Anda di halaman 1dari 23

IMUNOLOGI

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI

Untuk membuktikan apakah rangsang imun menghasilkan antibodi, hanya


dapat dilaksanakan dengan metode yang dapat mengevaluasi fungsi utama
antibodi tersebut yakni kesanggupan antibodi bergabung dengan antigen spesifik.
Dengan kata lain, reaksi antigen-antibodi merupakan tulang punggung
pemeriksaan imunologi.
Bila antigen diketahui, maka antibodi dapat diperiksa, begitu pula
sebaliknya. Penentuan ini dapat dilaksanakan dengan memeriksa valensi, reaksi
presipitasi antigen-antibodi, reaksi aglutinasi antigen-antibodi, inhibisi keaktifan
hayati, fiksasi komplemen, penentuan secara imunofluoresensi, penentuan secara
imunokimiawi, dan penentuan kelas antibodi.
Reaksi presipitasi antigen-antibodi dapat ditentukan secara difusi radial
tunggal, imunoelektroforesis, elektroforesis dua dimensi, elektroforesis arus balik,
elektroforesis roket, penentuan presipitasi secara nefelometrik, dan penentuan
presipitat nonantigen-antibodi. Reaksi aglutinasi antigen-antibodi dapat
ditentukan dengan cara aglutinasi pasif, inhibisi aglutinasi, penentuan
antiglobulin, aglutinasi sel eritrosit-viral.
Penentuan antiglobulin dapat secara direk dan indirek, selain itu dapat
ditentukan konsumsi antiglobulin tersebut. Penentuan secara imunohistokimiawi
dapat dilaksanakan dengan metode imunoasai dan ELISA (enzyme linked
immunosorbent assay). ( 1 , 6 , 7 )
1. Valensi

Yang dimaksud dengan valensi ialah jumlah sisi ikatan pada satu molekul.
Valensi antigen bergantung kepada penentu-antigennya (determinan antigen) dan
penentu-antigen ini bergantung kepada besar dan kekomplekskan strukturnya.
Valensi antibodi kebanyakan ada dua. Antibodi jenis IgG, IgA, dan IgE
valensinya dua, sedangkan jenis IgM bervalensi sepuluh dan dalam praktek
valensinya lima (oleh karena IgM biasanya dimer). Antibodi yang tidak lengkap
(incomplete antibody) adalah antibodi yang bervalensi satu.(1)

2. Presipitasi

Presipitasi adalah salah satu hasil reaksi antigen-antibodi.


Antigen + Antibodi  Antigen-Antibodi kompleks
dapat berupa presipitasi, aglutinasi, dan fiksasi
komplemen.

Antigen yang bervalensi majemuk (multivalent) larut bila bereaksi dengan


antibodi, maka akan terbentuk garis presipitasi yang disebut latis (lattice) oleh
karena antibodi yang bervalensi dua tersebut akan mengikat diri dengan antigen
pada dua sisinya. Bila kompleks latis ini cukup besar, maka akan terbentuk
presipitat berupa endapan berwarna putih. Pada keadaan di mana antigennya
berlebih, sedangkan antibodinya terbatas, maka mula-mula presipitat akan terus
terbentuk sampai titik maksimal lalu menurun kembali.
Gambar ini dapat diperlihatkan dengan sebuah grafik sebagai berikut :

Keseimbangan presipitasi

Presipitasi  Antibodi   Antigen >>


Ag -Ab

. Antigen

Gambar 4. Gambar Keseimbangan Reaksi Antigen-antibodi.

Yang dimaksud dengan titik ekivalen ialah titik di mana terjadi


keseimbangan presipitasi antigen dengan antibodi. Kondisi berlebih antigen-
antibodi ialah keadaan di mana presipitat suatu reaksi antigen-antibodi dipisahkan,
lalu supernatan yang mengandung antigen dan antibodi ditentukan jumlah antigen
dan antibodinya. Dalam hal ini, yang akan terdeteksi terlebih dahulu ialah antibodi
baru antigennya. (1,3)
Penentuan presipitasi ini dapat secara difusi berganda atau yang lebih dikenal
sebagai analisis Ouchterlony, difusi radial tunggal, atau yang lebih dikenal
sebagai analisis metode Mancini, imunoelektroforesis, elektroforesis dua dimensi,
imunoelektroforesis arus balik, elektroforesis roket, penentuan secara nefe-
lometrik, dan penentuan presipitat nonantigen-antibodi.

a. Penentuan secara difusi berganda = Analisis metode Ouchterlony. Untuk


mendapatkan presipitasi antigen-antibodi, yang termudah ialah dengan
membiarkan kedua-duanya berdifusi dalam satu medium yang jernih umpamanya
gel agar.
Caranya ialah membuat dua lubang berpenampang tengah tertentu dengan jarak
tertentu dan masing-masing lubang diisi dengan antigen atau antibodi. Titik
pertemuan reaksi antigen dengan antibodi akan berbentuk latis (lattice) dan bila
jumlahnya cukup besar akan terbentuk presipitat berwarna putih.

oAg

oAb

Gambar 5. Gambar Reaksi Presipitasi yang Terjadi antara Ag dan Ab dalam


Medium Gel Agar.

