Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Obat antipiretik dan analgesik merupakan obat yang sudah di kenal luas
seperti obat asetaminofen. Bayak dijual sebagai kemasan tunggal maupun
kemasan kombinasi dengan bahan obat lain. Obat ini tergolong sebagai obat bebas
sehingga mudah ditemukan di apotik toko obat maupun warung pinggr jalan.
Karena mudah didapatkan resiko untuk terjadi penyalahgunaan obat ini semakin
besar. Di Amerika Serikat di laporkan lebih dari 100.000 kasus per tahun yang
menghubungi pusat informasi keracunan, 56.000 kasus datang ke unit gawat
darurat, 26.000 kasus memerlukan perawatan intensif di rumah sakit.

Pada umumnya (sekitar 90%) analgesik mempunyai efek antipiretik. Bagi


para pengguna mungkin memerlukan bantuan dalam mengkonsumsi obat yang
sesuai dengan dosisi-dosis obat. Penggunaan Obat Analgetik Narkotik atau Obat
Analgesik  ini mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa
berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek
menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik atau Analgesik ini tidak
mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Analgetika, Antipiretika, AINS dan Sendi?
2. Apa saja golongan obat dari analgetik, atipiretik, AINS, dan gangguan pada
sendi?
3. Bagaimana mekanisme kerja obat analgetik, antipiretik, dan AINS?
4. Bagaimana efek Farmakodinamika dari obat analgetik, dan antipiretik?
5. Bagaimana efek farmakokinetika, efek farmakodinamika, dan efek samping
secara umum dari AINS ?
6. Apa saja yang termasuk obat baru pada AINS ?
7. Apa saja penyakit gangguan pada sendi ?

1
8. Apa saja obat untuk penyakit gangguan pada sendi ?

1.3 TUJUAN
Adapun tujuan pembuatan makalah ini, adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari Analgetika, Antipiretika, AINS dan Sendi
2. Untuk mengetahui golongan obat dari analgetik, atipiretik, AINS, dan
gangguan pada sendi
3. Untuk mengetahui mekanisme kerja obat analgetik, antipiretik, dan AINS
4. Untuk mengetahui efek farmakodinamika dari obat analgetik dan obat
antipiretik
5. Untuk mengetahui efek farmakokinetika, efek farmakodinamika, dan efek
samping secara umum dari AINS
6. Untuk mengetahui obat baru pada AINS
7. Untuk mengetahui penyakit gangguan pada sendi
8. Untuk mengetahui obat untuk penyakit gangguan pada sendi

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ANALGETIK
A. Pengertian Analgetik
Analgetik atau analgesik, adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang
menderita. 
Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan motorik yang tidak
menyenangkan, berhubungan dengan adanya potensi kerusakan jaringan atau
kondisi yang menggambarkan kerusakan tersebut. Gejala Nyeri dapat
digambarkan sebagai rasa benda tajam yang menusuk, pusing, panas seperti rasa
terbakar, menyengat, pedih, nyeri yang merambat, rasa nyeri yang hilang timbul
dan berbeda tempat nyeri.
Adapun jenis nyeri beserta terapinya, yaitu:
a. Nyeri ringan
Contohnya: sakit gigi, sakit kepala, sakit otot karena infeksi virus, nyeri haid,
keseleo. Pada nyeri ringan dapat digunakan analgetik perifer seperti
parasetamol, asetosal dan glafenin.
b. Nyeri yang disertai pembengkakan
Contohnya : Jatuh, tendangan, dan tubrukan
Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik antiradang seperti aminofenazon dan
NSAID (ibu profen, mefenaminat, dll)
c. Nyeri hebat
Contoh: nyeri organ dalam, lambung, usus, batu ginjal, batu empedu.
Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik sentral berupa morfin, atropine,
butilskopolamin (bustopan), camylofen ( ascavan).
d. Nyeri hebat menahun
Contoh : kanker, rematik, dan neuralgia berat. Pada nyeri ini dapat digunakan
analgetik berupa fentanil, dekstromoramida, dan benzitramida.

3
B. Golongan Obat Analgetik
Berdasarkan aksinya, Analgesik di bagi menjadi 2 yaitu:
1. Analgesik narkotika
Analgetik narkotik kini disebut juga dengan opioida yang merupakan
obat-obat yang daya kerja nya meniru opioid endogen dengan
memperpanjang aktivasi dari reseptor-reseptor opioid. Zat-zat ini bekerja
terhadap reseptor opioid khas di SSP, hingga persepsi nyeri dan respon
emosional terhadap nyeri berubah.
Analgesik narkotika merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat
seperti opium atau morfin. Golongan obat ini digunakan untuk meredakan
atau menghilangkan rasa nyeri seperti pada fractura dan kanker. Efek
samping yang paling sering muncul adalah mual, muntah, konstipasi, dan
mengantuk. Dosis yang besar dapat menyebabkan hipotansi serta depresi
pernafasan. Selain itu, juga dapat mengakibatkan toleransi dan kebiasaan
(habituasi) serta ketergantungan psikis dan fisik (ketagihan adiksi) dengan
gejala-gejala abstinensia bila pengobatan dihentikan.
Endorfin adalah kelompok polipeptida yang terdapat di CCS dan dapat
menimbulkan efek yang menyerupai efek morfin.
Mekanisme kerja utamanya ialah endofrin bekerja dengan jalam
menduduki reseptor-reseptor SSP, hingga perasaan nyeri dapat diblokir.
Khasiat analgetik opioida berdasarkan kemampuannya untuk menduduki sisa-
sisa reseptor nyeri yang belum ditempati endorphin. Tetapi bila analgetik
tersebut digunakan terus menerus, pembentukan reseptor-reseptor baru
distimulasi dan produksi endorphin diujung saraf otak dirintangi. Akibatnya
terjadilah kebiasaan dan ketagihan.
Contoh  zat Analgetik Narkotika yaitu morfin, kodein, fentanil, netadon,
tramadol, lokson, kanabis, dan pentazosin.

