Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG

(Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province)

Nuni Anggraini, Ali Ibrahim Hasyim, Suriaty Situmorang

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro
No. 1 Bandar Lampung 35145 Telp (0721) 704946, Fax (0721) 770347, e-mail : nun_gizz@yahoo.com

ABSTRACT

This research aims to analyze the efficiency of cassava marketing system in Lampung Province. The
research was conducted purposively in Lampung Tengah and Lampung Utara in May-June 2012. Farmer
respondents were chosen randomly and marketing channel respondents were taken by tracing marketing
networks. Data consisted of primary and secondary data. Data analysis included analysis of marketing
system efficiency. The results showed that the marketing system of cassava in Lampung Province was
efficient with producer share (Ps) of more than 80 %, with the following conditions: (a) the market structure
was almost a perfect competition. (b) the market conduct: cassava farmers had no difficulty in marketing
their product. (c) the market performance: there were two marketing channel; marketing margin and Profit
Margin Ratio were relatively small, and the elasticity of price transmission was less than one.

Keywords: Efficiency, Cassava, Marketing, S-C-P Model

PENDAHULUAN Data produksi ubi kayu di Indonesia pada tahun


2010 menunjukkan empat sentra utama ubi kayu di
Ubi kayu merupakan salah satu komoditas sub Indonesia, yaitu Provinsi Lampung, Jawa Tengah,
sektor tanaman pangan yang potensial untuk Jawa Timur, dan Jawa Barat. Provinsi Lampung
dikembangkan di Indonesia dan menjadi sumber merupakan sentra produksi ubi kayu terbesar di
pangan karbohidrat alternatif selain beras. Ubi Indonesia, karena didukung oleh iklim dan
kayu memiliki daya adaptasi yang tinggi untuk ketersediaan faktor produksi, terutama lahan, yang
tumbuh dan berkembang pada lahan kering, dan masih sangat besar di Lampung. Produksi ubi
memiliki pohon industri yang berspektrum luas, kayu di Provinsi Lampung pada tahun 2010
serta mampu menghasilkan devisa yang cukup mencapai 36,11persen dari total produksi ubi kayu
besar. Usahatani ubi kayu bersifat labor intensif, nasional, dengan tingkat pertumbuhan produksi
dengan menyerap tenaga kerja sebanyak 135 hari sebesar 12,29 persen per tahun. Daerah penghasil
kerja setara pria (HKP)/ha/tahun (Zakaria, 2000). ubi kayu terbesar di Provinsi Lampung adalah
Kabupaten Lampung Tengah dan Lampung Utara.
Teknologi yang semakin maju membuat peran dan
fungsi ubi kayu ikut bergeser. Tren teknologi Provinsi Lampung sebagai daerah penghasil ubi
bahan bakar ramah lingkungan dan terbarukan kayu terbesar seharusnya mampu memberikan
membuat ubi kayu memegang peranan penting pendapatan yang sesuai (cukup besar) bagi petani.
mengingat ubi kayu merupakan bahan baku Faktor utama yang mempengaruhi pendapatan
biofuel/bioetanol. Bioetanol digunakan sebagai petani adalah jumlah komoditas yang dihasilkan
bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil dan harganya pada saat panen. Perkembangan
yang semakin berkurang jumlahnya. Penggunaan harga ubi kayu pada tahun 2006-2010 masih
ubi kayu sebagai substitusi bahan baku bioetanol fluktuatif setiap tahunnya, baik di tingkat petani
dapat dikatakan sebagai gelombang ke tiga produsen maupun pengecer. Harga yang fluktuatif
kebangkitan teknologi ubi kayu. Gelombang tersebut disebabkan oleh karakteristik ubi kayu
kebangkitan pertama menjadikan ubi kayu sebagai yang tidak tahan lama dan bervolume besar,
makanan, sedangkan gelombang kebangkitan sehingga mendorong petani harus segera
kedua adalah menjadikan ubi kayu sebagai bahan menjualnya, dan akibatnya posisi tawar petani
baku tapioka (Alfarisi, 2010). menjadi rendah. Rendahnya posisi tawar petani
menyebabkan harga yang diterima petani menjadi