Pada metode Ouchterlony, dibandingkan dua jenis antigen dengan satu


antibodi tertentu. Hasil reaksi yang terjadi dapat berupa reaksi identik, di mana
kedua antigennya sama, reaksi identik parsial, di mana kedua antigen hanya
sebagian identik, dan reaksi nonidentik, di mana kedua antigen tidak identik sama
sekali. (1,3,4,6)
Ag1 o oAg2 Ag1 o o Ag2 Ag1 o oAg2

o o o
Ab Ab Ab
Reaksi identik Reaksi identik Reaksi nonidentik
parsial

Gambar 6. Gambar Tiga Jenis Reaksi Presipitasi yang Mungkin Terjadi pada
Analisis Metode Ouchterlony.

b. Difusi Radial Tunggal = Analisis Metode Mancini

Dibuat lubang dengan penampang tengah pada media gel agar yang
mengandung antiserum. Lubang diisi antigen. Terjadi cincin presipitasi
sekeliling lubang. Reaksi presipitasi berjalan terus sampai seluruh antigen
membentuk kompleks dengan antibodi.
Ketentuan : Volume presipitat sebanding dengan log konsentrasi antigen.
Bila tebal gel agar dianggap rata, maka berlaku :
Log konsentrasi antigen = kuadrat penampang tengah (=diameter) cincin
presipitatsi.
Hetode ini tidak sempurna bila dipergunaan untuk pengukur kadar antibodi.
(3,4)

 Gel agar yang diberi


antiserum
O
o lubang, dengan O tertentu
Cincin
diisi antigen presipi-
tasi
Gambar 7. Gambar Analisis Metode Mancini

c. Imunoelektroforesis

Pada difusi ganda, campuran antigen dengan antiserum akan memben tuk
garis presipitasi. Imunoelektroforesis dapat menunjukkan presipitat ini
berdasarkan sifat imunokimiawi dan perbedaan mobilitas protein pada
elektroforesis. Mula-mula dilakukan elektroforesis serum yang diletakkan
dalam suatu lubang berpenampang tengah tertentu di gel agar yang
mempunyai keasaman tertentu. Kemudian di tengah-tengah gel agar ini,
dibuat alur dengan panjang dan lebar tertentu, lalu diisi antiserum. Akan
terjadi lengkung-lengkung presipitat masing-masing protein. Protein yang
teringan yakni albumin akan terletak terdekat dari anode, sedang kan protein
terberat yakni IgG akan terletak terdekat dari katode.

lubang ber 0 tertentu IgG albumin


diisi serum
o

alur, lebar dan panjang tertentu gel agar murni


gel agar dalam alur diangnat setelah ber-pH & vol.tertentu
elektroforesis diisi antiserum

Gambar 8. Gambar Pengerjaan Imunoelektroforesis dan Hasilnya.

Pada pH 8,6 protein akan bermuatan negatif sehingga terjadi gerakan ke


arah anode. Gerakan ini kecepatannya bergantung kepada derajat muatan negatif,
bentuk molekul, besar molekul, dan interaksi tidak spesifik dengan medium yang
dipakai. Selama elektroforesis ada arus balik dari air dan ini dikenal sebagai
indosmosis.
Indosmosis adalah sifat agar. Jadi, ada gerakan protein ke arah katode.
Agarose dapat menurunkan sifat indosnosis ini sehingga dapat
diabaikan dan tidak berinteraksi dengan kebanyakan protein plasma.
Imunoelektroforesis dapat pula memakai medium asetat selu -
lose, gel poliakriamid dan gel kanji. Pemeriksaan ini banyak diminta
untuk uji saring terutama protein-protein mielona dan penelitian
kemurnian antigen. ( 3, 4, 6 , 7 ) .
d. Elektroforesis dua dimensi

Teknik Laurel ini menggabungkan pemisahan secara elektroforesis


dengan pengukuran kuantitatif presipitasi yang terjadi. Mula-mula
bahan, pemeriksaan digerakkan secara elektroforesis dalam agarose
murni, kemudian agarose ini dipindahkan ke lempeng agarose yang
sudah diberi antiserum, lalu dikerjakan lagi elektroforesis dengan arah
tegak lurus pergerakan semula. Reaksi antigen dan antibodi yang
terjadi akan memberi lengkung-lengkung precipitasi masing-masing
protein (6,7,8)

agarose mur+ni yang sudah diisi bahan pewriksaan dan di -


elektro£oresis

Gambar 9. Gambar Cara Pengerjaan Elektroforesis Dua Dimensif dan Hasil


Eiektroforesisnya.

