Anda di halaman 1dari 9

Winarto, B.

: Respons pembentukan tunas aksiler dan


adventif pada kultur anthurium secara in vitro
J. Hort. 17(1):17-25, 2007

Respons Pembentukan Tunas Aksiler dan Adventif pada Kultur Anthur-


ium secara In Vitro
Winarto, B.
Balai Penelitian Tanaman Hias, Segunung, Jl. Raya Ciherang Pacet, Cianjur 43253
Naskah diterima tanggal 24 Januari 2006 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 24 Juli 2006

ABSTRAK. Perbanyakan bahan tanaman merupakan salah satu masalah penting dalam budidaya anthurium untuk
tujuan komersial. Secara konvensional, tanaman ini diperbanyak melalui biji dan anakan, tetapi teknik ini memerlukan
waktu dan proses yang lama hingga 3 tahun. Penelitian bertujuan mengetahui respons pembentukan tunas aksiler dan
adventif pada kultur anthurium secara in vitro. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Peneli-
tian Tanaman Hias dari bulan Juli 2004 hingga Februari 2005. Variasi eksplan, seperti ruas batang kesatu dan kedua
digunakan untuk induksi pembentukan tunas aksiler, sementara akar, hipokotil, dan daun muda digunakan untuk
induksi tunas adventif. Eksplan-eksplan tersebut dipanen dari beberapa kultivar dan aksesi anthurium. Medium M2,
0 GDQ PRGL¿NDVL PHGLXP 0 PHQJJXQDNDQ PO O DLU NHODSD PJ O ' J O DVDP SDQWRWHQDW GDQ SSP
cefotaxim diuji dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberhasilan kultur jaringan anthurium
GLSHQJDUXKL ROHK NXOWLYDU MHQLV GDQ NRQGLVL HNVSODQ GDQ PHGLD WXPEXKQ\D 7LDS HNVSODQ GDQ NXOWLYDU DNVHVL PHPLOLNL
kompatibilitas yang berbeda dengan medium tumbuhnya. Induksi tunas adventif merupakan teknik perbanyakan yang
lebih potensial dan sesuai dikembangkan pada anthurium dibandingkan induksi tunas aksiler. M4 merupakan medium
dasar yang potensial dan sesuai untuk dikembangkan pada perbanyakan anthurium secara in vitro. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam mengembangkan dan mengaplikasikan teknik
kultur jaringan pada perbanyakan anthurium.

Katakunci: Anthurium sp.; Tunas aksiler; Tunas adventif; In vitro.

ABSTRACT. Winarto, B. 2007. Response of Axillary and Adventitious Shoot Formation of In Vitro Anthur-
ium Culture. Planting material propagation is one of important problems in anthurium cultivation for commercial
purposes. Conventionally, the plant is generally propagated by seed and shoot, however those technique were time
consuming. The objective of this experiment was to know response of axillary and adventitious shoot formation of in
vitro anthurium culture. The experiment was conducted at Tissue Culture Laboratory, Indonesian Ornamental Crops
5HVHDUFK ,QVWLWXWH IURP -XO\ WR )HEUXDU\ 9DULDWLRQ RI H[SODQW VXFK DV ¿UVW DQG VHFRQG QRGH ZDV XVHG IRU
induction of axillary shoot formation, while young root, hypocotyl, and leaf were used for stimulating adventitious
shoot regeneration. The explants harvested from several cultivars and accessions of anthurium. Media of M2, M4,
DQG PRGL¿HG 0 XVLQJ PO O FRFRQXW ZDWHU PJ O ' J O SDQWRWKHQLF DFLG DQG SSP FHIRWD[LP ZHUH
used in this experiment. Results of the study indicated that the success of anthurium tissue culture was affected by
cultivars, explant type and condition, and growth medium. Each explant and cultivar had its compatibility to different
growth media. Adventitious shoot formation was potential and suitable technique to be developed than axillary shoot
proliferation. M4 was the appropriate and suitable basic medium that could be developed for in vitro propagation
of anthurium. Results of this research could be expected as one of important consideration points in developing and
applying tissue culture technique on anthurium propagation.

Keywords: Anthurium sp.; Axillary shoot; Adventive shoot; In vitro.