80
JIIA, VOLUME 1 No. 1, JANUARI 2013

rendah. Sifat ubi kayu yang mudah rusak juga pasar untuk memperoleh keuntungan dan
akan mempengaruhi saluran pemasaran yang kepuasan yang sebesar-besarnya, meliputi
terbentuk (Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan kegiatan pembelian, penjualan, dan
Provinsi Lampung, 2011). Berdasarkan uraian pembentukan harga.
tersebut, maka permasalahan penelitian adalah c. Keragaan pasar (market performance)
bagaimana sistem pemasaran ubi kayu di Provinsi Keragaan pasar merupakan gambaran gejala
Lampung dan tujuan penelitian adalah untuk pasar yang tampak akibat interaksi antara
menganalisis sistem pemasaran ubi kayu di struktur pasar (market structure) dan perilaku
Provinsi Lampung. pasar (market conduct). Interaksi antara
struktur dan perilaku pasar cenderung bersifat
METODE PENELITIAN kompleks dan saling mempengaruhi secara
dinamis, sehingga analisis keragaan pasar
Penelitian dilaksanakan di Desa Bumi Ratu dalam penelitian ini didekati melalui beberapa
Kecamatan Bumi Ratu Nuban Kabupaten indikator, yaitu :
Lampung Tengah dan Desa Semuli Raya (1) Saluran pemasaran
Kecamatan Abung Semuli Kabupaten Lampung Saluran pemasaran dianalisis secara
Utara. Penentuan lokasi penelitian dilakukan kualitatif (deskriptif) pada setiap lembaga
secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan pemasaran yang terlibat dalam proses arus
bahwa Kabupaten Lampung Tengah dan barang.
Kabupaten Lampung Utara merupakan sentra (2) Pangsa produsen (PS)
utama produksi ubi kayu di Provinsi Lampung. Analisis pangsa produsen bertujuan untuk
Teknik pengambilan sampel petani dilakukan mengetahui bagian harga yang diterima
secara acak sederhana, sedangkan sampel petani (produsen). Apabila PS semakin
pedagang dilakukan dengan mengikuti alur tinggi, maka kinerja pasar semakin baik
pemasaran. Jumlah sampel dalam penilitian ini dari sisi produsen.
adalah 73 petani ubi kayu yaitu Desa Bumi Ratu Pangsa produsen dirumuskan sebagai :
adalah sebanyak 40 petani ubi kayu dan Desa Pf
Semuli Raya sebanyak 33 petani ubi kayu. PS  x100% ……….......….. (1)
Pr
Pengumpulan data penelitian dilakukan pada bulan
Mei 2012 sampai Juni 2012.
di mana :
Ps = Bagian harga ubi kayu yang diterima
Penelitian dilakukan dengan metode survai dan
petani (produsen)
pengamatan langsung di lapang. Data yang
Pf = Harga ubi kayu di tingkat petani
digunakan dalam penelitian adalah data primer dan
(produsen)
data sekunder. Data primer diperoleh melalui
Pr = Harga ubi kayu di tingkat konsumen
wawancara dengan responden dengan penggunaan
kuesioner (daftar pertanyaan) yang telah
(3) Marjin pemasaran dan rasio profit marjin
dipersiapkan. Data sekunder diperoleh dari
(RPM)
lembaga/instansi terkait, laporan-laporan,
Analisis marjin pemasaran digunakan
publikasi, dan pustaka lainnya yang berhubungan
untuk mengetahui perbedaan harga di
dengan penelitian.
tingkat produsen (Pf) dengan harga di
tingkat konsumen (Pr). Marjin pemasaran
Analisis efisiensi pemasaran dilakukan dengan
dirumuskan sebagai :
menganalisis organisasi pasar melalui model S-C-P
(structure, conduct, dan performance), yaitu :
mji = Psi – Pbi atau
a. Struktur pasar (market structure)
mji = bti + πi …………............. (2)
Struktur pasar merupakan gambaran mengenai
hubungan antara penjual dan pembeli, yang
dan total marjin pemasaran adalah :
dilihat dari jumlah lembaga pemasaran, n
diferensiasi produk, dan kondisi keluar masuk
pasar (entry condition).
Mji =  mji
i 1
atau

