Full
Full
SKRIPSI
Oleh:
NIM : 078114083
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK KULIT BATANG PULASARI
( Alyxiae Cortex) DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY
TEST (BST)
SKRIPSI
Oleh:
NIM : 078114083
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
i
Persetujuan Pembimbing
NIM : 078114083
Pembimbing
ii
Pengesahan Skripsi Berjudul
Oleh :
Ridho Bertomi Panjaitan
NIM : 078114083
Mengetahui
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Dekan
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN
iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Ridho Bertomi Panjaitan
Nomor Mahasiswa : 078114083
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Yang menyatakan,
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-
Penulis
vi
PRAKATA
Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Penulis telah menerima banyak dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
3. Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan
4. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Penguji yang telah
6. Ferdi Dwi Armanto sebagai teman satu tim atas kerjasama, bantuan,
vii
8. Mas Wagiran, Mas Sigit dan Mas Parlan serta laboran-laboran yang lain yang
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
Penulis menyadari bahwa laporan akhir skripsi ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari seluruh pihak. Penulis berharap semoga laporan akhir skripsi ini
Penulis
viii
DAFTAR ISI
ix
E. Tujuan Penelitian ................................................................ 4
3. Khasiat ........................................................................... 6
1. Morfologi ..................................................................... 7
E. Kanker ................................................................................ 17
F. Penyarian ............................................................................ 19
G. Alkaloid .............................................................................. 20
I. Hipotesis ............................................................................. 22
x
1. Variabel penelitian ........................................................ 23
C. Alat ..................................................................................... 24
D. Bahan .................................................................................. 25
3. Maserasi ........................................................................ 26
F. Analisis Data........................................................................ 33
C. Maserasi .............................................................................. 35
xi
F. Uji Toksisitas dengan Metode BST ..................................... 42
A. Kesimpulan ......................................................................... 53
B. Saran ................................................................................... 53
LAMPIRAN ............................................................................................. 57
xii
DAFTAR TABEL
Tabel I. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan air laut buatan ...... 28
Tabel II. Seri konsentrasi larutan sampel ekstrak petroleum eter .................. 31
Tabel III. Seri konsentrasi larutan sampel ekstrak etil asetat ......................... 31
Tabel VI. Persentase kematian larva artemia akibat pemberian ekstrak etil asetat
Tabel VII. Persentase kematian larva artemia akibat pemberian ekstrak air kulit
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 6. Jumlah kematian larva artemia akibat pemberian ekstrak etil asetat
Lampiran 8. Orientasi untuk mendapatkan seri konsentrasi ekstrak air yang akan
Lampiran 9. Jumlah kematian larva artemia akibat pemberian ekstrak air kulit
xv
INTISARI
Kata kunci : pulasari, LC50, Artemia salina , Brine Shrimp Lethality Test (BST),
analisis probit, ekstrak, maserasi
xvi
ABSTRACT
The society have used pulasari bark (Alyxiae Cortex) as a anticancer drug.
Therefore, it is necessary to do research to determine the LC50 value pulasari bark
extract and explore the possibility of toxic properties of pulasari bark extract to
artemia (Artemia salina L.).
This research used Brine Shrimp Lethality Test (BST) method, with three
kinds of extracts such as petroleum ether extract, ethyl acetate extract, and water
extract with five concentration levels of injection and five times replication.
Extract was obtained with maseration in shaker during 24 hours with rotational
speed 130 rpm. Presentation data of artemia larvae mortality was analyzed with
probit analysis to count LC50. Extract is toxic if LC50 value < 1000 µg/ml.
The result of this research shows that pulasari bark petroleum ether extract
is not toxic to artemia larvae with LC50 2078.18 µg/ml, whereas pulasari bark
ethyl acetate and water extract are toxic to artemia larvae with LC50 394.43 µg/ml
and 537.69 µg/ml, respectively.
Kata kunci : pulasari, LC50, Artemia salina , Brine Shrimp Lethality Test (BST),
probit analysis, extract, maseration
xvii
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
kematian penderitanya jika tidak dirawat sejak awal. Berdasarkan data Riset
atau kanker di Indonesia adalah 4,3 per 1000 penduduk (Anonim, 2011).
Walaupun telah banyak ditemukan obat antikanker dan telah banyak dilakukan
kemoterapi, namun hasilnya belum memuaskan dan biayanya juga sangat mahal.
batang pulasari (Alyxiae Cortex) yang secara empirik digunakan antara lain untuk
penurun demam, obat batuk, obat pusing dan obat disentri (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1983). Hal ini berkaitan dengan kandungan kimia
kulit batang pulasari yaitu: kumarin, tanin, alkaloid dan saponin (Syamsuhidayat
bioaktif yang berpotensi sebagai antikanker (memiliki efek sitotoksik), maka perlu
kadar yang menyebabkan kematian 50% hewan uji pada pejanan selama waktu
1
2
tertentu (Lu, 1995). Berdasarkan LC50 dapat diketahui tingkat aktivitas suatu
senyawa. Apabila nilai LC50 suatu senyawa hasil isolasi atau ekstrak tanaman
kurang dari 1000 µg/ml, maka seyawa tersebut dapat diduga memiliki efek
suatu senyawa adalah Brine Shrimp Lethality Test (BST). Kelebihan metode ini
menggunakan hewan uji larva artemia (Artemia salina L.). Prinsip metode ini
adalah uji toksisitas akut terhadap artemia dengan penentuan nilai LC50 setelah
perlakuan 24 jam (Meyer, et al., 1982). Artemia digunakan sebagai hewan uji
dependent RNA polimerase artemia serupa dengan yang terdapat pada mamalia
sehingga senyawa maupun ekstrak yang memiliki aktivitas pada sistem tersebut
Metode BST tidak spesifik untuk pengujian antikanker dan sebagian aksi
sitotoksik dengan waktu dan biaya penelitian yang lebih sedikit dibandingkan
bersifat toksik pada uji BST belum tentu bersifat sitotoksik, sehingga perlu
dilakukan uji tingkat lanjut dengan menggunakan sel kanker. Namun, suatu
senyawa yang bersifat sitotoksik akan bersifat toksik bila diuji dengan metode
3
BST (Meyer, et al., 1982). Maka diharapkan metode BST dapat digunakan
sebagai langkah awal untuk menentukan senyawa yang memiliki efek sitotoksik.
golongan alkaloid. Smets (2001) menyatakan bahwa alkaloid yang berasal dari
Menurut Mursyidi (1990), alkaloid sukar larut dalam air tetapi larut dalam
pelarut organik yang relatif non polar dan tidak campur dengan air. Sebaliknya,
dalam bentuk garam alkaloid larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik.
Oleh karena itu, ekstraksi terhadap kulit batang pulasari dilakukan menggunakan
tiga pelarut, yaitu : petroleum eter, etil asetat dan air yang dipilih berdasarkan
bersifat non polar yang berfungsi menyari senyawa-senyawa yang bersifat non
polar. Etil asetat merupakan senyawa organik dan bersifat kurang polar
dibandingkan air dapat pula disebut bersifat semi polar. Diharapkan etil asetat
senyawa yang bersifat polar akan terlarut ke dalam pelarut air (Harborne, 1987).
1. Perumusan masalah
1. Apakah ekstrak kulit batang pulasari toksik terhadap larva artemia dan
petroleum eter, ekstrak etil asetat dan ekstrak air kulit batang pulasari
2. Keaslian penelitian
toksitas akut ekstrak kulit batang pulasari dengan metode BST belum pernah
dilakukan.
3. Manfaat penelitian
pulasari.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai LC50 ekstrak
kulit batang pulasari dan mengetahui ekstrak yang paling toksik diantara ekstrak
petroleum eter, ekstrak etil asetat dan ekstrak air kulit batang pulasari terhadap
larva artemia.
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tumbuhan Pulasari
1. Keterangan botani
beberapa daerah dengan nama: akar mempelas hari, empelas hari, mempelas hari,
palasari, pulasari (Sumatra), talatari (Aceh), arey palasari, arey pulasari, palasari,
pulasari, das plasare (Madura), adas pulasari (Jakarta), pulasari (Bali), pulasari,
(Ambon)(Anonim, 2010c).
tinggi 5 m sampai 10 m, dalam keadaan subur, batang utama dapat sebesar lengan
dan menjalar ditanah, dari batang utama timbul cabang-cabang sebesar ibu jari.
atau lonjong dengan pangkal daun dan ujung daun meruncing, lebar daun 1 cm
sampai 2,5 cm dan panjang daun 3 cm sampai 10 cm, tangkai daun tebal dan
panjang 0,5 cm sampai 1 cm; penulangan daun menyirip dnga banyak cabang-
cabang, helai daun tipis. Perbungaan malai terdapat pada ketiak daun satu atau
sampai 6 buah; bunga kecil, warna putih, berkelipatan lima; kelopak terbagi
5
6
2. Kandungan kimia
3. Khasiat
bentuk ramuan jamu. Secara empirik pulasari digunakan antara lain untuk obat
disentri, sariawanan, merangsang nafsu makan, obat batuk, obat mulas, obat
kencing nanah, untuk mengobati demam pada anak-anak, obat kejang usus, darah
yang tidak berhenti keluar, obat radang lambung, mengatasi haid tidak teratur,
B. Artemia
Artemia (Artemia salina L.) adalah udang yang termasuk dalam famili
uji mati (LC50), yang telah dilaporkan untuk racun dan ekstrak tanaman
(Mudjiman, 1989).
7
1. Morfologi
a. Telur
Istilah untuk telur artemia adalah siste, yaitu telur yang telah
cangkang yang tebal dan kuat. Cangkang ini berguna untuk melindungi
b. Larva
Apabila siste artemia direndam dalam air laut bersuhu 25ºC, maka akan
menetas dalam waktu 24-36 jam. Dari dalam cangkangnya keluarlah larva
yang juga dikenal dengan istilah nauplius (gambar 1). Dalam perkembangan
II, tingkat III dinamakan instar III, demikian seterusnya sampai instar XV.
Larva yang baru saja menetas masih dalam tingkatan instar I (gambar
cadangan. Oleh karena itu mereka masih belum perlu makan. Anggota
badannya terdiri dari sepasang sungut kecil (antenule atau antena I) dan
sepasang sungut besar (antena atau antena II). Di bagian sungut besar terdapat
(gambar 2). Pada tingkatan instar II, larva udah mulai mempunyai mulut,
saluran pencernaan dan dubur. Oleh karena itu, mereka mulai mencari
c. Artemia dewasa
kecil dengan ukuran panjang sekitar 1 cm, dengan kaki yang sudah lengkap
sebanyak 11 pasang yang secara khusus torakopoda (gambar 3). Baik pada
yang jantan maupun yang betina, antena I-nya (antenula) tetap saja sebagai
sungut, yang fungsinya sebagai alat peraba. Pada artemia jantan antena II
berubah menjadi alat penjepit yang membesar dan berotot yang kegunaannya
indung telur (ovarium) yang terletak disebelah kanan dan kiri saluran
a. Suhu
Artemia tidak dapat bertahan hidup pada suhu kurang dari 6ºC atau
lebih dari 35ºC, tetapi hal ini sangat tergantung pada ras dan kebiasaan tempat
hidup mereka. Pertumbuhan artemia yang baik berkisar pada suhu antara
b. Kadar garam
sebab pada kadar garam yang tinggi itu musuh-musuhnya tidak dapat hidup
lagi, sehingga artemia akan dapat aman tanpa ganguan. Untuk pertumbuhan
telur, ternyata dibutuhkan air yang kadar garamnya lebih rendah dari pada
11
suatu batas tertentu. Batas ini berlainan untuk tiap jenis artemia (Mudjiman,
1989).
dalam air ternyata juga sangat tinggi. Apabila kandungan ion natrium
dibandingkan dengan ion kalium di dalam air laut adalah 28, maka artemia
c. Oksigen terlarut
Artemia dapat hidup dan menyesuaikan diri pada tempat yang kadar
1989).
d. pH
1989).
Telur artemia dapat ditetaskan dalam air laut biasa (kadar garam 30
per- mil). Untuk mencapai hasil penetasan yang baik diperlukan air berkadar
garam 5 permil, yang dibuat dengan cara pengenceran air laut biasa dengan air
tawar. Agar pH air laut yang diencerkan tidak turun namun tetap antara 8-9
dapat juga digunakan air laut buatan yang berkadar garam 5 permil
(Mudjiman, 1989).
12
yaitu enzim penetasan. Enzim ini berkerja pada pH > 8 (antara 8-9). Suhu air
oksigennya harus lebih dari 2mg/l. Untuk itu air perlu diaerasi (diberi udara/
farmakologi ekstrak suatu tanaman. Artemia juga merupakan hewan uji yang
(NCI), Amerika Serikat. Uji BST dengan hewan uji artemia dapat digunakan
sebagai antitumor karena uji ini mempunyai kolerasi yang positif dengan
berupa ekstrak tanaman, atas aksinya sebagai antitumor secara lebih cepat
dengan biakan sel tumor. Melihat adanya potensi sebagai antitumor tersebut,
aktivitasnya dengan uji larva udang atau metode yang lebih spesifik sebagai
polimerase artemia serupa dengan yang terdapat pada mamalia dan organisme
senyawa maupun ekstrak yang memiliki aktivitas pada sistem tersebut dapat
polymerase. Enzim ini membuka pilinan kedua untai DNA sehingga terpisah
dan mengikat asam amino yang akan disusun menjadi protein dan
maka DNA tidak dapat mensintesis RNA dan RNA tidak dapat terbentuk
kematian sel.
3Na+ dari sel dan mengambil 2K+ ke dalam, tiap sel bagi tiap mol ATP
sekarang ini ouabaine juga digunakan untuk terapi jantung. Di dalam jantung,
Na+ K+ ATPase secara tak langsung mempengaruhi transport Ca2+ karena Na+
ekstrasel akan ditukar dengan Ca2+ intrasel. Jika kerja Na+ K+ ATPase
dihambat, maka lebih sedikit Ca2+ intrasel dikeluarkan dan Ca2+ intrasel
Jika suatu senyawa bekerja mengganggu kerja salah satu enzim ini
bersifat toksik dan dapat menyebabkan kematian sel mamalia (Solis, et al.,
1993).
C. Toksisitas Akut
dengan pemberian suatu senyawa pada hewan uji pada suatu saat atau uji
ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis tunggal pada hewan uji
tertentu dan pengamatan dilakukan selama 24 jam. Maksud dari toksisitas akut
yaitu untuk menentukan suatu gejala dan tingkat kematian hewan uji akibat
berupa pengamatan gejala klinik, kematian hewan uji atau pengamatan organ
(Loomis, 1978).
Data yang diperoleh dari uji toksisitas akut dapat berupa data kuantitatif yang
dinyatakan dengan LD50 (median lethal dose) atau LC50 (median lethal
consentration). Harga LD50 dan LC50 suatu senyawa harus dilaporkan sesuai
16
artemia sebagai hewan uji adalah kesederhanaan dalam pelaksanaan, waktu yang
relatif singkat dan konsentrasi kecil sudah dapat menimbulkan aktivitas biologi
Brine Shrimp Lethality Test merupakan salah satu metode pengujian awal
salina (artemia) selama 24 jam. Uji toksisitas akut dengan hewan uji artemia ini
dapat digunakan sebagai uji pendahuluan pada penelitian yang mengarahkan pada
uji sitotoksik karena ada kaitannya antara uji tosiksitas akut dengan uji sitotoksik
jika harga LC50 dari uji toksisitas akut lebih kecil dari 1000 µg/ml. Parameter
yang digunakan untuk menunjukkan adanya aktivitas biologis suatu senyawa pada
LC50. Nilai LC50 dihitung dengan analisis probit. Dari persentase data kematian
larva artemia dikonversikan ke nilai probit untuk menghitung harga LC50. Apabila
harga LC50 <1000 µg/ml maka senyawa dapat dikatakan toksik. Apabila
pengujian dengan larva artemia menghasilkan harga LC50 < 1000 µg/ml maka
17
Cara ini akan menghemat waktu dan biaya penelitian (Meyer et al., 1982).
E. Kanker
organism multiseluler (Nafrialdi dan Ganiswarna, 1995). Sel-sel kanker akan terus
membelah diri, terlepas dari pengendalian pertumbuhan dan tidak lagi menuruti
(invasi) dan dapat menyebar ke seluruh jaringan (metastasis). Selain itu sel kanker
pada DNA.
Pada organisme eukariotik, terdapat empat fase dalam siklus sel, yaitu :
a. Fase Gap (G1) atau fase pascamitosis merupakan fase awal di mana terjadi
b. Fase Sintesis (S) dimana terjadi replikasi identik dari DNA sehingga
c. Fase Gap (G2) atau fase pramitosis merupakan fase persiapan untuk
d. Fase Mitosis (M) merupakan fase dimana material inti diturunkan identik
Untuk selanjutnya sel dapat memasuki fase G0 dan dapat juga masuk
kembali ke fase G1. Hormon pertumbuhan, cyclins dan Cdk (cyclin dependent
kinase) merupakan sinyal transduksi yang dapat memacu sel untuk memasuki
daur sel kembali, sedangkan protein penekan tumor (misalnya p53), dan Cdk
inhibitor akan memacu sel untuk memasuki fase istirahat (G0). Pada sel kanker,
tidak terdapat p53 atau jumlah p53 kurang (antara lain karena terjadinya mutasi
p53), sehingga sel kanker tidak dapat memasuki fase G0 dan sel tersebut akan
memasuki siklus sel dalam jangka waktu yang tidak terbatas, sehingga sel akan
karsinogen yang diduga dapat menaikan resiko terjadinya kanker antara lain
senyawa kimia (zat karsinogen), faktor fisika (radiasi bom atom dan radioterapi
F. Penyarian
dipertimbangkan. Cairan penyari untuk ekstrak sebaiknya sesuai dengan zat aktif
yang berkhasiat, dalam arti dapat memisahkan zat aktif tersebut dari senyawa
lainnya dalam bahan sehingga ekstrak mengandung sebagian besar senyawa aktif
Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari
simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya
menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat
aktif. Zat aktif akan larut karena adanya beda konsentrasi antara larutan di dalam
dan di luar sel. Larutan yang lebih pekat akan terdesak keluar. Peristiwa ini
G. Alkaloid
Atom nitrogen dapat sebagai amin primer maupun amin sekunder (Mursyidi,
1990).
Kebanyakan alkaloid berupa zat padat, rasa pahit dan sukar larut dalam
air, tetapi mudah larut dalam kloroform, eter dan pelarut organik lain yang relatif
non polar dan tidak campur dengan air. Sebaliknya, garam alkaloid larut dalam
Peran alkaloid bagi tumbuhan penghasil, antara lain sebagai zat racun
yang melindungi tumbuhan dari gangguan serangga dan hewan, produk akhir
1990).
H. Landasan Teori
golongan alkaloid. Smets (2001) menyatakan bahwa alkaloid yang berasal dari
Menurut Mursyidi (1990), alkaloid sukar larut dalam air tetapi larut dalam
pelarut organik yang relatif non polar dan tidak campur dengan air. Sebaliknya,
dalam bentuk garam alkaloid larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik.
petroleum eter, etil asetat dan air yang dipilih berdasarkan perbedaan sifat
kepolarannya. Petroleum eter merupakan senyawa organik dan bersifat non polar
yang berfungsi menyari senyawa-senyawa yang bersifat non polar. Etil asetat
merupakan senyawa organik dan bersifat kurang polar dibandingkan air dapat
pula disebut bersifat semi polar. Diharapkan etil asetat berfungsi menyari
senyawa-senyawa yang bersifat semi polar. Air merupakan pelarut yang paling
I. Hipotesis
asetat dan ekstrak air dari kulit batang pulasari yang dapat ditunjukan dengan
metode BST.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas :
b. Variabel tergantung :
c. Variabel terkontrol :
penetasan, yaitu 25º C-30ºC, pH air laut buatan, yaitu 8-9, dan
2. Definisi operasional
a. Ekstrak air kulit batang pulasari diperoleh dengan cara maserasi serbuk
pengaduk (shaker) dengan laju konstan (130 rpm) selama 24 jam lalu
23
24
c. Ekstrak etil asetat kulit batang pulasari diperoleh dengan cara maserasi
selama 24 jam.
artemia.
C. Alat
analitik, flakon, aquarium khusus BST, flakon, aerator, lampu penerang, pipet
D. Bahan
a. Bahan utama
Kulit batang pulasari kering diperoleh dari PT. Merapi Farma Herbal,
Bahan yang digunakan untuk penyarian yaitu untuk ekstrak air kulit
ekstrak petroleum eter di peroleh dari PT. Brata Chem, untuk ekstrak etil
Bahan yang digunakan untuk uji BST antara lain telur Artemia salina
leach (Brine Shrimp Egg, Ocean Star International Inc.), air laut buatan
berkadar garam 5 per mil, ekstrak petroleum eter kulit batang pulasari, ekstrak
etil asetat kulit batang pulasari, ekstrak air kulit batang pulasari dan ragi
Saccharomyces cerevisae.
