Anda di halaman 1dari 54

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Kualitas produk adalah keseluruhan ciri dari suatu produk atau pelayanan
pada kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan/ tersirat. Dengan
adanya kualitas produk yang baik inilah yang akan membuat para konsumen puas
dan percaya. Kepuasan pelanggan merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh
produsen (Hayati, 2015). Kualitas produk dapat dikatakan baik dan terjamin
apabila kegiatan produksinya dilakukan dengan baik dan benar mulai dari
penerimaan bahan baku sampai ke pengemasan hingga distribusi.
Pengemasan adalah salah satu hal yang sangat penting dalam industri
pangan. Kemasan memiliki fungsi utama untuk melindungi produk dari kerusakan
lingkungan dan menjaga kualitas produk. Selain itu kemasan juga berfungsi
sebagai media informasi produk kepada konsumen. Apabila kemasaan mengalami
kebocoran akan mengakibatkan penurunan kualitas dari produk itu sendiri.
PT. Dempo Andalas Samudera adalah salah satu perusahaan di Sumatera
Barat yang mengekspor ikan tuna dalam bentuk fillet dengan Negara tujuan
Miami dan Jepang (Wellyalina, 2013). Produk di PT. Dempo Andalas Samudera
terdiri dari berbagai macam jenis bentuk ikan tuna beku seperti tuna steak, poke,
medallion dan saku. PT. Dempo merupakan salah satu perusahaan perikanan tuna
beku yang pengemasan produknya menggunakan mesin vakum dan salah satu
permasalahan terbesar dari kegiatan produksi di perusahaan ini ialah banyaknya
terjadi kebocoran pada kemasan sehingga sangat mempengaruhi kualitas produk
dan produktivitas kegiatan produksi.
Metode yang biasa digunakan dalam perbaikan kualitas adalah Six Sigma.
Six Sigma adalah metode yang berfokus pada peningkatan kualitas (yaitu,
mengurangi pemborosan) dengan membantu organisasi menghasilkan produk dan
layanan yang lebih baik, lebih cepat, dan lebih murah. Menurut dalam Ahmad
(2019), Six Sigma adalah suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4
kegagalan per sejuta kesempatan untuk setiap transaksi produk barang dan jasa.
Jadi Six Sigma merupakan suatu metode atau teknik pengendalian dan
peningkatan kualitas dramatik yang merupakan terobosan baru dalam bidang

1
manajemen kualitas. Six Sigma merupakan program peningkatan kualitas yang
memberikan toleransi kesalahan atau cacat. Semakin banyak cacat yang terjadi
pada proses, menunjukkan semakin rendahnya pencapaian kualitas pada proses
tersebut. Hal tersebut yang mendasarai dilakukan Kerja Praktik Akhir (KPA) ini
untuk mengetahui Analisa Kualitas Produk Tuna steak beku Pada Proses
Pengemasan Dengan Metode Six Sigma.

1.2. Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan Kerja Praktik Akhir (KPA) ini adalah sebagai
berikut :
1. Mengetahui jenis penyimpangan yang terjadi pada proses pengemasan
serta mengukur kapabilitas prosesnya
2. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya penyimpanagan.
3. Mengukur faktor utama permasalahan menggunakan Failure Modes And
Effect Analysis (FMEA) dan memberikan usulan perbaikan.

1.3. Manfaat
Secara umum manfaat dari pelaksanaan Kerja Praktik Akhir (KPA) ini
adalah sebagai berikut :
1. Menambah wawasan dengan melakukan perbandingan dengan literatur
yang ada
2. Mampu menghubungkan serta membandingkan antara teori dari
perkuliahan dengan praktik secara langsung di lapangan
3. Menambah pengalaman bekerja secara langsung di perusahaan perikanan.

2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Pembekuan


Menurut Alifia (2018), pembekuan adalah penyimpanan bahan pangan
dalam keadaan beku. Pembekuan yang baik biasanya dilakukan pada suhu -12
sampai –24 oC, pembekuan cepat (quick freezing) dilakukan pada suhu -24 sampai
-40 oC. pembekuan cepat ini dapat terjadi dalam waktu kurang dari 30 menit,
sedangkan pembekuan lambat biasanya berlangsung selama 30-72 jam.
Pembekuan berarti pemindahan panas dari bahan yang disertai dengan perubahan
fase dari air ke padat, dan dari merupakan salah satu proses pengawetan. Proses
pembekuan terjadi secara dari permukaan sampai pusat bahan. Pada permukaan
bahan, pembekuan berlangsung cepat sedangkan pada bagian yang lebih dalam,
proses pembekuan berlangsung lambat.
Pada awal proses pembekuan, terjadi fase pre cooling dimana suhu bahan
diturunkan dari suhu awal ke suhu titik beku. Pada tahap ini semua kandungan air
bahan berada pada keadaan cair. Setelah tahap pre cooling, terjadi tahap
perubahan fase, pada tahap ini terjadinya pembentukkan Kristal es/earle.
Pembekuan merupakan salah satu cara untuk mengantisipasi kerusakan bahan
pangan, sehingga memiliki umur simpan yang lebih lama. Teknologi ini cukup
sederhana dan tidak menyita waktu serta dapat menghambat pertumbuhan bakteri,
kapang maupun khamir pada produk pangan (Alifia, 2018).

2.2. Pengemasan Ikan


Pengemasan dilakukan untuk mempertahankan mutu ikan karena menurut
peranan utama pengemasan dalam pengawetan bahan makanan adalah memberi
proteksi terhadap masuknya bahan dari luar dan kotoran selama perlakuan
(handling). Bahan pengemas diharapkan dapat memperpanjang umur simpan
produk. Selain itu, pengemasan juga dapat untuk menyajikan produk dalam
bentuk yang bisa menarik pembeli (Kristivandra, 2016)
Faktor pengemasan dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
seperti kapang/jamur dan bakteri. Pengemasan dengan menggunakan vakum dapat
menghambat pertumbuhan bakteri aerob (Novreeana, 2017). Menurut Putu dalam

3
Kristivandra (2016), menyatakan pengemasan menggunakan plastik secara vakum
dapat mengurangi jumlah oksigen dalam kemasan, mencegah kontaminasi
mikroorganisme, dan memperpanjang umur simpan produk pangan. Selain itu
kemasan vakum juga memberikan efek visual yang baik bagi makanan.

2.3. Pengendalian Kualitas


Menurut Ahyari dalam Nastiti (2014), pengertian pengendalian mutu
adalah jumlah dan atribut atau sifat-sifat sebagaimana dideskripsikan dalam
produk yang bersangkutan, dengan kata lain pengendalian kualitas ini adalah
aktivitas untuk menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk perusahaan
dipertahankan sebagaimana yang telah direncanakan. Sedangkan menurut Assauri
(2004), pengendalian kualitas adalah kegiatan-kegiatan untuk memastikan apakah
kebijaksanaan dalam hal mutu atau standar dapat tercermin dalam hasil akhir.
Dengan kata lain pengendalian mutu adalah usaha mempertahankan mutu/kualitas
dan barang yang dihasilkan, agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah
ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan pimpinan perusahaan.
Pengendalian kualitas menentukan ukuran, cara dan persyaratan
fungsional lain suatu produk dan merupakan manajemen untuk memperbaiki
kualitas produk, mempertahankan kualitas yang sudah tinggi dan mengurangi
jumlah bahan yang rusak. Dengan adanya pengawasan kualitas, maka perusahaan
atau produsen berusaha untuk selalu memperbaiki kualitas dengan biaya rendah
yang sama/tetap bahkan untuk mencapai kualitas yang tetap dengan biaya rendah.
Untuk mengurangi kerugian karena kerusakan-kerusakan pemeriksaan atau
inpeksi tidak terbatas pada pemeriksaan akhir saja, tetapi perlu juga diadakan
pemeriksaan pada barang yang sedang diproses. Menurut Assauri (2004), tujuan
pengendalian kualitas adalah agar barang hasil produksi dapat mencapai standar
kualitas yang ditetapkan., mengusahakan agar biaya inspeksi dapat menjadi
sekecil mungkin, mengusahakan agar biaya disains produk dan proses dengan
menggunakan kualitas produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin dan
mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.

4
2.4. Six Sigma
Menurut Nailah (2014), six sigma adalah suatu visi peningkatan kualitas
menuju target 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan untuk setiap transaksi produk
barang dan jasa. Jadi six sigma merupakan suatu metode atau teknik pengendalian
dan peningkatan kualitas dramatik yang merupakan terobosan baru dalam bidang
manajemen kualitas. Lima Tahap Six Sigma yaitu Define, Measure, Analyze,
Improve, Control. Menurut Usman (2017), dalam Six Sigma ada tahapan DMAIC
(Define, Measure, Analyze, Improve, Control) yang merupakan tahapan yang
digunakan untuk mengukur penerapan Six Sigma didalam sebuah organisasi serta
berfungsi untuk peningkatan terus menerus menuju target Six Sigma. DMAIC
dimulai dengan proses define (identifikasi), measure (pengukuran), analyze
(analisa), Improve (perbaikan), Control (pengendalian).
Tahap Defect adalah semua kejadian atau peristiwa dimana suatu produk
atau proses gagal memenuhi kebutuhan seorang pelanggan. Ketika menghitung
defect, dapat diketahui “hasil” proses (persentase item tanpa defect), dan
menggunakan sebuah tabel untuk menentukan “level sigma”. Level sigma dari
kinerja juga sering diekspresikan dalam “DPMO". DPMO mengindikasikan
berapa banyak kesalahan yang akan muncul jika sebuah aktivitas diulang satu juta
kali (Megawati, 2015). Level sigma dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Pencapaian nilai sigma
Hasil (%) DPMO Sigma
30,9 691.462 1
308.538 (Rata-rata
69,2 2
industri Indonesia)
93,3 66.807 3
6.210 (Rata-rata industri
99,4 4
USA)
233 (Rata-rata industry
99,98 5
Jepang)
3,4 (Industri Kelas
99,97 6
Dunia)
Sumber : Gaspersz dalam Suprapto (2015)