b. Perilaku pasar (market conduct) Mji = Pr – Pf ........…................. (3)


Perilaku pasar merupakan gambaran tingkah
laku lembaga pemasaran (petani sebagai Penyebaran marjin pemasaran dapat dilihat
produsen) lembaga perantara atau pedagang, berdasarkan persentase keuntungan
dan konsumen) dalam menghadapi struktur terhadap biaya pemasaran ( Ratio Profit
81
JIIA, VOLUME 1 No. 1, JANUARI 2013

Margin/RPM ) pada masing-masing jika koefisien korelasi ( r ) mendekati nol,


lembaga perantara pemasaran (pedagang), maka hubungan harga pada dua tingkat
yang dirumuskan sebagai: pasar adalah kurang erat (Hasyim, 2003).
i
RPM = .................................... (4) (5) Elastisitas transmisi harga
bti
Analisis elastisitas transmisi harga
di mana: digunakan untuk mengetahui sejauh mana
mji = Marjin lembaga pemasaran tingkat dampak perubahan harga suatu barang di
ke-i satu tempat/tingkat terhadap perubahan
Ps = Harga penjualan lembaga harga barang tersebut di tempat/tingkat
pemasaran tingkat ke-i lain. Secara matematis, elastisitas
Pbi = Harga pembelian lembaga transmisi harga dirumuskan
pemasaran tingkat ke-i
bti = Biaya pemasaran lembaga pemasaran sebagai : atau
tingkat ke-i
πi = Keuntungan lembaga pemasaran
. ...................................... (6)
tingkat ke-i
Mji = Total marjin pemasaran
Pr = Harga pada tingkat konsumen Karena harga mempunyai hubungan linier,
Pf = Harga pada tingkat (petani) produsen di mana Pf merupakan fungsi dari Pr yang
secara matematis dirumuskan sebagai :
Menurut Azzaino (1980), nilai RPM yang Pf= a + b Pr ………….......... (7),
menyebar relatif merata pada berbagai
tingkat pemasaran merupakan cerminan dan dari persamaan (7) diperoleh :
dari sistem pemasaran yang efisien. Jika
selisih RPM antar lembaga pemasaran  f r 1
sama dengan nol, maka pemasaran tersebut b atau  ....... (8),
efisien. Sebaliknya, jika selisih RPM r f b
lembaga pemasaran tidak sama dengan nol, maka
maka sistem pemasaran tersebut cenderung 1 Pf
tidak efisien. Et  . …………....…… (9)
b Pr
(4) Analisis koefisien korelasi harga
Analisis korelasi harga adalah suatu di mana :
analisis yang menggambarkan hubungan Et = elastisitas transmisi harga
(keterkaitan) perkembangan harga suatu δ = diferensiasi atau turunan
barang pada dua tempat atau tingkat yang Pf = harga rata-rata di tingkat petani
sama atau berlainan melalui perdagangan (produsen)
(Hasyim, 2003). Rumus korelasi harga Pr = harga rata-rata di tingkat konsumen
adalah : a = konstanta atau titik potong
R= b = koefisien regresi
n  Pr.Pf   Pr  Pf . Menurut Hasyim (2003), kriteria
n Pr   Pr   n Pf
2 2 2
  Pf 
2
pengambilan keputusan pada elastisitas
................................. (5) transmisi harga adalah :
(a). Jika Et = 1, berarti laju perubahan
di mana : harga di tingkat konsumen akhir sama
r = Koefisien korelasi harga dengan laju perubahan harga di
n = Jumlah pengamatan tingkat produsen. Hal ini berarti
Pr = Harga yang diterima oleh pedagang bahwa pasar yang dihadapi oleh
akhir seluruh pelaku tataniaga adalah
Pf = Harga yang diterima oleh produsen bersaing sempurna, dan sistem
tataniaga yang terjadi sudah efisien.
Apabila koefisien korelasi ( r ) mendekati (b). Jika Et < 1, maka laju perubahan
satu, maka keeratan hubungan harga pada harga di tingkat konsumen akhir lebih
dua tingkat pasar adalah erat. Sebaliknya, kecil dari pada laju perubahan harga
di tingkat produsen. Pasar yang
82
JIIA, VOLUME 1 No. 1, JANUARI 2013