Anthurium merupakan salah satu tanaman hias yang penting (Teng 1997). Tanaman ini merupakan
satu di antara genus Araceae yang paling populer dan bernilai ekonomi tinggi, dengan bunga menarik
dan memiliki periode ketahanan segar yang panjang. Tanaman ini terutama digunakan sebagai bunga

potong dan tanaman pot. Selain itu biji yang diperoleh dari perbanyakan
Secara konvensional, anthurium diperbanyak tanaman juga tidak seragam (Geier 1990).
dengan biji, tetapi biji-biji tersebut tidak dapat Kultur jaringan anthurium pertama kali
GLVLPSDQ 'LSHUOXNDQ ZDNWX \DQJ ODPD “ dilaporkan oleh Pierik et al. (1974), kemudian
tahun) sejak penyerbukan hingga biji masak, diperbaiki oleh peneliti-peneliti lain (Geier 1990)
untuk perkembangan tanaman hingga tanaman dan sekarang diaplikasikan secara meluas. Teknik
berbunga dan dapat diseleksi. Tanaman hasil tersebut digunakan untuk produksi anthurium
seleksi selanjutnya digunakan sebagai tanaman secara komersial baik pada media padat maupun
induk baik jantan maupun betina dalam program cair. Perbanyakan anthurium melalui teknik
ini dilaporkan menggunakan berbagai macam
pemuliaan (Geier 1990, Hamidah et al. 1997).

17
J. Hort. Vol. 17 No. 1, 2007

sumber eksplan, seperti daun, petiole, spadik, Segunung dari bulan Juli 2004 hingga Februari
spate, biji, tunas lateral, dan ujung tunas (Geier 2005.
1990). Seluruh helaian daun dan tunas etiolasi Bahan tanaman yang digunakan dalam pene-
yang dihasilkan dari plantlet secara in vitro dari litian ini diambil dari biji-biji yang dikecambah-
beberapa kultivar juga dapat diregenerasi mem- kan secara aseptik, baik pada biji hasil silangan
bentuk tanaman secara utuh (Kuehnle dan Chen maupun yang menyerbuk sendiri. Biji dipanen
1994). Akar tanaman yang dikoleksi dari tanaman setelah buah berwarna kuning dan matang. Biji
yang sudah tua juga digunakan sebagai sumber dibersihkan dari daging biji yang membung-
eksplan dalam induksi kalus pada Anthurium an- kusnya, kemudian direndam dalam larutan 1%
dreanum L., tetapi tidak ada organogenesis yang HCl untuk menghilangkan selaput biji. Biji
dilaporkan (Finnie dan van Staden 1986 dalam selanjutnya disterilisasi dengan larutan Benlate
Kuehnle dan Sugii 1991). 1% selama 15-30 menit dan dibilas dengan air
Beberapa teknik perbanyakan anthurium yang EHUVLK VXOLQJ EHEHUDSD NDOL 6HODQMXWQ\D ELML GLV-
telah dicoba adalah induksi kalus yang diikuti terilisasi dengan 45% alkohol selama 1 menit,
dengan pembentukan tunas adventif (Pierik et al. 1,5 % klorox selama 10 menit, dan 3% klorox
1974), induksi tunas aksiler, dan pembentukan selama 5 menit.
biji sintetik (Hamidah et al. 1997). Keberhasilan Setelah sterilisasi, biji ditanam dalam MS-0.
beberapa teknik ini sangat dipengaruhi oleh re- Setiap botol diisi dengan 5 biji. Kultur biji selan-
spons eksplan dan jenis media yang digunakan. jutnya diinkubasi dalam ruang gelap selama 1,5
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa bulan kemudian dipindahkan di bawah lampu
perbanyakan cepat menggunakan eksplan daun ÀXRUHVHQ GHQJDQ LQWHQVLWDV FDKD\D —PRO P2 detik
melalui induksi tunas adventif belum memberikan hingga biji tumbuh dan membentuk 2-3 daun
hasil yang memuaskan. Tunas adventif diperoleh baru. Tanaman-tanaman dari biji inilah yang
setelah 6 bulan inkubasi diruang gelap dan hanya selanjutnya digunakan sebagai sumber bahan
sedikit eksplan yang responsif. Induksi tunas penelitian.
aksiler dihadapkan pada masalah terbatasnya
bahan tanaman, sedangkan produksi biji sinte- Bibit anthurium yang telah siap sebagai ma-
tik-pun belum pernah diteliti, sehingga teknik teri percobaan selanjutnya dipotong-potong dan
perbanyakan cepat anthurium perlu terus dikem- dipisahkan sesuai jenis eksplan yang akan digu-
EDQJNDQ GHQJDQ EHUEDJDL PRGL¿NDVL SHUODNXDQ nakan dalam percobaan. Untuk tujuan induksi
guna mendapatkan sistem perbanyakan cepat tunas aksiler eksplan yang digunakan adalah
yang menghasilkan tanaman yang seragam dalam QRGXV UXDV EDWDQJ \DQJ SHUWDPD GDQ NHGXD
waktu yang singkat. Sementara untuk induksi tunas adventif eksplan
yang digunakan adalah akar, batang, dan daun
Penelitian ini bertujuan mengetahui respons yang masih muda.
pembentukan tunas aksiler dan adventif pada
kultur in vitro anthurium. Beberapa eksplan Induksi Tunas Aksiler
GDQ PHGLD GLWHOLWL GDODP SHQHOLWLDQ LQL 'DUL Pada percobaan induksi tunas aksiler, eksplan
penelitian ini diharapkan dapat diperoleh teknik \DQJ GLJXQDNDQ DGDODK QRGXV UXDV EDWDQJ \DQJ
perbanyakan yang sesuai untuk dikembangkan pertama dan kedua. Sedangkan media yang diuji
pada anthurium, terkait dengan jenis eksplan dalam percobaan ini adalah media M2 dan M4
dan medium yang digunakan. Hasil penelitian 7DEHO VHUWD PRGL¿NDVLQ\D \DLWX 0
ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah 0 0 DLU NHODSD PO O 0
satu bahan pertimbangan dalam mengembangkan ' PJ O 0 DLU NHODSD PO O
teknik kultur jaringan anthurium. ' PJ O 0 & SSP FHIR-
WD[LP 0 3 J O DVDP SDQWRWHQDW &
SSP FHIRWD[LP GDQ 0 3 J O DVDP
BAHAN DAN METODE
pantotenat).
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pada tahap ini tiap perlakuan terdapat 2-4
Kultur Jaringan, Balai Penelitian Tanaman Hias botol. Tiap botol berisi 5 nodus eksplan, yang
kesemuanya diamati.
18
Winarto, B.: Respons pembentukan tunas aksiler dan
adventif pada kultur anthurium secara in vitro

