• Adanya pengajuan dari pemohon yang bernama Ny. Ike Farida sebagai Warga
Negara Indonesia (WNI) yang merasa tidak adil oleh suatu ketentuan
perundang-undangan yang mengakibatkan Pemohon kehilangan kesempatan
untuk membeli satu unit rumah susun, untuk itu Pemohon mengajukan judicial
review kepada Mahkamah Konstitusi agar hak-hak kewarganegaraannya dapat
dipulihkan dan tidak terciptanya suatu bentuk diskriminasi hukum. Ike Farida
selaku pelaku perkawinan campuran, memohon pengujian Pasal 21 ayat (1) dan
ayat (3), Pasal 36 ayat (1) UUPA terkait syarat kepemilikan Hak Milik (HM) dan
Hak Guna Bangunan (HGB) yang hanya boleh dimiliki WNI dan Pasal 29 ayat
(1), ayat (3) dan ayat (4) dan Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan terkait perjanjian
perkawinan dan harta bersama. Penyebabnya, WNI yang menikah dengan
Warga Negara Asing (WNA) tak bisa memiliki rumah berstatus HM atau HGB
karena terbentur aturan Perjanjian Perkawinan dan Harta Bersama.
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
NO. 69/PUU/XII/2015 TANGGAL 27 OKTOBER 2016
• Perubahan atau pencabutan yang dapat dilakukan dengan disetujui oleh kedua belah
pihak apabila tidak merugikan pihak ketiga sulit dilakukan karena batasan dalam
menentukan kerugian dari pihak ketiga tidak diatur dan tidak dijelaskan, sehingga
apabila ada kesalahan dalam merubah dan mencabut perjanjian perkawinan tersebut,
yang bisa menjadi pihak yang dimintakan ganti kerugian adalah Notaris sebagai pihak
yang membuat akta tersebut dirubah atau dicabut.
• Berdasarkan Pasal 29 ayat 3 bahwa perjanjian tersebut mulai berlaku sejak
perkawinan dilangsungkan yang artinya perjanjian tersebut berlaku surut ini akan
menimbulkan permasalahan karena berdampak pada harta gono gini karena sebelum
perjanjian dibuat, itu merupakan harta bersama yang telah berlaku sepanjang
pernikahan mereka dan pada saat membuat perjanjian kawin tersebut. Setelah
dibuat perjanjian kawin maka harta gono gini menjadi harta pribadi atau masing-
masing pihak.