dihadapi oleh seluruh pelaku pasar B. Perilaku Pasar


adalah pasar tidak bersaing sempurna
dan sistem pemasaran yang berlaku (1) Praktik transaksi
belum efisien.
(c). Jika Et > 1, berarti laju perubahan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
harga di tingkat konsumen akhir lebih petani responden pada umumnya tidak mengalami
besar dibandingkan dengan laju kesulitan dalam memasarkan hasil panennya,
perubahan harga di tingkat produsen. karena sering pedagang pengumpul mendatangi
Keadaan ini bermakna bahwa petani langsung ke kebun/lahan yang diketahui
pemasaran yang berlaku belum efisien akan segera dipanen. Sistem pembayaran yang
dan pasar yang dihadapi oleh pelaku dilakukan pihak pabrik pada umumnya adalah
tataniaga adalah bersaing secara tidak secara tunai, sedangkan pembayaran yang
sempurna. dilakukan pedagang selain secara tunai, juga
terkadang dilakukan secara berjangka atau setelah
HASIL DAN PEMBAHASAN pedagang meyetorkan ubi kayu ke pabrik. Apabila
petani menjual hasil panennya langsung ke pabrik
A. Struktur Pasar tapioka, maka petani menanggung biaya cabut dan
biaya angkut, tetapi apabila petani menjual ke
(1) Jumlah lembaga pemasaran pedagang pengumpul, maka petani tidak
menanggung biaya cabut dan biaya angkut
Lembaga pemasaran ubi kayu di daerah penelitian tersebut. Harga jual petani ke pabrik lebih besar
terdiri dari petani produsen, lembaga perantara dan dibandingkan dengan ke pedagang pengumpul.
konsumen. Akan tetapi, lembaga perantara
pemasaran ubi kayu melibatkan hanya satu (2) Pembentukan harga
lembaga perantara yaitu pedagang pengumpul.
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 2 orang Proses pembentukan harga yang diterima petani
pedagang pengumpul dan satu unit pabrik tapioka berbeda antara penjualan ubi kayu ke pabrik
di Desa Semuli Raya Kabupaten Lampung Utara dengan ke pedagang pengumpul. Pabrik
serta satu orang pedagang pengumpul dan satu unit menetapkan harga beli tanpa melalui proses tawar-
pabrik tapioka di Desa Bumi Ratu Kabupaten menawar. Hal ini terjadi karena harga yang
Lampung Tengah. Jika dilihat dari jumlah pembeli terbentuk telah ditetapkan oleh pihak pabrik.
dan penjual yang terlibat dalam pemasaran ubi Proses pembentukan harga yang ditetapkan oleh
kayu di daerah penelitian, maka pelaku pemasaran pedagang pengumpul juga tanpa proses tawar-
berada pada struktur pasar tidak bersaing menawar yaitu berdasarkan harga beli pabrik.
sempurna, yaitu pasar oligopsoni. Akan tetapi, apabila pedagang pengumpul membeli
ubi kayu secara borongan dengan mendatangi
(2) Diferensiasi produk petani langsung ke kebun, harga terbentuk melalui
proses tawar-menawar. Pedagang tidak melakukan
Diferensiasi produk mengacu pada berbagai jenis penimbangan terhadap hasil panen petani, hanya
produk (ubi kayu) yang dihasilkan oleh produsen. saja pedagang telah mengira-ngira berapa taksiran
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ubi kayu produksi petani dengan memperhatikan jarak
yang dihasilkan oleh petani semuanya sama, yaitu tanam, bentuk tanaman serta jumlah umbi ubi kayu
ubi kayu segar. Tidak ada perlakuan khusus yang yang dijadikan contoh.
dilakukan petani terhadap hasil panennya.
C. Keragaan Pasar
(3) Kondisi keluar masuk pasar
Dalam penelitian ini, keragaan pasar dianalisis
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa melalui analisis saluran pemasaran, pangsa
pedagang pengumpul bebas keluar masuk suatu produsen, marjin pemasaran dan rasio profit
daerah untuk membeli ubi kayu. Tidak ada marjin, analisis korelasi harga dan analisis
pembagian wilayah yang jelas antara pedagang transmisi harga.
yang satu dengan yang lain. Persaingan yang
terjadi antara pedagang biasanya dalam bentuk (1) Saluran pemasaran
harga yang ditawarkan. Akan tetapi, hal tersebut
tidak sampai menimbulkan konflik. Saluran pemasaran ubi kayu di lokasi penelitian
terdiri dari:
83
JIIA, VOLUME 1 No. 1, JANUARI 2013

