Anda di halaman 1dari 15

TEKNIK PEMBUATAN AKTA I

(TEKNIK-TEKNIK PEMBUATAN AKTA


HUKUM KELUARGA)
Dr. STEFANIE HARTANTO, S.H., M.Kn.
MAGISTER KENOTARIATAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
PERJANJIAN PERKAWINAN
MENURUT KUHPERDATA

• Perjanjian Perkawinan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


(KUHPerdata) dan UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan).
Di dalam KUHPerdata perjanjian perkawinan hanya dapat dibuat sebelum
terjadinya perkawinan dan harus dibuat dalam suatu akta Notaris.
• Perjanjian Perkawinan diatur dalam Pasal 139 s/d 185 KUHPerdata.
Perjanjian Perkawinan harus langsung diikuti dengan perkawinan antara kedua
pihak yang membuatnya, serta akan mulai berlaku bagi suami dan istri pada saat
pernikahan dilakukan di depan pegawai pencatatan sipil, sedangkan bagi pihak
ketiga berlaku sejak hari pendaftarannya di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
dimana pernikahan dilangsungkan.
PERJANJIAN PERKAWINAN
M E N URUT K UH P E R DATA

• Apabila pendaftaran di Kepaniteraan Pengadilan Negeri belum dilakukan, maka


perjanjian tersebut hanya berlaku bagi suami istri yang membuatnya. Sehingga
pihak ketiga dapat beranggapan suami isteri tersebut kawin dengan
pencampuran kekayaan. Mengenai bentuk dan isi Perjanjian Perkawinan ini,
kedua belah pihak bebas untuk menentukannya, kecuali larangan tertentu dalam
undang-undang dan tidak boleh melanggar ketertiban umum atau kesusilaan
(Pasal 139 KUHPerdata).
PERJANJIAN PERKAWINAN
M E N URUT K UH P E R DATA

• Terdapat beberapa jenis Perjanjian Perkawinan, yaitu :


1. Dimana tidak terdapat persekutuan harta benda menurut Undang - undang :
a. Perjanjian Kawin Diluar Persekutuan Harta Benda.
b. Perjanjian Kawin Persekutuan Hasil dan Pendapatan (Pasal 164
KUHPerdata).
c. Perjanjian Kawin Persekutuan Untung dan Rugi (Pasal 155 KUHPerdata).
d. Perjanjian Kawin Diluar Persekutuan dengan bersyarat.
e. Perjanjian Kawin Diperjanjikan Pasal 140 ayat 2 KUHPerdata (ada hibah).
2. Dimana ada persekutuan harta benda menurut UU, tetapi (oleh istri)
dikehendaki adanya penyimpangan :
a. Perjanjian Kawin dengan diperjanjikan Pasal 140 ayat 2 KUHPerdata.
b. Perjanjian Kawin dengan diperjanjikan Pasal 140 ayat 3 KUHPerdata.
PERJANJIAN PERKAWINAN
M E N URUT K UH P E R DATA

1. Perjanjian Perkawinan Diluar Persekutuan Harta Benda (Pasal 139 KUHPerdata).


Dibuat dengan maksud antara suami isteri tidak terdapat harta persatuan berupa apapun jadi
semua harta yag dibawa atau diperoleh sepanjang perkawinan yang harta itu berasal atau
sebab apapun diperoleh merupakan milik pribadi atau harta pribadi dari pihak yang
memperolehnya.
2. Perjanjian Perkawinan Persatuan Untung dan Rugi (Pasal 155 KUHPerdata).
Perjanjian kawin dibuat dengan maksud agar semua harta yang dibawa dalam perkawinan,
demikian juga harta yang diperoleh dalam warisan atau hibah tetap merupakan milik pribadi
yang membawa atau memperoleh sedangkan keuntungan atau rugi sepanjang perkawinan
dibagi 2 antara suami istri masing-masing.
3. Perjanjian Perkawinan Persatuan Hasil dan Pendapatan (Pasal 164 KUHPerdata).
Hampir sama dengan perjanjian kawin persatuan untung dan rugi. perbedaannya adalah dalam
perjanjian kawin persatuan hasil dan pendapatan yang dibagi diantara suami istri adalah
keuntungan dan kerugian tapi apabila terjadi kerugian maka istri hanya memikul dari besar
keuntungan yang harus dia dapat dan untuk bagian kerugian selebihnya tetap merupakan
beban suami.
PERJANJIAN PERKAWINAN
M E N URUT UU P E R K AW I N A N

• Di dalam UU Perkawinan, Perjanjian Perkawinan hanya diatur di dalam 1 (satu)


pasal saja yaitu pada Pasal 29. Perjanjian perkawinan menurut UU Perkawinan
dapat dibuat pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan.
• Perjanjian dibuat secara tertulis yang disahkan dan dicatat oleh pegawai
pencatat perkawinan (Kantor Catatan Sipil atau KUA) dan berlaku juga bagi
pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
• Perjanjian yang dibuat tidak dapat disahkan bila melanggar batas-batas hukum,
agama, dan kesusilaan. Selama perkawinan berlangsung perjanjian tersebut tidak
dapat diubah kecuali bila dari kedua belah pihak ada persetujuan untuk
mengubah dan perubahan tersebut tidak boleh merugikan pihak ketiga.
PERJANJIAN PERKAWINAN
M E N URUT UU P E R K AW I N A N

• Isi dari perjanjian perkawinan tidak diatur di dalam UU Perkawinan.