2. Obat Analgetik Non-narkotik


Obat Analgesik Non-Nakotik dalam Ilmu Farmakologi juga sering
dikenal dengan istilah Analgesik Perifer. Analgetika perifer (non-narkotik),
yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja

4
sentral. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik
Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit
tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek
menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat
Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna
(berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik
Narkotik).
Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok
pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada
daerah yang terluka dengan demikian mengurangi pembentukan mediator
nyeri.
Efek samping obat-obat analgesik perifer: kerusakan lambung, kerusakan
darah, kerusakan hati dan ginjal, kerusakan kulit. Efek samping biasanya
disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar.
Contoh  obat Analgetik Non-Narkotik yaitu Aminofenazon, asam
salisilat, fenilbtazon, glafenin, dan paracetamol.

C. Mekanisme Kerja Obat Analgetik


Rasa nyeri disebabkan rangsang mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik,
yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat yan disebut
mediator nyeri (pengantara). Zat ini merangsang reseptor nyeri yang letaknya
pada ujung syaraf bebas di kulit, selaput lendir dan jaringan lain. Dari tempat ini
rangang dialaihkan melalui syaraf sensoris ke susunan syaraf pusat (SSP), melalui
sumsum tulang belakang ke talamus (optikus) kemudian ke pusat nyeri dalam
otak besar, dimana rangsang terasa sebagai nyeri.

D. Efek Farmakodinamik Obat Analgetik


Sebagai analgesic, obat mirip aspirin hanya efektif terhadap nyeri dengan
intensitas rendah sampai sedang misalnya sakit kepala, mialgia, antralgia dan
nyeri lain yang berasal dari integument, terutama terhadap nyeri yang berkaitan
dengan inflamasi. Efek analgesik nya jauh lebih lemah daripada efek analgesik
opiad. Tetapi berbeda dengan opiad, obat mirip aspirin tidak menimbulkan

5
ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan. Obat
mirip aspirin hanya mengubah persepsi modalitas, sensorik nyeri, tidak
mempengaruhi sensorik lain. Nyeri akibat terpotongnya saraf aferen, tidak teratasi
dengan obat mirip aspirin. Sebaliknya nyeri kronis pasca bedah dapat diatasi oleh
obat mirip aspirin.

2.2 ANTI PIRETIK


A. Pengertian Antipiretik
Obat antipiretik adalah obat untuk menurunkan panas. Hanya menurunkan
temperatur tubuh saat panas tidak berefektif pada orang normal. Dapat
menurunkan panas karena dapat menghambat prostatglandin pada CNS.
Demam adalah tingkat suhu yg lebih tinggi; gejala penyerta infeksi; reaksi
tangkis bagi tubuh terhadap infeksi. Suhu > 37°C limfosit & makrofag lebih aktif;
suhu > 40 - 41°C menjadi kritis & fatal (tidak terkendalikan oleh tubuh). Reseptor
suhu & pusat termoregulasi terletak di hipotalamus.
Contoh Obat Antipiretik, yaitu parasetamol, panadol, paracetol, paraco,
praxion, primadol, santol, zacoldin, poldan mig,  acetaminophen, asetosal atau
asam salisilat, salisilamida. 

B. Golongan Obat Antipiretik


Macam-macam obat Antipiretik, yaitu :
1. Benorylate
Benorylate adalah kombinasi dari parasetamol dan ester aspirin. Obat ini
digunakan sebagai obat antiinflamasi dan antipiretik. Untuk pengobatan
demam pada anak obat ini bekerja lebih baik dibanding dengan parasetamol
dan aspirin dalam penggunaan yang terpisah. Karena obat ini derivat dari
aspirin maka obat ini tidak boleh digunakan untuk anak yang mengidap
Sindrom Reye.
2. Fentanyl
Fentanyl bekerja di dalam sistem syaraf pusat untuk menghilangkan rasa
sakit. Beberapa efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem
syaraf pusat. Pada pemakaian yang lama dapat menyebabkan ketergantungan

6
tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan.
Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara mendadak.
Sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan
dosis secara bertahap dengan periode tertentu sebelum pengobatan
dihentikan.
3. Piralozon
Di pasaran piralozon terdapat dalam antalgin, neuralgin, dan novalgin.
Obat ini amat manjur sebagai penurun panas dan penghilang rasa nyeri.
Namun piralozon diketahui menimbulkan efek berbahaya yakni
agranulositosis (berkurangnya sel darah putih), karena itu penggunaan
analgesik yang mengandung piralozon perlu disertai resep dokter.