2.5. The Failure Mode And Effect Analysis (FMEA)


Menurut Megawati (2015), The Failure Mode And Effect Analysis
(FMEA) umumnya diakui sebagai alat peling mendasar yang digunakan dalam

5
rekayasa reliabilitas karena praktis. Pendekatan kualitas paling banyak dipahami
dan diterapkan dari analisa reliabilitas yang dihadapi seluruh industry. FMEA
merupakan salah satu alat dari six sigma untuk mengidentifikasi sumber-sumber
atau penyebab dari suatu masalah kualitas. FMEA dapat dilakukan dengan cara :
1. Mengenali dan mengevaluasi kegagalan potensi suatu produk dan
efeknya
2. Mengidentifikasi tindakan yang bisa menghilangkan atau mengurangi
kesempatan dari kegagalan pontensi terjadi
3. Pencatatan proses (document the process)
Tiga variabel utama dalam menjalankan FMEA, yakni (Syukron dan
Kholil, 2013) :
1. Severity, yakni rating yang mengacu pada besarnya dampak serius dari
suatu potentian failure mode
2. Occurrence, yakni rating yang mengacu pada berapa banyak frekuensi
potential failure mode
3. Detection, yakni mengacu pada kemungkinan metode deteksi yang
sekarang dapat mendeteksi potential failure mode sebelum produk
tersebut dirilis untuk produksi
Ketiga proses ini berfungsi untuk menentukan nilai rating keseriusan pada
Potential Failure Mode. Rating dapat ditentukan dari skala 1 sampai dengan 10,
dimana skala 1 menyatakan dampak yang paling rendah dan skala 10 dampak
yang paling tinggi. Penentuan skala harus disesuaikan antara potential failure
mode dan studi literatur. Berikut adalah nilai dari Severity (S), Occurance (O) dan
Detection (D) dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Nilai Severity, Occurance, Detection
Severity Occurance Detection
rating rating rating
1 Minor 1 Unliked 1 Very high
2–3 Low 2 Very low 2–5 High
4–6 Moderate 3–4 Low 6–8 Moderate
7–8 High 4–6 Moderate 9 Low
9 – 10 Very high 7–8 High 10 Very low
9 – 10 Very high
Sumber : Yulinda (2015)

6
Berdasarkan nilai severity, occurrence dan detection. Berikut ini
merupakan penentuan level risiko berdasarkan nilai RPN. Level resiko nilai RPN
dapat dilahat pada tabel 3.
Tabel 3. Penentuan Level Risiko
Level resiko Skala nilai RPN
Very low x < 20
Low 20≤ x <80
Medium 80≤ x <120
High 120≤ x <200
Very high x>200
Sumber : Cahyabuana (2014)

2.6. Manfaat Six Sigma


Menurut Pande dalam Sirine (2017), ada beberapa manfaat six sigma bagi
perusahaan yaitu :
1. Menghasilkan sukses berkelanjutan cara untuk melanjutkan
pertumbuhan dan tetap menguasai pertumbuhan sebuah pasar yang
aman adalah dengan terus-menerus berinovasi dan membuat kembali
organisasi. Six sigma menciptakan keahlian dan budaya untuk terus-
menerus bangkit kembali.
2. Mengatur tujuan kinerja bagi setiap orang Dalam sebuah perusahaan,
membuat setiap orang bekerja dalam arah yang sama dan berfokus pada
tujuan bersama. Masing-masing fungsi, unit bisnis, dan individu
mempunyai sasaran dan target yang berbeda-beda. Sekalipun demikian,
ada hal yang dimiliki oleh semua orang di dalam atau di luar perubahan.
Six sigma menggunakan hal tersebut untuk menciptakan sebuah tujuan
yang konsisten.
3. Memperkuat nilai pada pelanggan Dengan persaingan yang ketat di
setiap industri hanya pengiriman produk dan jasa yang bermutu atau
bebas cacat tidaklah menjamin sukses. Fokus pada pelanggan pada inti
six sigma artinya mempelajari nilai apa yang berarti bagi para
pelanggan dan merencanakan bagaimana mengirimkannya kepada
mereka secara menguntungkan.

7
4. Mempercepat tingkat perbaikan Dengan teknologi informasi yang
menentukan kecepatan langkah, harapan pelanggan terhadap perbaikan
semakin nyata. Perusahaan yang tercepat melakukan perbaikan
kemungkinan besar akan memenangkan persaingan. Dengan meminjam
alat-alat dan ide-ide dari banyak disiplin ilmu, six sigma membantu
sebuah perusahaan untuk tidak hanya meningkatkan kinerja tetapi juga
meningkatkan perbaikan.
5. Mempromosikan pembelajaran dan “cross-pollination” Six sigma
merupakan sebuah pendekatan yang dapat meningkatkan dan
mempercepat pengembangan dan penyebaran ide-ide baru di sebuah
organisasi keseluruhan. Orang-orang yang terlatih dengan keahlian
dalam banyak proses serta bagaimana mengelola dan memperbaiki
proses dapat dipindah ke divisi lain dengan kemampuan untuk
menerapkan proses dengan lebih cepat. Ide-ide mereka dapat dibagikan
sehingga kinerja lebih mudah untuk diperbandingkan.
6. Melakukan perubahan strategi Memperkenalkan produk baru,
meluncurkan kerjasama baru, dan memasuki pasar baru merupakan
aktivitas-aktivitas bisnis sehari-hari yang biasa dilakukan oleh
perusahaan. Dengan lebih memahami proses dan prosedur perusahaan
akan memberikan kemampuan yang lebih besar untuk melakukan
penyesuaian-penyesuaian kecil ataupun perubahan-perubahan besar
yang dituntut oleh sukses bisnis.

8
BAB 3 METODOLOGI

3.1. Waktu Dan Tempat


Pelaksanaan Kerja Praktik Akhir (KPA) Taruna/i Politeknik Kelautan dan
Perikanan Dumai Program Studi Pengolahan Hasil Laut (PHL) semester V
dilaksanakan selama 4 bulan pada tanggal 01 Maret s/d 30 Juni 2021 di PT.
Dempo Andalas Samuera yang terletak di kompleks PPS Bungus Jln. Raya
Padang Painan KM.16, Kota Padang, Bungus Teluk Kabung, Sumatera Barat.

Gambar 1. Peta lokasi KPA

3.2. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam Kerja Praktik Akhir (KPA) adalah
produk tuna steak beku yang digunakan sebagai objek dalam praktik akhir ini.
Sedangkan alat yang digunakan dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Peralatan dalam kegiatan KPA
No Peralatan Fungsi
Berfungsi untuk mencatat hasil perhitungan
1 Alat tulis
kemasan produk yang diperiksa dan yang bocor
Berfungsi untuk mengumpulkan hasil pengamatan
2 Buku tulis
selama praktik
Berfungsi sebagai alat untuk mempermudah
3 Kalkulator
menghitung hasil pengamatan selama praktik
Sumber : Data primer

9
3.3. Metode
Metode yang digunakan dalam Kerja Praktik Akhir (KPA) ini adalah
Metode dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan mengungkapkan suatu apa
adanya. Menurut Arikanto dalam Putra (2015), mengungkapkan bahwa metode
deskriptif tidak di maksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya
menggambarkan apa adanya tentang suatu variabel. Metode kuantitatif, banyak
dituntut menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data penafsiran terhadap
data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa
penelitian deskriptif kuantitatif dalam penelitian ini adalah untuk melihat,
meninjau dan menggambarkan dengan angka tentang objek yang diteliti seperti
apa adanya dan menarik kesimpulan tentang hal tersebut sesuai fenomena yang
tampak pada saat penelitian dilakukan.
3.3.1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan pada Kerja Praktik
Akhir (KPA) antara lain sebagai berikut:
1. Observasi
Mendapatkan data tentang pengolahan limbah cair dengan cara
mengukur sikap dari responden dan merekam berbagai fenomena yang
terjadi.
2. Wawancara
Mendapatkan data dengan cara tatap muka dan tanya jawab
langsung antara pengumpul data dengan narasumber.
3. Studi Literatur
Sebagai data pendorong dalam pembuatan laporan dengan cara
studi pustaka mengenai topik judul laporan.
4. Dokumentasi
Mendapatkan data yang diperoleh dari dokumen - dokumen yang
ada atau catatan-catatan yang tersimpan.

10
3.3.2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan pada Kerja Praktik Akhir (KPA) antara lain
sebagai berikut:
1. Data primer, adalah data yang diperoleh langsung dari subjek
penelitian, dalam hal ini peneliti memperoleh data atau informasi
langsung dengan menggunakan instrumen-instrumen yang telah
ditetapkan. Data primer yang akan diambil berupa wawancara jumlah
produk steak tuna yang diperiksa dalam sekali pengecekkan dan
melakukan pengamatan secara langsung produk yang cacat setiap kali
pemeriksaan serta melakukan langsung kegiatan proses pembuatan
steak tuna beku
2. Data sekunder, merupakan data atau informasi yang diperoleh secara
tidak langsung dari objek penelitian yang bersifat publik. Data sekunder
yang digunakan dalam praktik ini dapat berupa dokumen-dokumen atau
literatur-literatur dari internet, surat kabar, jurnal, skripsi dan lain
sebagainya yang berkaitan dengan praktik ini. Data sekunder yang saya
ambil seperti analisa data menggunakan metode six sigma, tabel dan
pencapaian nilai sigma.
3.3.3. Analisa Data
Analisa data yang digunakan yaitu dengan menggunakan metode six
sigma. Analisa data yang dilakukan hanya pada tahap define, measure, analyze
dan control. Adapun langkah-langkah analisis data dengan menggunakan sebagai
berikut:
a. Tahap Define (Identifikasi)
Tahap Define adalah tahap pertama dalam metode peningkatan
kualitas Six Sigma .Pada tahap ini didefinisikan masalah yang terjadi
diperusahaan. Hal ini berguna untuk mengindentifikasi tahapan proses
pembuatan produk dan mengidentifikasi CTQ pada produk. Pada
tahap ini dilakukan identifikasi jenis-jenis cacat yang terjadi,
identifikasi jumlah cacat, persentase jumlah cacat, dan penentuan
Critical To Quality (CTQ) (Nailah, 2014).