1. Pengumpulan simplisia
sama kemudian diblender hingga diperoleh ukuran yang lebih kecil. Setelah itu
3. Maserasi
petroleum eter sebanyak 750 ml. Bejana kemudian dilapisi alumunium foil lalu
diletakan dalam mesin pengaduk (shaker) dengan laju konstan (130 rpm)
selama 24 jam lalu disaring dengan kertas. Maserat disimpan dan ditampung
hasil maserasi 24 jam pertama, sedangkan ampas dimaserasi lagi sampai filtrat
hasil penyaringan jernih. Seluruh filtat hasil remaserasi digabung dan diuapkan
Ekstrak kental yang didapat diuapkan diatas penangas air sampai diperoleh
ektrak kering.
kloroform sebanyak 750 ml. Bejana kemudian dilapisi alumunium foil lalu
diletakan dalam mesin pengaduk (shaker) dengan laju konstan (130 rpm)
selama 24 jam lalu disaring dengan kertas. Maserat disimpan dan ditampung
maserasi 24 jam pertama, sedangkan ampas dimaserasi lagi sampai filtrat hasil
Ekstrak kental yang didapat diuapkan diatas penangas air sampai diperoleh
ektrak kering.
dimasukan dalam bejana tertutup dan dimaserasi dengan direndam dalam air
sebanyak 750 ml. Bejana kemudian dilapisi alumunium foil lalu diletakan
dalam mesin pengaduk (shaker) dengan laju konstan (130 rpm) selama 24 jam
lalu disaring dengan kertas. Maserat disimpan dan ditampung dalam suhu
shaker 130 rpm selama 24 jam kemudian disaring dengan kertas saring.
yang didapat diuapkan diatas penangas air sampai diperoleh ektrak kering.
dilarutkan dalam sebagian aquadest dalam labu takar 1 liter. Khusus untuk
dilarutkan dengan air bebas karbon dioksida. Lalu ditambah aquadest sampai
aquadest pada labu takar 1 liter. Khusus untuk magnesium sulfat dilarutkan
29
dengan menggunakan air panas dan natrium klorida dilarutkan dalam air bebas
Air laut buatan berkadar garam 5 per mil dan pH antara 7,3-8,4 merupakan
yang terbagi menjadi dua bagian dengan suatu sekat berlubang pada bagian
bawahnya. Salah satu bagian adalah area yang terang, sedangkan bagian lain
adalah area yang gelap tempat siste artemia ditaburkan. Suhu penetasan
berkisar antara 25ºC-30ºC, pH antara 7,3-8,4. Air laut buatan dengan kadar
garam 5 permil diaerasi selama 1 jam. Air laut buatan dimasukan dalam
aquarium khusus BST. Kemudian siste artemia ditaburkan di area gelap secara
merata dan diberi penerangan. Setelah 24 jam, siste akan menetas menjadi
nauplius yang aktif bergerak menuju ke tempat terang. Larva yang akan
air laut buatan yang telah diaerasi selama 1 jam agar larva artemia yang baru
a. Ekstrak petroleum eter dibuat seri konsentrasi 1000, 1400, 1960, 2744, dan
dengan jumlah yang sama dengan jumlah ekstrak petroleum eter yang
30
b. Ekstrak etil asetat dibuat seri konsentrasi 200, 280, 392, 549, dan 796
pengujian terhadap kelompok kontrol, yaitu etil asetat dengan jumlah yang
sama dengan jumlah ekstrak etil asetat yang ditambahkan dalam tiap-tiap
c. Ekstrak air dibuat seri konsentrasi 100, 200, 400, 800, dan 1600 μg/ml.
yang sama dengan jumlah ekstrak petroleum eter yang ditambahkan dalam
konsentrasi.
dilarutkan dalam petroleum eter sampai 10,0 ml. Larutan B dengan konsentrasi
Dari larutan B, dibuat seri konsentrasi ekstrak 1000, 1400, 1960, 2744,
dalam etil asetat sampai 10,0 ml. Larutan D dengan konsentrasi 1 μg/μl dibuat
dengan mengambil 1,0 ml dari larutan C kemudian dilarutkan dalam etil asetat
Dari larutan D, dibuat seri konsentrasi ekstrak 200, 280, 392, 549, dan
796 μg/ml.
aquadest sampai 10,0 ml. Larutan F dengan konsentrasi 1 μg/μl dibuat dengan
10,0 ml.
Dari larutan B, dibuat seri konsentrasi ekstrak 100, 200, 400, 800, dan
1600 μg/ml.
dimasukkan dalam flakon yang berisi sampel dengan konsentrasi tertentu yang
sebanyak 3 ml. Lalu ditambah 1 tetes suspensi ragi (3mg ragi dalam 5ml ALB)
sebagai makanan dan air laut buatan sampai 5 ml. Setiap pengujian selalu
disertai dengan kontrol dan tiap konsentrasi dibuat dalam 5 kali replikasi.
Flakon dijaga agar selalu mendapat penerangan. Setelah 24 jam, jumlah larva
33
yang mati dihitung untuk mengetahui nilai probit dan dianalisis untuk
F. Analisis Data
% %
% Kematian = %
x 100%
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kulit batang pulasari kering diperoleh dari PT. Merapi Farma Herbal.
Kulit batang pulasari yang digunakan berwarna coklat muda dengan ukuran 3
sampai dengan 5 cm, tebal 0,2 sampai dengan 0,5 cm dan bebas dari jamur.
Pemilihan ini bertujuan agar kulit batang pulasari yang digunakan memiliki umur
yang relatif sama sehingga kadar senyawa aktifnya tidak berbeda secara bermakna
secara tidak langsung dengan ditutup menggunakan kain hitam agar senyawa aktif
yang terdapat didalamnya tidak rusak oleh sinar matahari langsung. Pengeringan
sehingga tidak ditumbuhi jamur, dan menjamin agar kualitasnya tetap baik
sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Reaksi enzimatis serta
simplisia kurang dari 10% karena reaksi enzimatis yang dapat menguraikan
senyawa aktif sudah tidak berlangsung (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
34
35
pulasari sampai patah. Jika kadar air dalam kulit batang masih tinggi, maka kulit
dengan cairan penyari sehingga kandungan kimia yang terlarut dalam proses
shaker sehingga semakin halus serbuk kulit batang pulasari maka semakin baik
halus yang paling tepat untuk memperoleh hasil penyarian yang baik. Pada
penelitian ini digunakan pengayak dengan no mesh 11 yang artinya dalam 1 inci
tercapat 11 lubang. Pengayak ini digunakan karena dihasilkan serbuk yang dapat
C. Maserasi
berada di dalam sel ditarik oleh cairan penyari sehingga di dalam cairan penyari
terdapat zat aktif. Maserasi merupakan cara penyarian yang dilakukan dengan
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Penyarian dengan cara maserasi
konsentrasi yang sebesar-besarnya antara larutan dalam sel dengan larutan diluar
sel. Makin besar perbedaan konsentrasi, makin besar pula daya dorong untuk
simplisia dengan derajat halus yang cocok kemudian dituangi dengan 75 bagian
Indonesia, 1986). Dalam penelitian ini digunakan 100 gram serbuk kulit batang
pulasari dan 750 ml pelarut yang dimasukkan dalam Erlenmeyer yang ditutup
dengan aluminium foil. Hal ini bertujuan agar larutan penyari tidak menguap
terlebih dahulu, sehingga penyarian dapat maksimal. Lalu diletakkan pada mesin
pengaduk (shaker) dengan laju konstan (130 rpm) selama 2 x 24 jam, dengan tiap
24 jam mengganti pelarut. Penyarian dilakukan dengan laju 130 rpm. Pada
memastikan bahwa zat aktif yang terkandung dalam serbuk kulit batang pulasari
maserat sebanyak 1200 ml. Untuk mendapatkan ekstrak petroleum eter kering