1. Petani Pabrik tapioka a. Analisis marjin pemasaran pada saluran I


2. Petani Pedagang pengumpul Pabrik
Tapioka Pada saluran pemasaran I (petani - pabrik
tapioka), petani menjual hasil panennya langsung
Akan tetapi dari dua saluran tersebut, petani lebih ke pabrik tapioka dengan harga rata-rata Rp 867,22
memilih saluran pertama. Jumlah petani per kg. Akan tetapi, petani menanggung biaya
responden yang menggunakan saluran (I) adalah pemasaran meliputi biaya cabut dan biaya angkut
61,64 % (45 orang) dengan total keseluruhan masing-masing sebesar Rp 38,74 per kg dan Rp
volume penjualan ubi kayu sebanyak 1.167 ton dan 45,33 per kg, sehingga harga jual bersih petani
harga jual rata-rata Rp 867,22 per kg. Sisanya adalah Rp 783,15 per kg. Dengan demikian,
38,36 % (28 orang) menjual ubi kayu melalui pangsa produsen pada saluran I adalah 90,31%
saluran (II) dengan total keseluruhan volume (Tabel 2).
penjualan sebanyak 764 ton dan harga jual rata-
rata Rp 768,57 per kg. Pemasaran ubi kayu pada saluran I dianggap sudah
efisien, karena petani produsen langsung menjual
(2) Pangsa produsen hasil panennya kepada pabrik tapioka tanpa
perantara.
Pangsa produsen adalah bagian harga yang dibayar
konsumen akhir yang dinikmati oleh produsen. b. Analisis marjin pemasaran pada saluran II
Semakin tinggi pangsa produsen, maka dianggap
bahwa pemasaran semakin efisien (Hasyim, 2003). Pada saluran pemasaran ke II, petani responden di
Saluran pemasaran I memberi share paling tinggi daerah penelitian menjual ubi kayunya kepada
bagi petani, yaitu 90,31%, karena tidak ada pengumpul dengan harga rata-rata Rp 768,57 per
lembaga perantara pemasaran yang terlibat (Tabel kg (Tabel 3).
1).
Pada saluran pemasaran ini petani tidak
(3) Marjin pemasaran dan rasio profit marjin mengeluarkan biaya pemasaran karena pedagang
pengumpul langsung mendatangi petani di lahan
Salah satu indikator yang digunakan untuk ubi kayu sebelum ubi kayu tersebut dipanen,
menentukan efisiensi suatu sistem pemasaran sehingga biaya pemasaran ditanggung oleh
adalah marjin pemasaran. Marjin pemasaran pedagang pengumpul tersebut.
merupakan selisih antara harga di tingkat produsen
(Pf) dengan harga di tingkat konsumen (Pr). Dari Tabel 3 diketahui bahwa marjin pemasaran
Marjin pemasaran mempunyai peranan penting yang diperoleh pedagang pengumpul adalah Rp
dalam menentukan besar kecilnya pendapatan 118,1 per kg dengan rasio profit marjin sebesar
produsen, karena berpengaruh secara langsung 0,39. Hal ini berarti bahwa setiap Rp 1,00 yang
terhadap pembentukan harga di tingkat produsen. dikeluarkan oleh pedagang pengumpul akan
mendatangkan keuntungan baginya sebesar Rp
Jenis pemasaran yang terjadi adalah pemasaran 0,39.
langsung. Pangsa produsen pada saluran
pemasaran II juga menunjukkan persentase yang Tabel 2. Analisis marjin pemasaran ubi kayu pada
cukup besar, yaitu 86,68% (Tabel 1). Hal ini saluran pemasaran ke I di lokasi
mengindikasikan bahwa posisi rebut tawar petani penelitian, tahun 2012
dalam menghadapi pembeli relatif kuat.

Tabel 1. Pangsa produsen di setiap saluran Harga Share


No Uraian RPM
pemasaran ubi kayu di lokasi (RP) (%)
penelitian, tahun 2012
1 Harga jual petani 867,22 100,00
Biaya : 84,07 9,69
Keterangan Pf Pr Pangsa Produsen
(Rp) (Rp) (%) 1. Cabut (Rp/Kg) 38,74 4,47
Saluran I 783,15 867,22 90,31 2. Angkut (Rp/Kg) 45,33 5,23
Saluran II 768,57 886,67 86,68 Harga jual bersih
petani 783,15 90,31
2 Harga beli pabrik 867,22 100,00

84
JIIA, VOLUME 1 No. 1, JANUARI 2013

Tabel 3. Analisis marjin pemasaran ubi kayu pada adalah sebesar Rp 412,42 dan Rp 481,59. Dari
saluran pemasaran ke II di lokasi hasil perhitungan diperoleh nilai Et adalah 0,911,
penelitian, tahun 2012 berarti laju perubahan harga di tingkat konsumen
akhir sebesar 1 % akan ditransmisikan di tingkat
produsen sebesar 0,911 %. Hal ini menunjukkan
Harga Share bahwa selisih laju perubahan harga tingkat
No Uraian RPM
(Rp) (%) konsumen akhir dengan produsen relatif kecil
(sedikit), sehingga struktur pasar yang terbentuk di
1 Harga jual petani 768,57 86,68 lokasi penelitian adalah hampir bersaing sempurna
2 dan sistem pemasaran yang terjadi relatif sudah
Harga jual pedagang
100,0
pengumpul 886,67 efisien.
0
Biaya : 85,00 9,59
1. Cabut (Rp/Kg) 38,33 4,32 KESIMPULAN
2. Angkut (Rp/Kg) 46,67 5,26
Margin Pemasaran 118,10 13,32 Sistem pemasaran ubi kayu di Provinsi Lampung
Profit Margin 33,10 0,39 sudah efisien dilihat dari pangsa produsen (PS)
Harga beli pabrik 886,67 100,0 yang lebih dari 80%, walaupun:
3
0 (1) Struktur pasar yang terbentuk adalah pasar
yang hampir mendekati pasar bersaing
(4) Analisis koefisien korelasi harga sempurna, yaitu pasar persaingan
oligopsonistik.
Analisis korelasi harga merupakan salah satu (2) Perilaku pasar : petani produsen ubi kayu
indikator yang digunakan untuk mengetahui tidak menghadapi kesulitan dalam
keeratan hubungan harga antara produsen dengan memasarkan hasil panennya, sistem
lembaga perantara pemasaran atau konsumen akhir pembayaran dominan dilakukan secara tunai,
yang terlibat dalam pemasaran ubi kayu di lokasi dan harga dominan ditentukan oleh pihak
penelitian. Berdasarkan hasil perhitungan pabrik/pembeli.
koefisien korelasi harga antara harga jual di tingkat (3) Keragaan pasar meliputi :
produsen dengan harga di tingkat konsumen akhir a. Saluran pemasaran ubi kayu yang terdapat di
atau pabrik tapioka, pada pemasaran ubi kayu di lokasi penelitian terdiri dari 2, yaitu :
lokasi penelitian, diperoleh persamaan regresi : 1. Petani Pabrik Tapioka