Table 1. Medium 06 \DQJ WHODK GLPRGL¿NDVL GDQ GL- (7) jumlah tunas adventif, (8) jumlah akar, (9)
JXQDNDQ GDODP SHQHOLWLDQ PJ O MS medium persentase pembentukan tunas, (10) persentase
PRGL¿HG DQG XVHG LQ WKLV H[SHULPHQW) mg/l pembentukan bakal tunas, dan (11) persentase
pembentukan akar. Pengamatan dan pengambi-
lan data dilakukan 2,5 bulan setelah penanaman
eksplan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Induksi Tunas Aksiler dalam Perbanyakan


Anthurium
Hasil percobaan menunjukkan bahwa induksi
tunas aksiler menggunakan bahan tanaman hasil
pengecambahan biji secara in vitro pada medium
0 GDQ 0 \DQJ WHODK GLPRGL¿NDVL PHPEHULNDQ
hasil yang beragam (Tabel 2). Respons pertam-
bahan jumlah tunas aksiler tiap kultivar juga
beragam dan jumlahnya sangat sedikit. Pada um-
umnya tunas yang ditanam terinduksi membentuk
kalus pada bagian pangkal batang dan dari kalus
Induksi Tunas Adventif
ini terbentuk bakal tunas adventif. Tunas aksiler
Eksplan yang digunakan dalam percobaan dan bakal tunas dari kalus yang tumbuh pada pan-
LQL DGDODK GDXQ PXGD KLSRNRWLO EDWDQJ gkal batang dapat diamati berkisar antara 55-75
muda, dan (3) ujung akar. Sedangkan media yang hari setelah kultur. Setiap kultivar memberikan
diuji sama dengan yang digunakan dalam induksi respons yang berbeda terhadap jenis media yang
tunas aksiler. Pada tahap ini tiap perlakuan meng- diuji. Medium yang optimal untuk induksi tunas
gunakan 2-4 botol. Tiap botol berisi 5 eksplan aksiler pada 1 kultivar tidak selalu memberikan
yang kesemuanya diamati. hasil yang sama pada kultivar yang lain.
Induksi Tunas Adventif dari Kalus yang Di- Tabel 2 terlihat bahwa eksplan yang dipanen
subkultur dari biji kultivar Obake yang dikecambahkan
Eksplan yang digunakan adalah kalus yang pada berbagai media uji tidak memberikan re-
GLKDVLONDQ WXPEXK GDUL SDQJNDO EDWDQJ \DQJ VSRQV MXPODK WXQDV DNVLOHU \DQJ PDNVLPDO 'DUL
tumbuh karena pengaruh media yang sama. Kalus 4 media yang dicoba tiap nodus yang ditanam
ini kemudian ditanam pada beberapa media yang hanya menghasilkan 1 tunas aksiler artinya tidak
sama dengan percobaan sebelumnya. Tiap botol ada penggandaan jumlah tunas aksiler. Sementara
diisi dengan 5 kalus yang ditanam secara terpisah. itu pembentukan kalus pada nodus yang ditanam
Tiap perlakuan terdiri dari 3 botol. hanya sedikit hingga moderat dengan persentase
bakal tunas yang rendah. Pada kultivar ini me-
Mengingat keterbatasan jumlah eksplan,
dium M4 + AK merupakan media yang paling
rancangan percobaan tidak digunakan dalam
potensial untuk pengembangan lebih lanjut.
percobaan ini. Semua hasil pengamatan dicatat
Sedang pada eksplan yang dihasilkan dari biji
dan dihitung. Percobaan diulang sebanyak jumlah
HNVSODQ WHUVHGLD 'DWD \DQJ GLVDMLNDQ DGDODK GDWD kultivar Lady Jane yang dikecambahkan secara in
rerata pengukuran dan pengamatan. vitro, respons pembentukan tunas aksiler terbaik
GLWHPXNDQ SDGD PHGLXP 0 $. ' 7LDS
Parameter yang diamati dalam penelitian ini eksplan yang ditanam mampu membentuk 2
adalah (1) kalus, (2) persentase pembentukan tunas aksiler. Hasil yang sama juga terlihat pada
kalus, (3) jumlah tunas aksiler, (4) jumlah bakal pembentukan kalus dan bakal tunas adventif.
tunas adventif, (5) persentase eksplan yang mem- 3DGD PHGLXP 0 $. ' SHUVHQWDVH SHP-
bentuk tunas adventif, (6) persentase regenerasi, bentukan kalus mencapai 100% dan bakal tunas
19
J. Hort. Vol. 17 No. 1, 2007

Tabel 2. Pengaruh beberapa media tumbuh dalam induksi tunas aksiler pada beberapa kultivar anthurium
(Effect of growth media in axillary shoot induction on several anthurium cultivars)

Kalus (Callus), - tidak terbentuk kalus (no callus formation), + - terbentuk sedikit kalus (less callus formation) (1-25% dari
total eksplan, RI WRWDO H[SODQW), ++ - agak banyak (moderate callus formation) (26-50% dari total eksplan, 26-50% of
WRWDO H[SODQW), +++ - banyak (abundant callus formation) (> 50% dari total eksplan, PRUH WKDQ RI WRWDO H[SODQW). Jumlah
bakal tunas adventif (Number of initial adventitious shoots ): - tidak ada (no initial adventitious shoot formed), + - 1-5 bakal
tunas (1-5 initial adventitious shoot formed), ++ - 6-10 bakal tunas (6-10 initial adventitious shoot formed, +++ - > 10 bakal
tunas (more than 10 initial adventitious shoot formed)

20
Winarto, B.: Respons pembentukan tunas aksiler dan
adventif pada kultur anthurium secara in vitro

adventif hingga 40%. terjadi akibat perubahan rasio sitokinin dan auksin
yang ada didalam eksplan. Perubahan tersebut
Pada kultivar Laura, semua media yang diuji
terutama disebabkan oleh dampak pembuangan
tidak efektif dalam menginduksi tunas aksiler.
tunas terminal yang diketahui berpengaruh terha-
Tiap eksplan hanya menghasilkan 1 tunas aksiler.
dap hilangnya pengaruh dominasi pertumbuhan
Tetapi pada induksi pembentukan tunas adventif,
apikal, menstimulasi pertumbuhan dan pembe-
PHGLXP 0 ' PHUXSDNDQ PHGLXP \DQJ
lahan tunas aksiler, serta menurunkan kandungan
pa-ling potensial untuk menginduksinya dengan
auksin endogenus (Petridou dan Bangerth 1997).
persentase regenerasinya mencapai 88%. Hasil
Hilangnya pengaruh dominasi pertumbuhan
yang hampir sama juga terlihat pada anthurium
apikal pada eksplan anthurium yang diharapkan
jenis yang lain (aksesi Pink, aksesi Putih, kultivar
dapat menginduksi pembentukan dan pembelahan
Kaumana x Merah Belanda, kultivar Amigo x
tunas aksiler ternyata tidak banyak berpengaruh
Obake, kultivar Lady Jane tipe besar). Pemben-
SDGD NXOWXU QRGXV DQWKXULXP 'LGXJD SHQJDUXK
tukan tunas aksiler tidak memberikan hasil yang
absorbsi hormon eksogenus baik sitokinin (BA,
optimal. Tiap eksplan hanya menghasilkan 1-2
NLQHWLQ 7'= GDQ DLU NHODSD PDXSXQ DXNVLQ
tunas aksiler saja. Sementara untuk induksi tunas
' GDQ 1$$ \DQJ DGD GDODP PHGLD XML MXVWUX
adventif yang di mulai dari pembentukan kalus
berpengaruh banyak pada terbentuknya kalus.
hingga terbentuk bakal tunas, masing-masing
NXOWLYDU DNVHVL \DQJ GLXML PHPEHULNDQ UHVSRQV Rasio sitokinin dan auksin yang lebih tinggi
yang optimal pada media yang berbeda. Aksesi yang berada pada pangkal eksplan yang dikultur
Pink optimal pada medium M2, aksesi Putih pada akan menyebabkan aktivitas pembelahan sel
medium M4+C, Kaumana x Merah Belanda berlangsung lebih cepat sehingga terbentuk kalus
SDGD PHGLXP 0 ' $PLJR GDQ 2EDNH SDGD (George dan Sherrington 1984, George 1993).
medium M4 dan kultivar Lady Jane (tipe besar) Sel-sel parenkim pada batang yang memiliki
SDGD PHGLXP 0 ' kemampuan regenerasi yang tinggi (van Alvorst
et al. 1992, Lin et al. 2000) pada mulanya akan
Pada studi induksi pembentukan tunas ak- mengalami deferensiasi. Sel-sel selanjutnya se-
VLOHU WHUOLKDW EDKZD VHPXD NXOWLYDU DNVHVL GDQ cara bertahap menebal dan jumlah lapisan selnya
media yang diujicoba tidak memberikan hasil pun meningkat akibat pembelahan sel. Sel-sel
yang optimal. Respons pembentukan tunas ak- ini terus membelah ke semua arah (Chevreu et
siler yang rendah mungkin terjadi akibat belum al. 1997), sel-sel menjadi pendek, membulat dan
optimalnya komposisi media yang diuji untuk bersifat meristimatik. Sel-sel meristematik ini
induksi tunas aksiler karena menurut Kunisaki akan terus membelah dan bertumbuh membentuk
(1980) dengan ¾ kekuatan medium MS yang kalus pada ukuran yang lebih besar dan makin be-
mengandung 15% air kelapa dan 2% sukrosa sar. Selanjutnya sel-sel meristimatik dalam kalus
mampu menginduksi pembentukan tunas aksiler akan membentuk meristem apikal (Broertjes dan
5-10 per eksplan. Ketidakmaksimalan media uji Keen 1980). Meristem apikal inilah yang selan-
juga ditandai dengan adanya pembentukan kalus jutnya akan tumbuh dan membentuk bakal tunas
pada pangkal batang yang ditanam pada semua adventif (van Altvorst et al. 1992). Pembentukan
NXOWLYDU DNVHVL \DQJ GLXML KLQJJD SHPEHQWXNDQ kalus yang lebih cepat akibat akumulasi hormon
bakal tunas adventif. Rendahnya pembentukan di pangkal batang inilah yang diduga berpengaruh
tunas aksiler ini juga mendukung pendapat Geier besar terhadap rendahnya pembentukan tunas
(1990) yang menyatakan bahwa induksi tunas aksiler pada induksi tunas aksiler.
aksiler dan penggandaannya dalam perbanyakan
Induksi Tunas Adventif dalam Perbanyakan
anthurium sangat dimungkinkan tetapi umumnya
Anthurium
memberikan hasil yang minimal.
Hasil percobaan dan kondisi yang sama juga
Induksi tunas aksiler yang seharusnya meng-
ditemukan pada induksi tunas adventif (Tabel
hasilkan beberapa tunas aksiler dengan sedikit
6HWLDS HNVSODQ GDUL PDVLQJ PDVLQJ NXOWLYDU
kalus (Geier 1990), namun umumnya pada pene-
aksesi yang ditanam dalam media uji memberi-
litian ini justru menginduksi terbentuknya kalus
kan respons yang berbeda. Pembentukan tunas
dan bakal tunas adventif. Fenomena ini diduga
adventif dapat diamati setelah 50-70 hari setelah
21
J. Hort. Vol. 17 No. 1, 2007

Tabel 3. Pengaruh beberapa media tumbuh dalam induksi tunas adventif pada berbagai kultivar anthur-
ium (Effect of growth media in adventitiously shoot induction on several anthurium cultivars)

JT – jumlah tunas (number of shoots), JBT – jumlah bakal tunas (number of initial shoot), JA – jumlah akar (Number of
root), PPT – Persentase pembentukan tunas (Percentage of shoot formation, %), PPBT – Persentase pembentukan bakal tunas
(Percentage of initial shoot formation, %), PPA – Persentase pembentukan akar (Percentage of root formation, %)

