REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI
Yang dimaksud dengan valensi ialah jumlah sisi ikatan pada satu molekul.
Valensi antigen bergantung kepada penentu-antigennya (determinan antigen) dan
penentu-antigen ini bergantung kepada besar dan kekomplekskan strukturnya.
Valensi antibodi kebanyakan ada dua. Antibodi jenis IgG, IgA, dan IgE
valensinya dua, sedangkan jenis IgM bervalensi sepuluh dan dalam praktek
valensinya lima (oleh karena IgM biasanya dimer). Antibodi yang tidak lengkap
(incomplete antibody) adalah antibodi yang bervalensi satu.(1)
2. Presipitasi
Keseimbangan presipitasi
. Antigen
oAg
oAb
o o o
Ab Ab Ab
Reaksi identik Reaksi identik Reaksi nonidentik
parsial
Gambar 6. Gambar Tiga Jenis Reaksi Presipitasi yang Mungkin Terjadi pada
Analisis Metode Ouchterlony.
Dibuat lubang dengan penampang tengah pada media gel agar yang
mengandung antiserum. Lubang diisi antigen. Terjadi cincin presipitasi
sekeliling lubang. Reaksi presipitasi berjalan terus sampai seluruh antigen
membentuk kompleks dengan antibodi.
Ketentuan : Volume presipitat sebanding dengan log konsentrasi antigen.
Bila tebal gel agar dianggap rata, maka berlaku :
Log konsentrasi antigen = kuadrat penampang tengah (=diameter) cincin
presipitatsi.
Hetode ini tidak sempurna bila dipergunaan untuk pengukur kadar antibodi.
(3,4)
c. Imunoelektroforesis
Pada difusi ganda, campuran antigen dengan antiserum akan memben tuk
garis presipitasi. Imunoelektroforesis dapat menunjukkan presipitat ini
berdasarkan sifat imunokimiawi dan perbedaan mobilitas protein pada
elektroforesis. Mula-mula dilakukan elektroforesis serum yang diletakkan
dalam suatu lubang berpenampang tengah tertentu di gel agar yang
mempunyai keasaman tertentu. Kemudian di tengah-tengah gel agar ini,
dibuat alur dengan panjang dan lebar tertentu, lalu diisi antiserum. Akan
terjadi lengkung-lengkung presipitat masing-masing protein. Protein yang
teringan yakni albumin akan terletak terdekat dari anode, sedang kan protein
terberat yakni IgG akan terletak terdekat dari katode.
- o o +
f. Elektroforesis Roket
Titik puncak
dicapai karena Agarose mengandung
antigen habis antibodi
h. Presipitat Nonantigen-antibodi
Presipitasi dapat pula terjadi bukan oleh karena reaksi antigen-antibodi. Protein
yang bermolekul besar seperti C1q dapat membentuk presipitat dengan DNA, IgG
yang panas, dan kompleks antigen-antibodi yang larut. Agnelli menemukan
bahcra C1q bila dibubuhi serum yang diperiksa dalam agarose yang dibubuhi
EDTA, akan membentuk presipitat yang dikenal sebagai kompleks-yang-beredar
(circulating complex). (7) Ada pula presipitat-presipitat nonimunologis ialah CRP
dengan ekstrak polisakarida kuman tertentu bila ada ion Ca , dan cairan usus
manusia bila direaksikan dengan serum hewan.(7,8)
3. Aglutinasi
Aglutinasi ialah reaksi antigen dengan antibodi yang terjadi pada permukaan sel
atau partikel. Bila jumlah antibodi yang polivalen cukup, maka terjadi ikatan
silang antara penentu-antigen dan partikel sehingga terjadi aglutinasi dari partikel.
Bila antibodinya berlebih banyak sekali, maka aglutinasi terjadi pada pengenceran
tinggi, tetapi akan hilang kembali setelah melewati titik akhir (end-point). Bila
antibodi berlebih banyak, maka tidak akan terjadi aglutinasi dan hal ini dikenal
sebagai prozona.
Aglutinasi direk ialah reaksi antibodi dengan antigen yang intrinsik pada
permukaan sel atau partikel. Dosis aglutinasi minimum (=minimum aglutinating
dose = HAD) ialah dosis pengenceran akhir di mana masih terjadi aglutinasi (7,8).
Dikenal beberapa pemeriksaan yang mempergunakan prinsip aglutinasi ini ialah
aglutinasi pasif, inhibisi aglutinasi, pemeriksaan antiglobulin direk dan indirek,
pemeriksaan konsumsi antiglobulin dan aglutinasi eritrosit-virus.
a. Aglutinasi pasif
Aglutinasi pasif ialah pengikatan oleh partikel antigen yang larut secara kimiawi,
absorpsi ataupun reaksi langsung. Contoh-contoh partikelnya ialah lateks,
bentonit, dan eritrosit dan contoh zat kimianya ialah asam tanin. Pemeriksaan-
pemeriksaan yang mempergunakan prinsip ini ialah pemeriksaan-pemeriksaan
tiroglobulin, antibodi faktor rematoid, antibodi DNA, dan obatobatan. (7,8)
b. Inhibisi aglutinasi
Inhibisi aglutinasi (unumnya aglutinasi pasif) terjadi bila antibodi mula-mula
bereaksi dengan antigen yang terdapat bebas dalam larutan. Inhibisi aglutinasi ini
sangat berguna bila antigen yang hendak dideteksi jumlahnya sedikit.
Pemeriksaan yang mempergunakan metode ini ialah pemeriksaan FUP (Fibrin
Degradation Product). (7,8)
c. Pemeriksaan antiglobulin
Pemeriksaan antiglobulin dapat secara direk atau indirek. Pemeriksaan
antiglobulin direk atau pemeriksaan Coombs ialah pemeriksaan aglutinasi pasif
untuk mendeteksi protein yang ada dalam sel. Proteinnya akan terikat secara
invivo di permukaan sel. Pemeriksaan ini memeriksa terjadi atau tidaknya
aglutinasi eritrosit segar yang sudah dicuci oleh antiserum terhadap protein
plasma. Peneriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis anemia hemolitik
yang autoimun. Seperti diketahui, pada anemia-hemolitik yang autoimun IgA
bertindak sebagai autoantibodi terhadap antigen-eritrosit.(6,7,8)
Pemeriksaan antiglobulin indirek dipergunakan untuk memeriksa antibodi
yang beredar karena antigen tertentu, misalnya pemeriksaan untuk mendeteksi
antibodi eritrosit dan antibodi bakteri yang beraglutinasi lemah seperti Antibodi
Brucellae.(6,7,8)
d. Pemeriksaan konsumsi antiglobulin
Pada aglutinasi, antigen tertentu seperti untuk trombosit dan lekosit, secara teknis
sukar dideteksi. Pada kedua hal ini, dipergunakan pemeriksaan konsumsi
antiglobulin. Bentuk khusus pemeriksaan ini ialah pemeriksaan dengan metode
hemaglutinasi inhibisi.
Prinsipnya ialah pada stadium pertama antigen diinkubasi dengan serum yang
diperiksa dan dibubuhi eritrosit yang sudah dicuci. Pada stadium kedua diinkubasi
dengan antiglobulin anti-IgG (antiserum) sehingga antibodi IgG akan bereaksi
dengan anti-IgG. Pada stadium akhir dilakukan titrasi sisa anti-IgG terhadap
eritrosit yang sudah dilapisi IgG.(6,7,8)
e. Aglutinasi eritrosit-viral
Virus tertentu, terutama Rubella, akan mengikat diri dengan reseptor yang ada di
permukaan eritrosit. Bila jumlahnya cukup, maka akan terjadi suspensi aglutinasi
eritrosit. Aglutinasi ini dapat diinhibisi oleh antibodi yang terjadi baik oleh karena
yang bersangkutan sakit maupun oleh karena imunisasi.(6)
5. Fiksasi Komplemen
6. Imunofluoresensi
7. Imuno(histo)kimiawi
b. Pengukuran antigen
Dasar pengukuran antigen ialah inhibisi pengikatan antigen berpetanda pada
antibodi spesifik oleh antigen tidak berpetanda yang ada dalam pemeriksaan.
Antibodi dipisahkan secara presipitasi dan jumlah antigen yang berpetanda
akan berhubungan terbalik dalam jumlah yang ada dalam pemeriksaan.
Tahap 1 :
Tahap 2 :
Gambar reaksi yang terjadi dan gambaran grafik penentuan IgE prinsip RIST
nonkompetitif direk.
Gambar reaksi yang terjadi dan gambaran grafik penentuan IgE prinsip RIP
b. Pengukuran antigen
Bila jumlah antigen terlalu kecil, maka tidak dapat ditentukan dengan
metode imunodifusi, tetapi harus dipakai metode difusi tunggal radioaktif.
Dipergunakan antibodi berpetanda terhadap IgG. Prinsipnya, pada tahap
pertama, seperti metode imunodifusi radial yakni antigen berdifusi dalam
agar yang mengandung antibodi. Setelah pencucian, dibubuhi cairan yang
mengandung anti-Ab berpetanda; terjadi reaksi antibodi pada cincin presi -
pitasi dengan anti-Ab berpetanda tersebut. Setelah pencucian, ditempelkan
pada pelat rontgen untuk beberapa waktu sehingga terjadi a utoradiograph
berupa cincin pada plat foto. Selain itu, pengukuran antigen banyak
mempergunakan metode fluoresensi yakni pengukuran penurunan atau peninggian
fluoresens hapten oleh antibodi, polarisasi hapten atau fluoresensi protein dan
fluoresensi imunoasai kuantitatif.
Fluoresensi imunoasai kuantitatif dapat bersifat heterogen atau homogen.
Fluoresensi imunoasai kuantitatif heterogen dibagi atas asai antigen fase padat
(solid phase antigen assay) ataupun asai antibodi fase padat dan kedua-duanya
dapat bersifat kompetitif atau nonkompetitif.
Fluoresensi imunoasai kuantitatif homogen terdiri atas fluoresensi
imunoasai dengan refleksi spektroskopi interval, fluorescence excitation transfer
immunoassay, antigen labeled fluorescence protection atau indirect quenching
assay, dan substrate labeled fluorescence immunoassay. Fluorescence exitation
transfer immunoassay dapat direk atau indirek antigen berpetanda.(6,7,8)
Substrat Hapten
Eosinat berfluo-
resensi
Gambar 24. Gambar reaksi immunoassay homogenous substrat labeled
fluorescence
Sebetulnya prinsip yang dipakai pada metode enzim imunoasai dan elisa
menyerupai prinsip metode radioimunoasai. Umumnya pemerik saan
antibodi mauia terhadap antigen spesifik dan deteksi antigen dalam serum
atau cairan tubuh banyak memakai metode enzin imunoa sai ini.
pemeriksaan enzim imunoasai ini umumnya memakai prinsip penentuan
antibodi, kompetisi antigen-antibodi, sandwich Ag-Ab, prinsip titrasi antigen
antibodi, antibodi ganda antigen-antibodi, inhibisi antigen-antibodi,
imunoenzimatis antigen-antibodi, blokade enzim, dan deblokade enzim.
Berikut ini adalah gambaran prinsip-prinsip pemeriksaannya :
1. Penentuan Antibodi
2. K ompetis i A g-A b.
G ambaran grafiknya :
3 . S a n d w i c h Ag-A b
Gambaran grafiknya :
Gambaran grafiknya :
Av
Gambaran grafiknya :
7. Imunoenzimatis Ag-Ab
Gambaran grafiknya :
8. Blokade enzim
Gambaran grafiknya :
9. Deblokade enzim
Gambaran grafiknya :
Gambaran grafiknya :
1. Fudenberg H.H., Stites D.P., Caldcrell .L., Wells J.v. 1980 Basic
and Clinical Immunology 3rd.ed. Maruzen Asian Ed.