi gesekan antara
bahan yang dihancurkan dengan rahang penghancur. Akibatnya bahan menjadi
hancur. Bahan-bahan yang telah hancur, akan jatuh ke dasar mesin dan akhirnya
jatuh melalui lubang pengeluaran (6).
Perawatan alat ini dilakukan dengan cara membersihkan sisa-sisa bahan yang telah
dihancurkan atau kotorang lain yang menempel pada bagian mesin dan memeriksa
secara berkala keadaan rahang penghancur, agar tetap bekerja dengan baik,
menyiapkan atau menempatkan mesin di tempat yang kering dan aman.

e) Roll Mill

Alat ini berguna untuk merubah gabah menjadi beras pecah kulit. Bagian-bagian alat,
terdiri dari lubang pemasukan (roll hopper), pengatur masuknya gabah (lead roller),
pengatur clearance (roll adjusting handle) dan silinder karet (rubber roller). Untuk
menghindari slip pada bank “belit” penggerak, stall motor penggerak, dan rusaknya
spi, maka mesin ini pada waktu start awal sebaiknya tidak diberi beban.

Gambar 15. Bagian-bagian mesin roll mill (Afandi, M dan Darsam 1979)

Keterangan :
1. roda pemutar 1. roda pemutar
2. tangkai pemutar 2. lingkaran skala
3. torak 3. tangkai roda pemutar
4. oil fitting

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 32


Gambar 16. Mesin roll mill (Afandi, M dan Darsam 1979)

Keterangan : 1. pemasukan 6. poros


2. lead rol 7. penutup
3. pemutar 8. pengatur masuknya gabah
4. tangkai pemutar 9. pengatur masuknya gabah
5. rubber roll 10. poros utama
11. dumping rubber

Prinsip kerja alat dengan bahan roda penggerak roda gigi akan berputar, dan bahan
yang dihancurkan diletakan diantara dua gigi dan plat yang keras (3), sehingga
terjadi proses penghancuran. Bahan-bahan yang telah hancur akan keluar melalui
lubang pengeluaran (4).

b. Alat Pencampuran

Peralatan pencampur atau mixer dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
 Berdasarkan jenis bahan yang dicampur, yaitu alat pencampur bahan kering
(granula atau tepung), alat pencampur cairan, dan alat pencampur pasta.
 Berdasarkan jenis pengaduk, yaitu double cone mixers, ribbon blender, planetary
mixers, dan propeller mixers.

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 33


1) Jenis-jenis Alat Pencampur Bahan Kering

a) Ribbon blender
Granula dan atau tepung dapat dicampur menggunakan alat ribbon blender dan
double cone mixers. Ribbon blender terdiri dari silinder horisontal yang didalamnya
dilengkapi dengan ulir yang berputar. Apabila ulir berputar maka bahan-bahan
tersebut akan tercampur dan bergerak bolak-balik dari satu sisi ke sisi lainnya.
Dengan demikian, bahan-bahan tersebut akan tercampur selama ulir bergerak.

Gambar 17. Ribbon blender

b) Double cone mixer


Double cone mixer adalah alat yang terdiri dari dua kerucut yang berputar pada
porosnya. Jika kerucut berputar, maka bahan yang ada di dalamnya akan teraduk
atau tercampur. Pencampuran tipe ini memerlukan energi dan tenaga yang lebih
besar. Oleh karena itu harus diperhatikan jangan sampai energi yang digunakan
diubah menjadi panas yang dapat menyebabkan terjadinya kenaikan temperatur
produk. Alat ini cocok digunakan untuk mencampur bahan yang berbentuk biji-bijian
atau granula

Gambar 18.Double cone mixer

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 34


c) Twin-shell blender

Twin-shell blender merupakan alat pencampur yang memiliki 2 pintu pemasukan


bahan pangan kering (a dan b) yang kemudian menyatu pada suatu bagian atau
muara (c). Diantara dua tabung dan muara, terdapat poros rotasi yang dapat
memutarkan alat secara vertikal. Ketika proses perputaran terjadi, bahan yang
terkumpul di bagian muara (c) akan terbagi kembali menjadi dua bagian di masing-
masing tabung (a dan b). Proses pembagian dan pengum-pulan bahan yang
berulang-ulang akan mengakibatkan proses pencampuran antara dua bahan yang
berbeda tersebut.

Gambar 19.Twin-shell blender

d) Drum miring
Proses pencampuran yang terjadi di dalam alat drum miring adalah bergesernya
tempat penumpukan bahan sehingga bahan akan teraduk dengan sendirinya. Drum
memiliki poros rotasi yang berputar secara vertikal, namun drum tersebut
ditempatkan dengan posisi yang tidak simetris terhadap sumbu horisontal atau as
(poros rotasi). Pencampuran bahan terjadi ketika bahan tersebut mengalami
perpindahan posisi akibat drum yang berputar. Bahan yang berada dibawah akan
ikut terbawa keatas oleh perputaran drum, namun kembali jatuh secara perlahan
yang mengakibatkan bahan dapat tercampur. Putaran drum yang berulang-ulang
menyebabkan bahan-bahan tercampur dengan merata.

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 35


Gambar 20. Drum miring

e) Mixer.

