Full
Full
SKRIPSI
Oleh:
Maria Rosa Irma Budi Cahyani
NIM : 038114065
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
TOKSDTAS AKUT EKSTRAK DIETII, ETER DAII EKSTRAK METAIiOL
AIR DARI mRAA PDGAGANE,MIIJN (Etd@oEle dMt4tp nnalntL\
lEBEltDAl A.tznl, talltu la.n
Yeg dt:ajuteaoL! :
NlM i 038114065
Td98E1......,.,,.-.......-..
Psg6.l& strip6i
Berjtdul
ToKSIST/\SATUT f,KSTRAI(DIETIL EITR DANEKSITAK MDTANOI.
ArR DARIEEnAA PEGAGANEMnuN @tdtourlle ttMhAtod.,l&L,
TLSADAP -rrraiia &ai@Iach
OI€h:
Mdir Ro$ Im Budic.ltdi
NIM| 03El14065
Yohr!€sDwidirla M.Si
4\
2. ChrisrimP.launi M.Si.,Apt
”Belajarlah pada-Ku
Serta almamaterku
TXf,NTATAAN I<EASI-IANT(ARIA
S!y. menyltata d6ngd sAdeguhn € bahw skipsi ydg sy. tulis ti.lal neiet
t&ya a&! b{gim oarg bia t€cuali}ug telrh diebutt ! dabn tft'p.! do dan .
post kr" sebaeri@ bylkirya kary. itdiab.
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya
yang berlimpah kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
Lmk.) terhadap Artemia salina Leach, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) pada Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta.
Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak, baik berupa moril, materiil maupun spirituil. Penulis mengucapkan
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas
3. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah
ini.
4. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah
ini.
vii
5. Bapak, Ibu, kakakku Indah, beserta keluarga FX. Sulistyono, S.Pd., MM yang
6. Frederikus Adi Prasetyo, atas segala cinta dan semangat yang mampu
Terima kasih atas segala kebersamaan yang pernah terjalin walau hanya
8. Devi, Komank, Titien, Ratna, Anien, terima kasih atas persahabatan dan
9. Mbak Sinta, Lia, Mbak Dika, Mas Wondo, Apri, Novi, Hartono, kkn_Merry
10. Karyawan dan laboran Laboratorium (Mas Wagiran, Mas Sigit, Mas Andre,
Mas Parlan, Mas Kunto dan Pak Mukmin) yang telah banyak membantu
11. Semua angkatan ’03 terlebih kelas B dan semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, yang telah membantu selama penyelesaian skripsi ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan skripsi
ini. Akhirnya besar harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
Yogyakarta,....................2007
Penyusun
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................. iv
PRAKATA ............................................................................................................ vi
INTISARI............................................................................................................. xv
2. Morfologi ..............…………………................…….…........... 6
C. Apoptosis ............................................................................................. 14
D. Penyarian ............................................................................................. 15
2. Flavonoid ..................……………….................……............... 18
2. Alat Penelitian...............……………...…………….................. 23
4. Penyarian ................................................................................... 25
A. Kesimpulan ....................................................................................... 57
B. Saran .................................................................................................. 57
DAFTAR TABEL
Tabel IV. Hasil KLT pemeriksaan terpenoid dalam ekstrak dietil eter herba
Tabel V. Hasil KLT pemeriksaan flavonoid dalam ekstrak dietil eter herba
DAFTAR GAMBAR
Gambar 7. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi ekstrak dietil eter
Gambar 8. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi ekstrak metanol-air
Gambar 9. Reaksi vanilin asam sulfat untuk pemeriksaan senyawa terpenoid .... 52
Gambar 10. Reaksi dengan uap amonia untuk pemeriksaan senyawa flavonoid ... 54
xv
INTISARI
ABSTRACT
Cancer disease is one of the main threats for health. Cancer is included in the
four biggest deathly causes. Meanwhile, the dosage of anti cancer is very limited
nowadays, therefore it is necessary to find out some new anti cancer compounds.
Pagagan embun herbs (Hydrcotyle sibthorpiodes Lmk.) is considered contains merit
compounds as the anti cancer, but there is no research about it until now. For
knowing the activity of Pegagan embun herbs as anti cancer medicine, it needs to do
a preliminary examination using Brine Shrimp Lethality Test (BST) method, which is
presented with the value Median Lethal Concentration 50 (LC50).
This research is pure experimental with Posttest Only Control Group Design
as the research design. This research is elaborated using water methanol extract and
pegagan herbs diethyl ether extract. The extracts are gained through percolation
method. Concentration serials of examination sample made are 125, 250, 500, 1000,
and 2000 µg/ml. Control for the research used is artificial sea water and the
replication is made 5 times. Number of Artemia salina larva Leach that dies in every
concentration is counted after 24 hours of treatment. LC50 is counted using probit
analysis. Extract is said to be toxic if the rate of LC50 ≤ 1000 µg/ml. From the most
toxic extract (most active) is being identified using thin layer chromatography (TLC)
to know the compounds type contained in it.
The result of the research shows the LC 50 rate of water methanol extract as
mush as 769 µg/ml and diethyl ether extract as much as 229 µg/ml, so that diethyl
ether extract is more toxic than water methanol extract. The identification of
compounds type using TLC shows that diethyl ether extract contains flavonoid and
terpenoid.
Keywords: Pegagan embun herbs (Hydrocotyle sibthorpodes Lmk), BST, Artemia,
LC50, TLC, flavonoida, terpenoid.
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Kanker adalah suatu penyakit sel dengan ciri atau gangguan atau
organisme multiseluler dan bersifat metastatis (Tanu, 1998). Sampai saat ini
penyakit kanker masih menjadi salah satu penyakit yang ditakuti masyarakat.
Menurut Siswandono dan Soekardjo (2000) sampai saat ini masih sedikit sekali
obat antikanker yang bekerja secara selektif untuk pengobatan jenis kanker
namun hasil yang didapat belum maksimal, seperti pembedahan, terapi radiasi dan
kemoterapi.
bahan alam. Salah satu penelitiannya dilakukan terhadap herba pegagan embun.
flavonoid.
ligand (Rajesh, Rachele, Stenzel and Howard, 2003) dan flavonoid menginduksi
apoptosis dengan mencegah terjadinya mutasi p53 (Albert, Johnson, Lewis, Raff,
sedangkan flavonoid sangat larut dalam metanol dan air. Oleh karena itu dalam
penelitian ini digunakan ekstrak dietil eter dan ekstrak metanol-air herba pegagan
embun.
Skrining aktivitas sitotoksik dari ekstrak dietil eter dan ekstrak metanol-air
herba pegagan embun dilakukan dengan metode Brine Shrimp Lethality Test
(BST). Prinsip metode ini adalah uji toksisitas akut terhadap larva Artemia salina
mempunyai potensi toksik jika nilai LC50 < 1000 μg/ml. Keberadaan senyawa
1. Perumusan masalah
a. Apakah ekstrak dietil eter dan ekstrak metanol-air herba pegagan embun
larva artemia?
pegagan embun?
3
2. Keaslian penelitian
mengenai toksisitas akut ekstrak dietil eter dan ekstrak metanol-air herba
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
seberapa besar aktivitas ketoksikan dari ekstrak dietil eter dan ekstrak
b. Manfaat praktis
Ekstrak dietil eter dan ekstrak metanol-air herba pegagan embun dapat
B. Tujuan Penelitian
1. Menetapkan nilai LC50 ekstrak dietil eter dan ekstrak metanol-air herba
pegagan embun.