C. Mekanisme kerja obat antipiretik


Secara umum, Mekanisme obat nya bekerja dengan cara menghambat
produksi prostaglandin di hipotalamus anterior (yang meningkat sebagai respon
adanya pirogen endogen).  

D. Efek Farmakodinamik Antipiretik


Sebagai antipiretik, obat mirip aspirin akan menurunkan suhu badan hanya
pada keadaan demam. Walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek
antipiretik in vitro, tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena bersifat
toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu lama. Ini berkaitan dengan hipotesis
bahwa COX yang ada disentral otak terutama COX-3 dimana hanya
parasetamoldan beberapa obat AINS lainnya dapat menghambat. Fenilbutazon
dan antireumatik lainnya tidak dibenarkan dgunakan sebagai antiperitik atas alas
an tersebut.

2.3 AINS (ANTI INFLAMASI NON STEROID)


A. Pengertian AINS
NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs) atau obat anti inflamasi
non steroid (AINS) adalah suatu kelompok obat yang berfungsi sebagai anti
inflamasi, analgetik dan antipiretik. NSAID merupakan obat yang heterogen,

7
bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimiawi. Walaupun demikian, obat-
obat ini ternyata memiliki banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek
samping.  Obat golongan NSAID dinyatakan sebagai obat anti inflamasi non
steroid, karena ada obat golongan steroid yang juga berfungsi sebagai anti
inflamasi. Obat golongan steroid bekerja di sistem yang lebih tinggi dibanding
NSAID, yaitu menghambat konversi fosfolipid menjadi asam arakhidonat melalui
penghambatan terhadap enzim fosfolipase.
Contoh obatnya antara lain: aspirin, parasetamol, ibuprofen, ketoprofen,
naproksen, asam mefenamat, piroksikam, diklofenak, indometasin

B. Mekanisme Kerja AINS


Mekanisme kerja AINS berhubungan dengan sistem biosintesis Prostagladin
(PG). Berikut ini merupakan skema Biosintesis Prostaglandin

Trauma/luka pada sel

Gangguan pada membran sel

fosfolipid

dihambat kortikosteroid Enzim fosoflipase

Asam arakidonat
Enzim lipoksigenase Enzim siklooksigenase

Hidroperoksid Endoperoksid
PGG2/PGH

Leukotrien PGE2,PGF2,PGD2 Prostasiklin

Tromboksan A2

8
Tempat Obat AINS Bekerja
Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi
asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat
siklooksigenase dengan kekuatan dan selektifitas yang berbeda.
Enzim siklooksigenase terdapat dalam dua isoform disebut COX-1 dan COX-
2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang berbeda dan ekspresinya fungsi
dalam kondisi normal di berbagai jaringan khusunya ginjal, saluran cerna dan
trombosit. Di mukosa lambung, aktifasi COX-1 menghasilkan prostasiklin yang
bersifat sitoprotektif. Siklooksigenase-2 semula diduga induksi berbagai stimulus
inflamatoar, termasuk sitokin, endotoksin dan faktor pertumbuhan. COX-2
mempunyai fungsi fisiologis di ginjal, jaringan vaskuler dan pada proses
perbaikan jaringan. Tromboksan A2, yang disintesis trombosit oleh COX-1,
menyebabkan agregasi trombosit, vasokontriksi dan proliferasi otot polos.
Sebaliknya prostasiklin (PGI2) yang disintesis oleh COX-2 di endotel
makrovaskular melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi
trombosit, vasodilatasi, dan efek anti-proliferatif.

C. Golongan obat AINS


Berdasarkan rumus kimia, obat golongan NSAID dapat dibagi menjadi
beberapa golongan, yakni:
1. Golongan asam propionate, seperti ibuprofen, naproxen, fenoprofen,
ketoprofen, flurbiprofen, dan oxaprozin.
2. Golongan asam asetat, seperti indometasin, sulindac, etodolac, dan
diklofenak.
3. Golongan derifat asam enolic (oxicam), seperti piroksikam, meloksikam,
tenoxicam, droxicam, lornoxicam, dan isoxicam.
4. Gologan asam fenamic, seperti asam mefenamat, asam meclofenamic, asam
flufenamic, dan tolfenamic.
5. Gologan COX-2 inhibitor (coxib), seperti celecoxib, rofecoxib (telah ditarik
dari pasar), valdexocib (telah ditarik dari pasar), parecoxib, lumiracoxib, dan
etoricoxib.