evaporator digunakan karena dengan alat ini tekanan dapat diatur (180 mmHg
untuk petroleum eter), sehingga hanya petroleum eter saja yang menguap,
waterbath. Jika suhu terlalu tinggi, dapat menyebabkan senyawa aktif yang
sebesar 2,27%. Cawan porselen yang berisi ekstrak kemudian ditutup dengan
aluminium foil lalu dimasukkan dalam desikator. Dalam desikator tidak ada
air dan udara yang masuk, yang dapat memungkinkan terjadinya perubahan
senyawa dalam ekstrak tersebut atau dapat merusak senyawa oleh adanya
bakteri atau jamur. Selain itu, dapat juga menarik sisa air yang mungkin masih
etil asetat didapatkan maserat sebanyak 1100 ml. Untuk mendapatkan ekstrak
ditara. Vaccum rotary evaporator digunakan karena dengan alat ini tekanan
dapat diatur (240 mmHg untuk etil asetat), sehingga hanya etil asetat saja yang
ikut menguap. Suhu 60° C merupakan suhu optimal untuk penguapan di atas
waterbath. Jika suhu terlalu tinggi, dapat menyebabkan senyawa aktif yang
sebesar 1,75%. Cawan porselen yang berisi ekstrak kemudian ditutup dengan
aluminium foil lalu dimasukkan dalam desikator. Dalam desikator tidak ada
air dan udara yang masuk, yang dapat memungkinkan terjadinya perubahan
senyawa dalam ekstrak tersebut atau dapat merusak senyawa oleh adanya
bakteri atau jamur. Selain itu, dapat juga menarik sisa air yang mungkin masih
oven pada suhu 60° C, pengeringan ini dilakukan untuk menghilangkan sisa
1130 ml. Untuk mendapatkan ekstrak air kering maka pelarut diuapkan
dengan alat ini tekanan dapat diatur (75 mmHg untuk etil asetat), sehingga air
diharapkan tidak ikut menguap. Suhu 60° C merupakan suhu optimal untuk
sebesar 1,93%. Cawan porselen yang berisi ekstrak kemudian ditutup dengan
aluminium foil lalu dimasukkan dalam desikator. Dalam desikator tidak ada
air dan udara yang masuk, yang dapat memungkinkan terjadinya perubahan
senyawa dalam ekstrak tersebut atau dapat merusak senyawa oleh adanya
bakteri atau jamur. Selain itu, dapat juga menarik sisa air yang mungkin masih
artemia sehingga hampir sama dengan air laut alami. Untuk membuat ALB
klorida, kalium klorida, dan natrium bikarbonat. Semua bahan dilarutkan dengan
karbondioksida dan magnesium sulfat yang dilarutkan dalam aquadest panas agar
lebih mudah larut. Penetasan siste sangat dipengaruhi oleh pH karena pemecahan
dalam labu ukur 1000 ml dan ditambahkan aquadest sampai tanda. Setelah itu,
Air laut buatan yang dibuat memiliki kadar garam 5 per mil yang artinya
mil karena pada kadar tersebut, siste artemia menetas secara optimal (Mujiman,
1989). Peningkatan kadar garam yang mendadak dari 5 permil menjadi 35 permil
toleransi yang tinggi terhadap perubahan kadar garam. Bahkan dapat lebih dari 35
permil, misalnya sampai 140 permil. Hal ini disebabkan karena artemia
perubahan kadar garam. Dalam penelitian ini tidak diperlukan air laut berkadar
garam tinggi karena kondisi penelitian sudah dikendalikan (tidak ada pemangsa
artemia).
Air laut buatan yang akan digunakan untuk menetaskan siste diaerasi
dahulu selama 2 jam. Aerasi ini bertujuan untuk memberikan oksigen yang cukup
khusus BST, yang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian gelap dan bagian terang,
yang dipisahkan oleh sekat berlubang. Air laut buatan yang telah diaerasi
41
dituangkan ke dalam aquarium pada bagian sekat gelap, dengan ketinggian di atas
sekat bagian bawah. Hal ini dilakukan agar ketika siste telah disebarkan tidak
penyerapan air ke dalam siste. Siste artemia yang kering, yaitu yang menpunyai
kadar air kurang dari 10% berisi embrio dalam keadaan diapauze, yaitu dalam
penyerapan air sehingga dalam waktu satu jam kadar air dalam siste diperkirakan
sudah mencapai lebih dari 65%, yang mengakibatkan metabolisme embrio yang
semula berada dalam keadaan diapauze menjadi aktif kembali. Setelah direndam
kemudian siste disaring, ditiriskan dan didiamkan selama satu jam untuk
mengurangi sisa-sisa aquadest. Larva yang aktif akan bergerak dari tempat yang
Setelah menetas, larva dapat bertahan hidup selama ± 2 hari tanpa diberi
larva habis. Seiring dengan itu, larva mempunyai mulut, saluran pencernaan dan
dubur. Oleh karena itu, larva mulai membutuhkan lebih banyak makanan untuk
kelangsungan hidupnya.
ragi dipanaskan terlebih dahulu dengan oven bersuhu 100° C selama 10 menit
untuk menghindari adanya jamur dan bakteri yang dapat tumbuh pada ragi dan
42
dapat mengganggu penelitian. Hal ini penting agar kematian artemia benar-benar
disebabkan oleh bahan uji, yaitu ekstrak kulit batang pulasari dengan berbagai
Larva yang digunakan untuk penelitian ini adalah larva yang berumur 48
jam karena larva berada dalam keadaan paling peka pada saat berumur 48 jam.
Hal ini disebabkan karena pada umur 48 jam organ-organ pada artemia sudah
yang sudah diberi ekstrak kulit batang pulasari dengan berbagai konsentrasi,
atau senyawa murni dengan hewan uji larva artemia. Sampel yang digunakan
adalah ekstrak petroleum eter dengan konsentrasi 1000, 1400, 1960, 2744, dan
3841 μg/ml, ekstrak etil asetat dengan kosentrasi 200, 280, 392, 549, dan 796
μg/ml dan ekstrak air dengan konsentrasi 100, 200, 400, 800, dan 1600 μg/ml.
Konsentrasi tersebut didapat setelah dilakukan orientasi dengan kadar 10, 100,
1000 μg/ml.
persentase kematian tersebut sudah dapat memberikan kurva yang lebih linier,
sehingga LC50 yang didapatkan pada uji BST ini lebih dapat menggambarkan hasil
kelipatan yang sama, yang merupakan syarat probit dapat dihitung dengan rumus
F (lampiran 3).
Sebelum memulai uji toksisitas, semua flakon dan alat yang digunakan
volume dimaksudkan agar konsentrasi ekstrak kulit batang pulasari tepat. Tiap-
sampai 5 ml.
Air laut buatan yang akan digunakan untuk pengujian diaerasi selama 2
jam. Aerasi ini bertujuan untuk memberikan oksigen yang cukup bagi
kelangsungan hidup artemia, sehingga jika terdapat artemia yang mati bukan
flakon, sejumlah larutan uji (ekstrak kulit batang pulasari) sesuai dengan
60°C untuk menghindari rusaknya zat aktif. Selain larutan uji, dilakukan juga
44
pada kontrol yang berisi pelarut dengan jumlah sesuai masing-masing konsentrasi.
flakon kontrol ditambahkan ALB sebanyak 3 ml lalu divortex. Hal ini dilakukan
untuk memastikan sampel uji terdistribusi merata ke dalam ALB. Kemudian tiap
flakon diisi 10 larva yang diambil menggunakan pipet tetes. Larva artemia yang
digunakan untuk uji yaitu larva yang berumur 48 jam setelah menetas. Larva yang
berumur 48 jam dalam keadaan paling peka karena dinding selnya masih lunak
Tiap flakon cukup diberi satu tetes suspensi ragi, tidak boleh berlebihan.