• Pasal 35 s/d 37 UU Perkawinan diatur mengenai harta benda dalam perkawinan.
Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama,
sedangkan harta bawaan dari masing-masing suami istri dan harta yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan berada di bawah
pengawasan masing-masing, kecuali para pihak menentukan lain (Pasal 35 UU
Perkawinan).
• Berdasarkan Pasal 36 UU Perkawinan terhadap harta bersama suami atau isteri
dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak, tetapi terhadap harta
bawaan masing-masing mempunyai hak penuh untuk melakukan tindakan
hukum mengenai harta bendanya.
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
NO. 69/PUU/XII/2015 TANGGAL 27 OKTOBER 2016

• Adanya pengajuan dari pemohon yang bernama Ny. Ike Farida sebagai Warga
Negara Indonesia (WNI) yang merasa tidak adil oleh suatu ketentuan
perundang-undangan yang mengakibatkan Pemohon kehilangan kesempatan
untuk membeli satu unit rumah susun, untuk itu Pemohon mengajukan judicial
review kepada Mahkamah Konstitusi agar hak-hak kewarganegaraannya dapat
dipulihkan dan tidak terciptanya suatu bentuk diskriminasi hukum. Ike Farida
selaku pelaku perkawinan campuran, memohon pengujian Pasal 21 ayat (1) dan
ayat (3), Pasal 36 ayat (1) UUPA terkait syarat kepemilikan Hak Milik (HM) dan
Hak Guna Bangunan (HGB) yang hanya boleh dimiliki WNI dan Pasal 29 ayat
(1), ayat (3) dan ayat (4) dan Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan terkait perjanjian
perkawinan dan harta bersama. Penyebabnya, WNI yang menikah dengan
Warga Negara Asing (WNA) tak bisa memiliki rumah berstatus HM atau HGB
karena terbentur aturan Perjanjian Perkawinan dan Harta Bersama.
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
NO. 69/PUU/XII/2015 TANGGAL 27 OKTOBER 2016

• Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 69/PUU/XII/2015 tanggal 27 Oktober 2016,


yang mengabulkan sebagian uji materi sejumlah pasal UU No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dan UU No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (UU Perkawinan) yang dimohonkan pelaku kawin campur, Ike Farida.
Mahkamah hanya mengabulkan uji materi Pasal 29 ayat (1), ayat (3) dan ayat (4) UU
Perkawinan. Sementara permohonan uji atas Pasal 21 ayat (1), ayat (3), Pasal 36 ayat
(1) UUPA dan Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan ditolak.
• Mahkamah dalam putusannya bernomor bernomor 69/PUU-XIII/2015 ini memberi
tafsiran konstitusional terhadap Pasal 29 ayat (1), (3), (4) UU No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan terkait perjanjian perkawinan. Mahkamah memperluas makna
perjanjian perkawinan yang pembuatannya disesuaikan dengan kebutuhan hukum
masing-masing pasangan.
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
NO. 69/PUU/XII/2015 TANGGAL 27 OKTOBER 2016

• Dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015, pada tanggal 27


Oktober 2016 ketentuan mengenai perjanjian kawin mengalami perubahan. Putusan
MK ini mengubah bunyi dari Pasal 29 ayat (1), (2), dan (4) UU Perkawinan. Dimana
telah dituliskan diatas baik dalam KUHPerdata dan UU Perkawinan, perjanjian
perkawinan hanya dapat dibuat sebelum atau pada saat perkawinan saja. Namun
sekarang dengan putusan MK tersebut perjanjian kawin dapat juga dibuat oleh suami
istri sepanjang perkawinan mereka, tanpa harus meminta penetapan pengadilan
negeri tetapi harus dibuat secara tertulis dan dicatatkan pada catatan sipil/KUA.
• Perjanjian perkawinan pasca putusan MK ini dikatakan berlaku sejak perkawinan
dilangsungkan kecuali ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan. Maka jika dalam
perjanjian perkawinan yang dibuat sepanjang perkawinan tidak dinyatakan dengan
jelas oleh suami isteri, perjanjian kawin itu akan berlaku sejak perkawinan mereka
dilakukan. Dari sini kita bisa melihat bahwa berlakunya perjanjian kawin ini menjadi
berlaku surut.
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
NO. 69/PUU/XII/2015 TANGGAL 27 OKTOBER 2016