e. Imunoelektroforesis Arus Balik


Ouchterlony menganalisis sifat-sifat difusi antigen dan antibodi timbal
balik. Semakin jauh dari liang permulaan semakin menurun
konsentrasi zat-zat yang bereaksi.
Bila jumlah zat yang diperiksa kecil konsentrasinya, maka mungkin
tidak akan terdeteksi disebabkan oleh hal di atas. Bila ada anti gen
yang mobilitasnya berbeda, maka tidak dapat diperiksa. Ouch terlony
meningkatkan teknik sensitivitas dengan cara sistem dua liang dan
pengaruh antigen di sisi katode dan antibodi di sisi anode. Antigen
akan bergerak ke anode dan antibodi akan bergerak ke katode sehingga
konsentrasi tetap dipertahankan dan kemungkin kan terbentuknya
presipitasi. ( 6 , 7 , 8 )
Ag Ab

- o o +

Gambar 10. Gambar Cara Melakukan Imunoelektroforesis Arus Balik.

Metode pemeriksaan ini dipergunakan untuk mendeteksi antigen


Australia (HBsAg) dan Alfa-feto-protein.

f. Elektroforesis Roket

Elektroforesis roket ialah elektroforesis langsung antigen ke dalam


medium agarose yang mengandung antibodi sehingga terjadi
presipitasi linier berbentuk lengkung-lengkung menyerupai roket.
Tingginya presipitat sebanding dengan konsentrasi antigennya. ( 6, 7, 8 )

Titik puncak
dicapai karena Agarose mengandung
antigen habis antibodi

Gambar 11. Gambar Cara dan Hasil Pemeriksaan Elektroforesis Roket.

G. Pengukuran Presipitat dengan Cara Nefelometrik

Reaksi presipitasi antigen-antibodi bila reagensnya banyak, terjadi


dalam waktu 30 menit setelah dicampur dan flokulasi yang terjadi
adalah kasar.
Bila reagensnya terbatas, maka presipitatnya halus berbentuk suspensi.
Presipitat yang halus ini dapat mendispersi cahaya setingga dapat
diukur secara nefelometris. Bila jumlah antibodi nya tetap, maka
konsentrasi antigen dapat ditentukan. Metode nefelometrik merupakan
metode yang sensitif, tetapi interpretasi hasilnya hendaknya hati-hati.
Bila antigennya dalam jumlah besar, maka dapat diperoleh hasil yang
palsu rendah dan bila ada lipo protein, maka dapat diperoleh hasil yang
palsu tittggi dan diada kan koreksi yakni dengan mengukur pula
dispersi cahaya serum itu sendiri. ( 8 )

h. Presipitat Nonantigen-antibodi

Presipitasi dapat pula terjadi bukan oleh karena reaksi antigen-antibodi. Protein
yang bermolekul besar seperti C1q dapat membentuk presipitat dengan DNA, IgG
yang panas, dan kompleks antigen-antibodi yang larut. Agnelli menemukan
bahcra C1q bila dibubuhi serum yang diperiksa dalam agarose yang dibubuhi
EDTA, akan membentuk presipitat yang dikenal sebagai kompleks-yang-beredar
(circulating complex). (7) Ada pula presipitat-presipitat nonimunologis ialah CRP
dengan ekstrak polisakarida kuman tertentu bila ada ion Ca , dan cairan usus
manusia bila direaksikan dengan serum hewan.(7,8)

3. Aglutinasi

Aglutinasi ialah reaksi antigen dengan antibodi yang terjadi pada permukaan sel
atau partikel. Bila jumlah antibodi yang polivalen cukup, maka terjadi ikatan
silang antara penentu-antigen dan partikel sehingga terjadi aglutinasi dari partikel.
Bila antibodinya berlebih banyak sekali, maka aglutinasi terjadi pada pengenceran
tinggi, tetapi akan hilang kembali setelah melewati titik akhir (end-point). Bila
antibodi berlebih banyak, maka tidak akan terjadi aglutinasi dan hal ini dikenal
sebagai prozona.
Aglutinasi direk ialah reaksi antibodi dengan antigen yang intrinsik pada
permukaan sel atau partikel. Dosis aglutinasi minimum (=minimum aglutinating
dose = HAD) ialah dosis pengenceran akhir di mana masih terjadi aglutinasi (7,8).
Dikenal beberapa pemeriksaan yang mempergunakan prinsip aglutinasi ini ialah
aglutinasi pasif, inhibisi aglutinasi, pemeriksaan antiglobulin direk dan indirek,
pemeriksaan konsumsi antiglobulin dan aglutinasi eritrosit-virus.
a. Aglutinasi pasif
Aglutinasi pasif ialah pengikatan oleh partikel antigen yang larut secara kimiawi,
absorpsi ataupun reaksi langsung. Contoh-contoh partikelnya ialah lateks,
bentonit, dan eritrosit dan contoh zat kimianya ialah asam tanin. Pemeriksaan-
pemeriksaan yang mempergunakan prinsip ini ialah pemeriksaan-pemeriksaan
tiroglobulin, antibodi faktor rematoid, antibodi DNA, dan obatobatan. (7,8)

b. Inhibisi aglutinasi
Inhibisi aglutinasi (unumnya aglutinasi pasif) terjadi bila antibodi mula-mula
bereaksi dengan antigen yang terdapat bebas dalam larutan. Inhibisi aglutinasi ini
sangat berguna bila antigen yang hendak dideteksi jumlahnya sedikit.
Pemeriksaan yang mempergunakan metode ini ialah pemeriksaan FUP (Fibrin
Degradation Product). (7,8)

c. Pemeriksaan antiglobulin
Pemeriksaan antiglobulin dapat secara direk atau indirek. Pemeriksaan
antiglobulin direk atau pemeriksaan Coombs ialah pemeriksaan aglutinasi pasif
untuk mendeteksi protein yang ada dalam sel. Proteinnya akan terikat secara
invivo di permukaan sel. Pemeriksaan ini memeriksa terjadi atau tidaknya
aglutinasi eritrosit segar yang sudah dicuci oleh antiserum terhadap protein
plasma. Peneriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis anemia hemolitik
yang autoimun. Seperti diketahui, pada anemia-hemolitik yang autoimun IgA
bertindak sebagai autoantibodi terhadap antigen-eritrosit.(6,7,8)
Pemeriksaan antiglobulin indirek dipergunakan untuk memeriksa antibodi
yang beredar karena antigen tertentu, misalnya pemeriksaan untuk mendeteksi
antibodi eritrosit dan antibodi bakteri yang beraglutinasi lemah seperti Antibodi
Brucellae.(6,7,8)
d. Pemeriksaan konsumsi antiglobulin
Pada aglutinasi, antigen tertentu seperti untuk trombosit dan lekosit, secara teknis
sukar dideteksi. Pada kedua hal ini, dipergunakan pemeriksaan konsumsi
antiglobulin. Bentuk khusus pemeriksaan ini ialah pemeriksaan dengan metode
hemaglutinasi inhibisi.
Prinsipnya ialah pada stadium pertama antigen diinkubasi dengan serum yang
diperiksa dan dibubuhi eritrosit yang sudah dicuci. Pada stadium kedua diinkubasi
dengan antiglobulin anti-IgG (antiserum) sehingga antibodi IgG akan bereaksi
dengan anti-IgG. Pada stadium akhir dilakukan titrasi sisa anti-IgG terhadap
eritrosit yang sudah dilapisi IgG.(6,7,8)

e. Aglutinasi eritrosit-viral

Virus tertentu, terutama Rubella, akan mengikat diri dengan reseptor yang ada di
permukaan eritrosit. Bila jumlahnya cukup, maka akan terjadi suspensi aglutinasi
eritrosit. Aglutinasi ini dapat diinhibisi oleh antibodi yang terjadi baik oleh karena
yang bersangkutan sakit maupun oleh karena imunisasi.(6)

4. Inhibisi Keaktifan Hayati (=Biologis)

Pemeriksaan dengan prinsip inhibisi hemaglutinasi viral merupakan manifestasi


kesanggupan antibodi untuk menginhibisi efek hayati. Pemeriksaan ini mengukur
kemampuan menetralisir toksin. Pada umumnya yang mempergunakan prinsip
metode ini ialah pemeriksaan antibodi terhadap eksotoksin kuman seperti
antistreptolisin, antistafilolisin, dan antidifteritoksin-Ab (6).

5. Fiksasi Komplemen

Ada reaksi antigen-antibodi yang mengaktifkan komplemen. Indikatornya ialah


eritrosit yang sudah disensitisasi oleh karena eritrosit jenis ini akan dilisis
komplemen.
Prinsipnya ialah mereaksikan antigen dengan antibodi pada suhu 37 o C, kemudian
membubuhi eritrosit yang sudah disensitisasi lalu diinkubasi. bila komplemen
yang ada tidak diaktifkan, maka eritrosit akan dilisis oleh komlemen. Dikatakan
tes fiksasi komplemennya negatif.
Persiapan yang perlu diperhatikan ialah agar menginaktifkan terlebih
dahulu komplenen yang ada dalan antiserum. Prinsip pemeriksaan ini digunakan
untuk mendeteksi antibodi beberapa mikroorganisme seperti mikrofilaria dan
toksoplasaa. Pemeriksaan dapat pula digunakan untuk pemeriksaan autoantigen
dan antigen mikrosomal tiroid (Thymune M).(6,7,8)

6. Imunofluoresensi

Metode ini dapat melihat reaksi antigen-antibodi karena pembubuhan zat


fluorokrom (fluorochrome). Reagens yang beriabel ini disebut konjugat. Teknik
ini diterapkan untuk antigen atau antibodi yang difiksasi di jaringan atau di
partikel dan dapat dilihat dengan mikroskop fluoresen. Fluorokrom yang
dipergunakan ialah fluoresein dan rodamin (fluorescein dan rhodanine). Dengan
bantuan mikroskop fluoresen, tampak fluoresensi warna kuning-hijau bila
mempergunakan fluoresein dan merah-jingga bila mempergunakan rodamin.