9
D. Obat AINS yang Baru
1. Meloksikom
Meloksikom tergolong preferential COX-2 inhibitor cenderung
menghambat COX-2 lebih dari COX-1 tetapi penghambatan COX-1 pada
dosis terapi tetap nyata. Penelitian terbatas menyimpulkan efek samping
meloksikam (7,5mg per hari) terhadap slauran cerna kurang dari peroksikam
20mg sehari.
Meloksikam diberikan dengan dosis 7,5-15mg sekali sehari. Efektifitas
dan keamanan derivat oksikam lainnya: lornoksikam, siknosikam,
sudoksikam, dan tenoksikam dianggap sama dengan peroksikam.

2. Celecoxib
Celecoxib merupakan suatu anti-inflamasi non streoid, yang mempunyai
aktifitas anti inflamasi, terutama melalui penghambatan cyclooxygenase-2
(COX-2). Indikasi celecoxib adalah untuk meringankan gejala osteoartthritis
(dosis 200mg per hari dalam dosis tunggal atau dosis terbagi 2) dan
rhematoid arthrtitis pada dewasa (dosis 100-200mg 2 kali perhari) sedangkan
untuk indikasi mengurangi adenomatous colorektal polyps in familial
adenomatous polyposis (FAP). Nyeri akut dan dismenore primer tidak
disetujui. Uji klinik jangka panjang celebrex, yaitu studi APC (Adenoma
Prevention with Celecoxib) dan studi preSAP (Prevention of Spontaneous
Adenomatus Polys) telah dilakukan untuk mengavaluasi kemanfaatan
celebrex untuk mencegah colorcetal sporadic adenomatous polyps dengan
dosis 400 mg dan 800 mg. Kedua studi ini telah berlangsung selama lebih
dari 2,5 tahun dengan melibatkan 3600 pasien.

E. Interaksi Obat Ibu Profen


Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan pertama
kali dibanyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya anti-inflamasi yang
tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin. Efek anti-
inflamasinnya terlihat dengan dosis 1200-2400 mg sehari. Absorbsi ibuprofen
cepat melalui lambung dan kadar maksimmum dalam plasma dicapai setelah satu
sampai dua jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam. 90% ibuprofen terikat

10
dalam protein plasma. Eksresi nya berlangsung cepat dan lengkap. Kira-kira 90%
dari dosis yang diabsorbsi akan dieksresi melalui urin sebagai metabolit atau
konugatnya. Metabolit utama merupakan hasil hidroksilasi dan karboksilasi
Obat AINS derivat asam propionat hampir seluruhnya terikat pada protein
plasma, efek interaksi misalnya pengeseran obat warfarin dan oral hypoglikemik
hampir tidak ada.Tetapi pada pemberian bersama dengan warfarin tetap harus
waspada karna adanya gangguan fungsi trombosit yang memperpanjang masa
pendarahan. Derivat saam propionat dapat mengurangi efek diuresis dan
natriuresis furosemid dan liazid, juga mengurangi efek anti hipertensi obat β-
bloker, prazosin dan kaptopril. Efek ini mungkin akibat hambatan biosintesis PG
ginjal. Efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan aspirin,
indomentasin atau naproksen. Efek samping lainnya yang jarang adalah
eritemakulit, skait kepala, trombosipenia, ambliopiatoksik yang reversibel. Dosis
sebagai analgesik 4x 400mg sehari. Tetapi sebaiknya dosis maksimal pada tiap
orang ditentukan secara individual. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh
wanita hamil dan menyusui. Dengan alasan bahwa ibuprofen relatif lebih lama
dikenal dan tidak menimbulkan efek samping serius pada dosis analgesik, maka
ibuprofen dosis 200 mg dijual sebagai obat generik bebas diberbagai negara
termasuk Indonesia.
Pemberian ibuprofen bersama aspirin mengantagonis efek aspirin terhadap
trombosit sehingga meniadakan sifat kardioprotektif aspirin.

F. Efek Farmakodinamik AINS


Semua obat NSAID bersifat antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi. Ada
perbedaan aktivitas diantara obat-obat tersebut, misalnya: parasetamol bersifat
antipiretik dan analgesik tetapi sifat anti-inflamasinya lemah sekali.
Sebagai analgesik, obat NSAID hanya efektif terhadap nyeri dengan
intensitas rendah sampai sedang misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia dan nyeri
lain yang berasal dari integument, juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan
dengan inflamasi. Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik
opiat.

11
Sebagai antipiretik, obat NSAID akan menurunkan suhu badan hanya pada
keadaan demam. Walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan efek anti
piretik in vitro, tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena bersifat toksik
bila digunakan secara rutin atau terlalu lama.
Kebanyakan obat NSAID, terutama yang baru, lebih dimanfaatkan sebagai
anti-inflamasi pada pengobatan kelainan musculoskeletal, seperti arthritis
rheumatoid, osteoarthritis dan spondilitas ankilosa. Tetapi harus diingat bahwa
obat NSAID ini hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan
dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau
mencegah kerusakan jaringan pada kelainan musculoskeletal.