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Pegagan Embun
1. Keterangan botani
2. Nama lokal
katepa’n, rending, semanggi (Jawa); Salatun: take cena (Madura), tikim, patikim;
3. Uraian tanaman
ramping, dapat tumbuh subur di tempat yang lembab, terbuka maupun teduh, di
pinggir jalan, pinggir selokan, lapangan rumput dan di tempat lain sampai setinggi
batang yang lunak dan berongga dengan panjang 45 cm/lebih, berdaun tunggal
pinggir terbagi menjadi 5-7 lekukan dangkal, serta berwarna hijau. Bunga
4. Kandungan kimia
kandungan kimiawi yang antara lain terdiri dari: terpenoid minyak atsiri (trans-β-
1. Keterangan zoologi
1. Morfologi
a. Telur
Istilah untuk telur artemia yang benar adalah siste, yaitu telur yang telah
cangkang yang tebal dan kuat. Cangkang ini berguna untuk melindungi embrio
b. Burayak
Apabila telur-telur artemia direndam dalam air laut yang bersuhu 25ºC,
akan menetas dalam waktu 24-36 jam. Dari dalam cangkang keluar beruyak
7
c. Artemia dewasa
cm dan beratnya 10 mg. Bentuk artemia dewasa menyerupai udang kecil, bagian
kepala berukuran lebih besar kemudian mengecil pada bagian ekor. Panjang ekor
kurang lebih sepertiga dari total panjang tubuh. Dibagian kepala terdapat sepasang
mata dan sepasang antenula (sungut). Pada bagian tubuh terdapat sebelas pasang
kaki atau secara khusus disebut torakopoda, antara ekor dan pasangan kaki
belakang terdapat sepasang alat kelamin, penis pada jantan dan ovarium pada
3. Lingkungan hidup
8
Artemia tidak dapat bertahan hidup pada suhu kurang dari 6ºC atau lebih
dari 35ºC. Akan tetapi, hal ini sangat jelas tergantung pada ras dan kebiasaan
tempat hidup mereka. Suhu yang baik untuk pertumbuhan artemia berkisar antara
25-30º C. Telur artemia yang kering akan bertahan pada suhu -273ºC dan 100ºC.
Daya tahan artemia terhadap perubahan kandungan ion-ion kimia dalam air
garam yang tinggi. Sebab pada kadar garam yang tinggi dapat terhindar dari
musuh-musuh yang tidak dapat hidup pada kadar garam yang tinggi. Sedangkan
untuk pertumbuhan telur (siste) dibutuhkan kadar garam yang lebih rendah
daripada batas tertentu. Batas ini berlainan untuk setiap jenis artemia (Mudjiman,
1989).
Agar artemia dapat hidup lebih baik, kadar oksigen terlarutnya harus
mendekati titik kejenuhan, yaitu sekitar 3 ppm (bagian per juta). Terhadap
menyesuaikan diri. Pada kadar oksigen yang hanya 1 ppm, artemia masih juga
dapat bertahan. Sebaliknya, merekapun dapat hidup pada kejenuhan oksigen lebih
dari 8, maka efisiensi penetasan akan menurun. Siste banyak yang tidak menetas
Ditinjau dari segi cara berkembang biaknya, ada dua jenis artemia yaitu
jenis biseksual dan jenis partenogenetik. Jenis biseksual tidak dapat berkembang
secara ovovivipar maupun ovipar. Cara ovovivipar yang keluar dari induknya
sudah berupa burayak atau larva (nauplis), sedangkan cara ovipar yang keluar dari
induknya berupa telur bercangkang. Sebutan yang tepat untuk telur ini yaitu siste
karena berisi embrio. Apabila telur artemia berada dalam lingkungan yang sesuai
misalnya kadar garam, suhu, dan pH yang sesuai maka telur dapat memetas
menjadi nauplis dalam waktu 14 hari menjadi artemia dewasa (Mudjiman, 1989).
5. Metode BST
10
antikanker di National Cancer Institute (NCI), Amerika Serikat. Metode ini sering
digunakan untuk skrining awal terhadap senyawa aktif yang terdapat di dalam
ekstrak tanaman karena murah, cepat, mudah (tidak memerlukan kondisi aseptis),
dan dapat dipercaya. Metode BST juga memiliki kekurangan karena artemia tidak
(Meyer et al., 1982). Meskipun pengujian ini tidak dapat mendeteksi senyawa
yang dibutuhkan untuk aktivasi metabolik pada mamalia, tetapi uji BST ini dapat
dipercaya sebagai detektor aktivitas biologik (Solis, Wright, Gupta, and Phillipson
1992).
Uji larva udang ini juga dapat digunakan untuk skrining awal terhadap
senyawa-senyawa yang diduga berkhasiat sebagai antitumor karena uji ini sering
al., 1982).
enzim pada mamalia, yaitu tipe DNA-dependent RNA polymerase dan oubaine
11
sensitive Na+ dan K+ dependent ATPase (Solis et al., 1993), sehingga senyawa
maupun ekstrak yang mempunyai aktivitas pada sistem tersebut dapat terdeteksi.
pada tahap transkripsi di dalam nukleus. Dalam hal ini DNA berperan sebagai
cetakan dalam pembuatan nukleotida RNA yang baru. RNA, khususnya RNA
messenger (mRNA) inilah yang membawa pesan genetik, yang kemudian akan
untuk menggerakkan 3 Na+ keluar dari sel dalam pertukaran bagi tiap 2 K+ yang
digerakkan ke dalam sel bagi tiap mol ATP yang dihidrolisis. Ouabain merupakan
penghambat Na+-K+ ATPase yang paling aktif, di mana tempatnya berikatan yaitu
pada subunit terkecil dari suatu kompleks enzim dan letaknya tak jauh dari tempat
dalam jantung. Jika kerja Na+-K+ ATPase dihambat oleh ouabain maka Ca2+ akan
meningkat, keadaan ini sangat bermanfaat dalam terapi payah jantung karena akan
volume sel yang normal tergantung atas pompa Na+ dan K+. Tanpa pompa ini, Cl-
dan Na+ akan memasuki sel menuruni perbedaan konsentrasinya, serta air akan
12
Artemia dinilai sukup akurat mewakili model sel kanker, hal ini telah
menunjukkan bahwa suatu ekstrak yang berpotensi toksik dan bersifat sitotoksik,
b. Parameter toksisitas
membandingkan apakah zat kimia yang satu lebih toksik dari yang lain. Uji
toksisitas tidak khas yaitu uji toksisitas yang dirancang untuk mengevaluasi
keseluruhan potensi toksik suatu senyawa pada aneka ragam jenis hewan uji.
