Anda di halaman 1dari 5

STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM

PRODUKSI PETERNAKAN SAPI


POTONG
 14 November 2019  admin  0 Komentar
STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM PRODUKSI PETERNAKAN SAPI POTONG
UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN AKSESIBILITAS PEMBIAYAAN
USAHA.

Sistem Produksi Peternakan Mengklasifikasikan dua tipe utama yaitu sistem tradisional dan
modern. Beberapa pola sistem produksi peternakan melalui kombinasi dengan usaha pertanian
lain telah diterapkan dan memberikan hasil positif dengan meningkatnya produksi.
Pengembangan subsektor peternakan sapi potong di pedesaan, dewasa ini dirasakan semakin
penting dan memiliki peranan yang sangat strategis. Berbagai masalah yang dihadapi peternak
sapi potong selama ini dalam mendapatkan modal yang berasal dari lembaga keuangan formal,
menyebabkan terhambatnya akselerasi penguatan skala usaha dan tidak berkembangnya sektor
riil usaha peternakan sapi potong. Diperlukan skim pembiayaan (kredit) yang mampu
mengakomodasi keperluan peternakan sapi potong yang sebagaimana diketahui memiliki siklus
produksi yang cukup lama sehingga memerlukan kebijakan tenggang waktu angsuran awal dan
penjadwalan angsuran kredit. Ketersediaan dan kemudahan pembiayaan dari perbankan akan
sangat memacu percepatan sektor riil pada usaha peternakan sapi potong sehingga akan
meningkatkan populasi sapi potong dan menciptakan pemberdayaan ekonomi masyarakat di
pedesaan. Peningkatan produktivitas dan aksesibilitas pembiayaan dari perbankan untuk usaha
peternakan sapi potong membutuhkan pengkajian karakteristik sistem produksi yang berbasis
sumberdaya lokal.

Identifikasi sistem produksi peternakan sapi potong beserta rumusan strategi pengembangannya
untuk peningkatan produktivitas dan aksesibilitas pembiayaan perbankan sangat dibutuhkan
dalam upaya peningkatan pemberdayaan ekonomi masyarakat di pedesaan. Sistem Produksi
Peternakan Sapi Potong dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe utama yaitu sistem tradisional
dan modern. Pengembangan sistem tersebut sangat potensial melalui penerapan sistem integrasi
untuk meningkatkan nilai tambah produk. Sistem produksi di Indonesia dapat diklasifikasikan
kepada satu dari tiga kategori yaitu (i). Lahan terbatas (landless), (ii). Berbasis tanaman budidaya
(crop-based); dan (iii). Berbasis lahan penggembalaan (rangeland-based). secara umum sistem
produksi peternakan Sapi Potong di wilayah Nusa Tenggara Timur merupakan peternakan
tradisional berbasis lahan pengembalaan dengan jumlah kepemilikan ternak sedikit.

Peternakan memainkan peran banyak fungsi dan sangat berarti bagi usaha petani kecil. Ternak
akan mengubah sumber daya alam berkualitas rendah menjadi produk yang sangat berkualitas
berupa daging dan telur, berkontribusi mengontrol pertumbuhan gulma, dan menyediakan nutrien
yang dibutuhkan oleh tanaman melalui produksi pupuk untuk meningkatkan kesuburan tanah. 
Sistem pemeliharaan sapi potong pada wilayah dengan berbasis lahan pengembalaan menerapkan
pola intensif maupun semi-intensif sangat umum dijumpai di NTT. Peternak yang tergabung pada
kelembagaan kelompok tani ternak umumnya memiliki kandang kelompok dalam suatu kawasan.
Keunggulan pemeliharaan pada kandang kawasan adalah aspek pengendalian kebersihan
lingkungan lebih baik.

Pada wilayah penelitian, pemeliharaan sapi potong untuk tujuan menghasilkan pedet dilakukan
pengandangan terpisah antar umur fisiologis ternak. Pemeliharaan sapi potong juga untuk
menghasilkan kotoran yang digunakan sebagai pupuk.  Hasil penelitian ini memperlihatkan
bahwa pada sistem produksi peternakan sapi potong sudah memanfaatkan sumber daya pakan
lokal dan sebagian besar memelihara bangsa-bangsa lokal (Sapi PO dan SO) dengan menerapkan
integrasi antara usaha peternakan dan pertanian yang saling menguntungkan.