G. Efek Farmakokinetik AINS


NSAID dikelompokkan dalam berbagai kelompok kimiawi, beberapa di
antaranya (propionic acid deretivative, inodole derivative, oxicam, fenamate,dll.)
keanekaragaman kimiawi ini memberi sebuah rentang karakteristik
farmakokinetik yang luas. Sekalipun ada banyak perbedaan dalam kinetika
NSAID , mereka mempunyai beberapa karakteristik yang sama. Sebagian besar
dari obat ini diserap dengan baik, dan makanan tidak mempengruhi biovailabilitas
mereka secara substansial. Sebagian besar dari NSAID sangat di metabolism,
beberapa oleh mekanisme fase I dan fase II dan lainnya hanya oleh glukuronidasi
langsung (fase II). Metabolisme dari seberapa besar NSAID berlangsung sebagian
melalui enzim P450 kelompok CYP3A dan CYP2P dalam hati. Sekalipun
ekskresi ginjal adalah rute yang paling penting untuk eliminasi terakhir, hampir
semuanya melalui berbagai tingkat ekskresi empedu dan penyerapan kembali
(sirkulasi enterohepatis). Kenyataanya tingkat iritasi seluruh cerna bagian bawah
berkolerasi dengan jumlah sirkulasi enterohepatis. Sebagian besar dari NSAID
berikatan protein tinggi , biasanya dengan albumin.

H. Efek samping AINS


Selain menimbulkan efek terapi yang sama, obat NSAID juga memiliki efek
samping serupa, karena didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis PG. Efek
samping yang paling sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak
peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran

12
cerna. Beratnya efek samping ini berbeda pada masing-masing obat. Dua
mekanisme terjadinya iritasi lambung ialah: (1) iritasi yang bersifat lokal yang
menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan menyebabkan
kerusakan jaringan; dan (2) iritasi atau perdarahan lambung yang bersifat sistemik
melalui hambatan biosintesis PGE2 dan PGI2. Kedua PG ini banyak ditemukan di
mukosa lambung dengan fungsi menghambat sekresi asam lambung dan
merangsang sekresi mucus usus halus yang bersifat sitoprotektif.
Efek samping lain ialah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan
biosintesis tromboksan A2 (TXA2) dengan akibat perpanjangan waktu
perdarahan. Efek ini telah dimanfaatkan untuk terapi profilaksis tromboemboli.

2.4 OBAT GANGGUAN SENDI

A. Pengertian Sendi
Sendi merupakan suatu engsel yang membuat anggota tubuh dapat bergerak
dengan baik, juga merupakan suatu penghubung antara ruas tulang yang satu
dengan ruas tulang lainnya, sehingga kedua tulang tersebut dapat digerakkan
sesuai dengan jenis persendian yang diperantarainya.
Sendi merupakan tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Sendi dapat dibagi
menjadi tiga tipe, yaitu:
1. Sendi fibrosa dimana tidak terdapat lapisan kartilago, antara tulang
dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa, dan dibagi menjadi dua subtipe
yaitu sutura dan sindemosis;
2. Sendi kartilago dimana ujungnya dibungkus oleh kartilago hialin, disokong
oleh ligament, sedikit pergerakan, dan dibagi menjadi subtipe yaitu
sinkondrosis dan simpisis; dan
3. Sendi sinovial, yang merupakan sendi yang dapat mengalami pergerakkan,
memiliki rongga sendi dan permukaan sendinya dilapisi oleh kartilago hialin.
Kapsul sendi membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi, tidak meluas
tetapi terlipat sehingga dapat bergerak penuh. Sinovium menghasilkan cairan
sinovial yang berwarna kekuningan, bening, tidak membeku, dan
mengandung lekosit. Asam hialuronidase bertanggung jawab atas viskositas

13
cairan sinovial dan disintesis oleh pembungkus sinovial. Cairan sinovial
mempunyai fungsi sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi.

Anatomi-Fisiologi Sendi :
Sebagian besar sendi kita adalah sendi sinovial. Permukaan tulang yang
bersendi diselubungi oleh tulang rawan yang lunak dan licin. Keseluruhan daerah
sendi dikelilingi sejenis kantong, terbentuk dari jaringan berserat yang disebut
kapsul. Jaringan ini dilapisi membran sinovial yang menghasilkan cairan sinovial
untuk “meminyaki” sendi. Bagian luar kapsul diperkuat oleh ligamen berserat
yang melekat pada tulang, menahannya kuat-kuat di tempatnya dan membatasi
gerakan yang dapat dilakukan,
Rawan sendi yang melapisi ujung-ujung tulang mempunyai mempunyai
fungsi ganda yaitu untuk melindungi ujung tulang agar memungkinkan
pergerakan sendi menjadi mulus/licin, serta sebagai penahan beban dan peredam
benturan. Agar rawan berfungsi baik, maka diperlukan matriks rawan yang baik
pula.