Termasuk dalam uji toksisitas tidak khas ialah uji toksisitas akut. Uji toksisitas
akut merupakan uji toksisitas dengan pemberian suatu senyawa yang diberikan
dengan dosis tunggal pada hewan uji tertentu dan pengamatan dilakukan selama
24 jam. Maksud uji toksisitas akut adalah untuk menentukan gejala toksik sebagai
(Loomis, 1978). Selain uji toksisitas akut, di dalam uji toksisitas tidak khas
termasuk pula uji toksisitas subkronis dan uji toksisitas kronis. Uji toksisitas yang
khas yaitu uji toksisitas yang dirancang untuk mengevaluasi secara rinci potensi
toksik yang spesifik suatu senyawa pada aneka ragam hewan uji. Termasuk dalam
uji ini ialah uji potensial, uji kekarsinogenikan, uji kemutagenikan, uji
dan kuantitatif. Tolok ukur kualitatif terdiri dari mekanisme efek toksik, wujud
efek toksik, sifat efek toksik dan gejala klinis. Tolok ukur kuantitatif berupa LC50,
yaitu konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian pada 50% hewan uji. Dalam
tolok ukur kuantitatif ini terdapat hubungan antara konsentrasi dengan ketoksikan
dalam evaluasi ketoksikan suatu senyawa karena tujuannya lebih ditujukan pada
uji).
Uji toksisitas akut digunakan untuk menentukan harga LD50 atau LC50
digunakan dalam metode BST dan bukan LD50 karena dalam hal ini larva artemia
terpejani senyawa toksik yang ada pada media hidupnya, yaitu Air Laut Buatan
(ALB). Uji toksisitas akut dengan hewan uji Artemia salina Leach digunakan
sebagai uji pendahuluan pada penelitian yang mengarah pada uji sitotoksik. Suatu
senyawa disebut toksik jika harga LC50 dari uji toksisitas akut < 1000 µg/ml
sebagai hewan uji adalah kesederhanaan dalam pelaksanaan, waktu relatif singkat,
dan konsentrasi kecil sudah dapat menimbulkan aktivitas biologis (Meyer et al.,
1982)
14
Sangat toksik 1 – 50
C. Apoptosis
manusia, yang terjadi selama proses oogenesis, perkembangan otak dan pada
pembentukan kaki serta tangan. Apoptosis melibatkan gen-gen khusus dan jalur
pemberi signal yang mendasari program kematian sel. Apoptosis dapat terjadi
pada suatu sel tanpa menyebabkan kerusakan pada sel dan jaringan di sekitarnya
1. penyusutan sel : sel menjadi lebih kecil dan kehilangan kontak dengan sel-
membran sel.
15
Apoptosis diatur oleh berbagai jalur pemberi signal yang kesemuanya itu
suatu enzim yang bertugas mencerna protein. Dalam tubuh manusia, kebanyakan
caspase berada dalam bentuk inaktif yang kemudian akan diaktivasi melalui
peralihan fase G2/M dalam siklus sel (Rajesh, et al 2003). Flavonoid menginduksi
D. Penyarian
Kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut
dengan pelarut cair disebut dengan istilah penyarian. Faktor yang mempengaruhi
kecepatan penyarian adalah kecepatan difusi zat yang dapat larut melalui lapisan-
lapisan batas antara cairan penyari dengan bahan yang mengandung zat tersebut.
sehingga mempermudah pemilihan cairan penyari serta cara penyarian yang tepat.
Secara umum ada 4 metode penyarian yaitu maserasi, infundasi, perkolasi dan
cairan penyarian melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Metode perkolasi
digunakan dalam penelitian ini karena dapat menyari zat aktif lebih optimal
mengalir cairan penyari. Oleh karena kecilnya cairan kapiler tersebut, maka
Selain itu, perkolasi lebih efisien bila dibandingkan dengan maserasi karena
prosesnya yang berkesinambungan di mana cairan penyari yang telah jenuh akan
digantikan dengan cairan penyari yang lebih segar terus-menerus (Silva, Lee,
Kinghorn, 1998)
dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan
penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif sel-sel yang dapat dilalui sampai mencapai keadaan jenuh,
gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di
atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan. Kekuatan
yang berperan dalam perkolasi antara lain : gaya berat, kekentalan, daya larut,
17
tegangan permukaan, difusi osmosa, adhesi, daya kapiler dan daya geseran
(Anonim, 1986).
digunakan untuk menyari yang disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat
aktif yang keluar dari perkolator disebut sari atau perkolat, sedang sisa setelah
1. Terpenoid
maupun pada ekologi tumbuhan. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa,
eter atau kloroform (Harborne, 1987). Senyawa terpenoid berpotensi sebagai agen
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Fase gerak yang digunakan yaitu toluen-etil
asetat (93:7 v/v). Sedangkan fase diam yang digunakan adalah silika gel GF254
sulfat.
2. Flavonoid
berikatan dengan gula sebagai glikosida. Molekul yang berikatan dengan gula
bersifat polar karena mempunyai gugus hidroksil yang tidak tersulih atau
mempunyai suatu gula, sehingga pada umumnya flavonoid cukup larut dalam
pelarut polar. Golongan senyawa flavonoid bersifat polar sehingga pada umumnya
flavonoid cukup larut dalam pelarut polar seperti etanol (EtOH), metanol
19
(MeOH), butanol (BuOH), aseton, dimetilsulfoksida (DMSO) serta air. Gula yang
dalam air, dengan demikian campuran pelarut dengan air merupakan pelarut yang
Anonim (2006), flavonoid merupakan salah satu jenis metabolit sekunder yang
KLT. Biasanya digunakan fase diam selulosa dan fase gerak seperti n-butanol-
asam asetat-air (4:1:5 v/v) diambil lapisan atas, kloroform-etil asetat (60:40 v/v),
penelitian adalah Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Campuran senyawa yang akan
20
dipisahkan berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita pada lempeng
Fase diam (lapisan penjerap) dibuat dari salah satu penjerap yang khusus
digunakan untuk KLT. Penjerap yang umum digunakan adalah silika gel,
alumunium oksida, kieselgur, selulosa dan lain-lain. Fase gerak ialah medium
yang terdiri dari satu atau beberapa pelarut, bergerak di dalam fase diam yang
merupakan lapisan berpori, yang dipengaruhi oleh gaya kapiler. Pelarut yang
digunakan memiliki tingkat mutu analitik dan jika perlu dapat digunakan
Deteksi senyawa pada plat KLT paling sederhana adalah jika senyawa
Deteksi senyawa pada plat KLT biasanya juga dilakukan dengan penyemprotan
Harga Rf yang diperoleh pada KLT tidak tetap, berkisar antara 0,00-1,00
dan ditentukan hanya dua desimal. Bilangan hRf merupakan angka Rf dikalikan
faktor 100 (h), menghasilkan nilai berkisar antara 0-100. Harga Rf untuk senyawa
sejumlah penjerap yang berbeda-beda dapat disaputkan pada plat kaca atau
penyangga lain dan digunakan untuk kromatografi. Kecepatan KLT yang lebih
besar disebabkan oleh sifat penjerap yang lebih padat bila disaputkan pada plat
Kepekaan KLT sedemikian rupa sehingga bila diperlukan dapat dipisahkan bahan
G. Keterangan Empiris
toksik ekstrak metanol-air dan ekstrak dietil eter herba pegagan embun terhadap
larva artemia dengan metode BST yang dinyatakan dalam LC50, serta untuk
memperoleh profil kromatografi lapis tipis ekstrak aktif herba pegagan embun.
Data empiris yang diperoleh melalui uji toksisitas akut ekstrak dietil eter
dan ekstrak metanol-air herba pegagan embun ini memungkinkan untuk dilakukan
eksplorasi guna mendapatkan senyawa toksik yang dapat dilanjutkan dengan uji
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas
Jenis ekstrak yang digunakan yaitu ekstrak dietil eter dan ekstrak metanol-
b. Variabel tergantung
Nilai LC50 ekstrak dietil eter dan ekstrak metanol-air herba pegagan
sebesar 25º C, serta pH air laut buatan antara 7-8 dengan kadar garam
5 permil
2. Definisi operasional
a. Herba pegagan embun yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh
bagian tanaman yang berada di atas tanah meliputi bunga, daun, dan batang.
23
b. Konsentrasi ekstrak dietil eter herba pegagan embun yaitu 10, 32, 102, 328
dan 1049 µg/ml dan konsentrasi ekstrak metanol- air herba pegagan embun
c. Ekstrak dietil eter merupakan sari yang diperoleh dari hasil perkolasi serbuk
d. Ekstrak metanol-air merupakan sari yang diperoleh dari hasil perkolasi serbuk
1. Bahan penelitian
Bahan utama penelitian ini adalah herba pegagan embun yang telah
asetat, serta bahan kimia yang bila tidak disebutkan lain berderajat pro analisys
2. Alat penelitian
(Memmert), oven (Mettler), bak penetasan artemia, flakon, aerator, lampu 5 watt,
24
saring, alat semprot, lampu UV 254 nm dan 365 nm, gelas ukur (Pyrex),
menggunakan buku acuan (Backer and Bakhuizen van den Brink, 1965) dengan
sibthorpioides Lmk. Hasil determinasi berupa nama jenis (spesies) tanaman yang
2. Pengumpulan bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah herba pegagan
embun yang telah dibudidayakan dari bibit liar di lingkungan Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta dan dikumpulkan pada bulan Januari, sedangkan hewan uji
yang digunakan berupa telur Artemia salina Leach (Ocean Star International,
Inc.).
3. Pembuatan simplisia
Herba pegagan embun yang sudah diambil dicuci dengan air bersih yang
dikeringkan di bawah sinar matahari secara tidak langsung dengan ditutup kain
diremas dapat hancur. Setelah kering dipotong kecil-kecil dan dibuat menjadi
ayakan tepung. Serbuk diayak sampai seluruhnya dapat melewati ayakan sehingga
4. Penyarian
Metode penyarian yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan metode
bagian leher perkolator diberi saringan yang dibalut dengan kapas dan kertas
saring. Saringan dengan lubang yang kasar diletakkan paling atas kemudian di
bawahnya saringan yang lebih halus dengan tujuan agar kotoran dan serbuk dapat
tersaring sehingga tidak menyumbat aliran perkolat serta tidak masuk ke dalam
terdapat selapis cairan penyari. Perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam.
selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia. Penyarian dihentikan jika
26
pada perkolat yang terakhir hasilnya negatif yang ditandai dengan tetesan terakhir
yang jernih. Zat aktif diperoleh setelah perkolat diuapkan menggunakan vaccum
rotary evaporator sampai kental. Agar proses penguapan dietil eter sempurna
maka setelah divaccum, diuapkan di atas waterbath sampai bau dietil eter hilang
(1:1 v/v) secukupnya sampai di atas simplisia masih terdapat selapis cairan
dihentikan jika pada perkolat yang terakhir hasilnya negatif yang ditandai dengan
tetesan terakhir yang jernih. Zat aktif diperoleh setelah perkolat diuapkan
berkadar garam 5 permil adalah 5 gram natrium klorida (NaCl); 1,3 gram
kalsium klorida (CaCl2); 0,2 gram kalium klorida (KCl), dan 2 gram natrium
dilarutkan dalam sebagian aquadest dalam labu takar 1 liter. Khusus untuk
volume tepat 1 liter. Air laut buatan berkadar garam 5 permil dan pH antara 7,3-
ALB yang akan digunakan untuk menetaskan telur artemia diaerasi terlebih
dahulu selama 2 jam. Telur artemia diteteskan dalam aquarium yang disekat
menjadi dua bagian, bagian gelap dan bagian terang, dengan sekat berlubang.
Bagian gelap merupakan telur artemia ditaburkan. Telur menetas kira-kira 24-36
jam kemudian menjadi nauplius (Mudjiman, 1991). Nauplius yang aktif akan
bergerak menuju tempat yang terang melalui lubang pada sekat. Setelah 48 jam,
nauplius diambil dari bagian yang terang menggunakan pipet dan digunakan
Larutan stok ekstrak dietil eter juga dipersiapkan sebagai larutan A dan
larutan B. Larutan A dibuat dengan menimbang 100 mg ekstrak kental dietil eter
10 ml dietil eter p.a. Larutan stok ekstrak metanol-air dipersiapkan sebagai larutan
Dari larutan stok tersebut dibuat seri konsentrasi 10, 100, dan 1000 µg/ml
sebagai uji awal BST (Meyer et al., 1982). Kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan masing-masing dibuat dalam tiga kali replikasi. Setelah dilakukan uji
awal BST dan diperoleh hasil yang baik kemudian dibuat menjadi lima seri
konsentrasi. Ekstrak dietil eter dibuat dalam seri konsentrasi 10, 32, 102, 328 dan
1049 µg/ml serta untuk ekstrak metanol-air dibuat dalam seri konsentrasi 250,
500, 1000, 2000 dan 4000 µg/ml Kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
yang berumur 48 jam (Meyer et al., 1982). Flakon yang telah berisi sampel,yaitu
29
masing-masing berupe ekstrak metanol-air dan ekstrak dietil eter dengan berbagai
bertujuan supaya pelarut menguap dan diharapkan hanya ekstrak herba pegagan
ekor larva artemia yang berumur 48 jam, diambil secara acak dan dimasukkan ke
diberi 1 tetes ragi (3mg/5ml) sebagai makanan. Setiap pengujian selalu disertai
Flakon dijaga agar selalu mendapat penerangan. Setelah 24 jam, jumlah larva
artemia yang mati dihitung dan dianalisis untuk mengetahui harga LC50. Larva
udang dikatakan mati bila larva tersebut tidak dapat menunjukkan gerakan aktif
Uji kualitatif ekstrak yang aktif herba pegagan dengan KLT ini bertujuan
dalam ekstrak dietil eter dan ekstrak metanol-air daun pegagan embun.
a. Identifikasi terpenoid
GF 254 dan fase gerak toluen-etil asetat (93:7 v/v). Deteksi bercak terpenoid
yang sudah disemprot dengan pereaksi vanilin asam sulfat, dipanaskan di dalam
oven pada suhu 110° C selama 10 menit hingga muncul warna ungu keabu-abuan.
b. Identifikasi flavonoid
fase diam selulosa, sedangkan fase geraknya n-butanol:asam asetat:air (4:1:5 v/v).
bejana berisi fase gerak yang telah jenuh lalu dielusi sampai jarak rambat 10 cm.
nm dan 365 nm. Deteksi juga dilakukan dengan menggunakan uap amonia untuk
lempeng KLT yang telah selesai dielusi dalam sebuah chamber yang di dalamnya
sudah diletakkan larutan amonia. Lempeng KLT dibiarkan terkena uap dari
Abott, hal ini dilakukan karena terdapat kematian larva artemia pada kontrol
(Negara, 2003).
senyawa flavonoid dalam ekstrak dietil eter dan ekstrak metanol-air dipastikan
BAB IV
A. Identifikasi Tanaman
B. Pengumpulan Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah herba pegagan
embun yang telah dibudidayakan dari bibit liar di lingkungan Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta dan dikumpulkan pada bulan Januari. Herba pegagan embun
yang digunakan meliputi seluruh bagian tanaman yang berada di atas tanah yaitu
penelitian ini diupayakan seragam, supaya kadar senyawa aktif di dalam herba
32
pegagan embun tidak berbeda secara bermakna, begitu pula dengan bagian
C. Pembuatan Simplisia
dengan air yang mengalir dengan tujuan agar kotoran yang melekat pada daun
dapat terlepas serta tidak menempel lagi. Herba dikeringkan di bawah sinar
matahari secara tidak langsung dengan ditutup kain hitam sehingga senyawa aktif
yang terdapat di dalam herba pegagan embun tidak rusak. Pengeringan ini
menurut Anonim (1986) dimaksudkan untuk menurunkan kadar air sehingga tidak
kualitasnya tetap baik sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.
senyawa aktif yang terkandung dalam herba pegagan embun tidak hilang terurai.