2. Petani Pengumpul Pabrik Tapioka
Pf = -40,375 + 0,940 Pr ................. (10) b. Margin pemasaran dan RPM relatif kecil, yaitu
margin pemasaran sebesar 13,32% terhadap
dengan nilai r hitung adalah 0,995, berarti nilai r harga produsen dan RPM sebesar 0,39,
hitung hampir mendekati satu. mengindikasikan sistem pemasaran ubi kayu
relatif sudah efisien.
di mana: c. Koefisien korelasi harga ubi kayu adalah
Pf = Harga di tingkat produsen 0,995, yang berarti ada hubungan yang sangat
Pr = Harga di tingkat konsumen erat antara harga di tingkat produsen dengan
harga di tingkat konsumen akhir.
Hal ini menunjukkan bahwa hubungan harga di d. Elastisitas transmisi harga yang diperoleh
tingkat petani produsen dan di tingkat konsumen adalah 0,911, yang menunjukkan bahwa pasar
akhir adalah sangat erat dan struktur pasar yang yang terjadi adalah pasar persaingan
terjadi hampir mendekati bersaing sempurna. oligopsonistik yang hampir bersaing sempurna
dan sistem pemasaran yang terjadi hampir
(5) Analisis elastisitas transmisi harga efisien.

Elastisitas transmisi harga adalah rasio perubahan DAFTAR PUSTAKA


relatif harga jual ubi kayu di tingkat petani dengan
perubahan relatif harga beli ubi kayu di tingkat Alfarisi, F. 2010. Analisis Pemasaran Ubikayu di
konsumen akhir. Harga rata-rata ubi kayu di Kecamtan Jati Agung Kabupaten Lampung
tingkat produsen dan tingkat konsumen pada tahun selatan. (Skripsi). Fakultas Peranian
2010 berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Universitas Lampung. Bandar Lampung
Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Provinsi Lampung (2011) secara berturut-turut

85
JIIA, VOLUME 1 No. 1, JANUARI 2013

Azzaino, Z. 1980. Pengantar Tataniaga Hasyim, A.I. 2003 . Tataniaga Pertanian (Diktat
Pertanian: Diktat Kuliah Fakultas Pertanian Kuliah). Fakultas Pertanian Universitas
Universitas Lampung. Bandar Lampung. Lampung. Bandar Lampung.
Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Indonesia. Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta:
BPS Propinsi Lampung. Bandar Lampung. Universitas Indonesia.
Badan Pusat Statistik. 2011. Lampung Dalam Zakaria, W. A. 2000. Analisis Permintaan dan
Angka. BPS Provinsi Lampung. Bandar Penawaran Ubi Kayu di Propinsi Lampung.
Lampung. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Indonesia.
Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi
Lampung. 2011. Laporan Tahunan. Bandar
Lampung.

86

Anda mungkin juga menyukai