B. Gangguan Pada Sendi


1. Rematik
Rheumatoid arthritis atau kita kenal sebagai penyakit rematik adalah
gangguan sendi yang dicirikan adanya inflamasi dan merupakan penyakit
auto imunitas. Sistem imun di dalam tubuhnya gagal membedakan jaringan
sendiri dengan benda asing, sehingga sistem imunnya akan menyerang
jaringan tubuh sendiri, khususnya jaringan sinovial dan jaringan ikat.
Penyakit ini bersifat menahun dan sistemik, dan seringkali progresif.
Sebagian besar pasien dengan rematik artritis ini tubuhnya membentuk
antibodi yang disebut rheumatoid factor (faktor rematoid). Faktor ini
menentukan agresivitas/keganasan dari penyakit.

Beberapa obat untuk mengobati rematik, yaitu :


a. Methotroxate
Khasiatnya adalah untuk mengobati kanker jeni tertentu atau
mengontrol penyakit yang mengganggu sistem kekebalan tubuh yang

14
berdampak ke kulit manusia atau yang disebut psoriasis atau penyakit
yang mengganggu sistem kekebalan tubuh dan menyerang persendian.
Efek sampingnya adalah dapat menyebabkan penyakit hati yang serius.
b. Leflunomide
Khasiatnya adalah blok autoimun antibody dan mengurangi
peradangan. Sedangkan efek sampingnya adalah gangguan pencernaan,
ruam, kerusakan hati, penekanan kekebalan dan cacat lahir.
c. Abatacept (orencia)
Khasiatnya adalah menghambat aktivitas T-sell. Sedangkan efek
samping adalah menimbulkan sakit kepala, mual, masalah buang air
kecil dan sakit tenggorokkan.
d. Anakinra
Khasiatnya adalah mengurangi rasa sakit dan bengkak terkait dengan
moderat untuk reumatiot arthriti aktif parah. Sedangkan efek
sampingnya adalah menyebabkan timbul bagian bekas, injeksi,
pembengkakan dan rasa sakit.
e. Rituximab
Khasiatnya adalah mengurangi tanda dan gejala pada pasien dewasa
dengan moderat RA sangat aktif yang telah memiliki respon cukup
untuk terapi dengan satu atau lebih antagonis TNF. Sedangkan efek
sampingnya adalah menyebabkan demam, nyeri abdomen, diare,
muntah, ruam kulit, bronkospasme,takikadia, dan hipertensi.

2. Osteoarthritis
Osteoarthritis adalah gangguan sendi juga, tetapi bukan gangguan imun.
Penyebabnya bisa bermacam-macam, seringkali bersifat idiopatik, dengan ciri
terjadinya degenerasi tulang rawan. Pada penyakit ini terjadi ketidak-
seimbangan antara pembentukan dan perusakan/degradasi tulang rawan.
Penyakit ini tidak bersifat sistemik seperti rematik artritis, umumnya terjadi
pada usia di atas 45 tahun. Sifat inflamasinya umumnya lebih ringan dan
lebih terlokalisir dibandingkan rematik artritis. Sendi yang terpengaruhi
umumnya yang sering harus mengampu beban berat.

15
Contoh obat untuk gangguan osteoarthritis ini adalah acetaminophen,
tramadol, dan pemberian obat NSAID.

3. Gout
Gout atau encok adalah gangguan sendi yang disebabkan oleh
gangguan pada metabolisme purin sehingga berakibat terganggunya
keseimbangan antara sintesis zat asam urat dengan ekskresinya melalui ginjal.
Pada pasien gout seringkali dijumpai bahwa kadar asam urat dalam darahnya
terlampau tinggi (hiperurikemia). Gangguan yang dapat terjadi dengan kadar
asam urat yang tinggi antara lain adalah nyeri sendi (artritis), batu ginjal
akibat terbentuknya batu asam urat (nefrolitiasis), dan gangguan ginjal
(nefropati).

C. Obat gangguan pada Sendi


Ada 2 kelompok obat penyakit sendi, yaitu :
1. Obat yang menghentikan proses inflamasi, adalah kolkisin, indometazin.
a. Kolkisin
Kolkisin adalah salah satu obat pilihan untuk mengatasi gout. Kolkisin
merupakan obat pilihan jika pasien juga menderita penyakit
kardiovaskuler, termasuk hipertensi, pasien yang mendapatkan diuretik
untuk gagal jantung dan pasien yang mengalami toksisitas
gastrointenstinal, kecenderungan pendarahan atau gangguan fungsi ginjal.
Biasanya, dosis yang diberikan adalah 1 mg (2 tablet), kemudian diikuti
dengan 0,5 mg (1 tablet) setiap 2 jam hingga serangan akut menghilang.
Kolkisin merupakan terapi spesifik dan efektif untuk serangan gout akut.
Namun, dibandingkan NSAID kurang populer karena mula kerjanya
(onset) lebih lama dan efek samping lebih sering di jumpai.

b. Indometazin
Indometazin mempunyai daya urikosurik ringan. Biasanya, dosis yang
dipakai adalah 4 x 50 mg (2 kapsul) sehari. Serangan akut bisa diatasi
dengan istirahat dan terapi cepat dengan pemberian NSAID misalnya
Indometazin 200 mg/hari atau Na.diklofenak 150 mg/hari merupakan

16
terapi lini pertama menangani serangan akut gout, asalkan tidak ada
kontra indikasi terhadap NSAID.