Prinsip pemeriksaannya dapat direk atau indirek.


Pada pemeriksaan prinsip direk, konjugat-antibodi dicampur dengan
jaringan tertentu tersebut dan bila diberi sinar ultravio let, maka akan
berfluoresensi yang dapat dilihat dengan mikroskop fluoresen.

Gambar 12. Gambar reaksi pemeriksaan imunofluoresensi metode direk.

Pada pemeriksaan prinsip indirek, serum dicampur dengan jaringan tertentu


lalu diinkubasi. Jaringan yang sudah mengikat diri dengan antibodi-
antijaringan dicuci, lalu direaksikan dengan konjugat-antibodi, kemudian
diinkubasi dan dicuci. Bila diberi sinar UV dan dilihat dengan bantuan
mikroskop fluoresen, akan terjadi fluoresensi bila positif.
Gambar 13. Gambar reaksi pemeriksaan imunofluoresensi metode indirek.

Pemeriksaan-pemeriksaan yang mempergunakan metode imunofluoresen si


direk mendeteksi sel penghasil zat atau zatnya sendiri, umpa manya sel
plasma, imunoglobulin, komplemen, fibrin, -streptokokus, treponema, dan
virus. Pemeriksaan-pemeriksaan yang mempergunakan metode
imunofluoresensi indirek mendeteksi antibodi-yang beredar (circulating Ab)
terhadap autoantigen jaringan seperti anti-nuklear-Ab, anti-smooth-muscle-
Ab, antibodi tiroid, antibodi suprarenal, antibodi kelenjar liur, antibodi
kandida, antibodi toksoplasma, antibodi skistosoma, antibodi amuba, dan
antibodi viral (2,5,6)

7. Imuno(histo)kimiawi

Prinsip pemeriksaan metode imuno(histo)kimiawi ialah mengikat antibodi


antijaringan/antiimunoglubulin pada suatu enzim (umpama nya horse-
raddish-peroxidase). Lazimnya dipakai dua cara yakni radioimunoasai dan
enzimoasai. Pada radioimunoasai, dipergunakan isotop radioaktif yang
diikat pada antigen atau antibodi. Pada enzimoimunoasai, dipergunakan
petanda (label) enzim dan dalam imunologi umumnya dipakai prinsip
elisa yakni enzyme linked immunosorbent assay.Pada metode ini,
dipakai antibodi terkait enzim (enzyme linked antibody) dan enzim-
enzim yang dipakai dipilih yang aksinya mudah diukur seperti peroksi dase
dan fosfatase asam. Enzim-enzin ini dikaitkan pada antibodi spesifik.
Pada radioimunoasai, kebanyakan teknik memakai antigen
berpetanda (labeled antigen) untuk mengukur antibodi dan jumlah kecil
antigen. Selain itu, dapat pula dipakai antibodi berpetanda bebas (free
labeled reagent).
Pemberian petanda dengan isotop dapat internal atau ekster nal. Pada
pemberian petanda internal, struktur integral atom induknya yang diolah
umpamanya asam amino disintesis sehigga menghasilkan karbon berberat
atom 14 ( 14 C), nukleotida timidin (nucleode thymidine) untuk sintesis DNA
diikat dengan tritium ( 3 H). Pada pemberian petanda yang eksternal, unsur
yang berpetanda secara kimiawi diikat pada protein dan unsur yang
dipergunakan ialah 125
I.
Pada teknik yang memakai antigen berpetanda, kompleks antigen-antibodi
dipisahkan dari antigennya dan diukur besarnya antibodi secara radioaktif. Cara
pemisahannya dapat dengan cara membedakan sifat-sifat fisikokimiawi antigen
dan kompleks antigen-antibodi, mempergunakan antibodi ganda mengikat secara
kimiawi pada medium padat dan memakai antibodi berpetanda. Membedakan
sifat-sifat fisikokimiawi antigen dan kompleks antigen-antibodi, umpamanya
dengan mengukur besar, muatan, dan kelarutan dalam larutan garam dari
parameter-parameter tersebut dan melihat sifatnya dalam larutan tertentu. Sebagai
contoh antigen (umpamanya DNA atau BSA = Bovine Serum Albumin) akan
larut dalam larutan amonium sulfat jenuh (larutan 50%), sedangkan antibodi
dalam larutan ini akan terpresipitasi.
Pada teknik antibodi ganda, pada pembubuhan antiserum anti-Ig yang
heterospesifik pada tahap 2, akan terjadi presipitasi kompleks antigen-antibodi
sehingga antigen bebas dalam larutan serta dapat ditentukan jumlahnya atau
dideteksi. Pengikatan secara kimiawi dapat dipakai medium yang padat seperti
butir sefaros (sepharose), cakram kertas saring (filter disk) dan partikel selulose
asetat sehingga antigen berpetanda terikat dan antigen bebas mudah dipisahkan
dengan pencucian. Bila dipakai antibodi berpetanda, maka antigen diikat secara
kimiawi pada suatu bahan yang inert yakni tabung polistiren (polystyrene)
sehingga antibodi terikat pada tabung tersebut dan dapat diukur.
Pada kedua metode pemeriksaan yakni radioimunoasai dan enzim-
imunoasai dapat dipergunakan antigen ataupun antibodi berpetanda. Pada metode
yang mempergunakan antigen berpetanda, dapat diukur antibodi maupun antigen,
demikian pula dengan metode yang mempergunakan antibodi berpetanda.(6,7,8)
Penggunaan antigen berpetanda
a. Pengukuran antibodi
Antigen berpetanda dibubuhkan pada bahan pemeriksaan dab setelah inkubasi,
dibubuhi reagens tahap 2 sama banyaknya. Isi reagens tahap 2 ini biasanya
amonium sulft jenuh atau anti-Ig antiserum yang heteospesifik dan kuat. Akan
terjadi presipitasi globulin dan secara sentrifusi dipisahkan supernatannya
yakni antigen bebas dan presipitat. Presipitat dicuci kembali lalu diukur
radioaktifnya. Contoh pengukuran antibodi ialah pemeriksaan anti-DNA-Ab.