Gambar 15. Mixer


Gambar 21.Mixer

Pada alat ini terdapat dua corong pemasukan bahan (a dan b) yang dilengkapi
dengan pintu pengatur pemasukan bahan. Alat ini juga dilengkapi dengan piringan
yang berputar dibagian tengahnya (c). Dua bahan yang berbeda dimasukkan
bersama-sama melalui kedua pintu pemasukan. Bahan-bahan tersebut akan turun
dan menyentuh piringan yang berputar tersebut, sehingga bahan-bahan tersebut
saling terpelanting, pada saat itulah mulai terjadi pencampuran.
Proses pencampuran berlanjut ketika bahan-bahan turun melewati saluran yang
memutar (d). Bahan-bahan menggelinding dan saling bertukar tempat membentuk
suatu campuran. Selanjutnya bahan yang tercampur tersebut keluar melalui corong
pengeluaran. Jika campuran yang dihasilkan belum rata, pengadukan/pencampuran
dapat diulangi lagi dengan cara memasukkan kembali campuran yang belum rata
tersebut melalui corong pemasukan bahan. Pengulangan pencampuran dapat
dilakukan beberapa kali sampai diperoleh campuran yang homogen.

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 36


f) Sekop
Sekop merupakan salah satu contoh alat pencampur bahan pangan kering secara
manual. Sekop ini digunakan sebagai alat bantu untuk melakukan pencampuran
bahan pangan kering dengan cara quartering. Bahan pangan kering yang akan
dicampur dijadikan satu terlebih dahulu kemudian diratakan lalu dibagi atau dipotong
menjadi empat bagian (quarter). Bagian pertama diambil dan dibuat tumpukan baru.
Kemudian diambil bagian kedua yang letaknya bersilangan dengan bagian pertama
dan ditumpukkan di atas tumpukan pertama. Selanjutnya diikuti dengan bagian
ketiga dan keempat. Pembagian dan penumpukan dilakukan berulang-ulang sampai
diperoleh campuran yang rata.

2) Jenis-jenis Alat Pencampur Bahan Basah dan Semi Basah

a) Tangki dengan Pengaduk ( Agitator )


Tangki pengaduk biasanya digunakan untuk mencampur bahan yang terlarut, baik cair-
cair maupun padat-cair. Bahan cair, yang biasanya berjumlah lebih banyak,
dimasukkan terlebih dulu kedalam tangki kemudian pengaduk dijalankan. Setelah
bahan cair tadi berputar atau teraduk, baru dimasukkan bahan yang akan dicampurkan.
Pengadukan diteruskan sampai semua bahan tercampur rata / larut sempurna.
Untuk mencampur cairan, propeller mixers adalah jenis alat yang paling umum
digunakan dan paling baik hasilnya. Alat ini terdiri dari tangki silinder yang dilengkapi
dengan propeller / blades beserta motor pemutar. Bentuk pengadukdidesain
sedemikian rupa sehingga proses pencampuran dapat berlangsung cepat dan
menghasilkan campuran yang rata. Pada jenis alat pencampur ini diusahakan untuk
menghindari aliran monoton yang berputar melingkari dinding tangki karena dapat
memperlambat proses pencampuran. Untuk itu kadang-kadang letak pengadukharus
diputar sedikit sehingga tidak persis simetri terhadap dinding tangki. Penambahan
sekat-sekat (baffles) pada dinding tangki juga dapat menciptakan pengaruh
pengadukan, namun menimbulkan masalah karena sulit membersihkannya. Pemilihan
jenis pengaduk didasarkan pada tingkat kekentalan cairan. Jenis-jenis pengaduk /
agitator dapat dilihat pada gambar berikut :

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 37


flate-blade agitator vaned disc impeller

Gambar22. Bentuk pengaduk untuk aplikasi encer & kental.

Propeller agitator

Gate paddle

Gambar23. Jenis-jenis alat pengaduk (agitator) yang lain.

Gambar24. Posisi agitator dalam tangki dan arah aliran cairan

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 38


b) Hand Mixer

Gambar25.Hand Mixer

Digunakan untuk mencampur bahan cair dengan bahan padat yang dapat larut atau yang
tidak dapat larut. Padatan yang dicampur dapat berbentuk tepung atau butiran-butiran
yang halus. Prinsip pencampurannya adalah penghancuran, pendis-persian, dan
pengadukan. Mula-mula bahan cair diaduk dengan hand mixer didalam suatu wadah
kemudian padatan (tepung) ditambahkan. Pengaduk yang bentuknya pipih akan
mnghancurkan gumpalan-gumpalan tepung, kemudian dengan putarannya yang cepat
tepung tersebut disebarkan kedalam cairan. Hand Mixer juga dapat digunakan untuk
mencampur minyak dengan air, misalnya pada pembuatan mayonaise.

c) Homogenizer .
Homogenizer biasanya digunakan untuk mencampur bahan cair dengan cair yang tidak
saling melarutkan, misalnya minyak dengan air. Homogenizer menghancurkan bagian
yang tidak terlarut (minyak) menjadi partikel-partikel yang sangat halus dan kemudian
mendispersikannya dengan kecepatan tinggi ke seluruh bagian cairan yang lain (air).
Jumlah minyak/lemak biasanya lebih sedikit dibandingkan dengan air. Misalnya pada
pembuatan salad dressing, es krim, homogenisasi susu, dan lain-lain.

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 39


Gambar26. Jenis-jenis homogenizer

d) Pengadon
Digunakan untuk mencampur bahan-bahan padat dengan bahan cair membentuk
campuran yang sangat kental, kenyal dan ulet, misalnya adonan mie atau adonan roti.
Alat pengadon bekerja dengan cara memotong/menyobek/menarik, menekan dan
membalik. Contoh alat pengadon adalah dough mixer untuk membuat adonan roti.
Pemilihan pengaduk pada proses pencampuran ini didasarkan pada tingkat kekentalan
pasta atau adonan yang dibuat.

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 40


Gambar27. Jenis-jenis pengaduk untuk pasta atau adonan

Mengelola Teknik-teknik Konversi Bahan 41

Anda mungkin juga menyukai