22
Winarto, B.: Respons pembentukan tunas aksiler dan
adventif pada kultur anthurium secara in vitro

kultur. Tiap kultivar memiliki medium optimal 1974), baik pada eksplan akar, hipokotil maupun
masing-masing dan tingkat kesesuaian eksplan daun. Keberhasilan teknik ini dipengaruhi oleh
dan medium pada penelitian ini ditunjukkan respons kultivar (genotip), jenis eksplan dan me-
oleh tingginya persentase regenerasi, kalus yang dia yang digunakan (Larkin dan Scowcroft 1981,
WHUEHQWXN MXPODK WXQDV EDNDO WXQDV SHU HNVSODQ Geier 1990, Hamidah et al. 1997).
dan jumlah akar per eksplan. 7DEHO WHUOLKDW EDKZD SHUEHGDDQ NXOWLYDU
Pada kultivar Obake, eksplan hipokotil mem- aksesi anthurium memiliki pengaruh yang besar
bentuk tunas adventif, bakal tunas, dan akar terhadap keberhasilan kultur jaringan, bahkan
optimal pada media M2 dan M4+C, sedangkan menurut Pierik (1975) genotip ini merupakan
SDGD HNVSODQ DNDU PHGLXP 0 WDQSD PRGL¿NDVL salah satu faktor yang kritikal dalam kultur
merupakan medium yang paling sesuai. Pada kul- jaringan anthurium. Hasil penelitian lain juga
tivar Lady Jane, baik kecil maupun besar hanya menunjukkan bahwa pembentukan kalus pada
terdapat pembentukan kalus sedikit hingga agak 38 genotip memberikan respons yang beragam,
banyak pada semua eksplan yang diuji. Sedikit dari yang tidak membentuk kalus hingga yang
pembentukan bakal tunas terlihat pada medium menghasilkan kalus dalam jumlah banyak. Re-
M4 pada eksplan daun dan M4+AK pada eks- spons yang sama juga dilaporkan oleh Leffring
plan akar. dan Hoogstrate (1977), Leffring dan Soede (1978)
Pada aksesi Putih, media M4+C, dan M4+C+P dalam Geier (1990), hingga pada akhirnya mer-
mampu menstimulasi pembentukan kalus dan eka mengambil kesimpulan bahwa pertumbuhan
bakal tunas secara maksimal, baik pada eksplan kalus sangat lambat dan tidak konsisten. Kondisi
daun maupun akar. Pada aksesi Putih Belanda, ini juga diduga kuat menyebabkan terjadinya per-
medium M2 dan M4 + AK merupakan media yang bedaan respons pembentukan kalus, bakal tunas,
paling sesuai untuk induksi tunas adventif. Pada dan akar pada beberapa kultivar anthurium yang
hasil persilangan Kaumana x Merah Belanda, diuji dalam percobaan ini.
PHGLXP 0 GDQ 0 $. ' PHUXSDNDQ Jenis eksplan yang digunakan juga berpenga-
media yang paling sesuai dan potensial dikem- ruh besar terhadap keberhasilan kultur jaringan
bangkan pada penelitian lebih lanjut. Media ini anthurium. Geier (1990) menyatakan bahwa
menginduksi pembentukan kalus dan bakal tunas pemilihan eksplan dalam kultur jaringan an-
lebih potensial dibanding yang lain pada eksplan thurium berperan penting dalam menunjang
daun dan akar. Sementara eksplan daun hasil keberhasilan. Pemilihan eksplan ini berkaitan
persilangan Amigo dan Obake kurang responsif. erat dengan kemampuan regenerasi (Teng 1997)
Eksplan ini hanya membentuk kalus saja. Se- juga tujuan yang ingin dicapai (Chen et al. 1997).
dangkan pada eksplan daun dari $ [DQGUHDFKLL Regenerasi plantlet dapat diperoleh dengan
penggunaan medium M4 dan M4+AK mampu mengkultur bagian-bagian dari tanaman, seperti
menstimulasi pembentukan kalus yang banyak, lembaran daun, petiole, tangkai bunga, spate,
beberapa tunas adventif, bakal tunas, dan akar. dan spadik (Geier 1990), pemanfaatan akar pun
'DUL KDVLO SHQHOLWLDQ LQGXNVL WXQDV DGYHQWLI telah digunakan pada perbanyakan tanaman ini
terlihat bahwa sebagian besar eksplan dan media (Chen et al. 1997), sedangkan pada percobaan ini
yang diuji memberikan respons yang positif dalam penggunaan hipokotil memiliki respons terbaik
membentuk tunas adventif, meskipun terdapat dalam membentuk kalus dan bakal tunas. Pada
keragaman yang nyata pada tiap eksplan tiap percobaan ini penggunaan daun muda, hipokotil,
NXOWLYDU DNVHVL GHQJDQ PHGLD XMLQ\D %HUGDVDUNDQ dan ujung akar memiliki kemampuan regenerasi
hasil penelitian ini terlihat bahwa perbanyakan yang sebanding dengan beberapa kultivar yang
anthurium melalui induksi tunas adventif meru- berbeda. Kemampuan regenerasi sebanding ini
pakan teknik perbanyakan yang potensial untuk terlihat pada eksplan daun A. andreanum dengan
dikembangkan lebih lanjut. Perbanyakan diawali hipokotil dari kultivar Obake dengan akar dari
dengan diferensiasi, pembentukan sel-sel meri- kultivar Obake dengan akar dari hasil silangan
stematik, pembentukan, dan pertumbuhan kalus Kaumana dan Merah Belanda.
hingga pembentukan tunas adventif (Pierik et al. Ukuran dan kondisi eksplan yang ditanam

