Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh:
NUR HIDAYATI
15149013907044
A. DEFINISI
Menurut Suwitra (2006) penyakit ginjal kronik adalah suatu proses
patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan
fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal
ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai
dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau
transplantasi ginjal.
Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan
limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya
jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Nursalam, 2006).
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan serta elektrolit.
B. ETIOLOGI
Menurut Price dan Wilson (2006) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik
adalah sebagai berikut :
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks
nefropati
2. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis
maligna, Stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulus ginjal
6. Penyakit metabolik: Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme,
amyloidosis
7. Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
8. Nefropati obstruktif : Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi,
neoplasma, fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah
(hipertropi prostat, striktur uretra, anomaly congenital leher vesika
urinaria dan uretra)
D. PATOFISIOLOGI
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein
tertimbunsemakin banyak timbunan hasil pemecahan protein mata, gejala
akan semakin berat.
Gangguan kliren ginjal / renal, penurunan fungsi glomerulus
menyebabkan penurunan kliren substansi penurunan kliren substansi
darah yang seharusnya dibersihkan oleh ginjal
Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) dapat dideteksi dengan
mendapatkan orine 24 jam untuk pemeriksaan kliren kreatinin
menyrunnya filtrasi glomesulus, kliren kreaatimin akan menuraun dan
kadar kreatinin serum akan meningkat, selain itu, BUU juga akan
meningkat.
Retensi cairan dan natrium ginjal tidak mampu mengkonsentrasikan
atau mengencerkan urine secar normal pada penyakit ginjal tahap
akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap terubahan asupan cairan
danclektrolit sehari-hari tidak terjadi
Asidosis dengan berkembangnya penyakit renal terjadi asidosis
metabolik sering dengan ketidak mampuan ginjal mengekresikan
muatan Asam (Ht) yang berlebihan tubulus ginjal untuk mengekresi
UH3
Anemia terjadi akiat dari produksi eritropotein yang tidak adekuat,
pada gagal ginjal produksi eritropotein menurun dan anemia terjadi
disertai keletihan, angina dan nafas sesak
Ketidak seimbangan kalsium dan fosfat dengan menurunnya kadar
fosfat serum dan penurunan kalsium pada gagal ginjal tubuh tidak
berespon terhadap peningkatan sekresi paratomien akibatnya kalsium
dalam tulang menurun.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Urine
a. Volume : Biasanya kurang dari 400ml/jam(oliguria) atau urine tak
ada(anuria).
b. Warna : Secara normal urine mungkin disebabkan oleh
pus,bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor,
kecoklatan menunjukkan adanya darah Hb, miglobin, porfirin
c. berat jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
d. Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, am rasio urine/ ureum sering 1:1.
e. Kliren kreatinin : Mungkin agak menurun.
f. Natrium : Lebih besar dari 40 Emq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsopsi natrium.
g. Protein : Derajad tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat
menunjukkan kerusakan glumerulus bila SDM dan fregmen juga
ada.
2. Darah
a. BUN/kreatinin : Meningkat, biasanya meningkat dalam
proporsi.kadar kreatinin10mg/dL diduga tahap akhir(mungkin
rendah yaitu 5).
b. Hitung darah lengkap : Ht: menurun pada adanya anemia.Hb
biasanya kurang dari 7-8 g/Dl
c. SDM : Waktu hidup menurun pda defesiensi eritropoetin seperti
pada azotemia.
d. GDA: pH; penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi
karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksekresi
hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein.
Bikarbonat menurun PCO2 menurun.
e. Natrium serum : Mungkin rendah (bila ginjal ”kehabisan
natrium”atau normal (menunjukkan status dilusi hipernatremia)
f. kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan
(hemolysis SDM). Pada tahap akhir ,perubahan EKG mungkin
tidak terjadi sampai kalium 6,5mEq atau lebih besar.
g. Magnesium: Fosfat meningkat
h. Kalsium : Menurun
i. Protein (khuusnya albumin): Kadar serum menurun dapat
menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan
cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena
kurang asam amino esensial.
3. Osmolalitas serum
Lebih besar dari 285 mosm/kg; sering sama dengan urine.
4. Ultrasono ginjal adalah menentukan ukuran ginjal dan adanya masa ,
kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
5. Biopsi Ginjal adalah mungkin dilakukan secara endoskopik untuk
mementukan sel jari ngan untuk diagnosis histologis.
6. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal. (Smeltzer
dan Bare 2008)
F. PENATALAKSANAAN
1. Terapi konservatif
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal
ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat
akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal
dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).
a. Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah
atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat
merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
b. Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus
adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan
keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan
memelihara status gizi.
c. Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat
supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
d. Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual
tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal
disease).