Keterkaitan usaha peternakan sapi potong dengan tanaman pertanian/perkebunan pada sistem
tersebut adalah pemanfaatan limbah pertanian/perkebunan digunakan untuk pakan sapi,
sedangkan kotoran ternak sebagai pupuk tanaman. Karena ternak ruminansia sangat membantu
dalam mengubah secara cepat sumber-sumber hayati berasal dari padang gembala, sisa-sisa
limbah pertanian dan menjadi produk pangan yang bernilai tinggi untuk manusia.

Produktivitas dan Strategi Peningkatan Produktivitas Sapi Potong Usaha melalui usaha
penggemukan, dan pembibitan. Secara umum, dasar pembibitan ternak dilakukan oleh
pembibitan rakyat yang jelas tidak terstruktur, skala usaha kecil, manajemen sederhana,
pemanfaatan teknologi seadanya maka peran pemerintah untuk mendorong usaha pembibitan
rakyat. Permasalahan dalam industri perbibitan sapi potong antara lain (1) angka service per
conception (S/C) cukup tinggi, mencapai 2,60; (2) calving interval terlalu panjang, dan (3) tingkat
mortalitas pedet prasapih relatif tinggi mencapai 50%. Inefisiensi produktivitas sapi potong di
Indonesia penyebab utamanya adalah keterlambatan estrus pertama postpartum. Hubungan antara
kandungan nutrisi ransum dan cadangan energi tubuh induk mempengaruhi munculnya estrus,
dan dapat dievaluasi melalui Body Condition Score (BSC). BCS juga berkorelasi dengan efisiensi
perkawinan berulang, untuk optimalisasi produksi, evaluasi kesehatan dan juga mengevaluasi
status nutrisi. Disarankan untuk adanya pemberian pakan tambahan ditentukan oleh kondisi tubuh
induk. Pakan tambahan sebaiknya diberikan dua bulan “pre”- dan “post-partum” bila kondisi
induk pada standar atau di bawahnya. Disarankan pakan tambahan “post-partum” bila kondisi
induk di atas standar. Hubungan antara kandungan nutrisi ransum dan cadangan energi tubuh
induk mempengaruhi munculnya estrus ini. Diupayakan agar setiap induk dapat “partus” setiap
tahun maka ternak tersebut harus bunting dalam 90 hari “post-partum”. Estrus pertama “post-
partum” harus sekitar 35 hari sehingga induk mempunyai kesempatan kawin dua kali sebelum
bunting. 

Penilaian BSC dengan rentang skor 1 (kurus) sampai 9 (gemuk) merujuk kepada Parish and
Rhinehart (2008). Penampilan BCS sapi pada wilayah NTT bervariasi tergsntung awilayah
pengembalaan. BCS berkisar dari 3 sampai 6 untuk sapi bali, Peranakan Ongole dan Sumba
Ongole dan 6 sampai 7 untuk sapi Persilangan Simmental dan brahman. Kondisi ideal BCS
dipacu mencapai skor tinggi 7-9, sehingga memiliki konformasi perdagingan lebih tinggi dan
potensi akan menghasilkan nilai jual lebih mahal.  Indikator BCS sangat penting untuk
mengevaluasi pengelolaan dan dapat digunakan sebagai alat untuk mengoptimasikan produksi,
mengevaluasi kesehatan dan status nutrisi. Petani sapi potong untuk tujuan penggemukan sangat
memperhatikan pentingnya pemberian pakan konsentrat. Pakan konsentrat dapat berasal dari
pencampuran bahan-bahan yang bersumber dari lokal setempat, serta memanfaatkan limbah
pertanian maupun hasil agroindustri seperti dedak padi, dedak jagung, dan ampas tahu. pakan
yang berkualitas baik dan diberikan dalam jumlah yang cukup akan meningkatkan produktivitas
ternak.

Pengembangan Sistem Produksi untuk Pengembangan Usaha tergantung kepada tersedia lahan
sebagai basis budidaya, tersedia agroekosistem, tersedia berbagai bangsa ternak, tersedia
teknologi, tersedia pasar (lokal, regional dan nasional), tersedia skim pembiayaan untuk UMKM
(KKPE, KUR, KUPS, CSR) dan program nasional (ketahanan pangan dan pengentasan
kemiskinan dana APBN/APBD seperti PNPM, SMD, Dana Pembantuan, Penyelamatan Betina
Produktif, Dana Insentif Sapi Bunting); dan tantangannya adalah kelembagaan kelompok
peternak yang belum solid, beberapa teknologi belum diterapkan (utamanya breeding dan pakan).
Koordinasi dan sinergi berbagai pihak sangat kurang; peluang usaha sapi potong adalah
permintaan pasar (market demand) termasuk pasar ekspor, beragam produk (daging, pupuk).
Akses peternak kepada permodalan selama ini masih menjadi salah satu kendala untuk
meningkatkan usaha peternak, sehingga secara umum mempengaruhi produktivitas. Lemahnya
struktur modal peternak diakibatkan tidak adanya aset yang dapat dijadikan agunan, untuk itu
revitalisasi pembiayaan perlu dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai pihak, meliputi
pemerintah pusat dan daerah melalui kementerian, departemen/direktorat maupun dinas teknis
terkait, lembaga perbankan, lembaga perguruan tinggi dan institusi penelitian, dan lembaga
asuransi, serta lembaga kemasyarakatan. Akses peternak kepada perbankan antara lain:

 persyaratan jaminan, pada umumnya tidak memiliki sertifikat dan BPKB,


 (ii) suku bunga (rate) atau margin masih relatif tinggi,
 (iii) siklus produksi (gestation period),
 (iv) analisis kelayakan, pada umumnya sangat lemah, dan
 (v) kelembagaan kelompok relatif belum solid.
Pengembangan sistem produksi peternakan harus memperhatikan beberapa aspek sebagai berikut:
(1) bangsa ternak, (2) sumber daya manusia peternak dan kelembagaan peternakan, (3) lahan
sebagai basis ekologis budidaya ternak, dan (4) teknologi peternakan. Strategi perbaikan sistem
produksi untuk peningkatan aksesibilitas terhadap lembaga perbankan dirumuskan dalam road
map sebagai berikut: (i) potensi peternak individu ditingkatkan pengetahuan dan
keterampilannya, (ii) peternak dihimpun dalam kelembagaan kelompok yang solid, (iii) fasilitasi
teknologi terapan yang proven mencakup breeding management, housing, feeding system, good
farming practices (untuk meningkatkan fisibilitas usaha), dan (iv) mediasi kepada lembaga
perbankan (fasilitasi informasi dan akses pembiayaan kepada perbankan). Pada usaha peternakan
yang sudah layak tetapi belum bankable Bankable berarti kita dapat memenuhi persyaratan Bank
untuk mendapatkan kredit usaha. difasilitasi akses pada lembaga keuangan dengan penjaminan
kredit maupun model tanggung bersama-sama dalam wadah kelembagaan kelompok.
Secara umum sistem produksi peternakan sapi potong di wilayah ntt. Untuk meningkatkan
fisibilitas usaha dan daya saing direkomendasikan untuk menerapkan teknologi terapan yang
terbukti sudah berhasil terutama pada budi daya sapi potong yang baik dan manajemen pakan
yang baik melalui pemanfaatan sumber daya pakan lokal spesifik lokasi bersumber dari limbah
pertanian maupun agroindustri. Dalam Melaksanakan budi daya sapi potong yang baik dapat
mengacu kepada Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor
46/Permentan/Pk.210/8/2015 tentang  Pedoman Budi Daya Sapi Potong Yang Baik.

Untuk meningkatkan akses pembiayaan kepada perbankan diperlukan sinergi berbagai pihak
(pemerintah, akademisi, pebisnis, perbankan dan kelompok masyarakat) serta penguatan
kelembagaan kelompok tani ternak sapi potong. 

Kelembagaan peternak merupakan wadah organisasi bagi peternak untuk melakukan aktifitas
usaha agribisnis peternakan, mulai dari hulu sampai hilir, membangun koordinasi dengan stake
holder terkait. Peranan kelembagaan peternak sangat penting dan strategis dalam rangka
mewujudkan hubungan antara peternak dalam jaringan kerja sama dengan para stake holder
untuk membangun dan memperkuat kelembagaannya, guna mendorong tumbuhnya usaha
agribisnis peternakan yang lebih efisien, efektif dan berkelanjutan.

Penguatan kelembagaan peternak merupakan upaya untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan


peternak melalui perbaikan manajerial usaha, pengembangan dan diversifikasi usaha yang yang
dibangun dalam satu kelembagaan usaha. Penguatan kelembagaan peternak diharapkan dapat
memperkuat kemandirian masyarakat peternak dalam pembangunan peternakan yang
berkelanjutan.

Upaya pemberdayaan peternak dan kelembagaan peternak yang berdaya saing tinggi, dilakukan
melalui kebijakan penguatan kapasitas kelembagaan peternak menjadi penguatan kelembagaan
ekonomi peternak yang diarahkan menjadi badan usaha milik peternak atau BUMP dalam bentuk
koperasi ternak dan atau pembentukan perseroan terbatas dan lain-lain yang dapat meningkatkan
status daya tawar peternak dengan berbagai pihak.