23
J. Hort. Vol. 17 No. 1, 2007

juga berpengaruh terhadap perbanyakan anthur- PHQJJDQWL ' GHQJDQ NLQHWLQ XQWXN PHQGX-
ium secara in vitro. Hal ini juga dilaporkan oleh kung pemasakan biji sintetik. Kuehnle dan Sugii
Geier (1990), Teng (1997), dan Hamidah et al. PHQJJXQDNDQ NRPELQDVL —0 '
(1997). Geier (1990) yang menyatakan bahwa GDQ —0 %$ SDGD PRGL¿NDVL PHGLXP 3LHULN
daun yang masih muda dan ukurannya hingga Sedang pada percobaan ini penambahan air ke-
½ bagian dari lembaran daun dari bagian pangkal ODSD FHIRWD[LP SDQWRWHQDW SDGD PHGLD 0 GDQ
daun memiliki kemampuan regenerasi yang lebih PHQLQJNDWNDQ NRQVHQWUDVL ' GDUL PHQMDGL
tinggi dibanding eksplan yang lain. Sedang Teng PJ O PDPSX PHQVWLPXODVL UHJHQHUDVL HNVSODQ
(1997) menggunakan daun muda yang belum secara optimal pada beberapa kultivar anthurium
membuka dan memanjang, dipotong dengan uku- yang digunakan.
ran 2-3 cm untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Secara keseluruhan dari hasil penelitian ini
Pada percobaan ini ½ bagian eksplan daun muda, menunjukkan bahwa respons pembentukan tunas
0,5 cm hipokotil, dan ujung akar mungkin belum aksiler dan adventif dipengaruhi oleh beberapa
optimal, tapi mampu menunjukkan kemampuan faktor. Perbedaan kultivar (genotip), jenis eks-
regenerasi yang tinggi, sehingga ukuran eksplan plan, ukuran dan kondisinya, serta media tumbuh
yang tepat masih perlu 1dipelajari
3
lebih lanjut. berpengaruh besar terhadap regenerasi eksplan
Media yang digunakan dalam penelitian ini anthurium. Pembentukan tunas adventif dalam
juga menunjukkan pengaruh yang berbeda ter- penelitian ini memberikan hasil yang maksimal
hadap kemampuan regenerasi eksplan. Seperti dibanding induksi pembentukan tunas. Pemben-
peneliti sebelumnya (Pierik et al. 1975 dalam tukan tunas adventif umumnya terjadi melalui
*HLHU SDGD SHQHOLWLDQ LQL PRGL¿NDVL 06 pembentukan kalus terlebih dahulu (indirect
juga telah dilakukan untuk mendapatkan kemam- organogenesis). Setelah kalus mencapai ukuran
puan regenerasi yang optimal. Pada percobaan ini tertentu, stimulasi pembentukan tunas adventif
reduksi hara makro menjadi ½ bagian dan meng- terjadi. Hasil penelitian ini juga mendukung hasil
gantikan NH4NO3 dengan (NH4)SO4, menurunkan penelitian sebelumnya.
NRQVHQWUDVL DVDP QLNRWLQ GDUL NH PJ O
GDQ SLULGR[LQ +&O GDUL NH PJ O NHPXGLDQ
menaikkan konsentrasi thiamin HCl dari 0,1 ke
PJ O PHUXSDNDQ PRGL¿NDVL \DQJ SDOLQJ VHVXDL KESIMPULAN
untuk regenerasi eksplan anthurium. Hamidah et
al. MXJD PHPRGL¿NDVL PHGLXP 06 GHQJDQ 1. Keberhasilan kultur jaringan anthurium dipen-
reduksi hara makro menjadi ½ konsentrasi, me- JDUXKL ROHK MHQLV NXOWLYDU DNVHVL MHQLV XNXUDQ
ningkatkan konsentrasi sukrosa menjadi 6%, dan dan kondisi eksplan, serta media tumbuhnya.
PRGL¿NDVL NRPSRQHQ YLWDPLQ XQWXN PHQGDSDWNDQ Kultivar Laura, membentuk kalus optimum
respons regenerasi yang tinggi eksplan daun dari dengan jumlah tunas adventif yang tinggi
A. scherzerianum Schott. Sedangkan Kuehnle dan GDQ SDGD PHGLXP 0 '
6XJLL PHPRGL¿NDVL PHGLXP 3LHULN GHQJDQ sementara aksesi Pink pada medim M2.
mengganti sukrosa dengan glukosa sebagai sum- 7LDS HNVSODQ GDQ NXOWLYDU DNVHVL PHPLOLNL
ber carbon dan gelrite dengan bacto agar untuk kompatibilitas yang berbeda dengan medium
mendapatkan respons yang bagus pada eksplan tumbuhnya. Eksplan daun $ [DQGUHDFKLL,
yang diambil dari anthurium Hawaii. menghasilkan tunas adventif optimal pada
Selain komponen dasar medium, hormon per- medium M4, sementara eksplan daun kultivar
tumbuhan, dan bahan pelengkap lain ditambahkan Kaumana pada medium M2.
untuk mendapatkan kemampuan terbaik medium 3. Induksi tunas adventif merupakan teknik
dalam menstimulasi regenerasi eksplan. Hamidah perbanyakan yang lebih potensial dan sesuai
et al PHQLQJNDWNDQ NRQVHQWUDVL ' GDUL dikembangkan pada anthurium dibandingkan
—0 PHQMDGL —0 XQWXN LQGXNVL NDOXV GDQ induksi tunas aksiler.