2. Terapi simtomatik
a. Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum
kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis
metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium
bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau
serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
b. Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah
satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian
transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan
kematian mendadak.
c. Keluhan gastrointestinal
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang
sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini
merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan
gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut
sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi
dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
d. Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan
kulit.
e. Kelainan neuromuscular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi
hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi
subtotal paratiroidektomi.
f. Hipertensi
Pemberian obat-obatan anti hipertensi.
g. Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular
yang diderita.
3. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium
5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat
berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal
(Suwitra, 2006).
a. Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah
gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak
boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis,
yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang
termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan
cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter,
muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg%
dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan
8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat
(Rahardjo, 2006).
b. Dialisis peritoneal (DP)
Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua
(umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita
penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung
akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan
pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT
(gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan
pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality.
Indika si non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat
intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di
daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006).
c. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi
dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih
seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya
mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah.
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama
berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah
reaksi penolakan
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
G. PATHWAY
Infeksi Vaskuler Zat Toksik Obstruksi Saluran Kemih
GFR Turun
Peningkatan Tekanan Iskemi
CKD
Gg Fungsi Renal Nefron Kompresi Nekrosis
Pruritus Perubahan
H. Preload
warna kulit HCO3 Kelebihan volume
cairan
Beban
Asidosi jantung
gg. integritas kulit
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronik menurut
Smeltzer dan Bare (2008) adalah
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran
urine dan retensi cairan dan natrium.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake inadekuat sekunder terhadap mual, muntah, anoreksia.
3. Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi
toksik dalam kulit dan gangguan turgor kulit (uremia).
K. FOKUS INTERVENSI
Diagnosa NOC dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
Kelebihan Setelah dilakukan 1. Kaji status cairan 1. Pengkajian merupakan dasar
volume cairan tindakan 2. Batasi masukan caira berkelanjutan untuk
berhubungan keperawatan 3. Jelaskan pada pasien memantau perubahan dan
dengan selama 3x24 jam dan keluarga tentang mengevaluasi intervensi.
penurunan diharapkan pembatasan cairan. 2. Pembatasan cairan akan
haluaran urine kelebihan cairan 4. Bantu pasien dalam menentukan berat tubuh ideal,
dan retensi pasien teratasi menghadapi haluaran urine dan respons
cairan dan dengan kriteria ketidaknyamanan terhadap terapi.
natrium. hasil: akibat pembatasan 3. Pemahaman meningkatkan
Pembatasan cairan kerjasama pasien dan keluarga
diet dan cairan. 5. Anjurkan pasien / ajari dalam pembatasan cairan.
Turgor kulit pasien untuk mencatat 4. Kenyamanan pasien
normal tanpa penggunaan cairan meningkatkan kepatuhan
edema. terutama pemasukan terhadap pembatasan diet.
Tanda-tanda dan haluaran 5. Untuk mengetahui
vital normal keseimbangan input dan
output
Ketidakseimba Setelah dilakukan 1. Kaji status nutris 1. Menyediakan data dasar untuk
ngan tindakan 2. Kaji pola diet dan memantau perubahan dan
nutrisi kurang keperawatan nutrisi pasien mengevaluasi intervensi.
dari kebutuhan selama 3x24 jam 3. Menyediakan 2. Pola diet sekarang dan dahulu
tubuh diharapkan makanan kesukaan dapat dipertimbangkan dalam
berhubungan kebutuhan nutrisi pasien dalam batas- 3. Mendorong peningkatan
dengan intake pasien adekuat batas diet. masukan diet.
inadekuat, dengan kriteria 4. Anjurkan camilan 4. Mengurangi makanan dan
mual, muntah, hasil: tinggi kalori,rendah protein yang dibatasi dan
anoreksia. Pengukuran protein, rendah menyediakan kalori untuk
antropometri natrium, diantara energi, membagi protein
dalam batas waktu makan. untuk pertumbuhan dan
normal. 5. Perhatikan adanya penyembuhan jaringan.
Perlambatan mual dan muntah 5. Gejala yang menyertai
atau penurunan akumulasi toksin endogen
berat badan yang dapat mengubah atau
yang cepat menurunkan pemasukan dan
memerlukan intervensi
Suwitra K. 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
581-584
Nursalam. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan.Jakarta:Salemba Medika.
Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC.
Rahardjo, P., Susalit, E., Suhardjono., 2006. Hemodialisis. Dalam : Sudoyo,
A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Marcellus, S.K., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 579-580.
Smeltzer dan Bara (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal-bedah. Jakarta:EGC.
Sukandar, E., 2006. Nefrologi Klinik. Edisi ketiga. Bandung: Pusat Informasi
Ilmiah (PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UNPAD