11
b. Tahap Measure (Pengukuran)
Tahap pengukuran (measure) adalah tahap kedua dalam metode
peningkatan kualitas six sigma. Langkah-langkah tahap measure
adalah sebagai berikut :
1. Pembuatan control chart p
Diagram kontrol p digunakan apabila dta yang diamati
adalah atribut dan perhitungannya berdasarkan proporsi cacat.
Proporsi cacat pada suatu pengamatan merupakan perbandingan
sampel cacat dengan jumlah sampel pengamatan. Suatu produk
dikatakan cacat bila mengalami ketidaksesuaian pada satu atau
lebih karakteristik yang telah ditetapkan. Jumlah pengamatan yang
tidak tetap jumlahnya maka digunakan diagram control p. rumus
diagram kontrol p adalah sebagai berikut :
( )
UCL = √

( )
LCL = √

2. Pengukuran kapabilitas proses


Menurut Putri dalam Megawati (2014), pengukuran kapabilitas
meliputi :
- Perhitungan DPO (Defect per Opportunities), yaitu suatu
ukuran kegagalan yang menunjukkan banyaknya cacat atau
kegagalan per satu kesempatan dengan rumus sebagai berikut :

- Perhitungan DPMO (Defect Per Million Opportunities),


merupakan kinerja kualitas sebagai tingkat kecacatan per satu
juta kemungkinan. Rumus sebagai berikut :
DPMO = DPO × 1.000.000
- Perhitungan Sigma Level dilakukan menggunakan bantuan
Microsoft excel versi 2010:
=Normansiv ((1.000.000 – DPMO)/1.000.000)+1,5

12
c. Tahap Analyze (Analisa)
Pada fase ini dilakukan analisis sebab-sebab utama yag menyebakan
masalah pada proses dengan menggunakan diagram sebab-akibat
(Cause and Effect diagram) dan analisis FMEA. Untuk membuat
diagram sebab-akibat, dilakukan wawancara dengan pihak Quality
Control (QC) untuk mendapat informasi tentang permasalahan utama
yang sedang dihadapi oleh perusahaan. Selanjutnya dilakukan analisis
untuk mengetahui penyebab manakah yang paling memengaruhi
masalah tersebut dengan menggunakan FMEA. Setelah diketahui
penyebab utama dari permasalahan, maka selanjutnya perusahaan
dapat melakukan tindakan yang sesuai untuk mengatasi masalah-
masalah yang ada.
d. Tahap Improve (Perbaikan)
Tahap ini dilakukan dengan menganalisis penyebab masalah yang
utama berdasarkan hasil dari FMEA. Hasil FMEA dianalisis sebagai
usulan perbaikan dan dibantu studi literatur. Kemudian
merekomendasikan rancangan usulan perbaikan terhadap
permasalahan cacat pada saat proses pengemasan berdasarkan hasil
pengukuran dan analisis penyebab masalah utama (Megawati, 2015).

13
3.4. Prosedur Kerja
Prosedur kerja dalam Kerja Praktik Akhir (KPA) ini dapat dilihat pada
diagram alir berikut :

Studi literatur

Observasi

Pengumpulan data

Data primer Data sekunder

Wawancara dan observasi Tabel konversi sigma, tahap


proses pembekuan tuna analisa data menggunakan
steak, jumlah kemasan metode six sigma
yang bocor

Analisa data (tahap define,


measure, Analyze, dan
improve

Penarikan Kesimpulan

Gambar 2. Diagram alir Praktik

14
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan


PT. Dempo Andalas Samudera adalah unit pengolahan peikanan yang
menyewa lahan di PPS Bungus seluas 6.700 m 2. Kegiatan pembangunan unit
pengolahan hasil perikanan PT. Dempo Andalas Samudera yang didirikan oleh
bapak Tony Kusdjaja mulai dibangun pada tanggal 29 November 2006 yang
langsung diresmikan oleh Gubernur Sumatera Barat dan beroperasi pada
pertengahan tahun 2007 dan sampai sekarang masih beroperasi dengan baik. PT.
Dempo Andalas Samudera memiliki fasilitas pengolahan ikan berstandar
internasional (GMP/SSOP dan HACCP) sehingga produk akhir dapat memenuhi
standar pasar ekspor untuk asing dan lokal (Sukma, 2019).
PT. Dempo Andalas Samudera memiliki visi untuk menjadi perusahaan
pengolahan hasil perikanan berstandar internasional dan yang terbaik di Indonesia
dan memiliki misi melaksanakan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan
secara berkesinambungan sehingga menghasilkan produk berkualitas,
melaksanakan dan mengembangkan sistem kerja yang profesional serta memberi
nilai tambah bagi pemegang saham pelanggan, karyawan dan masyarakat.

4.2. Proses Produksi


Proses produksi di PT. Dempo Andalas Samudera dilakukan berdasarkan
pesanan dari buyer/konsumen. Kegiatan produksi tuna steak beku terdapat
beberapa tahap yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut :
1. Penerimaan bahan baku
Bahan baku yang digunakan oleh PT. Dempo Andalas Samudera
merupakan ikan tuna jenis tuna sirip kuning yang diperoleh dari beberapa
supplier/nelayan di daerah Bungus. Pada saat penerimaan bahan baku
dilakukan uji oragnoleptik berupa warna dan rasa terlebih dahulu,
tujuannya adalah untuk mengetahui kualitas dari bahan baku yang akan
digunakan. Menurut SNI 7530.2.2009, baku mutu ikan segar untuk
pembuatan loin adalah bahan baku yang bersih bebas dari setiap bau yang
menandakan pembusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan,

15
bebas dari sifat-sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu serta tidak
membahayakan kesehatan. Secara sensori bahan baku mempunyai ciri-ciri
mata cerah dan cemerlang, berbau segar dan tekstur elastis, padat dan
kompak. Ikan yang telah diuji orlep, kemudian ditimbang untuk
mengetahui berat awal ikan. Bahan baku yang baik harus memiliki suhu
maksimal 4,4 oC. hal tersebut sesuai dengan SNI 7530.2.2009, yang
menyata bahwa bahan baku disimpan dalam wadah yang baik dengan
menggunakan es dengan suhu pusat bahan baku 4,4 oC atau lebih rendah.
2. Pencucian (washing)
Ikan dicuci menggunakan air yang sudah didinginkan terlebih
dahulu didalam chiller. Setelah itu air tersebut diberi tambahan garam dan
klorin dengan kadar 100 ppm. Pencucian dilakukan dengan menggosok
ikan menggunakan sikat sambil disiram dengan air agar benar-benar bersih
dari kotoran yang menempel. Tujuan dari pencucian menggunakan air
dingin, garam dan pemberian klorin adalah untuk menjaga daging ikan
agar tidak rusak dan untuk menghilangkan bakteri-bakteri yang masih
menempel dipermukaan kulit ikan. Menurut Kapisa (2014), penambahan
klorin pada air pencucian ikan dapat mengurangi pertumbuhan E. coli.
Adanya bakteri E.coli dapat memberikan informasi tentang kualitas air
yang dipakai belum memenuhi persyaratan secara mikrobiologis sebagai
air pencuci.
3. Chilling tank
Ikan yang sudah dicuci kemudian dimasukkan kedalam chillink
tank yang berisi air dengan penambahan klorin 5 - 10 ppm. Tujuannya
adalah untuk memastikan bahwa ikan benar-benar sudah bersih.
Penggunaan larutan klorin selama pencucian ikan dapat dianjurkan untuk
mengurangi jumlah bakteri. Berdasarkan KEPMEN Kelautan dan
Perikanan Nomor 01/MEN/2002, air yang digunakan dalam pencucian
ikan dapat ditambah klorin dengan kadar yang tidak melebihi 10 ppm.
klorinisasi 5-10 ppm mampu mengurangi jumlah bakteri dan membunuh
bakteri patogen seperti Salmonella (Jumarni, 2016).

16
4. Pemotongan (Cutting)
Bahan baku yang digunakan PT. Dempo merupakan ikan yang
sudah dibuang insang dan isi perutnya atau disebut juga produk WGG
(Whole Gillet and Gutted), sehingga pada tahap ini hanya dilakukan
pemotongan kepala, sirip, ekor dan bagian perut ikan.
5. Pembentukan loin
Pembentukkan loin dilakukan dengan memotong ikan menjadi 4
bagian secara manual menggunakan pisau yang tajam, kemudian tulang
tengah pada ikan dilepaskan dari daging ikan. Setelah terbagi menjadi 4
bagian, tulang iga yang menempel pada daging juga dibuang
menggunakan pisau yang terbuat dari bahan stainless steel.
6. Skinning (Pengkulitan)
Daging ikan yang sudah dibagi menjadi 4, kemudian dilakukan
pembuangan kulit atau disebut juga proses skinning. Pembuangan kulit
dilakukan secara manual menggunakan pisau. Pembuangan kulit dilakukan
dengan cara memotong atau memisahkan kulit dari daging ikan dimulai
dari bagian samping kanan dan kiri, kemudian dilanjutkan membuang kulit
secara menyeluruh dari bawah ke atas dengan posisi mata pisau mengarah
kebawah. Tujuannya adalah agar daging ikan tidak ikut terbuang atau ikut
menempel dikulit.
7. Trimming 1
Trimming 1 ini merupakan tahap dimana memisahkan daging
hitam dari daging merah dan membuang kulit-kulit yang masih menempel,
tujuan dari pemisahan daging hitam adalah agar steak yang dihasilkan
memiliki tampilan yang baik yaitu merah cerah. Daging ikan yang sudah
ditrimming selanjutnya dilakukan tahap pemotongan daging ikan menjadi
2 bagian. Tujuan dari pemotongan ini adalah untuk mempermudah pada
saat pembentukkan produk dan mempermudah memasukkan daging ikan
kedalam plastik pada saat tahap pembungkusan.