b. Pengukuran antigen
Dasar pengukuran antigen ialah inhibisi pengikatan antigen berpetanda pada
antibodi spesifik oleh antigen tidak berpetanda yang ada dalam pemeriksaan.
Antibodi dipisahkan secara presipitasi dan jumlah antigen yang berpetanda
akan berhubungan terbalik dalam jumlah yang ada dalam pemeriksaan.

Tahap 1 :

Ag betpetanda Antibodi Antigen terikat supernatan


Presipitasi

Tahap 2 :

Ag berpetanda Antibodi Antigen terikat Supernatan


dan Ag tidak Presipitasi Ag bebas

Gambar 14. Gambar Reaksi yang Terjadi pada Pengukuran Antigen

Pemeriksaan yang mempergunakan prinsip ini ialah pemeriksaan IgE dan


Insulin. Pada pemeriksaan IgE, dapat dipakai Radio- Immuno-Sorbent-Test
(RIST) yang dapat secara kompetitif (indirek) dan nonkompetitif (direk).
Selain itu, IgE dapat diperiksa memakai Radio-Immuno-Presipitative (RIP)
dan Radio-Allergo-Sorbent-Test (RAST) untuk IgE spesifik.
Gambar 15. Gambar reaksi yang terjadi dan gambaran grafik penentuan IgE
prinsip RIST kompetitif indirek

Gambar reaksi yang terjadi dan gambaran grafik penentuan IgE prinsip RIST
nonkompetitif direk.

Gambar reaksi yang terjadi dan gambaran grafik penentuan IgE prinsip RIP

Penggunaan antibodi berpetanda


a. Pengukuran antibodi

Antigen yang tidak larut direaksikan dengan antibodi, antibodi akan


terikat pada pembukaan partikel. Jumlah ini dapat diukur bila pada tahap 2
reaksi direaksikan dengan anti-antibodi berpetanda (labeled-anti-Ab).
Metode ini kurang lebih sama dengan metode imunofluoresensi indirek.

Pemeriksaan yang menggunakan metode ini ialah pemerik saan IgE


spesifik atau antibodi IgE terhadap alergen. Pemerik saannya disebut Radio-
Allergo-Sorbent-Test (RAST).

Bahan pemriksaan atau serum referensi

Gambar16. Gambar Reaksi yang Terjadi pada Pengukuran IgE Spesifik


dengan metode RAST.

Dibuat grafik hasil pemeriksaan serum referensi dan bahan pemeriksaan.


Gambar 17. Gambaran Grafik Hasil Pengukuran IgE Spesifik Metode RAST.