Hal ini disebabkan karena sebagai filter feeder (penyaring makanan), artemia
menelan apa saja yang berukuran kecil. Artemia tidak bisa membedakan antara
makanan dan bukan makanan. Jika pemberian makanan terlalu banyak, jumlah
yang ditelan semakin banyak. Apabila terjadi demikian maka makanan yang
belum sempat dicernakan akan terdesak oleh makanan baru yang terus menerus
masuk dalam jumlah yang banyak. Dengan demikian, makanan itu akan keluar
lagi dari usus dalam keadaan belum tercerna dengan baik dan belum sempat
45
diserap sarinya oleh usus. Hal ini dapat menyebabkan kematian artemia, sehingga
jumlah kematian larva yang didapatkan bukan merupakan hasil yang sebenarnya
Setelah itu, ke dalam masing-masing flakon di tambah ALB lagi sampai tanda
garis 5 ml. Flakon-flakon tadi diletakkan dekat lampu, dalam kardus yang ditutupi
kain strimin dan terhindar dari cahaya matahari langsung. Ditutup kain strimin
agar serangga kecil tidak masuk flakon, tetapi tidak mempengaruhi kadar oksigen.
Setelah 24 jam, larva yang hidup dihitung. Dikatakan hidup jika larva
masih bergerak aktif, sekecil apapun gerakan tersebut. Larva tidak mungkin diam,
sebab selain berfungsi sebagai alat gerak, antena II pada larva juga berfungsi
sebagai alat pernafasan. Setelah jumlah larva yang hidup diketahui, jumlah larva
yang mati dapat dihitung. Kemudian dihitung persen kematian pada masing-
kematian larva yang bukan disebabkan oleh pengaruh ekstrak kulit batang
Tabel 5 . Persentase kematian larva artemia akibat pemberian ekstrak petroleum eter kulit
batang pulasari
Konsentrasi % kematian larva
(μg/ml) artemia
1000 25
1400 30
1960 44
2744 59
3842 80
46
Tabel 6 . Persentase kematian larva artemia akibat pemberian ekstrak etil asetat kulit
batang pulasari
Konsentrasi % kematian larva
(μg/ml) artemia
200 22
280 36
392 49
549 61
768 80
Tabel 7 . Persentase kematian larva artemia akibat pemberian ekstrak air kulit batang
pulasari
Konsentrasi % kematian larva
(μg/ml) artemia
100 20
200 28
400 36
800 58
1600 78
probit menggunakan Program SPSS 16.00 untuk mendapat nilai LC50. Pada
penelitian ini digunakan analisis probit agar didapatkan kurva yang berbentuk
garis lurus sehingga penentuan nilai LC 50 lebih tepat. Jika hanya memplotkan
akan didapatkan kurva berbentuk sigmoid sehingga dalam penentuan nilai LC50
dapat menjadi kurang tepat. Dalam analisis probit didapatkan kurva yang
larva ditransformasikan menjadi nilai probit sebagai variabel tergantung (nilai y).
47
probit dengan log konsentrasi ekstrak petroleum eter kulit batang pulasari
(gambar 7).
Gambar 7. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi ekstrak petroleum eter kulit
batang pulasari
Dari hasil analisis probit diperoleh suatu tabel yang mencantumkan nilai
LC50 yang dihasilkan, yaitu sebesar 2078,18 μg/ml dengan kisaran batas bawah
sebesar 1873,68 μg/ml dan kisaran batas atas sebesar 2317,91 μg/ml (lampiran 4).
determinasi yang mengukur tingkat ketepatan dari regresi linier sederhana, yaitu
analisis, didapatkan nilai Rsq sebesar 0,957 yang berarti bahwa persentase
48
Dari nilai Rsq dapat dihitung nilai R, yaitu akar pangkat dari Rsq. Dari
korelasi dalam hubungan dua variabel X dan Y yang mengukur kuatnya hubungan
antara X dan Y. Dari tabel nilai R, dengan taraf kepercayaan 95% pada derajad
bebas 3 dapat dilihat nilai R sebesar 0,878 sehingga didapatkan nilai R penelitian
lebih besar daripada nilai R tabel. Hal ini menunjukkan hubungan korelasi yang
pulasari mempunyai nilai LC50 > 1000 μg/ml, yaitu sebesar 2078,18 μg/ml, yang
berarti bahwa ekstrak tersebut bersifat tidak toksik terhardap larva artemia.
probit dengan log konsentrasi ekstrak etil asetat kulit batang pulasari (gambar 8).
49
Gambar 8. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi ekstrak etil asetat kulit
batang pulasari
Dari hasil analisis probit diperoleh suatu tabel yang mencantumkan nilai
LC50 yang dihasilkan, yaitu sebesar 394,43 μg/ml dengan kisaran batas bawah
sebesar 355,71 μg/ml dan kisaran batas atas sebesar 437,64 μg/ml (lampiran 7).
determinasi yang mengukur tingkat ketepatan dari regresi linier sederhana, yaitu
analisis, didapatkan nilai Rsq sebesar 0,993 yang berarti bahwa persentase
Dari nilai Rsq dapat dihitung nilai R, yaitu akar pangkat dari Rsq. Dari
korelasi dalam hubungan dua variabel X dan Y yang mengukur kuatnya hubungan
antara X dan Y. Dari tabel nilai R, dengan taraf kepercayaan 95% pada derajad
50
bebas 3 dapat dilihat nilai R sebesar 0,878 sehingga didapatkan nilai R penelitian
lebih besar daripada nilai R tabel. Hal ini menunjukkan hubungan korelasi yang
pulasari mempunyai nilai LC50 < 1000 μg/ml, yaitu sebesar 394,43 μg/ml, yang
probit dengan log konsentrasi ekstrak air kulit batang pulasari (gambar 9).
Gambar 9. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi ekstrak air kulit batang
pulasari
51
Dari hasil analisis probit diperoleh suatu tabel yang mencantumkan nilai
LC50 yang dihasilkan, yaitu sebesar 537,69 μg/ml dengan kisaran batas bawah
sebesar 439,72 μg/ml dan kisaran batas atas sebesar 672,95 μg/ml (lampiran 10).
determinasi yang mengukur tingkat ketepatan dari regresi linier sederhana, yaitu
analisis, didapatkan nilai Rsq sebesar 0,957 yang berarti bahwa persentase
Dari nilai Rsq dapat dihitung nilai R, yaitu akar pangkat dari Rsq. Dari
korelasi dalam hubungan dua variabel X dan Y yang mengukur kuatnya hubungan
antara X dan Y. Dari tabel nilai R, dengan taraf kepercayaan 95% pada derajad
bebas 3 dapat dilihat nilai R sebesar 0,878 sehingga didapatkan nilai R penelitian
lebih besar daripada nilai R tabel. Hal ini menunjukkan hubungan korelasi yang
G. Rangkuman Pembahasan
petroleum eter, ekstrak etil asetat dan ekstrak air dari kulit batang pulasari. Hasil
penelitian membuktikan bahwa ekstrak etil asetat dan ekstrak air kulit batang
senyawa yang terdapat dalam kulit batang pulasari yaitu alkaloid (Syamsuhidayat
dan Hutapea, 1981), di mana pada kadar tertentu memiliki potensi toksisitas akut
Penelitian terhadap fraksi ekstrak etil asetat dan ekstrak air kulit batang
pulasari perlu dilakukan untuk mendapatkan LC50 yang lebih kecil lagi.