17
8. Penimbangan 1
Daging tuna yang sudah dipotong, kemudian ditimbang
menggunakan timbangan duduk digital yang diatasnya diberikan pan
sebagai wadah untuk meletakkan ikan. Tujuan dari penimbangan ini
adalah untuk mengetahui berapa berat ikan yang tersisa setelah melalui
beberapa tahap proses produksi.
9. Penyuntikan CO (inject)
Penyutikkan CO (karbon monoksida) dilakukan menggunakan alat
injector yang terdiri dari banyak jarum sehingga terlihat seperti sikat.
Dalam sekali penyuntikan CO bisa dilakukan sampai 10 ekor potong
daging ikan atau sampai pan tempat meletakkan ikan yang akan
disuntikkan penuh. Kadar CO yang disuntikkan pada daging ikan sebesar
175-200 ppm. Penyuntikan ini bertujuan untuk menyempurnakan warna
dari dari ikan sehingga terlihat lenih cerah dan merah. Hal ini dikarenakan
sel darah pada daging ikan akan pecah dan menyebar ke seluruh daging
secara merata. Hal ini sesuai dengan pendapat Loppies et al (2021), bahwa
penyuntikan karbon monoksida pada daging ikan tuna dapat
mempertahankan warna merah daging ikan tuna selama penyimpanan dan
pengangkutan. Senyawa CO dapat bereaksi dengan myoglobin menjadi
karboksimioglobin yang merupakan bentuk stabil dari pigmen merah
dalam daging ikan tuna. Karboksimioglobin dapat mencegah terjadinya
proses oksidasi dibanding oksimioglobin karena senyawa.
10. Pembungkusan (Wrapping)
Ikan yang sudah disuntikkan CO, kemudian dimasukkan kedalam
plastik Polyethilene (PE). Dalam 1 plastik dapat berisi 2 sampai 3 potong
ekor ikan tergantung juga dari besar daging ikan tersebut. Setelah itu ikan
disusun diatas keranjang. Pembungkusan ini berfungsi untuk menjaga
kualitas mutu daging ikan dan menghindari terjadinya kontaminasi.
11. Penyemprotan gas CO
Tahap ini memiliki fungsi yang sama dengan tahap inject, yaitu
untuk mencerahkan dan penyempurnaan warna ikan, hanya saja
penyempurnaan ini dilakukan untuk menyempurnakan warna bagian luar

18
daging ikan. Tahap ini dilakukan dengan cara menyemprotkan gas CO
kedalam plastik yang sudah berisi ikan. Plastik yang sudah diberi CO
diikat menggunakan karet agar gas CO tidak keluar dari plastik. Pemberian
gas CO diberikan berdasarkan pemintaan buyer, pemberian CO pada tuna
loin ini dilakukan untuk pasar Amerika. Menurut Jumarni (2016), Kadar
CO yang digunakan berkisar antara 0,4 % sampai dengan 0,5 %.
Sedangkan perusahaan gas CO yang digunakan 0,5 %, Penambahan gas
CO ini dilakukan karena permintaan dari buyer yang nantinya akan
membeli produk.
12. Penyimpanan
Ikan yang telah diberi gas CO kemudian dimasukkan kedalam
chiller storage dengan suhu <4,4 oC untuk tetap menjaga suhu pusat ikan.
Penyimpanan dilakukan selama 2 hari agar proses penyempurnaan warna
daging ikan terjadi secara maksimal. Jika kurang dari 2 hari
penyempurnaan warna tidak terjadi secara maksimal, tetapi jika lebih dari
2 hari juga dapat menurunkan kualitas dari daging ikan. Karena ikan
memiliki masa simpan yang jika terlalu lama disimpan akan berkurang
kualitasnya.
13. Trimming 2
Trimming 2 ini dilakukan setelah ikan disimpan selama 2 hari
didalam chiller. Sebelum dilakukan trimming, ikan yang baru dikeluarkan
dari chiller harus dilakukan penyedotan kembali gas CO yang ada didalam
plastik, tujuannya untuk menghindari keracunan atau mabuk pada
karyawan karena meghirup CO yang masih tersisa didalam plastik. Pada
trimming 2 dilakukan pembuangan daging hitam yang belum bersih dari
trimming 1. Pembuangan daging ikan yang mentah (gagal CO) yang
ditandai dengan daging berwarna hijau, daging yang rusak atau pecah, dan
daging ikan yang warnanya tidak sesuai standar. Trimming 2 dilakukan
diatas pan yang didalamnya berisi air dingin, tujuannya adalah untuk
mempertahankan suhu dingin pada ikan sehingga kualitasnya tidak
menurun.

19
14. Pencucian 2
Ikan yang sudah ditrimming kemudian disiram menggunakan
sodium yang sudah dicampurkan kedalam air. Pencucian dengan air yang
dicampurkan sodium berfungsi mencegah dan membunuh bakteri.
15. Pembungkusan 2 (Wrapping 2)
Ikan yang telah dicuci dimasukkan lagi kedalam plastik
polyethylene yang berisi 1 potong daging ikan untuk 1 plastik. Ukuran
plastik juga disesuaikan dengan ukuran daging ikan. Kemudian divacum
agar udara dalam plastik tidak ada sehingga dapat menghambat
pertumbuhan mikroba dan menghindari dehidrasi ketika dilakukan proses
pembekuan.
16. Penimbangan 2
Penimbangan ini dilakukan untuk mengetahui berat dari ikan yang
telah dilakukan trimming 2, sehingga diketahui berapa persen berat ikan
yang terbuang setelah proses trimming 2. Ikan yang telah ditimbang,
disusn diatas pan-pan yang berbentuk persegi panjang. Kemudian pan
yang sudah terisi daging ikan disusun dirak-rak yang telah tersedia.
17. Pembekuan
Rak yang telah penuh dengan pan berisi ikan, kemudian
dimasukkan kedalam Air Blast Freezer (ABF) untuk dilakukan proses
pembekuan. Suhu dari ABF ini adalah -39 – (-40) oC. proses pembekuan
berlangsung selama 2 jam, tetapi di PT. Dempo dilakukan sampai 8 jam
untuk memaksimalkan proses pembekuan.
18. Pembentukkan Steak
Pembentukkan steak dilakukan menggunakan mesin benso. Pada
tahap ini daging tuna loin yang sudah beku dipotong berbentuk steak yang
sesuai standar dengan ketebalan daging ikan yang sesuai permintaan
buyer.
19. Trimming 3
Trimming 3 ini merupakan tahap untuk merapikan bentuk dari
steak sekaligus membuang darah, serat putih ataupun daging hitam yang
masih menempel pada setak. Sebelum dilakukan trimming steak dilap

20
terlebih dahulu menggunakan spon yang sudah dibasih dengan air sodium,
tujuannya adalah untuk mempermudah dalam melakukan trimming
sehingga terlihat bagian mana yang harus dibuang dan dirapikan, sekaligus
untuk mencegah tumbuhnya bakteri pada steak .
20. Sizing (pemisahan ukuran)
Steak yang sudah benar-benar bersih selanjutnya ditimbang untuk
menentukan ukuran dari stea. Tuna steak beku di PT. Dempo terdiri dari 3
ukuan yaitu 4 OZ (100 gr - 142 gr), 6 OZ (143 gr - 199 gr) dan 8 OZ (200
gr - 255 gr) untuk steak harbor dan 4 OZ (99-135 gr), 6 OZ (153-187 gr)
dan 8 OZ (209-243 gr) untuk steak twin tail. Tujuan ekspor produk tuna
beku ini adalah negara Amerika Serikat yang terdiri dari 2 buyer yaitu
Yumi dan New York.
21. Pengemasan dan pelabelan
Pengemasan menggunakan plastik yang sudah dicetak
menggunakan komposisi gizi dari tuna steak beku itu sendiri. Menurut
Sesuai dengan SNI 01-4485.3-2006, setiap kemasan produk steak tuna
yang akan diperdagangkan harus diberi tanda dengan benar dan mudah
dibaca, menggunakan bahasa yang dipersyaratan disertai keterangan
sekurang-kurangnya jenis produk, berat bersih produk, nama dan alamat
unit pengolahan, tanggal dan bulan produksi, serta tanggal dan bulan
kadaluwarsa
Jenis Plastik yang digunakan merupakan plastik polyethylene
(PE). menurut Syarief et al (1989), dalam Nur (2009), penggunaan bahan
pengemas harus sesuai dengan sifat bahan yang dikemas. Polyethylene
(PE) dan Polipropilen (PP) merupakan kemasan plastik yang fleksibel
yang umum digunakan untuk mengemas produk daging dan ikan. Sifat-
sifat polietilen antara lain : (1) mudah dibentuk dan lemas, (2) tahan
terhadap basa, asam, alkohol, deterjen, dan bahan kimia lainnya, (3) kedap
air dan uap, (4) daya rentang tinggi tanpa sobek, dan (5) mudah dilem.
Jenis kemasan di PT, Dempo Andalas Samudera terdiri dari 2 jenis
yaitu harbour dan twin tail. Hal tersebut sesuai dengan permintaan buyer.
Untuk kemasan harbour merupakan produk untuk ekspor ke New York