Pengeringan dihentikan apabila apabila kadar air yang terkandung dalam simplisia
kurang dari 10% karena reaksi enzimatis yang dapat menguraikan senyawa aktif
pengeringan dihentikan adalah dengan meremas herba sampai hancur. Jika kadar
air masih tinggi, maka herba tersebut masih lembab dan tidak hancur jika diremas.
permukaan serbuk yang kontak dengan cairan penyari sehingga kandungan kimia
yang terlarut dalam proses penyarian lebih banyak dan penyarian dapat
bertambah baik bila permukaan serbuk yang bersentuhan dengan cairan penyari
semakin luas, sehingga semakin halus serbuk yang dihasilkan maka akan semakin
baik pula penyariannya. Namun menurut Anonim (1986) pada metode perkolasi,
serbuk yang terlalu halus menyebabkan cairan penyari tidak dapat mengalir
sehingga mengakibatkan penyarian tidak optimal. Pada penelitian ini serbuk yang
Metanol
berada di dalam sel ditarik oleh cairan penyari sehingga di dalam cairan penyari
terdapat zat aktif. Perkolasi merupakan suatu metode penyarian yang dilakukan
dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi
(Anonim, 1986). Perkolasi dipilih sebagai metode penyarian dalam penelitian ini
karena lebih efisien bila dibandingkan dengan metode maserasi, hal ini
jenuh akan digantikan dengan cairan penyari yang lebih segar terus-menerus
(Silva, Lee, Kinghorn, 1998). Cairan penyari yang digunakan yaitu dietil eter dan
campuran metanol-air (1:1 v/v). Dietil eter merupakan pelarut organik yang
penggunaan dietil eter dimaksudkan untuk menarik senyawa atau zat aktif yang
terkandung dalam herba pegagan embun terutama yang bersifat non polar seperti
34
dibandingkan dietil eter dimaksudkan untuk menarik senyawa ataupun zat aktif
yang terkandung dalam herba pegagan embun yang bersifat polar seperti
flavonoid.
membuka pori-pori serbuk sehingga cairan penyari dapat menembus sel dan
melarutkan zat aktif dengan sempurna. Serbuk simplisia yang sebelumnya telah
dibasahi dengan cairan penyari yang cukup untuk mengembangkan sel dengan
dimaksudkan supaya serbuk simplisia menjadi terbasahi dan serbuk menjadi lebih
apabila tidak ada rongga udara dalam serbuk simplisia dan kondisi simplisia tidak
terlalu padat sehingga cairan penyari dapat membasahi seluruh serbuk simplisia
dengan sempurna dan dapat menyari dengan optimal. Pada penelitian ini
penyusunan serbuk simplisia telah diusahakan sebaik mungkin sehingga tidak lagi
tetes/menit. Jika tetesan terlalu cepat yaitu lebih dari 20 tetes/menit maka
penyarian berjalan tidak sempurna. Sedangkan jika tetesan terlalu lambat yaitu
menguap sehingga akan terjadi pemborosan cairan penyari dan juga pemborosan
eter harus sama dengan kecepatan menetesnya perkolat, supaya permukaan serbuk
tidak menjadi kering sehingga penyarian zat aktif optimal. Perkolat yang
dihasilkan pertama kali merupakan cairan yang berwarna sangat pekat, hal ini
menandakan bahwa banyak zat aktif yang terlarut dalam dietil eter. Perkolasi
dihentikan setelah perkolat terakhir yang menetes sudah tidak berwarna (jernih),
hal ini menandakan bahwa sudah tidak ada lagi zat aktif yang terlarut dalam dietil
eter.
Suhu 60º C merupakan suhu optimal untuk penguapan di atas waterbath karena
suhu yang lebih tinggi dapat menyebabkan rusaknya zat aktif. Karena penguapan
tidak selesai dalam satu hari maka sari dietil eter disimpan di kulkas untuk
kental.
serbuk simplisia yang telah disari dengan dietil eter. Pengeringan serbuk simplisia
dilakukan dengan cara dioven sampai sisa dietil eter benar-benar hilang,
cairan penyari dapat menembus sel dan melarutkan zat aktif dengan sempurna.
Untuk mendapatkan ekstrak kental metanol, maka sari metanol diuapkan di atas
36
waterbath pada suhu 60º C menggunakan cawan porselen. Untuk ekstrak metanol,
Dalam eksikator tidak ada lagi air dan udara yang dapat masuk, yang
artemia sehingga sama seperti air laut alami. Bahan yang digunakan untuk
membuat air laut buatan terdiri dari natrium klorida, magnesium sulfat,
untuk magnesium klorida sebelum dicampur dengan bahan lain terlebih dahulu
8-9). Pemecahan cangkang siste dibantu oleh kegiatan enzim penetasan yang
Apabila pH kurang dari 8 maka efisiensi penetasannya akan menurun, siste yang
Air laut buatan tersebut mempunyai kadar garam 5 permil yang artinya
dalam penelitian ini berkadar garam 5 permil supaya telur artemia menetas secara
optimal (Mudjiman, 1989). Dalam penelitian ini, selama penetasan siste maupun
pelaksanaan uji BST selalu digunakan ALB dengan kadar garam yang sama yaitu
5 permil supaya artemia hidup dalam kondisi yang sama. Dalam kondisi
lingkungan hidup yang sama diharapkan siste dapat menetas dengan sempurna
dan pada waktu digunakan dalam uji BST dapat memberikan hasil yang optimal,
yiatu berupa kematian artemia yang harus terjadi akibat zat aktif yang terkandung
F. Penetasan Siste
Siste yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk kering. Siste
kering memiliki kadar air kurang dari 10% yang berisi embrio dalam keadaan
bertujuan agar siste menyerap sejumlah air dan diperkirakan dalam waktu 1 jam
kadar air di dalam siste sudah mencapai lebih dari 65%, sehingga embrio yang
ALB yang akan digunakan untuk menetaskan siste diaerasi selama 2 jam.
Aerasi ini bertujuan untuk memberikan oksigen yang cukup bagi kelangsungan
hidup artemia. Kekuatan aerasi sedang, tidak terlalu kuat dan tidak terlalu lemah.
Siste ditetaskan dalam bak penetasan bersekat. Bak penetasan tersebut terdiri dari
38
dua bagian yaitu bagian gelap dan bagian terang yang dipisahkan oleh sebuah
sekat yang bercelah. ALB yang telah diaerasi dituangkan ke dalam bak penetasan
pada bagian gelap dengan ketinggian melebihi bagian terbawah dari sekat. Hal ini
dimaksudkan agar ketika siste ditebarkan tidak mengalir ke bagian terang. Siste
dengan nauplius. Hal ini dapat dicapai dengan bantuan lampu 5 watt yang
digantungkan di atas bak penetasan pada bagian yang terang. Penetasan siste
menjadi nauplius berlangsung selama 24-36 jam. Nauplius akan menuju ke bagian
terang karena artemia memiliki sifat fototropik positif (tertarik pada cahaya).