terbukti memiliki potensi toksisitas akut. Hal ini berkaitan dengan kepolaran
senyawa alkaloid yang terkandung dalam kulit batang pulasari. Menurut Noble
(1959), alkaloid lebih cendrung larut dalam pelarut semi polar seperti etanol,
sehingga alkaloid lebih cendrung larut dalam pelarut etil asetat daripada
petroleum eter. Hal inilah yang menyebabkan ekstrak petroleum eter kulit batang
Pada proses siklus sel alkaloid jenis tersebut berikatan dengan tubulin, yaitu suatu
sehingga pembentukan spindle mitotik akan terhambat pula dan siklus sel akan
terhenti pada metafase. Karena tidak dapat melakukan pembelahan sel, sel
A. Kesimpulan
1. Ekstrak petroleum eter kulit batang pulasari bersifat tidak toksik terhadap
larva artemia ( LC50 = 2078,18 μg/ml), sedangkan ekstrak etil asetat dan
ekstrak air kulit batang pulasari bersifat toksik terhadap larva artemia dengan
2. Ekstrak etil asetat merupakan ekstrak yang paling bersifat toksik terhadap
artemia.
B. Saran
1. Perlu dilakukan uji toksisitas terhadap fraksi ekstrak etil asetat dan ekstrak air
batang pulasari.
53
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1985, Cara Pembuatan
Simplisia, 2-11,13, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Ganong, W.F., 1995, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 9-35, Penerbit Buku
Kedokteran ECG, Jakarta
Katzung, B.G., 1987, Basic and Clinical Pharmacology, 3rd Edition, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 858
54
55
Loomis, T.A., 1978, Essential of Toxicology, Edisi III, IKIP Semarang, Semarang,
pp. 228-233
Lu, F.C., 1995, Basic Toxicology: Fundamentals, Target Organs, and Risk
Assesment, 2nd Edition, Penerbit UI, Jakarta, pp. 105-111
Meyer B.N., Ferrigni, N.R., Putnam, J.E., Jacobsen, L.B., Nichols, D.E., and
McLaughlin, J.L., 1982, Brine Shirmp: A Convenient General Bioassay
for Active Plant Constiatuents, Planta Medica, 31-34
Mudjiman, A., 1989, Udang Renik Air Asin, 15-18, Bhatara, Jakarta
Nguyen, H.H., Widodo, S., 1999, Momordica L. In: Medicinal and Poisinous
Plant Research of South-East Asia 12. De Padua L. S. N.
Bunyapraphatsana and R. H. M. J. Lemmens (eds.), Pudoc Scientific
Publisher Wageningen, the Netherland, 353-359.
Noble, R.L., Beer, C.T. and Cutts, J.H., 1959, Further biological activities of
Vincaleukoblastine — an alkaloid isolated from Vinca rosea (L.).
Biochem. Pharmacol, 347–348.
Nuswantari, D., 1998, Kamus Saku Kedokteran Dorland, Edisi 25, 900, EGC,
Jakarta
Rita, W.S., Suirta, I.W., Sabikin, A., 2008, Isolasi&Identifikasi Senyawa Yang
Berpotensi Sebagai Antitumor Pada Daging Buah Pare (Momordica
charantia L.). Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit
Jimbaran, Jurnal Kimia Vol.2. 2008; ISSN 1907-9850.
Schunack, W., Mayer, K., Haake, M., 1990, Senyawa Obat, Buku Pelajaran
Kimia Farmasi, Edisi II, 780-791, UGM Press, Yogyakarta
Smets, L.A., 1994, Programmed cell death (apoptosis) and response to anti-cancer
drugs.Anti-cancer drugs 5, 3–9.
56
Solis, P.N., Wright, C.W., Anderson, M.M., Gupta, M.F., Philipson, J.D., 1993, A
Microwell Cytotoxicity Assay using Artemia salina (Brine Shrimp),
Planta Medica, pp. 59, 250-252
Syamsuhidayat, S.S. & Hutapea, J.R., 1981, Inventaris Tanaman Obat Indonesia,
Edisi I, 36, 258, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Syamsuhidayat, S.S. & Hutapea, J.R., 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia,
Jilid I, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta.
Syukur, C., dan Hernani, 1999, Budidaya Tanaman Obat Tradisional, PT.
Penebar Swadaya, Jakarta, pp.7.
Thurairajah, N., dan Rahim, Z. H. A., 2003, Thin Layer Chromatography
Separation of Compound of Biological Interest from Piper betle, Investing
in Innovation, 3, 27-28.
Young, A., 1972, Practical Cosmetic Science, Mills and Boon Limited, London,
pp. 113-116.
LAMPIRAN
57
58
2. Larutan B (1 mg/ml)
V1 x C1 = V2 x C2
V1 = 0,05 ml
V1 x C1 = V2 x C2
V1 = 0,5 ml
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 10 mg/ml = 5 ml X 1 mg/ml
59
V1 = 0,5 ml
1 2 2 4 2 1 1
2 2 2 4 1 1 1
3 1 2 3 0 1 1
4 1 2 4 1 1 2
5 2 3 3 2 1 1
% rata-rata 16 22 36 12 10 12
% rata-rata = 10
% %
% Kematian = %
100%
% %
1. Konsentrasi 10 µg/ml = 100% = 4,5455%
– %
% %
2. Konsentrasi 100 µg/ml = 100% = 13,3333%
%
% %
3. Konsentrasi 1.000 µg/ml = 100% = 27,2727%
– %
Dari larutan A (10 mg/ml), dibuat seri konsentrasi 1000, 2000 dan 4000
μg/ml.
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 10 mg/ml = 5 ml X 1 mg/ml
V1 = 0,5 ml
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 10 mg/ml = 5 ml X 2 mg/ml
V1 = 1 ml
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 10 mg/ml = 5 ml X 4 mg/ml
V1 = 2 ml
1 5 6 9 1 2 1
2 3 5 8 1 2 1
3 3 5 8 1 0 2
4 3 4 10 1 1 1
5 3 5 8 2 1 1
61
% rata-rata 34 50 86 12 12 12
% rata-rata = 10
% %
% Kematian = %
100%
% %
1. Konsentrasi 1000 µg/ml = 100% = 25%
– %
% %
2. Konsentrasi 2000 µg/ml = %
100% = 43,1818%
% %
3. Konsentrasi 4000 µg/ml = 100% = 84,0909%
– %
konsentrasi uji.
