Anda di halaman 1dari 5

pemeriksaan telur cacing pada sampel tinja metode

sedimentasi

Tujuan : Mengidentifikasi keberadaan telur cacing dalam sampel tinja


Prinsip pemeriksaan : Sampel diendapkan melalui proses sentrifugasi
kemudian di periksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 10

Prosedur pemeriksaan

1. Pra analitik
Alat dan Bahan
A. Alat yang digunakan
1) Batang pengaduk
2) Gelas piala 250 ml
3) Mikroskop
4) Objek glass
5) Pipet tetes
6) Rak tabung
7) Sentrifuge
8) Tabung sentrifuge
B. Bahan yang digunakan
1) Aquadest
2) Larutan zat warna eosin
3) Tinja
4) Tisu
2. Analitik
Prosedur kerja
1) Buatlah larutan emulsi tinja dengan menggunakan aquadest didalam gelas piala volume
100 cc,
homogenkan
2) Pipet larutan emulsi tinja ke dalam tabung sentrifuge sampai 2/3 tabung3) Dilakukan
pemusingan dengan alat sentrifuge larutan dengan kecepatan 2000 rpm selama 5
menit
4) Kemudian larutan supernatant dibuang dan endapan ditambahkan aquadest, homogenkan
5) Dilakuakan pemusingan seperti cara diatas
6) Pencucian dilakukan sampai larutan supernatant kelihatan jernih lalu dibuang
7) Endapan atau sendimen yang tersisa, dipipet dan diletakkan diatas objek glass yang bersih
dan
kering
8) Ditambahkan zat warna dan emulsikan diatas objek glass bersama dengan endapan tinja
tersebut
9) Diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 10
3. Pasca analitik
A. Interpretasi hasil makroskopis dan mikroskopis
A. Makroskopis
Bau : Khas
Warna : Kuning kecoklatan
Konsistensi : Cair
Lendir : Tidak ada
Darah : Tidak ada
B. Mikroskopis
Telur : +
Larva : -
Eritrosit : -
Leukosit : -
Sel epitel : -
Serat makanan : -
Gelembung udara : +
Rambut tumbuhan : +
B. Hasil pengamatan makroskopis dan mikroskopis gambar