Nauplius yang berada pada bagian terang inilah yang akan digunakan untuk BST,
karena nauplius yang mampu bergerak menuju bagian yang terang menandakan
makanan bagi larva artemia. Sebelum dibuat suspensi, ragi dipanaskan terlebih
dahulu dengan oven pada suhu 100°C selama 10 menit untuk menghindari
tumbuhnya jamur dan bakteri pada ragi yang dapat mengganggu jalannya
39
penelitian. Hal ini perlu diperhatikan supaya kematian artemia benar- benar
disebabkan karena bahan uji, yaitu ekstrak dietil eter dan ekstrak metanol-air
menggunakan larva artemia yang berumur 48 jam, karena pada umur tersebut
larva artemia masih sangat peka. Hal ini disebabkan karena pada umur 48 jam
dietil eter dan ekstrak metanol-air bisa berdifusi masuk ke dalam tubuh artemia,
tersebut di dalam tubuh artemia. Bila artemia yang digunakan dalam uji BST
dietil eter dan ekstrak metanol-air tidak bisa berdifusi masuk ke dalam tubuh
artemia dan tidak dapat menimbulkan kematian. Bila artemia yang digunakan
dalam uji BST berumur kurang dari 48 jam dikhawatirkan organ-organ belum
antara artemia dengan mamalia. Sistem enzim tersebut adalah tipe DNA-
dependent RNA polymerase dan oubaine sensitive Na+ and K+ dependent ATPase
(Solis et all., 1993), sehingga jika suatu senyawa antikanker berefek toksik
terhadap larva artemia maka senyawa tersebut dapat digunakan pada mamalia.
sel kanker karena memang tidak ada penelitian yang menegaskan hal tersebut.
Namun mekanisme kedua senyawa tersebut dalam membunuh sel kanker belum
diatur oleh protein sel. Protein sel akan mempengaruhi mitokondria untuk
mitokondria, berikatan dengan Apaf 1 dan ATP. Kemudian akan mengikat pro-
caspase 9 menjadi bentuk yang lebih aktif yaitu caspase 9, yang kemudian akan
ekstrinsik dengan jalur Fas/Fas ligand. Dalam menjalankan tugasnya suatu Fas
reseptor harus berinteraksi dengan Fas ligand. Interaksi antara Fas reseptor dan
dari berbagai protein di antaranya FADD, caspase 8 dan caspase 10. DISC
apoptosis.
siklus sel dan selama penghambatan ini tidak dihasilkan FADD. FADD dapat
mempercepat terjadinya apoptosis di dalam sel, akan tetapi FADD dapat pula
melindungi sel dari radiasi yang dimaksudkan untuk menghancurkan sel kanker.
proses apoptosis dapat tetap berlangsung dan sel kanker dapat dimatikan.
42
kematian sel yang terprogram) pada sel kanker dengan mencegah terjadinya
mutasi protein 53 (p53). Pada sel normal, jika suatu sel terpapar radiasi ionisasi
protein 53 bekerja dengan memutus siklus sel tersebut. Langkah selanjutnya ada
dua kemungkinan yaitu sel ini akan memperbaiki kerusakan DNA sehingga
menjadi sel normal kembali yang kemudian dapat membelah menghasilkan sel-sel
normal atau kemungkinan kedua yaitu jika kerusakan DNA sangat parah dan tidak
dapat diperbaiki lagi, maka akan terjadi kematian sel yang terprogram atau yang
lebih dikenal dengan apoptosis (Albert, Johnson, Lewis, Raff, Roberts and Walter,
2002).
Namun pada sel yang kekurangan atau tidak mempunyai p53, salah
satunya akibat terjadinya mutasi p53, jika sel tersebut terkena radiasi ionisasi atau
pemutusan siklus sel tersebut. Langkah selanjutnya juga ada dua kemungkinan
menyebabkan kegagalan mitosis dan sel mati sehingga tumor menjadi jinak atau
43
kemungkinan kedua yaitu sel tumor mengalami mutasi, seleksi dan evolusi yang
atas, diketahui dapat menyebabkan kematian sel. Kematian sel dapat terjadi
tubuh artemia melalui kulit artemia yang belum terselubungi karapak (pada umur
Molekul-molekul tersebut bergerak dari sisi yang kadarnya lebih tinggi menuju
sisi lain yang kadarnya lebih rendah. Di dalam sel, molekul-molekul itu akan
44
merusak sistem enzim yang ada (DNA-dependent RNA polymerase atau Na+-K+
konsentrasi 10, 32, 102, 328 dan 1049 µg/ml dan metanol dengan konsentrasi 250,
500, 1000, 2000 dan 4000 µg/ml. Konsentrasi tersebut didapatkan setelah
melakukan uji BST awal dengan konsentrasi 10, 100, dan 1000 µg/ml. Setelah
dilakukan pengujian dengan masing-masing ekstrak pada konsentrasi 10, 100, dan
1000 µg/ml, diperoleh jumlah larva yang mati dan kemudian digunakan untuk
menghitung persentase kematian larva tersebut. Dari data persentase kematian ini
tersebut sudah dapat memberikan kurva yang lebih linier, sehingga LC50 yang
didapatkan pada uji BST ini lebih dapat menggambarkan hasil yang sebenarnya.
waterbath pada suhu 60ºC. Hal ini dimaksudkan untuk menguapkan pelarut,
sehingga yang tertinggal di dalam flakon hanya ekstrak yang berisi zat aktif dan
jika terdapat kematian pada artemia bukan disebabkan oleh adanya pelarut. ALB
yang digunakan untuk uji toksisitas akut ini juga diaerasi selama 2 jam untuk
memberikan oksigen yang cukup bagi kelangsungan hidup artemia, sehingga bila
terdapat artemia yang mati bukan disebabkan karena kekurangan oksigen. Dalam
uji toksisitas ini juga digunakan kelompok kontrol yang berfungsi sebagai faktor
koreksi akan kematian larva yang bukan disebabkan oleh pengaruh ekstrak herba
45
pegagan embun. Pembuatan kontrol sama dengan pembuatan sampel uji, hanya
saja pada kontrol tidak berisi sampel (ekstrak dietil eter dan ekstrak metanol-air).
Pemberian makanan pada larva artemia ini tidak boleh berlebihan cukup setetes
saja pada tiap flakonnya. Hal ini dikarenakan artemia merupakan filter feeder,
yaitu makan dengan cara menyaring makanannya. Sebagai filter feeder, artemia
menelan apa saja yang ukurannya kecil (kurang dari 50 µm). Artemia tidak bisa
membedakan mana makanan dan mana yang bukan makanan. Apabila makanan
baru masuk ke dalam tubuh artemia secara terus-menerus dalam jumlah yang
berlebihan, maka akan mendesak makanan yang sudah ada sebelumnya yang
belum sempat dicerna dengan sempurna. Bila terjadi demikian, maka makanan
yang belum sempat dicerna dengan sempurna tersebut akan keluar lagi dari usus.