2. Obat yang mempengaruhi kadar asam urat, kelompok ini masih dibagi jadi
dua jenis yaitu : jenis urikosurik (probenesid dan sulfinpirazon) dan jenis
urikostatik (allopurinol).
a. Probenesid dan Sulfinpirazon
Obat ini bekerja dengan menghambat reabsorbsi asam urat di tubuli ginjal.
Probenesid mempunyai toksisitas kecil diberikan dalam dosis 1-3 gram
sehari. Sedangkan sulfinpirazon diberikan dengan dosis 200-400 mg
sehari. Efek samping kedua obat ini adalah gangguan pada saluran cerna.
b. Allopurinol
Bekerja dengan menghambat enzim xantin oksidase sehingga mengurangi
pembentukan asam urat. Dosis dimulai dengan 300 mg sehari, kemudian di
sesuaikan dengan kadar asam urat selanjutnya. Selain dengan kedua jenis
obat tersebut diatas juga diberikan vitamin B1 dan obat antiinflamasi non
sterosid seperti ibuprofen, piroxicam, asam mefenamat dan Na.
Diklofenak. Allupurinol adalah obat hipourisemik pilihan obat untuk gout
kronik selain mengontrol gejala obat ini juga melindungi fungsi ginjal.

D. Contoh obat untuk Gangguan Gout


1. Allopurinol
Obat hipourisemik pilihan untuk gout kronik adalah allopurinol. Selain
mengontrol gejala, obat ini juga melindungi fungsi ginjal. Allopurinol merupakan
produksi asam urat dengan cara menghambat enzim xantin oksidase. Allopurinol
tidak aktif tetapi 60-70% obat ini mengalami konversi di hati menjadi metabolit
aktif oksipurinol. Waktu paruh allopurinol berkisar antara 2 jam dan oksipurinol
12-30 jam pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Oksipurinol diekskresikan
melalui ginjal bersama dengan allopurinol dan ribosida allopurinol, metabolit
utama ke dua.

17
a. Efek Samping
Efek samping dijumpai pada 3-5% pasien sebagai reaksi alergi /
hipersensivitas. Sindom toksisitas allopurinol termasuk ruam, demam,
perburukan insufisiensi ginjal, vaskulitis dan kematian, erupsi kulit,
hepatotoksik, nefritis interstisial akut. Jika terapi dilanjutkan, dapat terjadi
dermatitis eksfoliatif berat, abnormalitas hematologi, hepatomegali, joundice,
nekrosis hepatik dan kerusakan ginjal. Serangan akut artritis terjadi pada awal
pengobatan.
b. Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasinya adalah Artritis gout dan produksi asan urat yang berlebihan.
Sedangkan kontraindikasinya adalah pasien dengan riwayat hipersensitifitas.
Penderita dengan penyakit hati dan “bone marrow suppression”.
c. Interaksi Obat
Pemberian allopurinol bersama dengan azatioprin,merkaptopurin atau
siklotosfamid, dapat meningkatkan efek toksik dari obat tersebut. Jangan
diberikan bersama-sama dengan garam dan obat diuretik golongan tiazida.
d. Farmakodinamik /cara kerja obat
Allopurinol adalah obat penyakiy pirai yang dapat menurunkan kadar
asam urat dalam darah. Allopurinol bekerja dengan menghambat xantin
oksidase yaitu enzim yang dapat mengubah hipoxantin menjadi xantin,
selanjutnya mengubah xantin menjadi asam urat. Dalam tubuh allopurinol
mengalami metabolisme menjadi oksipurinol (alozantin) yang juga bekerja
sebagai penghambatenzim xantin oksidase. Mekanisme kerja senyawa ini
berdasarkan katabolisme purin dan mengurangi produksi asam urat, tanpa
menggangu biosintesa purin.

2. Sulfinpirazon
a. Indikasi : profilaksis gout, hiperurisemia
b. Kontraindikasi : dianjurkan secara rutin melakukan hitung darah,
hindari pada hipersensitivitas terhadap AINS, penyakit jantung (bisa
menyebabkan retensi garam dan air)
c. Interaksi :
 Analgetik : asetrosal melawan efek urikosurik

18
 Antikoagulan : efek antikoagulan nikumalon dan warfarin
ditingkatkan
 Antidiabetika : efek sulfonyurea ditingkatkan
 Antiepileptika : kadar plasma fenitoin dinaikkan
 Teofilin : kadar plasma teofilin diturunkan
d. Efek samping : gangguan saluran cerna, kadang timbul reaksi alergi
kulit, retensi garam dan air, jarang gangguan darah, tukak dan pendarahan
disaluran cerna, gagal ginjal akut, enzim-enzim hati meni ngkat, ikterus
dan hepatitis.