• Pencatatan Perjanjian Perkawinan berdasarkan UU Perkawinan dilakukan di


Kantor Pegawai Pencatatan Perkawinan, yaitu di Kantor Catatan Sipil atau KUA,
• Perjanjian Perkawinan yang dibuat sepanjang perkawinan dilakukan di Kantor
Panitera Pengadilan Negeri. Pencatatan perjanjian perkawinan dilakukan di
Kantor Pegawai Pencatatan Perkawinan, yaitu di Kantor Catatan Sipil atau KUA
• Tetapi untuk Perjanjian Perkawinan yang dibuat sepanjang perkawinan, jika
pegawai pencatat perkawinan menolak untuk melakukan pencatatan Perjanjian
Perkawinan tersebut maka pasangan suami isteri yang bersangkutan dapat
meminta penetapan Pengadilan Negeri untuk memerintahkan pegawai
pencatatan perkawinan untuk mecatat Perjanjian Perkawinan tersebut.
PERJANJIAN PERKAWINAN
PA SC A P UT USA N M K

Kelebihan dari peraturan mengenai Perjanjian Perkawinan Pasca Putusan MK :


• Bagi pasangan suami istri yang belum atau tidak membuat perjanjian perkawinan
pada saat sebelum dan pada saat perkawinan berlangsung, dengan adanya putusan
MK No. 69/PUU-XIII/2015 pasangan suami istri diperbolehkan membuat perjanjian
perkawinan selama masa perkawinan berlangsung.
• Waktu diberlakukannya Perjanjian Perkawinan dapat ditentukan sendiri oleh suami
isteri.
• Memberikan kesempatan bagi para Warga Negara Indonesia yang menikah dengan
Warga Negara Asing untuk memiliki harta berupa tanah dengan Hak Milik, Hak
Guna Bangunan (HGB), Hak Guna Usaha (HGU), karena pada dasarnya setiap warga
negara Indonesia memiliki hak untuk mempunyai hak milik pribadi sesuai Pasal 28H
ayat (4) UUD 1945.
PERJANJIAN PERKAWINAN
PA SC A P UT USA N M K

• Notaris diberi kewenangan baru untuk mengesahkan Perjanjian Perkawinan.


• Apabila salah seorang pailit/bangkrut baik suami ataupun istri dan mereka telah
melakukan perjanjian pisah harta maka pihak ketiga atau anak mereka atau
salah satu pihak baik istri ataupun suami tidak akan terlantar karena masih
terdapat harta yang menjadi haknya dari isteri ataupun suami yang tidak
mengalami pailit/bangkrut. Jadi keduanya tidak mengalami kebangkrutan.
• Pihak suami atau istri dapat menjual atau menjaminkan aset miliknya sendiri
tanpa persetujuan atau izin dari pihak suami atau istrinya karena telah
terjadinya pisah harta.
PERJANJIAN PERKAWINAN
PA SC A P UT USA N M K

Kekurangan dari peraturan mengenai perjanjian perkawinan Pasca Putusan MK :


• Berpotensi digunakan bagi pasangan suami istri sebagai celah untuk merugikan
pihak ketiga dalam hal perjanjian perkawinan berlaku surut sejak saat
perkawinan dilangsungkan sebagaimana dalam Pasal 29 ayat (3) UU Perkawinan
yang telah diubah berdasarkan Putusan MK No. 69/PUU-XIII/2015.
• Hal ini juga dapat menimbulkan masalah berkaitan dengan kapan berlakunya
perjanjian ini, yang bisa berlaku surut. Dengan berlaku surut akan terjadi
perubahan-perubahan status hukum pada harta suami istri yang membuat
perjanjian. Harta perkawinan yang sebelumnya harta gono gini berubah menjadi
harta pribadi. Maka untuk menentukan status harta perlu dengan perbuatan
hukum misalnya dengan penetapan pengadilan.
PERJANJIAN PERKAWINAN
PA SC A P UT USA N M K

• Perubahan atau pencabutan yang dapat dilakukan dengan disetujui oleh kedua belah
pihak apabila tidak merugikan pihak ketiga sulit dilakukan karena batasan dalam
menentukan kerugian dari pihak ketiga tidak diatur dan tidak dijelaskan, sehingga
apabila ada kesalahan dalam merubah dan mencabut perjanjian perkawinan tersebut,
yang bisa menjadi pihak yang dimintakan ganti kerugian adalah Notaris sebagai pihak
yang membuat akta tersebut dirubah atau dicabut.
• Berdasarkan Pasal 29 ayat 3 bahwa perjanjian tersebut mulai berlaku sejak
perkawinan dilangsungkan yang artinya perjanjian tersebut berlaku surut ini akan
menimbulkan permasalahan karena berdampak pada harta gono gini karena sebelum
perjanjian dibuat, itu merupakan harta bersama yang telah berlaku sepanjang
pernikahan mereka dan pada saat membuat perjanjian kawin tersebut. Setelah
dibuat perjanjian kawin maka harta gono gini menjadi harta pribadi atau masing-
masing pihak.

Anda mungkin juga menyukai