Penentuan titernya sebagai berikut :

Unit arbit = Pengenceran ekivalen x unit arbit


dalam bahan pemeriksaan serum referensi dalam serum
referensi
Jadi, pada contoh di atas = 0,32 x 1000 unit arbit
= 320 unit arbit.

b. Pengukuran antigen
Bila jumlah antigen terlalu kecil, maka tidak dapat ditentukan dengan
metode imunodifusi, tetapi harus dipakai metode difusi tunggal radioaktif.
Dipergunakan antibodi berpetanda terhadap IgG. Prinsipnya, pada tahap
pertama, seperti metode imunodifusi radial yakni antigen berdifusi dalam
agar yang mengandung antibodi. Setelah pencucian, dibubuhi cairan yang
mengandung anti-Ab berpetanda; terjadi reaksi antibodi pada cincin presi -
pitasi dengan anti-Ab berpetanda tersebut. Setelah pencucian, ditempelkan
pada pelat rontgen untuk beberapa waktu sehingga terjadi a utoradiograph
berupa cincin pada plat foto. Selain itu, pengukuran antigen banyak
mempergunakan metode fluoresensi yakni pengukuran penurunan atau peninggian
fluoresens hapten oleh antibodi, polarisasi hapten atau fluoresensi protein dan
fluoresensi imunoasai kuantitatif.
Fluoresensi imunoasai kuantitatif dapat bersifat heterogen atau homogen.
Fluoresensi imunoasai kuantitatif heterogen dibagi atas asai antigen fase padat
(solid phase antigen assay) ataupun asai antibodi fase padat dan kedua-duanya
dapat bersifat kompetitif atau nonkompetitif.
Fluoresensi imunoasai kuantitatif homogen terdiri atas fluoresensi
imunoasai dengan refleksi spektroskopi interval, fluorescence excitation transfer
immunoassay, antigen labeled fluorescence protection atau indirect quenching
assay, dan substrate labeled fluorescence immunoassay. Fluorescence exitation
transfer immunoassay dapat direk atau indirek antigen berpetanda.(6,7,8)

Berikut ini digambarkan prinsip-prinsip asai fluoresensi :


1. Imunoasai fluoresensi dengan penguatan (enchancement fluorecence
immunoassay)

Gambar 18. Gambar reaksi imunoasai fluoresensi dengan penguatan

2. Inhibisi fase padat yang hetrogen imunoasai fluoresensi (heterogenous solid


phase FIA)

Gambar 19. Gambar reaksi inhibisi fasa padat imunoasai heterogen

3. Imunoasai fluoresensi Ag fase padat yang homogen dengan refleksi


spektroskopi internal

Gambar 20. Gambar Reaksi Imunoasai Fluoresensi Ag fasa padat yang


homogen refleksi spektroskopi internal.

4. Direct Ag labeled fluorescence excitation transfer immunoassay

Gambar 21. Gambar reaksi "Direct Ag labeled fluorescence excitation


transfer immunoassay"
5. Indirect Ag labeled fluorescence excitationtransfer - immunoassay

Gambar 22. Gambar reaksi "Indirect Ag-labeled fluorescence excitation


transfer immunoassay"

6. Proteksi Ag berpetanda fluoresensi (labeled Ag florescence


protection) = Indirect quencing essay of thyroxine

Gambar 23. Gambar reaksi "Homogerioussubstrate labeled fluorescence


immunoassay"

7. Homogenous substrate labeled fluorescence immunoassay of


gentamycin

Konjugat substrat Gentamycin bebas Anti-gentamycin Betagalactosidase


tidak berfluoresens
Galaktosa

Substrat Hapten
Eosinat berfluo-
resensi
Gambar 24. Gambar reaksi immunoassay homogenous substrat labeled
fluorescence

Sebetulnya prinsip yang dipakai pada metode enzim imunoasai dan elisa
menyerupai prinsip metode radioimunoasai. Umumnya pemerik saan
antibodi mauia terhadap antigen spesifik dan deteksi antigen dalam serum
atau cairan tubuh banyak memakai metode enzin imunoa sai ini.
pemeriksaan enzim imunoasai ini umumnya memakai prinsip penentuan
antibodi, kompetisi antigen-antibodi, sandwich Ag-Ab, prinsip titrasi antigen
antibodi, antibodi ganda antigen-antibodi, inhibisi antigen-antibodi,
imunoenzimatis antigen-antibodi, blokade enzim, dan deblokade enzim.
Berikut ini adalah gambaran prinsip-prinsip pemeriksaannya :
1. Penentuan Antibodi

Gambar 25. Gambar reaksi, penentuan antibodi

Gambar 26. Grafik peneNtuan antibodi

2. K ompetis i A g-A b.

Gambar 27. Gambar reaksi kompetisi Ag-Ab.

G ambaran grafiknya :

Gambar 28. Grafik prinsip reaksi kompetisi Ag-Ab.

3 . S a n d w i c h Ag-A b

A b s pes ifik A g A b berpetanda +Substrat


di dinding enzim produk zat
zat warna

Gambar 29. Gambar reaksi sandwich Ag-Ab.