Seri konsentrasi:
μg/ml
Dari larutan A (10 mg/ml), dibuat seri konsentrasi 1000, 1400, 1960, 2744,dan
3842 μg/ml
1000 0,50
1400 0,70
1960 0,98
2744 1,30
3842 1,92
1 3 4 5 7 8 1 1 1 1 0
2 5 4 5 7 9 1 1 1 2 1
3 3 4 5 7 8 2 1 1 1 2
4 3 4 5 5 8 1 1 1 1 1
5 3 3 5 6 8 1 2 1 1 1
% rata-rata 34 38 50 64 82 12 12 10 12 10
63
% rata-rata = 10
% kematian larva
Konsentrasi
(μg/ml)
artemia
1000 25
1400 30
1960 44
2744 59
3842 80
Data Information
N of Cases
Valid 5
Rejected Missing 1
Control Group 0
Convergence Information
PROBIT 5 Yes
64
Parameter Estimates
a. PROBIT model: PROBIT(p) = Intercept + BX (Covariates X are transformed using the base
10.000 logarithm.)
Chi-Square Tests
a
Chi-Square df Sig.
a. Statistics based on individual cases differ from statistics based on aggregated cases.
b. Since the significance level is greater than .150, no heterogeneity factor is used in the calculation
of confidence limits.
Confidence Limits
Lower Upper
Probability Estimate Bound Bound Estimate Lower Bound Upper Bound
Larutan C dibuat dengan menimbang 100 mg ekstrak etil asetat kulit batang
2. Larutan D (1 mg/ml)
V1 x C1 = V2 x C2
V1 = 0,05 ml
V1 x C1 = V2 x C2
V1 = 0,5 ml
67
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 10 mg/ml = 5 ml X 1 mg/ml
V1 = 0,5 ml
1 1 2 9 1 1 1
2 1 3 10 1 1 1
3 1 2 8 0 2 2
4 2 2 8 2 2 2
5 2 3 9 0 0 2
% rata-rata 14 24 88 8 12 12
% rata-rata = 10
% %
% Kematian = %
100%
% %
1. Konsentrasi 10 µg/ml = 100% = 6,5217%
– %
% %
2. Konsentrasi 100 µg/ml = 100% = 13,6364%
%
% %
3. Konsentrasi 1.000 µg/ml = 100% = 86,3636%
– %
68
Dari larutan D (1 mg/ml), dibuat seri konsentrasi 200, 400 dan 800 μg/ml.
V1 x C1 = V2 x C2
V1 = 1 ml
V1 x C1 = V2 x C2
V1 = 0,2 ml
V1 x C1 = V2 x C2
V1 = 0,4 ml
1 3 6 8 1 1 1
2 4 5 10 1 1 1
69
3 2 5 7 1 1 1
4 3 6 9 1 2 0
5 3 6 8 1 1 2
% rata-rata 30 54 82 10 12 10
% rata-rata = 10
% %
% Kematian = 100%
%
% %
1. Konsentrasi 200 µg/ml = 100% = 22,2222%
– %
% %
2. Konsentrasi 400 µg/ml = 100% = 47,7273%
%
% %
3. Konsentrasi 800 µg/ml = – %
100% = 80,00%
konsentrasi terendah yaitu 200 μg/ml dan konsentrasi tertinggi yaitu 800
μg/ml
Seri konsentrasi:
I. Pembuatan larutan dengan konsentrasi 200, 280, 392, 549,dan 768 μg/ml
Dari larutan C (10 mg/ml), dibuat seri konsentrasi 200, 280, 392, 549,dan 768
μg/ml
200 0,10
280 0,14
392 0,20
549 0,27
768 0,38
1 3 6 5 7 8 2 1 2 2 1
2 3 4 6 7 8 1 1 2 1 2
3 3 3 6 6 8 0 1 1 0 1
71
4 3 4 5 6 9 1 1 0 2 1
5 4 4 5 7 8 1 1 0 1 1
% rata-rata 32 42 54 66 82 10 10 10 12 12
% rata-rata = 10
% kematian larva
Konsentrasi
(μg/ml)
artemia
200 22,22
280 35,55
392 48,88
549 61,36
768 79,55
72
Data Information
N of Cases
Valid 5
Rejected Missing 1
Control Group 0
Convergence Information
PROBIT 5 Yes
Parameter Estimates
a. PROBIT model: PROBIT(p) = Intercept + BX (Covariates X are transformed using the base
10.000 logarithm.)
Chi-Square Tests
a
Chi-Square df Sig.
b
PROBIT Pearson Goodness-of-Fit Test .578 3 .902
a. Statistics based on individual cases differ from statistics based on aggregated cases.
b. Since the significance level is greater than .150, no heterogeneity factor is used in the
calculation of confidence limits.
73
Confidence Limits
Lower Upper
Probability Estimate Bound Bound Estimate Lower Bound Upper Bound
2. Larutan F (1 mg/ml)
V1 x C1 = V2 x C2
V1 = 0,05 ml
V1 x C1 = V2 x C2
V1 = 0,5 ml
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 10 mg/ml = 5 ml X 1 mg/ml
V1 = 0,5 ml
1 0 2 7 0 0 0
2 1 1 6 0 0 0
3 0 2 5 0 0 0
4 0 2 6 0 0 0
5 1 2 5 0 0 0
% rata-rata 4 18 58 0 0 0
% rata-rata = 10
% %
% Kematian = 100%
%
% %
1. Konsentrasi 10 µg/ml = 100% = 4%
– %
% %
2. Konsentrasi 100 µg/ml = 100% = 18%
%
% %
3. Konsentrasi 1.000 µg/ml = 100% = 58%
– %
tertinggi.
Dari larutan G (20 mg/ml), dibuat seri konsentrasi 1500, 2250 dan 3375
μg/ml.
77
V1 x C1 = V2 x C2
V1 = 0,375 ml
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x C1 = V2 x C2
1 7 10 10 0 0 0
2 8 9 10 0 0 0
3 8 8 10 0 0 0
4 7 9 9 0 0 0
5 8 9 10 0 0 0
% rata-rata 76 90 98 0 0 0
78
% rata-rata = 10
% %
% Kematian = 100%
%
% %
4. Konsentrasi 1000 µg/ml = – %
100% = 76%
% %
5. Konsentrasi 2000 µg/ml = 100% = 90%
%
% %
6. Konsentrasi 4000 µg/ml = – %
100% = 98%
konsentrasi uji.
Seri konsentrasi:
I. Pembuatan larutan dengan konsentrasi 100, 200, 400, 800,dan 1600 μg/ml
Dari larutan E (10 mg/ml), dibuat seri konsentrasi 100, 200, 400, 800 dan
1600 μg/ml
79
100 0,05
200 0,10
400 0,20
800 0,40
1600 0,80
1 2 3 4 6 8 0 0 0 0 0
2 2 2 4 5 8 0 0 0 0 0
3 1 3 4 6 7 0 0 0 0 0
4 3 3 3 6 8 0 0 0 0 0
5 2 3 4 6 8 0 0 0 0 0
% rata-rata 20 28 36 58 78 0 0 0 0 0
% rata-rata = 10
% kematian larva
Konsentrasi
(μg/ml)
artemia
100 20
200 28
400 36
800 58
1600 78
Data Information
N of Cases
Valid 5
Rejected Missing 1
Control Group 0
Convergence Information
PROBIT 12 Yes
81
Parameter Estimates
a. PROBIT model: PROBIT(p) = Intercept + BX (Covariates X are transformed using the base 10.000 logarithm.)
Chi-Square Tests
Confidence Limits
Lower Upper
Probability Estimate Bound Bound Estimate Lower Bound Upper Bound
82
BIOGRAFI PENULIS