3. Probenesid
a. Mekanisme kerja
Probenesid merupakan agen pemblok tubulus ginjal. Obat ini secara
kompetitif menghambat reabsorbsi asam urat pada tubulus proksimal
sehingga meningkatkan ekskresi asam urat dan mengurangi konsentrasi urat
serum.
b. Farmakokinetik
Probenesid diabsorbsi dengan baik setelah pemberian obat oral dan
menghasilkan konsentrasi plasma puncak dalam 2-4 jam. Sebesar 85-95%
obat ini terikat pada protein, probenesid diekskresikan dalam urin terutama
sebagai metabolitnya.
c. Indikasi
Profilaksi gout (untuk mengoreksi hiperurisemia), pengurangan ekskresi
tubular penisilin dan sefalosporin tertentu.
d. Kontraindikasi
Riwayat gangguan darah, nefrolitiasis, porfiria, serangan gout akut, hindari
asetosal dan salisilat.
e. Interaksi
Penghambat ACE, mengurangi ekskresi kaptopril
 Analgetik: asetosol melawan efek ekskresi indometasin, ketoprofen,
ketorolak, dan naproksen tertunda (menaikan kadar plasma).

19
 Antibakteri: mengurangi ekskresi sefalosporin, sinoksasin, siprofloksin,
dapson, asam nalidiksat, nitrofulantion, norfloksasin, dan penisilin dilawan
oleh pirazinamid
 Antivirus: menurunkan ekskresi asiklovir, zidovudin, dan mungkin
famsiklovir serta gansiklofir (menaikan kadar plasma dan resiko toksisitas)
 Sitotoksitas: menurunkan ekskresi metotreksat ( meningkatkan toksisitas)
f. Efek samping
Tidak sering, kadang mual muntah, sering buang air kecil, sakit kepala,
muka merah, pusing, ruam, jarang hipersensitivitas, sindrom nefrotik,
nekrosis hati, anemia aplastik.

20
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Analgesik adalah obat yang mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa
menghilangkan kesadaran. Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh
yang tinggi. Jadi analgetik-antipiretik adalah obat yang mengurangi rasa nyeri dan
serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi. NSAID (Non Steroidal Anti
Inflammatory Drugs) atau obat anti inflamasi non steroid (AINS) adalah suatu
kelompok obat yang berfungsi sebagai anti inflamasi, analgetik dan antipiretik.
NSAID merupakan obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda
secara kimiawi. Antiinflamasi adalah obat yang dapat mengurangi atau
menghilangkan peradangan.

Berdasarkan aksinya, Analgesik di bagi menjadi 2 yaitu: Analgesik narkotika


dan Obat Analgetik Non-narkotik. Pada obat Antipiretik penggolongan obatnya,
yaitu Benorylate, Fentanyl, dan Piralozon. Berdasarkan rumus kimia, obat
golongan NSAID dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yakni Golongan asam
propionate, Golongan asam asetat, Golongan derifat asam enolic (oxicam),
Gologan asam fenamic, dan Gologan COX-2 inhibitor (coxib),

Umumnya cara kerja analgetik-antipiretik adalah dengan menghambat sintesa


neurotransmitter tertentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri & demam. Dengan
blokade sintesa neurotransmitter tersebut, maka otak tidak lagi mendapatkan
"sinyal" nyeri,sehingga rasa nyerinya berangsur-angsur menghilang.

Sendi merupakan suatu engsel yang membuat anggota tubuh dapat bergerak
dengan baik, juga merupakan suatu penghubung antara ruas tulang yang satu
dengan ruas tulang lainnya, sehingga kedua tulang tersebut dapat digerakkan
sesuai dengan jenis persendian yang diperantarainya

Gangguan-gangguan pada sendi, yaitu rematik, osteoarthritis, dan gout atau


encok. Sedangkan penggolongan obat gangguan pada sendi ada 2 kelompok obat
penyakit sendi, yaitu : Obat yang menghentikan proses inflamasi, adalah kolkisin,
indometazin. Dan obat yang mempengaruhi kadar asam urat, kelompok ini masih

21
dibagi jadi dua jenis yaitu : jenis urikosurik (probenesid dan sulfinpirazon) dan
jenis urikostatik (allopurinol).

3.2 SARAN
Untuk dapat memahami tentang analgetik, antipiretik, AINS, dan gangguan
pad sendi selain membaca dan memahami materi-materi dari sumber keilmuan
yang ada (buku, internet, dan lain-lain) kita harus dapat mengkaitkan materi-
materi tersebut dengan kehidupan kita sehari-hari, agar lebih mudah untuk paham
dan akan selalu diingat. Selain itu, dengan adanya makalah ini diharapkan untuk
kedepan agar bisa bermanfaat untuk referensi pelajaran dan bisa lebih
menyempurnakan makalah ini.

22
DAFTAR PUSTAKA

Katzung, B.G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik buku 2. Jakarta : Salemba


Medika.
Sardjono, Santoso dan Hadi rosmiati D.1995. Farmakologi dan Terapi, bagian
farmakologi FK-UI. Jakarta : Universitas Indonesia
Tjay, Tan howan dan Kirana Rahardja. 2007. Obat-Obat Penting edisi ke VI.
Jakarta : Elex Media Kompetindo

23

Anda mungkin juga menyukai