Setiap kelembagaan peternak memiliki peluang untuk membentuk dan mengembangkan lembaga
peternak, namun demikian kelembagaan peternak harus terbentuk berdasarkan kebutuhan untuk
mengembangkan kegiatan usaha. Setelah kelembagaan peternak terbentuk, maka diperlukan
adanya fasilitasi berupa pendampingan oleh Dinas yang membidangi fungsi peternakan
Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat agar kelembagaan tersebut dapat berjalan secara profesional
dan mampu mengembangkan diri menjadi lembaga peternak yang mandiri, serta meningkatkan
usahanya sebagai lembaga usaha yang komersial. Hal-hal yang perlu di fasilitasi bagi
kelembagaan ekonomi peternak, diantaranya:

1. Penguatan kapasitas manajerial usaha kelembagaan ekonomi peternak.


2. Pengembangan Jejaring dan kemitraan.
3. Pengembangan pelayanan informasi, pemagangan dan pelatihan bagi calon kelembagaan
ekonomi peternak.
Dalam rangka memperkuat kelembagaan kelompok peternak dan mendorong kemandirian usaha
kelompok dengan membentuk koperasi yang berbadan hukum, kelembagaan peternak yang kuat
memberikan peluang bagi peternak untuk mampu meningkatkan produktifitas dan nilai tambah
usaha yang lebih optimal. Kemudahan akses informasi, teknologi, sarana dan prasarana, lembaga
keuangan dan promosi untuk mendukung pengembangan usaha agribisnis peternakan.
Kelembagaan yang kuat dapat menciptakan peluang yang lebih besar dalam mengakses sumber-
sumber permodalan baik perbankan maupun pihak swasta.U ntuk memajukan usaha peternak
para pelaku peternak perlu adanya langkah dan tindakan nyata dengan memotivasi kelompok
peternak dan anggota kelompok untuk memiliki jiwa interpreuner (pelaku usaha) dan bukan
sekedar memiliki pengetahuan budidaya ternak secara tradisional.

Para pelaku peternak masih sulit mengakses sumber permodalan khususnya dari pihak perbankan.
Hal ini disebabkan karena beberapa hal yang menjadi syarat pihak perbankan, antara lain
anggunan dan laporan keuangan kelompok peternak belum terpenuhi. Oleh karena itu pentingnya
sosialisasi dan pelatihan bagi peternak dalam membuat laporan keuangan, dengan melibatkan
pihak perbankan. Dalam masalah teknis Bank juga masih kurang memiliki pengetahuan yang
memadai tentang pembiayaan usaha pertanian, khususnya peternakan, antara lain pada
penghitungan kebutuhan pembiayaan debitur (plafon) dan pola cash flow usaha peternakan secara
kesuluruhan. Oleh karena itu perlu juga ada peningkatan pengetahuan dan penyediaan informasi
kepada perbankan terkait mengenai usaha peternakan.

Dalam rangka penguatan kelembagaan perlu adanya pembinaan dan bimbingan SDM secara
menyeluruh, termasuk kelengkapan dokumen syarat pengajukan kredit sehingga kemandirian
peternak lebih dapat terbangun baik teknis maupun administratif, karena kelembagaan peternak
tidak cukup tanpa adanya pengetahuan administratif dan penguasaan akses pasar ternak dan
produk ternak lainnya. Untuk menjaga kestabilan dan meningkatkan produksi agar mampu
memasok kebutuhan nasional yang semakin melonjak. Wadah koperasi menjadi hal yang lebih
mudah diwujudkan karena upaya-upaya pembinaan kepada peternak, perkuatan modal, hingga
pendataan dan pemasaran ternak lebih mudah dikontrol.

Perlu meningkatkan penyebaran informasi tentang kredit program yang saat ini masih dirasakan
kurang oleh kelompok peternak dan UMKM. Informasi tersebut bersumber dari bank maupun
Dinas/Penyuluh. Oleh karena itu pentingnya koordinasi yang berkesinambungan dengan Dinas
Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan di Daerah baik provinsi maupun
kab/kota tentang mekanisme dan syarat pengajukan kredit.
Usaha peternakan adalah termasuk koperasi sektor riil, oleh karena itu penguatan kelembagaan
melalui peningkatan partisipastif bagi anggota harus secara menyeluruh sehingga anggota
kelompok peternak dapat bergabung dalam koperasi. Harapan kedepan dengan semakin
meningkatnya kapasitas usaha peternak, semakin meningkatkan kesejahteraan peternak
Indonesia. (admin)

Anda mungkin juga menyukai