Keadaan seperti ini akan membuat artemia menjadi kelaparan dalam timbunan
pengambilan data karena larva mati bukan karena pemberian perlakuan melainkan
dalam suatu kotak yang ditutupi dengan kain supaya terhindar dari serangga dan
diberi penerangan dengan lampu 5 watt supaya suhu pada waktu penelitian sama
Jumlah larva artemia yang hidup dihitung setelah 24 jam. Larva dikatakan
masih hidup jika masih menunjukkan pergerakan yang aktif. Pergerakan pada
larva dilakukan oleh sungut besar atau antena II-nya. Sungut tersebut akan terus-
46
menerus bergerak selama larva masih hidup karena selain berfungsi sebagai alat
gerak, sungut tersebut berfungsi juga sebagai alat pernafasan. Dengan menghitung
larva artemia yang hidup, maka besarnya kematian larva bisa ditentukan. Hasil
besarnya persen kematian dikarenakan ada kontrol yang mati. Kontrol digunakan
untuk mengoreksi kematian larva yang bukan disebabkan oleh pengaruh ekstrak
Tabel II. Persentase kematian larva artemia akibat pemberian ekstrak dietil
eter herba pegagan embun
berbanding lurus dengan persen kematian artemia (Tabel II dan III), semakin
tinggi konsentrasi maka semakin tinggi persen kematian artemia. Data yang
program SPSS 10.0 dengan taraf kepercayaan 95% untuk menentukan nilai LC50.
Analisis probit digunakan dalam penentuan LC50, karena analisis probit dapat
mengamati efek yang terjadi akibat pemberian suatu konsentrasi, selain itu dapat
(nilai x), sedangkan nilai probit dari prosentase kematian ditetapkan menjadi
Persamaan garis linear untuk ekstrak dietil eter yang diperoleh dari hasil
analisis probit yaitu y = 0,83893x – 1,98107 (lampiran 4). Nilai LC50 yang
diperoleh sebesar 229 µg/ml. Kurva hubungan antara nilai probit dengan log
,6
,4
,2
,0
-,2
-,4
-,6
Probit
-,8
Log of KONS
Gambar 4. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi ekstrak dietil eter
herba pegagan embun
membunuh 50% hewan uji (LC50) juga dapat diketahui dengan menggunakan
kurva di atas, yaitu dengan menarik garis lurus pada probit 0,0 ke arah kanan
sampai pada garis, lalu ditarik garis ke arah bawah, didapatkan log konsentrasi
terhadap variasi (naik dan turunnya) y. Nilai Rsq yang diperoleh sebesar 0,8566,
berarti bahwa presentase sumbangan x yaitu konsentrasi ekstrak dietil eter herba
pegagan embun terhadap variasi yaitu respon (jumlah kematian artemia) sebesar
85,66%.
ekstrak dietil eter yang dihasilkan, terdapat korelasi yang diharapkan antara
konsentrasi dengan respon (nilai probit). Korelasi yang positif ditunjukkan dengan
meningkatnya nilai probit seiring dengan meningkatnya log konsentrasi serta nilai
hubungan yang kuat antara variabel x dan y, yang diperoleh dengan mengambil
akar dari Rsq. Pada tabel nilai r dengan taraf kepercayaan 95% didapatkan nilai r
sebesar 0,88 sehingga nilai r hitung lebih besar daripada nilai r tabel. Hal ini
menunjukkan adanya korelasi yang linier antara konsentrasi dengan nilai probit.
garis linear y = 1,82781x – 5,27533 (lampiran 5). Nilai LC50 yang diperoleh
49
sebesar 769 µg/ml. Kurva hubungan antara nilai probit dengan log konsentrasi
1,0
,5
0,0
-,5
Probit
Log of KONS
Gambar 5. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi ekstrak metanol-air
herba pegagan embun
Menurut Meyer et all. (1982), suatu bahan uji dikatakan bersifat toksik
terhadap larva artemia jika mempunyai nilai LC50 < 1000 µg/ml, semakin kecil
nilai LC50 berarti toksisitasnya semakin besar. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa nilai LC50 dari kedua ekstrak < 1000 µg/ml yaitu untuk ekstrak dietil eter
sebesar 229 µg/ml dan ekstrak metanol-air sebesar 769 µg/ml. Dari hasil tersebut
diketahui bahwa ekstrak dietil eter dan ekstrak metanol-air sama-sama bersifat
toksik terhadap larva artemia karena mempunyai nilai LC50 < 1000 µg/ml, namun
ekstrak yang bersifat lebih toksik adalah ekstrak dietil eter. Menurut kriteria
ketoksikan akut (Loomis, 1978), ekstrak dietil eter dengan nilai LC50 229 µg/ml
bersifat cukup toksik dan ekstrak metanol-air dengan nilai LC50 769 µg/ml
pegagan embun yaitu ekstrak dietil eter dan ekstrak metanol-air. Metode KLT
kandungan senyawa terpenoid dan flavonoid dalam ekstrak aktif herba pegagan
embun.
yang terkandung dalam ekstrak dietil eter herba pegagan embun namun belum
1. Identifikasi terpenoid
adalah silika gel GF254. Silika gel GF254 merupakan silika gel yang mengandung
gypsum (CaSO4) yang berfungsi sebagai perekat agar silika gel lebih terikat pada
gelombang 254 nm. Jika senyawa pada bercak memiliki ikatan rangkap
terkonjugasi atau cincin aromatik maka bercak akan meredam pada panjang
gelombang 254 nm, sedangkan pada panjang gelombang 365 nm bercak akan
berfluoresensi. Fase gerak yang digunakan toluene-etil asetat (93:7 v/v) (Stahl,
terpenoid yaitu pereaksi vanilin asam sulfat. Pada pemeriksaan senyawa terpenoid
pada ekstrak dietil eter tidak digunakan pembanding karena pemeriksaan ini
Tabel IV. Hasil KLT pemeriksaan terpenoid dalam ekstrak dietil eter herba
pegagan embun
Gambar 10. Kromatogram ekstrak dietil eter herba pegagan embun untuk
pemeriksaan senyawa terpenoid
Keterangan :
Fase diam : Silika gel GF254
Fase gerak : Toluene-etil asetat (97:3 v/v)
Sampel : ekstrak dietil eter herba pegagan embun
Deteksi : vanillin asam sulfat (110°C, 10 menit)
terdapat bercak berwarna ungu keabu-abuan dengan nilai Rf 0,41. Secara umum,
52
bahwa dalam ekstrak dietil eter herba pegagan embun terdapat senyawa terpenoid,
O
CH 3
O C
H
+ + H2SO4
HO
CH 2 OH
Vanilin
Terpenoid
CH3
O
OH
2. Identifikasi flavonoid
karena tidak mengandung logam pengotor bila dibandingkan dengan fase diam
silika gel yang mengandung logam Si dan gugus hidroksil. Semakin besar jumlah
gugus hidroksil pada senyawa maka akan semakin kuat senyawa itu ditahan oleh
fase diam (Johnson, 1991) sehingga menyebabkan flavonoid tidak dapat ikut
terelusi bersama fase gerak. Fase gerak yang digunakan yaitu n-butanol : asam
asetat : air (4:1:5 v/v) diambil fase atasnya, sedangkan pembanding yang
Tabel V. Hasil KLT pemeriksaan flavonoid dalam ekstrak metanol air herba
pegagan embun
diuapi dengan ammonia berubah menjadi warna kuning dengan nilai Rf 0,86.