21
sedangkan twin tail ke Negara Yami Amerika Serikat. Setelah dimasukkan
kedalam plastik, kemudian divacum menggunakan mesin vaccum.
Tujuannya adalah untuk mencegah tumbuhnya bakteri memperpanjang
daya simpan karena sudah udara dalam kemasan sudah tidak ada. Mesin
vacuum yang digunakan merupakan mesin vacuum manual dan otomatis
dengan waktu 80 detik untuk 1 kali proses vacuum.
Kemasan plastik setiap ukuran diberikan sedikit perbedaan yaitu
diberikan lambang dari pabrik pembuatan plastik yang berbeda warna agar
mudah untuk membedakan dan tidak tergabung. Perbedaan tersebut
sebagai berikut :
- Lambang biru, ukuran plastik kecil = 4 OZ
- Lambang putih = 6 OZ
- Lambang biru ukuran plastik besar = 8 OZ
22. Packing (Pengemasan 2)
Pada pengemasan 2 ini merupakan pengemasan menggunakan
kemasan sekunder yaitu kotak/box. sebelum dilakukan pengemasan, tuna
steak beku dilakukan pengecekkan metal terlebih dahulu menggunakan
alat metal detector untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan logam
yang terkandung didalam steak. Setelah itu steak ditimbang untuk mengisi
setiap box. Pengemasan 2 ini dilakukan dengan cara meletakkan plastik
polyethylene secara melebar didalam kotak, kemudian diatas plastik
diletakkan bubble wrap lalu disusun tuna steak beku kedalam box. Setelah
tersusun, diletakkan lagi bubble wrape diatasnya dan ditutup meggunakan
ujung sisa plastik yang menjadi alas dari steak tadi. Box yang digunakan
sebagai kemasan primer juga tergantung dari permintaan buyer ada atau
tidaknya keterangan dari produk.

4.3. Pengendalian Kualitas Proses Pengemasan Setak Tuna Beku Dengan


Metode Six Sigma
Penggunaan metode Six Sigma dalam praktik ini karena metode ini
dianggap lebih baik dari metode lainnya seperti Total Quality Management
(TQM). Menurut Usman (2017), perbedaan antara TQM dan Six Sigma adalah

22
bahwa TQM hanya memberikan petunjuk secara umum, dengan kata lain hanya
memberikan petunjuk filosofis untuk meningkatkan kualitas, tetapi sulit untuk
membuktikan keberhasilan pencapaian peningkatan kualitas, sedangkan Six
Sigma memiliki tingkatan-tingkatan dengan angka yang bisa menunjukkan berada
di tingkat mana kualitas produksi saat ini atau bisa juga menjadi target bagi suatu
perusahaan mengenai kualitas produk mereka.
Pengendalian kualitas dengan metode six sigma dilakukan beberapa tahap
seperti tahap define yaitu tahap pertama dalam metode six sigma yang bertujuan
untuk mengidentifikasi masalah yang terjadi pada proses pengemasan tuna steak
beku, kemudian tahap kedua yaitu tahap measure, pada tahap ini dilakukan
perhitungan kapabilitas proses pengemasan. Tahap analyze merupakan tahap
menentukan penyebab utama terjadinya penyimpangan pada proses pengemasan
dan yang terakhir merupakan tahap improve yaitu usualan atau pemberian saran
yang baik dalam meningkatkan suatu kualitas produk.
4.3.1. Tahap Define
Tahap define dilakukan dengan mengumpulkan data dari staf QC di PT.
Dempo Andalas Samudera tentang permasalahan yang sering terjadi pada saat
pengemasan steak tuna beku. Menurut Megawati (2014), CTQ (Critical To
Quality) adalah karatersitik cacat yang berpengaruh terhadap terhadap kualitas
produk. Berdasarkan data yang diperoleh permasalahan atau penyimpangan yang
terjadi pada produk steak tuna pada proses pengemasan adalah kemasan bocor.
Kemasan bocor sangat berdampak bagi kualitas dari steak tuna beku, karena
kemasan yang bocor dapat menyebabkan dehidrasi air pada tuna steak beku
sehingga akan menimbulkan warna hijau kekuningan pada steak. Menurut Vatria
dalam Meiriza (2016), dehidrasi diakibatkan adanya penarikan kandungan air dari
dalam produk akibat perbedaan kelembaban. Akibat terjadinya penarikan air dan
dehidrasi menyebabkan ikan menjadi kering.
Penentuan CTQ dilakukan dengan melihat data kecacatan produk tuna
steak beku pada proses pengemasan dalam waktu 3 bulan yaitu dimulai dari bulan
Maret, April dan Juni pada tahun 2021. Data penyimpangan pada proses
pengemasan dapat dilihat pada lampiran 1. Dari hasil pengamatan selama praktik
terdapat sebanyak 1.247 pcs kemasan bocor pada bulan Maret, 885 pcs pada bulan

23
April dan 1.261 pcs kemasan bocor pada bulan Mei. Sehingga terdapat sebanyak
3.396 pcs kemasan bocor dari 127.276 pcs produk yang diperiksa. Sehingga rata-
rata kemasan bocor ( ) dari bulan Maret sampai April tahun 2021 adalah 0,0267.
4.3.2. Tahap Measure
Menurut Nailah (2014), tahap pengukuran (measure) adalah tahap kedua
dalam metode peningkatan kualitas six sigma . Dalam tahap ini akan ditentukan
nilai DPMO (Defect Per Million Opportunities) dan nilai sigma level untuk
mengukur kinerja perusahaan. Sebelum dilakukan perhitungan DPMO dan
menentukan level sigma, dilakukan pembuatan peta kendali terlebih dahulu. Peta
kendali berfungsi untuk mengetahui apakah kegiatan produksi masih dalam
kondisi terkendali atau tidak. Menurut Khomah (2015), Peta Kendali p berfungsi
untuk melihat apakah pengendalian kualitas pada perusahaan sudah terkendali
atau belum. Peta Kendali p mempunyai manfaat untuk membantu pengendalian
kualitas produksi dan dapat memberikan informasi mengenai kapan dan dimana
perusahaan harus melakukan perbaikan kualitas. Dalam pembuatan peta kendali
dilkukan perhitungan nilai UCL (Upper Control Limit) dan LCL (Lower Control
Limit) terlebih dahulu untuk mengetahui batas kendali atas dan bawah dari suatu
kegiatan produk yang dapat dilihat pada lampiran 2. Peta kendali dari kegiatan
pengemasan dapat dilihat pada gambar 3.

Peta Kendali
0.6000

0.4000

0.2000 proporsi
proporsi

p
0.0000
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 UCL
-0.2000 LCL
-0.4000

-0.6000
Gambar 3. Peta kendali p

Berdasarkan peta kendali p diatas dapat dilihat bahwa semua titik berada
didalam batas kendali tidak ada yang melewati batas UCL dan LCL hal itu
menunjukkan bahwa penyimpangan yang terjadi pada proses produksi masih

24
terkendali, sehingga tidak perlu dilakukan revisi atau perbaikan lagi. Hal ini sesuai
pendapat Ilham (2012), suatu titik data yang berada di luar batas kendali, baik
yang berada diluar UCL maupun LCL, maka data tersebut out of control. Out of
Control adalah suatu kondisi dimana karakteristik produk tidak sesuai dengan
spesifikasi perusahaan ataupun keinginan pelanggan dan posisinya pada peta
kontrol berada di luar kendali.
Pada tahap Measure ini dilakukan analisis kapabilitas proses. Analisis
kapabilitas proses melihat seberapa baik proses saat ini (De Koning dalam Ivanda
2016). Hasil pengukuran nilai DPMO dan nilai sigma dapat dilihat pada lampiran
3. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai DPMO sebesar 29.360 dan nilai sigma
sebesar 3,24 hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat 29.360 kemasan yang
bocor dalam setiap 1 juta kesempatan. Berdasarkan nilai DPMO dan nilai sigma
yang diperoleh PT. Dempo Andalas Samudera sudah baik karena berada diatas
rata-rata perindustrian yang ada di Indonesia. Menurut Gasperz dalam Harpensa
(2015), nilai sigma rata-rata perindustrian di indonesia yakni sebesar 2σ (sigma).
akan tetapi perusahaan masih perlu meningkatkan perbaikan kualiatas produknya
lagi untuk mencapai hasil yang lebih maksimal lagi.
4.3.3. Tahap Analyze
Tahap analyze dilakukan dengan menganalisis hasil pengukuran proses
pengemasan yang menyebabkan produk cacat (tidak sesuai standar) serta
mengidentifikasi penyebab utama yang menyebabkan bocornya kemasan pada
steak tuna dengan menggunakan Failure Modes and Effect Analysis (FMEA).
FMEA adalah sebuah metode evaluasi kemungkinan terjadinya sebuah kegagalan
dari sebuah sistem, desain, proses atau servis untuk dibuat langkah
penanganannya. Dalam FMEA, setiap kemungkinan kegagalan yang terjadi
dikuantifikasi untuk dibuat prioritas penanganan (Yumaida dalam Andiyanto,
2016).
Identifikasi penyebab terjadinya penyimpangan pada saat pengemasan
seperti kemasan bocor dapat dilakukan dengan menggunakan diagram sebab
akibat atau juga disebut diagram fishbone (tulang ikan). Menurut Murnawan
(2014), Fungsi dasar diagram Fishbone (Tulang Ikan)/ Cause and Effect (Sebab
dan Akibat)/Ishikawa adalah untuk mengidentifikasi dan mengorganisasi

25
penyebab-penyebab yang mungkin timbul dari suatu efek spesifik dan kemudian
memisahkan akar penyebabnya. Diagram sebab akibat atau diagram fishbone
dapat dilihat pada gambar 4.

Benturan antara
produk dan benda
Material Manusia lain

Kurang hati-hati

Plastik bocor dari Perbedaan


pabriknya keterampilan setiap
karyawan
Kemasan bocor
Mesin vacuum
tidak bekerja
dengan baik Instruksi kerja tidak
dijalankan dengan
Mesin vacuum masih
benar
konvensional dan sering
rusak
Mesin Metode

Gambar 4. Diagram sebab akibat kemasan bocor

Berdasarkan diagram sebab akibat diatas dapat disimpulkan bahwa


banyaknya kemasan yang bocor kemasan pada tuna steak beku terdapat
disebabkan oleh 4 faktor yaitu dari metode atau cara kerja, manusia atau pekerja,
material dan mesin.
1. Metode
Penyebab plastik bocor salah satunya dikarenakan cara penanganan yang
tidak benar. Penanganan produk seharusnya dilakukan dengan hati-hati
dan sesuai dengan instruksi kerja. Dalam kasus kemasan bocor di PT.
Dempo ini disebabkan karena tidak menerapkan instruksi kerja yang sudah
ditetapkan dengan benar, baik pada penggunaan mesin vacum maupun
pada penanganan yang lainnya.
2. Manusia
Manusia yang berperan sebagai karyawan disuatu perusahaan merupakan
salah satu peran penting dalam terwujudnya produk yang berkualitas.
Karyawan harus memiliki pemahaman dan keterampilan serta keahlian
dibidang pekerjaan yang sedang dikerjakan, jika karyawan tidak memiliki
keterampilan dan tidak berhati-hati dalam bekerja akan berdampak pada

26
produk seperti kemasan bocor akibat terjadinya benturan pada produk.
Seperti pemindahan tuna steak yang telah dilakukan pengemasan 1 dan
divaccum kemudian dipindahkan kedalam keranjang dengan tidak hati-hati
sehingga membuat produk terbentur dengan keranjang sehingga dapat
membuat plastik dari kemasan tersebut bocor, hal tersebut dapat
mempengaruhi kualitas dari produk yang dihasilkan. Oleh karena itu untuk
meningkatkan hal tersebut perlu dilakukannya penilaian kinerja karyawan
serta pemberian training kepada setiap karyawan sehingga karyawan lebih
lebih teliti dan hati-hati dalam melakukan suatu pekerjaan. Menurut
Assauri dalam Megawati (2015), pemberian training kepada tenaga kerja
tentang pengoprasian mesin dan pengemasan manual secara efisien serta
pelatihan mengenai peningkatan kualitas produk kepada Karyawan dapat
meningkatkan kinerja tenaga kerja.
3. Mesin
Mesin vaccum yang digunakan di PT. Dempo terdiri dari 2 mesin vaccum
manual (konvensional) dan 1 mesin vacuum otomatis. Mesin ini juga
sangat berpengaruh terhadap kualitas dari pengemasan. Banyaknya plastik
kemasan yang bocor dapat disebabkan karena mesin vacuum tidak bekerja
dengan baik sehingga kemasan yang divacum tidak melekat secara
sempurna, hal tersebut juga dapat dilihat dari seringnya mesin vacuum
mengalami kerusakan. Kerusakan dari mesin vacuum ini juga dapat
disebabkan karena kurangnya penanganan dan pemeliharaan terhadap
mesin serta berbedanya keterampilan setiap karyawan yang menggunakan
mesin vacuum itu sendiri.
4. Material
Plastik kemasan yang bocor juga dapat disebabkan oleh plastik kemasan
itu sendiri. Plastik yang sudah bocor dari pabrik pembuatan plastik dapat
dijadikan faktor penyebab terjadinya kebocoran kemasan, tetapi hal
tersebut sangat kecil kemungkinannya. Karena sebelum melakukan
penerimaan bahan dilakukan pengecekkan terlebih dahulu dengan
mengambil beberapa sampel.

27
Konsep FMEA adalah dilakukan penentuan rating keparahan, kejadian
serta rating deteksi. Perhitungan RPN (Risk Priority Number) yang merupakan
hasil kali ketiga rating tersebut menunjukkan tingkat risiko suatu kegagalan
(Susetyo dalam Suryaningrat, 2019). Adapun FMEA perhitungan nilai RPN
kemasan bocor dapat dilihat pada lampiran 4. Berdasarkan hasil perhitungan
diperoleh nilai RPN tertinggi berada pada penyebab kegagalan akibat benturan
antar produk dan benturan dengan benda lain dengan nilai RPN 27, pada peringkat
kedua penyebab kebocoran kemasan disebabkan oleh tidak menerapkan instruksi
kerja dengan benar dengan nilai RPN 22. Kemudian disebabkan oleh mesin
vacuum tidak bekerja dengan baik dan plastik kemasan bocor dari pabriknya
dengan nilai RPN 16 dan 9. Menurut Andriyani (2015), Nilai RPN menunjukkan
keseriusan dari potensial failure, semakin tinggi nilai RPN maka menunjukkan
semakin bermasalah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa benturan antar produk
dan benturan dengan benda lain merupakan penyebab kebocoran produk yang
menjadi perioritas untuk diatasi yaitu dengan nilai RPN 27. Menurut Cahyabuana
(2014), nilai skala RPN 20≤ x <80 masih dalam kategori level yang memiliki
resiko rendah.
4.3.4. Tahap Improve
Tahapan ini bertujuan untuk memberikan usulan kepada perusahaan PT.
Dempo Andalas Samudera dalam peningkatan kualitas agar penyebab-penyebab
yang berpotensi mengakibatkan produk cacat berkurang. Usulan dilakukan dengan
melihat hasil dari perhitungan nilai DPMO dan level sigma, diagram sebab akibat
dan dari nilai dari FMEA, sehingga dapat dilakukan usulan perbaikan yang dapat
diimplementasikan dalam meningkatkan kualitas dari produk serta memberikan
kepuasan pada pelanggan.
Penyebab kebocoran kemasan pada tuna steak beku pada PT. Dempo
Andalas Samudera adalah akibat dari faktor manusia yaitu perbedaan
keterampilan setiap karyawan serta kurang berhati-hati dalam bekerja, sehingga
terjadinya benturan antara produk dan benturan produk dengan benda lain. Upaya
mengurangi penyebab tersebut perlu dilakukan arahan dan pengawasan kinerja
karyawan. Pengawasan kinerja karyawan dilakukan menggunakan form penilaian
dan evaluasi kinerja karyawan yang setidaknya dilakukan sebanyak 1 kali dalam

28
sebulan. Dalam form penilaian ini terdapat beberapa aspek yang harus dilakukan
penilaian. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat kinerja setiap karyawan,
sehingga karyawan yang memiliki kinerja yang baik dapat diberikan penghargaan
sebagai penambah motivasi karyawan dalam bekerja. Form penilaian dan evaluasi
kinerja karyawan dapat dilihat pada lampiran 6. Menurut Sujatmo dalam
Supriatna (2016), pengawasan adalah evaluasi dan koreksi atas pelaksanaan
pekerjaan yang dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan keyakinan dengan
jaminan bahwa tujuan organisasi sesuai dengan rencana-rencana yang
dilaksanakan. Kemudian, pemimpin sebagai subjek pengawasan juga harus dapat
memotivasi para bawahan sebagai objek pengawasan, pemberian motivasi ini
bertujuan agar para bawahan dalam dapat melakukan pekerjaan dengan penuh
kesadaran serta mempunyai kedisiplinan yang tinggi terhadap pekerjaannya.
Pelatihan terhadap karyawan juga perlu dilakukan dalam meningkatkan
kinerja dari karyawan itu sendiri, hal ini sesuai pendapat Tampubolon (2016),
Pelatihan kerja adalah dimensi yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
kerja karyawan. Pelatihan kerja bukan saja diberikan ketika karyawan baru atau
karyawan lama ditugaskan untuk posisi jabatan tertentu tetapi juga harus
dilakukan pada semua lini. Pelatihan kerja bertujuan untuk memberikan
pemahaman terhadap pekerjaan yang akan dilaksanakan atau menyegarkan
kembali tentang proses-porses kerja yang harus dilakukan. Pelatihan ini dilakukan
dengan harapan untuk memberikan pemahaman terhadap karyawan tentang GMP
(Good Manufacturing Practice) pada proses pengemasan yang sudah diterapkan
oleh PT. Dempo Andalas Samudera. GMP adalah Cara Produksi Makanan Yang
Baik (CPMB) adalah suatu pedoman atau syarat yang menunjukkan aspek dari
keamanan pangan yang dilaksanakan agar produksi pangan bermutu dan aman
mulai dari bahan baku sampai konsumen (Rudiyanyo dalam Yuwita, 2019).

29
BAB 5 PENUTUP

5.3. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan praktik kerja Akhir (KPA)
ini adalah sebagai berikut :
1. Penyimpangan yang terjadi pada proses pengemasan tuna steak beku di
PT. Dempo Andalas Samudera hanya terdapat 1 jenis yaitu kemasan
bocor. Selama 3 bulan terdapat 3.396 kemasan bocor dari 127.276
kemasan steak nilai kapabilitas pada proses pengemasan tuna steak
beku di PT. Dempo Andalas Samudera sudah baik yaitu dengan nilai
DPMO 29.360 dan nilai six sigma sebesar 3,4 yang artinya PT. Dempo
Andalas Samudera sudah berada pada rata-rata perindustrian yang ada
di Indonesia yakni sebesar 2σ (sigma).
2. Faktor-faktor yang menyebabkan kemasan bocor pada tuna steak beku
adalah faktor manusia atau karyawan yang memiliki perbedaan
keterampilan serta kurang hati-hati dalam bekerja, faktor metode yaitu
cara penannganan produk yang salah sehingga terjadinya benturan
antara produk dan juga benturan produk dengan benda lain, faktor
mesin vacuum yang digunakan tidak bekerja dengan baik sehingga
kekuatan vacuum pada kemasan tidak bertahan lama dan faktor dari
material atau plastik itu sendiri yang sudah bocor dari pabriknya.
3. Berdasarkan hasil perhitungan FMEA, diperoleh bahwa penyebab
yang paling utama dalam kemasan bocor adalah benturan produk antar
produk dan dengan benda lain yang disebabkan oleh perbedaan
keterampilan pada setiap karyawan dan kurang berhati-hatinya
karyawan dalam bekerja. Sehingga perlu dilakukan pengawasan
terhadap kerja karyawan dengan mengisi form penilaian dan evaluas
kinerja karyawan setiap 1 bulan sekali serta pemberian pelatihan dan
pengetahuan untuk meningkatkan kinerja karyawan.

30
5.4. Saran
Saran yang dapat diberikan kepada PT. Dempo Andalas adalah sebagai
berikut :
1. Perlu dilakukannya pengawasan terhadap karyawan dengan melakukan
pengisian form penilaian dan evaluasi kinerja karyawan setiap 1 bulan
sekali dan juga dilakukan pelatihan terhadap karyawan tentang cara
penanganan yang baik dan benar
2. Agar nilai sigma dapat terus meningkat, maka PT. Dempo Andalas
Samudera harus melakukan perbaikan secara terus-menerus terhadap
proses pengemasan tuna steak beku
3. Sebaiknya dilakukan pembelian alat yang dapat mendeteksi kemasan
bocor sehingga tidak dilakukan secara manual sehingga hasil yang
diperoleh lebih akurat.

31
DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. (2006). SNI 01-4485.3-2006. Penanganan


dan Pengolahan Tuna Steak : Jakarta

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. (2009). SNI 7530.2.2009. Persyaratan Bahan


Baku. Badan Standarisasi Nasional : Jakarta

Ahmad, F. (2019). Six Sigma DMAIC Sebagai Metode Pengendalian Kualitas


Produk Kursi Pada Ukm. Jurnal Integrasi Sistem Industri. 6(1). 11-17.

Alifia, H. (2018). Laporan Praktikum Rekayasa Proses Pembekuan. Program


Studi Ilmu Kelautan dan Teknologi Pangan Fakultas Pertaniam.
Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Andiyanto, S., Agung S. & Charles P. (2016). Penerapan Metode FMEA (Failure
`Mode and Effect Analysis) untuk Kuantifikasi dan Pencegahan Resiko
Akibat Terjadinya Lean Waste. Jurnal Online Poros Teknik Mesin. 6(1).
45-57.

Andriyani, A. & Rani R. (2015). Analisis Upaya Pengendalian Kualitas Kain


Dengan Metode Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) Pada Mesin
Shuttel Proses Weaving Pt Tiga. Program Studi Teknik Industri, Fakultas
Teknik. Universitas Diponegoro.

Assauri, S. 2004. Manajemen produksi dan Operasi. Jakarta: fakultas Ekonomi


Universitas Indonesia.

Cahyabuana, B.D., Apol P. 2014. Konsistensi Penggunaan Metode FMEA


(Failure Mode Effects and Analysis) terhadap Penilaian Risiko Teknologi
Informasi (Studi kasus: Bank XYZ). Jurusan Sistem Informasi, Fakultas
Teknologi Informasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).

Harpensa, A., Ambar H. & Lisye F. (2015). Usulan Perbaikan Kualitas


Menggunakan Metode Six Sigma untuk Mengurangi Jumlah Cacat Produk
Ubin Teraso Pada Pt. Ubin Alpen. Jurnal Online Institut Teknologi
Nasional. 1 (3). 310-320

Hayati, Y.H. & Gracia S. (2015). Pengaruh Kualitas Produk Terhadap Kepuasan
Konsumen Di Restoran Bebek dan Ayam Goreng Pak Ndut Solo. JIMFE
(Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi). 1(1). 49-56.

Ilham, M.N. (2012). Analisis Pengendalian Kualitas Produk Dengan


Menggunakan Statistical Processing Control (SPC) Pada Pt. Bosowa
Media Grafika (Tribun Timur). [Skripsi]. Makasar(Id). Universitas
Hasanuddin Mkakasar.

32
Ivanda, M.A. & Hery S. (2016). Analisis Pengendalian Kualitas Dengan Metode
Six Sigma Pada Proses Produksi Barecore PT. Bakti Putra Nusantara.
Program studi teknik industry fakultas teknik. Universitas diponegoro.

Jumarni. (2016). Proses Pembekuan Fillet Ikan Kerapu (Epinephelus Sp) Di Pt.
Usaha Centraljaya Sakti. Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan
Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

Kapisa, N.E et al. (2014). Bakteri Escherichia coli pada Air Pencuci Ikan Dipasar
Bahu Manado. Jurnal media teknologi hasil perikanan. 2(2). Hal 68-70.

Khomah, I. & Endang S.R. (2015). Aplikasi Peta Kendali p Sebagai Pengendalian
Kualitas Karet di PTPN IX Batujamus/Kerjoarum. Jurnal Agraris. 1(1).
12-24.

Kristivandra, R. (2016). Pengaruh Jenis Kemasan Terhadap Fillet Ikan Nila


(Oreochromis Niloticus) Yang Disimpan Pada Suhu Pendingin. Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Andalas Padang.

Loppies, R.R.M., Daniel A.N.A., Raja B.D., Sormin & Beni S. (2021).
Kandungan Mioglobin Ikan Tuna (Thunnus albacares) dengan Pemakaian
Karbon Monoksida dan Filter Smoke Selama Penyimpanan Beku. Jurnal
Teknologi Hasil Perikanan. 1(1). 12-20.

Megawati, A. (2015). Analisa Kualitas Produk Pada Prose Pengemasan Ikan Beku
dengan Metode Six Sigma (Studi Kasus di PT. Inti Fuja Abadi, Pasuruan).
[Skripsi]. Malang (ID). Universitas Brawijaya.

Meiriza Y., Eko N.D. & Laras R. (2016). Perbedaan Karakteristik Ikan Bandeng
(Chanos Chanos Forsk) Cabut Duri Dalam Kemasan Berbeda Selama
Penyimpanan Beku. Jurnal Pengolahan dan Bioteknologi Hasil
Perikanan. 5(1). 36-43.

Murnawan H. & Mustofa. (2014). Perencanaan Produktivitas Kerja Dari Hasil


Evaluasi Produktivitas Dengan Metode Fishbone Di Perusahaan
Percetakan Kemasan Pt.X. Jurnal Teknik Industri Heuristic. 11(1). 27-46.

Nailah, Ambar H. & Gita PL. (2014). Usulan Perbaikan Untuk Mengurangi
Jumlah Cacat pada Produk Sandal Eiger S-101 Lightspeed dengan
Menggunakan Metode Six Sigma. Jurnal Online Institut Teknologi
Nasional. 2(2). Hal 256-267.

Nastiti, H. (2014). Analisis Pengendalian Kualitas Produk Dengan Metode


Statistical Quality Control (Studi Kasus: pada PT “ X” Depok). Jurusan
Manajemen Fakultas Ekonomi UPN ”Veteran” Jakarta.

33
Novreeana, A., Masi A. & Deviarni I.M. (2017). Pengaruh Pengemasan Vakum
Terhadap Perubahan Mikrobiologi, Aktifitas Air Dan Ph Pada Ikan Pari
Asap. Jurnal Teknologi Pangan. 8(1). 66-73.

Nur, M. (2009). Pengaruh Cara Pengemasan, Jenis Bahan Pengemas, dan Lama
Penyimpanan Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi, dan Organoleptik Sate
Bandeng (Chanos chanos). Jurnal Teknologi dan Industri Hasil Pertanian.
14(1). 1-14.

Putra, E.D. (2015). Anak Berkesulitan Belajar di Sekolah Dasar Se-Kelurahan


Kalumbuk Padang (Penelitian Deskriptif Kuantitatif). Jurnal Ilmiah
Pendidikan Khusus. 4(3). 71-76

Sirine H. & Elisabeth P.T. (2017). Pengendalian Kualitas Menggunakan Metode


Six Sigma (Studi Kasus pada PT. Diras Concept Sukoharjo). Journal of
Innovation and Entrepreneurship. 2(3). 254-290.

Syukron, A. & Kholil M. (2013). Six Sigma: Qualityfor Business Improvement.


Yogyakarta: Graha ilmu.

Sukma, D. (2019). Sistem Kerja Pada Pengoprasian Cold Storage Pada Proses
Pengolahan Ikan Tuna Di PT. Dempo Andalas Samudera Bungus Teluk
Kabung, Kota Padang, Sumatera Barat. Politeknik Kelautan dan Perikanan
Sidoarjo.

Suprapto, H. & Yaya S.T. (2015). Analisa Perbaikan Kualitas Produk Keramik
Tableware Dengan Pendekatan Six Sigma Studi Kasus PT Haeng Nam
Sejahtera Indonesia. Jurnal Ilmiah FIFO. Vol 5(2). 113-120.

Supriatna, U., Irfan S. & Asep I.S. (2016). Peningkatan Disiplin Kerja Pegawai
Melalui Pengawasan Atasan di Kantor Kementerian Agama Kota
Bandung. Jurnal Manajemen Dakwah. 1(2). 207-225.

Suryaningrat, I.B., Wiwik F. & Winda A. (2019). Identifikasi Risiko Pada Okra
Menggunakan Failure Mode And Effect Analysis (FMEA) di PT. Mitratani
Dua Tujuh di Kabupaten Jember. Jurnal Agroteknologi. 13(1). 25-33.