24
Winarto, B.: Respons pembentukan tunas aksiler dan
adventif pada kultur anthurium secara in vitro

0 GDQ PRGL¿NDVLQ\D SRWHQVLDO GDQ VHVXDL 9. ___________ and F.C. Chen. 1994. Agrobacterium-
untuk dikembangkan pada perbanyakan mediated Transformation of Anthurium In: Bajaj, Y.P.S.
(Eds.) Biotechnology in Agriculture and Forestry, Plant
anthurium secara in vitro, khususnya pada Protoplasts and Genetic Engineering V. Springer Verlag,
induksi tunas adventif. Berlin. 2:215-225 .
10. Kunisaki, J.T. 1980. In Vitro Propagation of Anthurium
andreanum Lind. Hortsci. 26:1325-1328.
UCAPAN TERIMA KASIH
11. Larkin, P.J and W.R. Scowcroft. 1981. Somaclonal Vara-
tion: A Novel Source of Variability from Cell Cultures for
Pelaksana kegiatan penelitian ini mengucap- Plant Improvement. Theor. Appl. Genet. 60:197-214.
NDQ EDQ\DN WHULPD NDVLK NHSDGD 6GU L 1LQD 0DU- 12. Lin, H.S., M. de Jeu, and E. Jacobsen. 2000. The Ap-
OLQD (XLV 5RKD\DWL 'HGL 5XVQDQGL GDQ 6XSHQWL plication of Leafy Explant Micropropagation Protocol in
yang telah turut membantu proses penelitian dari (QKDQFLQJ WKH 0XOWLSOLFDWLRQ (I¿FLHQF\ RI $OVWURHPHULD
Sci. Hort. 85:307-318.
sejak persiapan, pelaksanaan, dan pengambilan
13. Petridou, M.A.K. and F. Bangerth. 1997. Effect of
data.
Changing the Endogenous Concentration of Auxins and
Cytokinins and the Production of Ethylene in Pea Stem
Cuttings on Adventitious Root Formation. Plant Growth
PUSTAKA Regul. 22:101-108.
3LHULN 5 / 0 + + 0 6WRHJPDQV DQG - $ - YDQ 'HU
1. Broertjes, C. and A. Keen. 1980. Adventitious Shoots: Mays. 1974. Plantlet Formation in Callus Tissues of
'R WKH\ 'HYHORS IURP 2QH &HOO Euphytica. 29:73-87. Anthurium andreanum Lind. Sci. Hort. 2:193-198.
2. Chen, F.C., A.R. Kuehnle and N. Sugii. 1997. Anthurium 15. ___________. 1975. Callus multiplication of Anthurium
Roots for Micropropagation and Agrobacterium tume- andreanum Lind. In Liquid Media. Neth. J. Agric. Sci.
faciens Mediated Gene Transfer. Plant Cell, Tissue and 23:299-302.
Organ Cult. 49:71-74.
16. Teng, W.L. 1997. Regeneration of Anthurium Adventi-
3. Chevreau, E., F. Mourgues, M. Neveu, and M. Cheva- tious Shoots Using Liquid or Raft Culture. Plant Cell,
lier. 1997. Effect of Gelling Agents and Antibiotics on Tissue and Organ Cult. 49:153-156.
Adventitious Bud Regeneration From In Vitro Leaves of
17. van Altvorst, A.C., H.J.J. Koehorst, T. Bruinsma, J.
Pear. In Vitro Cellular and Developmental Biology-Plant
-DQVHQ - % 0 &XVWHUV - GH -RQJ DQG - - 0 'RQV
33:173-179.
1992. Adventitious Shoot Formation from In Vitro Leaf
4. Geier, T. 1990. Anthurium. In $PPLUDWR 3 9 ' $ Explants of Carnation (Dianthus caryophyllus L.). Sci.
Evans, W.R. Sharp and Y.P.S. Bajaj. (Eds.) Handbook of Hort. 51:223-235.
Plant Cell Culture, Ornamental Species, McGraw-Hill,
New York. 5:228-252.
*HRUJH ( ) DQG 3 ' 6KHUULQJWRQ Plant Propa-
gation by Tissue Culture. Exegetics Limited, England.
709p.
6. __________. 1993. Plant Propagation by Tissue Culture:
The Technology. 2nd Edition. Exegetics Limited. England.
574p.
+DPLGDK 0 $ * $ .DULP DQG 3 & 'HEHUJK
Somatic Embryogenesis and Plant Regeneration in An-
thurium scherzerianum. Plant Cell, Tissue and Organ
Cult. 49:23-27.
8. Kuehnle, A.R. and N. Sugii. 1991. Callus Induction and
Plantlet Regeneration in Tissue Cultures of Hawaiian
Anthuriums. Hortsci. 26(7):919-921.

25

Anda mungkin juga menyukai