Pada pembanding rutin juga ditemui warna bercak ungu (lembayung gelap) dan
54
setelah diuapi dengan ammonia berubah menjadi warna kuning dengan nilai Rf
khas ungu tua yang kemudian berubah menjadi hijau kekuningan bila diuapi
O
O -NH 4+
+ NH3
O
O
O-
Hasil uji KLT menunjukkan adanya kemiripan warna bercak dan nilai Rf
Glikosida flavonoid mudah larut dalam pelarut dan campuran pelarut dengan air
akan meningkatkan kelarutannya. Hal ini sesuai dengan pemilihan cairan penyari
A B
BAB V
A. Kesimpulan
1. Potensi toksik ekstrak dietil eter yang dinyatakan dengan nilai LC50
2. Ekstrak dietil eter mempunyai potensi toksik lebih tinggi daripada ekstrak
eter bersifat cukup toksik & ekstrak metanol-air bersifat sedikit toksik.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Albert, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., and Walter. P., 2002,
Molecular Biology of The Cell, Fourth Edition, Garland Science, Taylor
and Francis Group, New York.
Backer, C.A., and Bakhuizen van den Brink, R.C., 1963, Flora of Java, Vol. II,
172, Noodoff, GGroningen, The Netherlands.
Campbell, N.A., Recee, J.B., and Mitchell, L.G., 2002, BIOLOGY, diterjemahkan
oleh Rahayu Lestari, Edisi 5, 322-328, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Carballo, J. Luis, Zaira, L.H., Perez, P., Garcia Gravalos, M.D., 2002, A
comparison between two brine shrimp assay to detect in vitro cytoxicity in
marine natural product, http://www.biomedcentral.com/1472-6750/2/17.
Diakses pada tanggal 10 Agustus 2005.
Ganong, W.F., 1995, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, diterjemahkan oleh dr.
Petrus Andrianto, Edisi 14, 22-29, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Loomis, T.A., 1978, Essential of Toxicology, Edisi III, diterjemahkan oleh Imono
Argo Donatus, 28-233, IKIP Semarang, Semarang.
Marby, T.J., Markham, K.R., and Thomas, M.B., 1970, The Systematic
Identification of Flavonoid, 13, Springer Verlag, Berlin.
Meyer, B.N., Ferrigni, N.R., Putnam, J.E., Jacobsen, L.B., Nichols, D.E., and
McLaughlin, J.L., 1982, Brine Shrimp : A Convinient General Bioassay
Active Constituent, Planta Medica Volume 45, 31-34.
Mudjiman, A., 1989, Udang Renik Air Asin, 15-18, Bathara, Jakarta.
Rajesh, D., Rachelle, A., Stenzel, and Howard, S.P., 2003, Perillyl Alcohol as a
Radio/Chemosensitizer in Malignant Glioma
http://www.jbc.org/cgi/content/full/278/38/35968
Diakses pada tanggal 28 Juli 2007
Silva, G.L., Lee, I.S., Kinghorn, A.D., 1998, Special Problem with the Extraction
of Plants, in Cannel, R.J.R. (Ed), Natural Products Isolation, Humana
Press Inc., Totowa, New Jersey, 349-352.
59
Sirait, A.M., Soetiarto, F., Oemiati, R., 2003, Ketahanan Hidup Penderita Kanker
Serviks di Rumah Sakit Dharmais Jakarta, Buletin Penelitian Kesehatan,
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, DepKes RI, Jakarta, 13-
24.
Siswandono dan Soekardjo, B., 2000, Kimia Medisinal, Edisi kedua, Airlangga
Univercity Press, Surabaya.
Solis, P.N., Wright, C.Q., Anderson, M.M., Gupta, M.P., and Phillipson, J.D.,
1993, A Microwell Cytotoxicity Assay using Artemia salina (Brine
Shrimp), Planta Medica Volume 59, 250-252.
Wagner, H., Brady, S., dan Zgainski, E.M., 1984, Plant Drug Analysis A Thin
Layer Chromatography Atlas, 8, 40-41, Springer Verlag, Berlin.
c.' fi*t FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITASSANATA DHAIIMA
(bpus !r)r hi4a4 M@{ohdj
rdp. lo274J 333037, 333e63 Fd (0274) 336s2e-r.rcsrm : sD sN yocyA
L&dF4
SURATPENGESAHANDETERMINASI
No:!r /LKTO/Iai-USD/d / 07
Laboralorium KcbunTananra
tr ObotFakulbs Famlsi Unive6ilrs S.naraDhalma,ncntrhkd batrsa
telahmelakukan dcrcminasileadrpsarucontohranaman. dengeuma:
!.lruc a1tIe t ibtharpioi.tes Lft k.
(Pcsae.n Embun)
Detcminasi
lelahdilakukanecda
benasesuai
Backer,C.A..dd
Backiruizen
Vdnde BrinkJr.,R.c't96J,;lotu of Joa, vol. r,3-9,25-26,
N v.p.
Nod.dho crcningen,
ThcNedolands.
jenisGpesies)
Hins$ lclaeorir
Tar:mante^cbutdipaki drlampeneliri.n:
Meia l{osaImaBudiCahyani
FakulbsFamasiUniveNiras
SanabDhdma
Hdbariur disimDon
LaboanoiumBiologiumun, F.&uliisF.m6i UnivcNilas
Demikian
su?tpenBeentu
deteminasi
inidibu unrukdapatdipequnakm
seblgoi
t d'-*"on r.a,l
Lampiran 2. Foto tanaman pegagan embun
Lampiran 3. Foto aquarium untuk uji BST
Lampiran 4. Foto KLT untuk pemeriksaan terpenoid ekstrak dietil eter
herba pegagan embun
Keterangan :
Fase diam : Silika gel GF254
Fase gerak : Toluene-etil asetat (97:3 v/v)
Sampel : ekstrak dietil eter herba pegagan embun
Deteksi : vanillin asam sulfat (110°C, 10 menit)
Lampiran 5. Foto KLT untuk pemeriksaan flavonoid ekstrak metanol-air
herba pegagan embun
A B
Keterangan :
Fase diam : Selulosa
Fase gerak : n-butanol : asam asetat : air (4 : 1 : 5)
a. Pembanding : rutin
b. Sampel : ekstrak metanol-air herba pegagan embun
A. Deteksi sinar UV 365 nm.
B. Deteksi uap amonia
Lampiran 6. Analisis probit ekstrak dietil eter
* * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * *
DATA Information
* * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * *
Parameter estimates converged after 11 iterations.
Optimal solution found.
* * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * *
Observed and Expected Frequencies
,6
,4
,2
,0
-,2
-,4
-,6
Probit
-,8
Log of KONS
Lampiran 7. Analisis probit ekstrak metanol-air
* * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * *
DATA Information
* * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * * *
Parameter estimates converged after 12 iterations.
Optimal solution found.
* * * * * * * * * * P R O B I T A N A L Y S I S * * * * * *
Observed and Expected Frequencies
1,0
,5
0,0
-,5
Probit
Log of KONS
Lampiran 8. Cara perhitungan pembuatan seri konsentrasi larutan sampel
air yang kemudian dilarutkan dengan 10 ml metanol pa. Larutan B dibuat dengan
dietil eter juga dipersiapkan sebagai larutan A dan larutan B. Larutan A dibuat
dengan menimbang 100 mg ekstrak kental dietil eter yang kemudian dilarutkan