Tampubolon, H. (2016). Strategi Manajemen Sumber Daya Manusia Dan


Perannya Dalam Pengembangan Keunggulan Bersaing. Jakarta: Papas
Sinar Sinanti.

Usman, R. (2017). Pengendalian dan Penjaminan Mutu. Jakarta: Universitas


Trisakti.

Wellyalina, F., Azima & Aisman. (2013). Pengaruh Perbandingan Tetelan Merah
Tuna dan Tepung Maizena. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 2(1). 9-17.

34
Yulinda R., Hendang, Susy. 2015. Perbaikan kualitas produk keraton luxury
dengan menggunakan metode FMEA dan Fault Tree Analisys (FTA).
Jurnal teknik industry. 3(3).

Yuwita, R. (2019). Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) dalam


Produksi Kerupuk Ikan Medium Mentah di PT. Goldensnack Mas
Sejahtera, Semarang. Program Studi Teknologi Pangan Fakultas Teknologi
Pertanian. Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.

35
Lampiran 1. Data penyimpangan pada proses pengemasan

Tanggal Jumlah produk yang Kemasan bocor


Pemeriksaan/Packing diperiksa (Pcs) (Pcs)
Rabu, 03 Maret 2021 6.306 172
Jumat, 05 Maret 2021 2.346 86
Sabtu, 06 Maret 2021 6.183 107
Selasa, 09 Maret 2021 4.461 75
Rabu, 10 Maret 2021 2.487 175
Jumat, 12 Maret 2021 2.094 88
Senin, 15 Maret 2021 3.021 59
Kamis, 18 Maret 2021 3.274 65
Sabtu, 20 Maret 2021 5.429 70
Rabu, 24 Maret 2021 3.186 62
Kamis, 25 Maret 2021 999 56
Jumat, 26 Maret 2021 4.905 93
Rabu, 31 Maret 2021 6.462 139
Senin, 5 April 2021 4.914 124
Selasa, 6 April 2021 693 33
Rabu, 7 April 2021 5.256 141
Jumat, 9 April 2021 1.089 42
Sabtu, 10 April 2021 2.955 56
Selasa, 13 April 2021 1.539 38
Rabu, 14 April 2021 3.338 33
Sabtu, 17 April 2021 535 25
Senin, 19 April 2021 1.390 39
Selasa, 20 April 2021 1.539 44
Jumat, 23 April 2021 1.383 36
Sabtu, 24 April 2021 1.722 37
Selasa, 27 April 2021 7.476 237
Selasa, 4 Mei 2021 2.811 109
Rabu, 5 Mei 2021 2.214 77
Kamis, 6 Mei 2021 3.513 120
Jumat, 7 Mei 2021 8.167 279
Senin, 17 Mei 2021 3.441 33
Kamis, 20 Mei 2021 4.443 142
Jumat, 21 Mei 2021 7.014 196
Sabtu, 22 Mei 2021 5.186 122
Senin, 24 Mei 2021 3.579 115
Selasa, 25 Mei 2021 1.926 71
Total 127.276 3.396

36
Lampiran 2. Data hasil pengukuran peta kendali p

Jumlah Kemasan
Bulan proporsi UCL LCL
produk bocor
Maret 6306 172 0.0273 0.0267 0.5167 -0.4633
2346 86 0.0367 0,0267 0.5167 -0.4633
6183 107 0.0173 0.0267 0.5167 -0.4633
4461 75 0.0168 0.0267 0.5167 -0.4632
2487 175 0.0704 0.0267 0.5166 -0.4633
2094 88 0.0420 0.0267 0.5166 -0.4633
3021 59 0.0195 0.0267 0.5166 -0.4633
3274 65 0.0199 0.0267 0.5166 -0.4633
5429 70 0.0129 0.0267 0.5167 -0.4631
3186 62 0.0195 0.0267 0.5166 -0.4633
999 56 0.0561 0.0267 0.5165 -0.4633
4905 93 0.0190 0.0267 0.5167 -0.4633
6462 139 0.0215 0.0267 0.5167 -0.4630
April 4914 124 0.0252 0.0267 0.5167 -0.4633
693 33 0.0476 0.0267 0.5164 -0.4631
5256 141 0.0268 0.0267 0.5167 -0.4633
1089 42 0.0386 0.0267 0.5165 -0.4632
2955 56 0.0190 0.0267 0.5166 -0.4633
1539 38 0.0247 0.0267 0.5166 -0.4629
3338 33 0.0099 0.0267 0.5166 -0.4632
535 25 0.0467 0.0267 0.5163 -0.4632
1390 39 0.0281 0.0267 0.5165 -0.4632
1539 44 0.0286 0.0267 0.5166 -0.4632
1383 36 0.0260 0.0267 0.5165 -0.4633
1722 37 0.0215 0.0267 0.5166 -0.4633
7476 237 0.0317 0.0267 0.5167 -0.4632
Mei 2811 109 0.0388 0.0267 0.5166 -0.4633
2214 77 0.0348 0.0267 0.5166 -0.4633
3513 120 0.0342 0.0267 0.5167 -0.4633
8167 279 0.0342 0.0267 0.5167 -0.4633
3441 33 0.0096 0.0267 0.5167 -0.4633
4443 142 0.0320 0.0267 0.5167 -0.4633
7014 196 0.0279 0.0267 0.5167 -0.4633
5186 122 0.0235 0.0267 0.5167 -0.4632
3579 115 0.0321 0.0267 0.5167 -0.4632
1926 71 0.0369 0.0267 0.5166 -0.4632

37
Total 127276 3396

( ) ( )
√ √

( ) ( )
√ √

38
Lampiran 3. Data perhitungan nilai DPMO dan level sigma

Jumlah Kemasan
Bulan CTQ DPMO Level Sigma
produk bocor
Maret 6306 172 1 27.276 3.42
2346 86 1 36.658 3.29
6183 107 1 17.306 3.61
4461 75 1 16.812 3.62
2487 175 1 70.366 2.97
2094 88 1 42.025 3.23
3021 59 1 19.530 3.56
3274 65 1 19.853 3.56
5429 70 1 12.894 3.73
3186 62 1 19.460 3.57
999 56 1 56.056 3.09
4905 93 1 18.960 3.58
6462 139 1 21.510 3.52
April 4914 124 1 25.234 3.46
693 33 1 47.619 3.17
5256 141 1 26.826 3.43
1089 42 1 38.567 3.27
2955 56 1 18.951 3.58
1539 38 1 24.691 3.47
3338 33 1 9.886 3.83
535 25 1 46.729 3.18
1390 39 1 28.058 3.41
1539 44 1 28.590 3.40
1383 36 1 26.030 3.44
1722 37 1 21.487 3.52
7476 237 1 31.701 3.36
Mei 2811 109 1 38.776 3.27
2214 77 1 34.779 3.31
3513 120 1 34.159 3.32
8167 279 1 34.162 3.32
3441 33 1 9.590 3.84
4443 142 1 31.960 3.35
7014 196 1 27.944 3.41
5186 122 1 23.525 3.49
3579 115 1 32.132 3.35
1926 71 1 36.864 3.29

39
Jumlah 1.056.968 123,22
Rata-
29.360 3,24
rata
Sumber : data primer

( )

40
Lampiran 4. Data hasil perhitungan nilai RPN kemasan bocor

Frekuensi Tingkat Perkiraan


Penyebab Pering
No kejadian keparahan deteksi RPN
kegagalan kat
(Severity) (Occurrence) (detection)
Plastik
1 bocor dari 3 3 3 9 4
pabriknya
Mesin
vacuum
2 tidak 5 6 5 16 3
bekerja
dengan baik
Tidak
menerapkan
3 7 8 7 22 2
instruksi
kerja
Benturan
antar
4 produk dan 9 9 9 27 1
dengan
benda lain
Sumber: data primer

Rumus RPN :

41
Lampiran 5. Tata letak PT. Dempo Andalas Samudera

42
Lampiran 6. Form penilaian dan evaluasi kinerja karyawan

DATA KARYAWAN
Nama karyawan :
Tempat & tgl Lahir :
Jabatan :
Bagian :
Tgl Masuk :
Lama Bekerja :
Status :
Acc. No./No.Kary :
No.E-KTP Kary :
PENILAIAN
Diisi dengan angka
(1)=
Objek (5)=luar (4)= (3)= (2)=perlu tidak
No
Penilaian biasa bagus Standar peningkatan memua
skan
1 Kerajinan
2 Disiplin kerja
3 Etika bekerja
Inisiatif,
4 kreatif dan
inovatif
Hasil kerja
5
yang on time
Bekerja secara
6
cerdas
Kualitas hasil
7
kerja
Penguasaan
8
pekerjaan
9 Komunikasi
Loyalitas
10 terhadap
perusahaan
Tertib
11
administrasi
Daya
12 serap/cepat
tanggap
13 Kerjasama

43
dalam team
work
14 Kejujuran
Sub total
Total

Keterangan Penilaian :
0 – 14 Perlu Diperbaiki
15 – 28 Perlu Peningkatan
29 – 42 Memenuhi Kebutuhan
43 – 56 Bagus
57 – 70 Luar Biasa

Saran : Terhadap karyawan tersebut dinyatakan : *silahkan lingkari


1. Diangkat menjadi ……………./karyawan kontrak/tetap
2. Masih dalam pengawasan
3. Jika penilaian cukup baik, dan dianggap perlu, maka lakukan
peninjauan ulang kenaikan gaji/insentif/serta tunjangan
4. Tidak bisa dilanjutkan bergabung di perusahaan, dan akan non aktif
per Tgl :

44

Anda mungkin juga menyukai