Gambar 30. Grafik prinsip reaksi, sandeich Ag-Ab.

4. Prinsip titrasi Ag-Ab

Ab spesifik Ag Ag berpetanda Substrat


enzim produk zat warna

Gambar 31. Gambar reaksi titrasi Ag-Ab.

Gambaran grafiknya :

Gambar 32. Grafik prinsip reaksi titrasi Ag-Ab.

5. Antibodi ganda : Ag-Ab


Subs trat

-------- > P <


OQl2_Zat
Warrl:,
Ab spesifik Ag Ab spesifik Ab berpetanda
di dinding enzim-Anti Ig
yang ditempelkan pada enzim

Gambar 33. Gambar reaksi antibodi ganda: Ag-Ab.

Gambaran grafiknya :
Av

Gambar 34. Grafik prinsip reaksi antibodi ganda


6. Inhibisi Ag-Ab

Gambar 35. Gambar reaksi inhibisi Ag-Ab.

Gambaran grafiknya :

Gambar 36. Grafik prinsip inhibisi Ag-Ab.

7. Imunoenzimatis Ag-Ab

Gambar 37 Gambar reaksiimunoenzirnatis Ag-Ab.

Gambaran grafiknya :

Gambar 38. Grafik prinsip imunoenzimatis Ag-Ab.

8. Blokade enzim

Gambar 39. Gambar reaksi prinsip blokade enzim

Gambaran grafiknya :

Gambar 40. Grafik reaksi pzinsip blokade eazim.

9. Deblokade enzim

Gambar 41. Gambar reaksi prinsip debiokade enzim.

Gambaran grafiknya :

Gambar 42. Grafik reaksi prinsip deblokade enzim.

10. Elisa asai sandwich satu tahap degan teknologi streptavidin


Gambar 43. Gambar reaksi prinsip asai "sandwich" satu tahap
dengan teknologi streptavidin

Gambaran grafiknya :

8. Penentuan Kelas Antibodi

Metode-metode klasik penentuan reaksi antigen-antibodi biasanya tidak


menunjukkan kelas antibodinya. Beberapa jenis pemeriksaan menentukan
kelas antibodinya, umpamanya pemeriksaan kulit dengan antigen atau
penentuan antibodi IgE, penentuan IgH secara hemoli tik dan antibodi
yang mengaglutinasi, penentuan IgG, IgA, dan IgH dengan reaksi
presipitasi dan penentuan igA secara aglutinasi antigen atau partikel
berlapis antigen.
Penentuan kelas antibodi ditentukan dengan teknik isotop dan
imunofluoresensi. Penentuan kelas antibodi berguna pada penentuan
infeksi untuk menentukan apakah infeksi itu primer atau sekunder,
apakah reinfeksi, penentuan tahap aktif penyakit oleh parasit, penentuan
alergi dan kejadian-kejadian autoimunitas. Pada penentuan tahap infeksi
bila didapatkan IgH yang berlebih, maka infek si adalah primer dan bila
IgG yang berlebih, maka infeksi adalafh sekunder. Perbedaan penentuan
Ig ini dapat dilakukan dengan metode merkaptoetanol, sentrifus ultra dan
filtrasi gel dengan Sephadex 200.
Pad a reinfeksi penyakit oleh parasit didapatkan IgG yang
meninggi dan pada tahap aktif, maka IgM-nya yang meninggi. Pada
penentuan ada tidaknya alergi, perlu dilakukan pemeriksaan IgE metode
RAST. Pada autoimunitas didapatkan antibodi IgGnya mening gi. (1,4,6,7)
Daftar Pustaka

1. Fudenberg H.H., Stites D.P., Caldcrell .L., Wells J.v. 1980 Basic
and Clinical Immunology 3rd.ed. Maruzen Asian Ed.

2. Goldman M.1966 Fluorescent Antibody methods Acad.Press.N.Y.

3. Humphrey J.H.& Whites R.G. 1970. Immunology for students of


medicine 3rd Ed. Blackwell Scientific Oxford & Edinburgh

4. Natvig J.B. & Runkel H.G. 1973. Human Ig : Classes, Subclasses,


genetic varieties and idiotypes. Adv.Immuno1.161.

5. Nain R.G. 1976 Fluorescent Protein tracing 4th ed. LIvingstone


Edinburgh & London

6. Rose H.R. Friedman H. 1980 Manual of Clinical Immunology


2nd.ed Am.Soc. for Microbiology. Washington D.C USA

7. Thompson R. A . .197. Techniques in Clinical Immunology


Slackwell Scientific Oxford & Edinburgh.

8. Williams C.A. & Chase H.W. 1968. Methods in Immunology and


Immuno-Chemistry Acad.Press. N.Y.-London.

Anda mungkin juga menyukai