Pembahasan
a. Makroskopis
1. Bau
Indol, skatol dan asam butirat menyebabkan bau normal pada tinja. Bau busuk didapatkan
jika dalam usus terjadi pembusukan protein yang tidak dicerna dan dirombak oleh kuman.
Reaksi tinja menjadi lindi oleh pembusukan semacam itu. Tinja yang berbau tengik atau asam
disebabkan oleh peragian gula yang tidak dicerna seperti pada diare. Reaksi tinja pada
keadaan
itu menjadi asam
2. Warna
Tinja normal kuning coklat dan warna ini dapat berubah mejadi lebih tua dengan
terbentuknya urobilin lebih banyak. Selain urobilin warna tinja dipengaruhi oleh berbagai
jenis
makanan, kelainan dalam saluran pencernaan dan obat yang dimakan. Warna kuning dapat
disebabkan karena susu,jagung, lemak dan obat santonin. Tinja yang berwarna hijau dapat
disebabkan oleh sayuran yang mengandung khlorofil atau pada bayi yang baru lahir
disebabkan
oleh biliverdin dan porphyrin dalam mekonium.3,4 Kelabu mungkin disebabkan karena tidak
ada
urobilinogen dalam saluran pencernaan yang didapat pada ikterus obstruktif, tinja tersebut
disebut akholis. Keadaan tersebut mungkin didapat pada defisiensi enzim pankreas seperti
pada
steatorrhoe yang menyebabkan makanan mengandung banyak lemak yang tidak dapat dicerna
dan juga setelah pemberian garam barium setelah pemeriksaan radiologik. Tinja yang
berwarna
merah muda dapat disebabkan oleh perdarahan yang segar dibagian distal, mungkin pula oleh
makanan seperti bit atau tomat. Warna coklat mungkin disebabkan adanya perdarahan
dibagian
proksimal saluran pencernaan atau karena makanan seperti coklat, kopi dan lain-lain. Warna
coklat tua disebabkan urobilin yang berlebihan seperti pada anemia hemolitik. Sedangkan
warna
hitam dapat disebabkan obat yang yang mengandung besi, arang atau bismuth dan mungkin
juga
oleh melena
3. Konsistensi
Tinja normal mempunyai konsistensi agak lunak dan bebentuk. Pada diare konsistensi
menjadi sangat lunak atau cair, sedangkan sebaliknya tinja yang keras atau skibala didapatkan
pada konstipasi. Peragian karbohidrat dalam usus menghasilkan tinja yang lunak dan
bercampur
gas
b. Mikroskopis
1. Telur cacing
Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricoides, Necator americanus,
Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan sebagainya.2.
Eritrosit
Eritrosit hanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum atau anus. Sedangkan bila
lokalisasi lebih proksimal eritrosit telah hancur. Adanya eritrosit dalam tinja selalu berarti
abnormal.
3. Leukosit
Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam seluruh sediaan. Pada
disentri basiler, kolitis ulserosa dan peradangan didapatkan peningkatan jumlah
leukosit.2,3Eosinofil mungkin ditemukan pada bagian tinja yang berlendir pada penderita
dengan
alergi saluran pencenaan.
4. Epitel
Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epite lyaitu yang berasal dari
dinding usus bagian distal. Sel epitelyang berasal dari bagian proksimal jarang terlihat karena
sel
inibiasanya telah rusak. Jumlah sel epitel bertambah banyak kalau ada perangsangan atau
peradangan dinding usus bagian distal
9. Fungsi larutan warna
a) Pewarnaan dengan eosin digunakan untuk menberikan warna pada telur sehingga mudah
membedakan telur dengan benda – benda lain. Eosin adalah larutan warna yang memberikan
warna merah pada sediaan.
b) Pewarnaan dengan lugol digunakan untuk melihat sisa makanan yang berasal dari bahan
bahan
karbohidrat yang memberikan warna biru pada sediaan
c) Pewarnaan dengan sudan III digunakan untuk mendeteksi adanya sisa makanan dari bahan
lemak yang akan menghasilkan warna merah orange (jingga)
Pada praktikum kali ini pemeriksaan telur cacing nematoda usus pada sampel tinja
menggunakan metode seimentasi. Metode sedimentasi mempunyai prinsip pemeriksaan yaitu
sampel diendapkan melalui proses sentrifufasi kemudian diperiksa dibawah mikroskop
dengan
pembesaran 10 x 10. Metode sedimentasi ini membutuhkan alat sentrifuge untuk
mengendapkan
telur cacing ke dasar tabung maupun partikel – partikel lainnya yang terdapat dalam sampel
feses.Adapun kelebihan dan kekurangan dari pemeriksaan telur cacing cara sedimentasi
dibandingkan dengan cara pengapungan (fluotasi) dan cara langsung adalah cara sedimentasi
lebih sensitif sebab volume tinja yang diperiksa lebih banyak, dengan demikian hasil negatif
dari
pemeriksaan langsung bisa menunjukkan hasil positif bila diperiksa dengan konsentrasi.
Meskipun pada sediaan cara sedimentasi terdapat partikel – partikel tinja, namun semua
protozoa, telur dan larva yang ada akan terdeteksi, telur – telur cacing tetap utuh dan tidak
terdistorsi mengendap didasar tabung. Dan cara ini juga merupakan cara yang lebih kecil
kemungkinannya menjadi subjek kesalahn teknik. Namun jika proses sentrifugasi tidak
dilakukan dengan benar maka kemungkinan besar akan memberikan hasil negatif palsu sebab
partikel – partikel rusak atau tidak mengendap secara utuh akibat dari kesalahan proses
sentrifugasi.

Kesimpulan
Setelah dilakukan identifikasi telur cacing pada sampel tinja, ditemukan telur cacing
trichuris trichiura yang berarti bahwa sampel tersebut terinfeksi nematoda usus.

DAFTAR PUSTAKA
Gandahusada,S.W.Pribadi dan D.I. Heryy.2000. Parasitologi
Kedokteran.Fakultas kedokteran UI,Jakarta.
Kurt. 1999. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 2. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, jakarta
Noble, R.N. 1961. An Illustrated Laboratory Manual of parasitology. Burgess publishing,
Minnesota.
Kadarsan,S. Binatang Parasit. Lembaga Biologi Nasional-LIPI, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai