Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN AGREGAT DEWASA

PRIA DENGAN MASALAH HIPERTENSI

Dosen pengampu :

Ns. Nurlela Hj Baco,S.Kep

Disusun Oleh Kelompok 6 :

1. Windi Anggriani Dahia


2. Sukma Manahapung
3. Maharani Destia Putri
4. Fajrin Luneto

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MANADO
Kata pengantar

Assalamualaikum Warahmatulahi Wabarakatu


Alhamdulilah, segala puji bagi Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan petunjuknya. Makalah yang penulis susun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Komunitas dengan judul “Asuhan Keperawatan Agregat Dewasa Pria Dengan
Masalah Hipertensi.
Makalah ini disusun dengan mengambil materi dari akses internet seperti yang
tercantum dalam daftar pustaka. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata
sempurna karena kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT. Harapan penulis semoga saja
makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca. Aamiin Ya Rabbal’alamin

Manado, Juni 2022


BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara global. Data
WHO menunjukkan bahwa dari 57 juta kematian yang terjadi di dunia pada tahun 2008,
sebanyak 36 juta atau hampir dua pertiganya disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular. PTM
juga membunuh penduduk dengan usia yang lebih muda. Di negara-negara dengan tingkat
ekonomi rendah dan menengah, dari seluruh kematian yang terjadi pada orang-orang berusia
kurang dari 60 tahun, 29% disebabkan oleh PTM, sedangkan di negara-negara maju,
menyebabkan 13% kematian. Proporsi penyebab kematian PTM pada orang-orang berusia
kurang dari 70 tahun, penyakit cardiovascular merupakan penyebab terbesar (39%), diikuti
kanker (27%), sedangkan penyakit pernafasan kronis, penyakit pencernaan dan PTM yang
lain bersama-sama menyebabkan sekitar 30% kematian, serta 4% kematian disebabkan
diabetes.
Menurut Badan Kesehatan Dunia WHO, kematian akibat Penyakit Tidak Menular
(PTM) diperkirakan akan terus meningkat di seluruh dunia, peningkatan terbesar akan terjadi
di negara-negara menengah dan miskin. Lebih dari dua pertiga (70%) dari populasi global
akan meninggal akibat penyakit tidak menular seperti kanker, penyakit jantung, stroke dan
diabetes. Dalam jumlah total, pada tahun 2030 diprediksi akan ada 52 juta jiwa kematian per
tahun karena penyakit tidak menular, naik 9 juta jiwa dari 38 juta jiwa pada saat ini.
Secara global, regional dan Nasional pada tahun 2030 transisi epidemiologi dari
penyakit menular menjadi penyakit tidak menular semakin jelas. Diproyeksikan jumlah
kesakitan akibat penyakit tidak menular dan kecelakaan akan meningkat dan penyakit
menular akan menurun. PTM seperti kanker, jantung, DM dan paru obstruktif kronik, serta
penyakit kronik lainnya akan mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2030.
Sementara itu penyakit menular seperti TBC, HIV/AIDS, Malaria, Diare dan penyakit infeksi
lainnya diprediksi akan mengalami penurunan pada tahun 2030. Peningkatan kejadian PTM
berhubungan dengan peningkatan faktor risiko akibat perubahan gaya hidup seiring dengan
perkembangan dunia yang makin modern, pertumbuhan populasi dan peningkatan usia
harapan hidup. Indonesia dalam beberapa dasawarsa terakhir menghadapi masalah Triple
Burden Diseases. Di satu sisi, penyakit menular masih menjadi masalah ditandai dengan
masih sering terjadi KLB beberapa penyakit menular tertentu , munculnya kembali beberapa
penyakit menular lama (Re-Emerging Diseases). Di sisi lain, PTM menunjukkan adanya
kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Menurut hasil Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 dan
2001, tampak bahwa selama 12 tahun (1995-2007) telah terjadi transisi epidemiologi dimana
kematian karena penyakit tidak menular semakin meningkat, sedangkan kematian karena
penyakit menular semakin menurun.
Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (2007), terdapat 50.1% responden lakilaki yang
terkena Hipertensi. Hal ini dikarenakan prevalensi merokok di Indonesia sangat tinggi,
terutama pada laki-laki mulai dari anak, remaja dan dewasa. Data dari Riskesdas tahun 2010
menunjukkan prevalensi perokok 16 kali lebih tinggi pada laki-laki (65.9%) dibandingkan
perempuan (4.2%). Selain dari merokok, hal lain yang memicu tingginya hipertensi
disebabkan oleh kebiasaan memakan makanan yang kadar asupan lemaknya >30%, aktivitas
fisik yang sangat kurang dan mengalami stress.
Sedangkan, prevalensi asma dan kanker di Indonesia cenderung lebih tinggi pada
perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Prevalensi kanker cenderung lebih tinggi pada
masyarakat kota dibanding pedesaan dan cenderung lebih tinggi pada orang yang
berpendidikan tinggi. Hal ini disebabkan karena gaya hidup yang tidak sehat, kebiasaan
mengkonsumsi makanan cepat saji, serta kurangnya aktivitas fisik (Riskesdas, 2013).
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi prevalensi PTM di
Indonesia, namun belum sepenuhnya mencapai derajat kesehatan yang optimal. Sebagai
seorang perawat, peran kita tidak hanya sebagai pemberi pengobatan ataupun perawatan di
rumah sakit, namun juga dapat berperan sebagai perawat komunitas yang berperan meliputi
pendidik, pengamat kesehatan, koordinator pelayanan kesehatan, peran pembaharu, role
model dan fasilitator kesehatan. Peran perawat komunitas dalam mengurangi PTM yaitu
dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat seoptimal mungkin melalui praktik
keperawatan komunitas, dilakukan melalui peningkatan kesehatan (Promotif), dan
pencegahan penyakit (preventif) di semua tingkat pencegahan (levels of prevention) tanpa
mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitative

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit tidak menular


1. Definisi
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu atau masalah kesehatan
dunia dan Indonesia yang sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kesehatan
karena merupakan salah satu penyebab dari kematian (Jansje & Samodra 2013). Penyakit
tidak menular (PTM), juga dikenal sebagai penyakit kronis, tidak ditularkan dari orang ke
orang, mereka memiliki durasi yang panjang dan pada umumnya berkembang secara
lambat (Riskesdas, 2013). Menurut Bustan (2007), dalam Buku Epidemiologi Penyakit
Tidak Menular mengatakan bahwa yang tergolong kedalam PTM antara lain adalah;
Penyakit kardiovaskuler (jantung, atherosklerosis, hipertensi, penyakit jantung koroner
dan stroke), diabetes mellitus serta kanker.
2. Prevalensi Penyakit Tidak Menular
Menurut data WHO, PTM merupakan penyebab kematian utama di dunia di
bandingkan penyebab lainnya. Hampir 80% kematian akibat PTM terjadi di Negara –
Negara berpenghasilan bawah - menengah (WHO, 2010).
Penyakit Tidak Menular (PTM) di Indonesia diprediksi akan mengalami peningkatan
yang signifikan pada tahun 2030. Sifatnya yang kronis dan menyerang usia produktif,
menyebabkan permasalahan PTM bukan hanya masalah kesehatan saja, akan tetapi
mempengaruhi ketahanan ekonomi Nasional jika tidak dikendalikan secara tepat, benar
dan kontinyu.
Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 diketahui bahwa penyakit tidak menular (PTM)
merupakan penyakit kronis yang tidak ditularkan dari orang ke orang. Data PTM dalam
Riskesdas 2013 meliputi : (1) asma; (2) penyakit paru obstruksi kronis (PPOK); (3)
kanker; (4) DM; (5) hipertiroid; (6) hipertensi; (7) jantung koroner; (8) gagal jantung; (9)
stroke; (10) gagal ginjal kronis; (11) batu ginjal; (12) penyakit sendi / rematik.
Selain penyakit kanker, penyakit tidak menular (PTM) yang menyebabkan kematian
tertinggi di dunia adalah penyakit kardiovaskuler. Tingginya angka mortalitas tersebut
disebabkan oleh faktor risiko utama, yaitu peningkatan tekanan darah. Peningkatan
tekanan darah seseorang akan meningkatkan risiko terkena stroke dan penyakit jantung
koroner (WHO, 2011). Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu keadaan
tekanan darah seseorang > 140/90 mmHg (Essop & Naidoo, 2009). Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi dibedakan menjadi 2, yaitu: hipertensi primer dan sekunder.
Hipertensi primer / esensial merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan
telah mendominasi 95% kasus-kasus hipertensi. Sementara itu, hipertensi sekunder (5%)
adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain, seperti penyakit parenkim ginjal,
penyakit renovaskuler, endokrin, sindrom Cushing, dan hipertensi gestasional (Gray,
2002).
Global Atlas on Cardiovascular Diseases Prevention and Control 2011, PTM
meningkatkan 36 juta kematian di dunia antara lain: penyakit jantung dan pembuluh
darah (kardiovaskular) 48%(17,3 juta), kanker 21%(7,5 juta), penyakit saluran
pernapasan kronis 12% (4,3 juta),dan penyakit diabetes melitus 3% (1 juta). Hampir 80%
kematian akibat PTM terjadi di negara - negara berpenghasilan rendah dan sedang sekitar
17 juta kematian akibat penyakit kardiovaskular (penyakit jantung, stroke, dan penyakit
pembuluh darah perifer), 3 juta diantaranya terjadi pada usia dibawah 60 tahun. WHO
pada tahun 2006- 2008 diperkirakan sebanyak 5,4 juta orang di dunia meninggal akibat
rokok. Ada kecenderungan prevalensi perokok ini selalu meningkat dari waktu ke waktu.
Global Adult Tembacco Survey (GATS) tahun 2011 menemukan di Indonesia terdapat
perokok laki -laki (67%), perokok perempuan (2,7%)
B. Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi abnormal dan diukur paling tidak pada 3
kesempatan yang berbeda (Corwin, 2009). Sedangkan menurut Wijaya dan Putri (2013)
hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara
abnormal dan terus menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang
disebabkan suatu atau beberapa faktor resiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya
dalam mempertahankan tekanan darah secara normal. Hipertensi adalah meningkatnya
tekanan darah arteri yang persisten (Nurarif dan Kusuma, 2013).
2. Etiologi
Menurut Sagala (2009), hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume
sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR). Peningkatan salah satu dari ketiga
variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi.
Peningkatan TPR yang berlangsung lama dapat terjadi pada peningkatan rangsangan
saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan dari arteriol terdapat
rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh
darah. Pada peningkatan TPR, jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan
demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah melintas
pembuluh darah yang menyempit. Hal ini disebut peningkatan dalam afterload jantung
dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolik. Apabila peningkatan
afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertrofi
(membesar). Hipertrofi menyebabkan kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin
meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi
untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai
tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan
kontraktilitas dan volume sekuncup (Hayens, 2003)
3. Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor pada medula di otak, dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada
titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf
pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Sagala, 2009).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat
sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi (Sagala, 2009).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang
menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya,
yang dapat memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung
mencetus keadaan hipertensi (Sagala, 2009)

4. Tanda dan Gejala Hipertensi


Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang
tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat
(kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil
(edema pada diskus optikus).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala sampai
bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukan adanya kerusakan vaskuler, dengan
manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah
bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia
(peningkatan urinasi pada malam hari) dan azetoma [peningkatan nitrogen urea darah
(Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin]. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat
menimbulkan strok atau serangan iskemiktransien yang bermanifestasi sebagai paralisis
sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam penglihatan (Sagala, 2009).
Menurut Sagala (2009)
menyebutkan bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami
hipertensi bertahun-tahun berupa : nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual
dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial, penglihatan kabur akibat
kerusakan retina akibat hipertensi, ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan
susunan saraf pusat, nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerolus, edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah,
sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain
lain (Sagala,2019).

5. Faktor faktor Resiko Hipertensi


1. Usia
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan
bertambahnya umur maka semakin tinggi mendapat resiko hipertensi. Insiden
hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering disebabkan oleh
perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung, pembuluh darah dan
hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun akan menaikkan insiden
penyakit arteri koroner dan kematian prematur (Yulianti, 2005).
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi dimana
pada masa muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-laki dan
pada wanita lebih tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita mengalami
menopause.
3. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu masalah terjadinya
hipertensi. Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari
orang tua kita memiliki riwayat hipertensi maka sepanjang hidupnya memiliki
kemungkinan 25% terkena hipertensi (Sagala, 2009).
4. Garam dapur
Garam dapur merupakan faktor yang sangat dalam patogenesis hipertensi.
Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam
yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan hipertensi
yang rendah jika asupan garam antara 5- 15 gram perhari, prevalensi hipertensi
meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi
terjadai melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah
(Basha, 2004 dalam Sagala, 2009)
5. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat diubah, adapun hubungan merokok
dengan hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan peningkatan tekanan darah
karena nikotin akan diserap pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan
oleh pembulu darah hingga ke otak, otak akan bereaksi terhadap nikotin dengan
memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas efinefrin (Adrenalin). Hormon
yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk
bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Selain itu, karbon monoksida
dalam asap rokok menggantikan oksigen dalam darah. Hal ini akan menagakibatkan
tekanan darah karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen yang
cukup kedalam organ dan jaringan tubuh (Sagala, 2009)
6. Aktivitas/ Olahraga
Aktivitas sangat mempengaruhi terjadinya hipertensi, dimana pada orang
yang kurang aktvitas akan cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang
lebih tinggi sehingga otot jantung akan harus bekerja lebih keras pada tiap kontraksi.
Otot jantung semakin keras dan sering memompa maka makin besar tekanan yang
dibebankan pada arteri (Sagala, 2009).
7. Depresi/Stress
Depresi juga sangat erat merupakan masalah yang memicu terjadinya
hipertensi dimana hubungan antara depresi dengan hipertensi diduga melalui
aktivitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara
intermiten (tidak menentu). Depresi yang berkepanjangan dapat mengakibatkan
tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti akan tetapi angka
kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal
ini dapat dihubungkan dengan pengaruh depresi yang dialami kelompok masyarakat
yang tinggal di kota (Dunitz, 2001 dalam Sagala, 2009).
6. Komplikasi Hipertensi
1. Stroke
Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi.Stroke
dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteriarteri yang memperdarahi otak
mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang
diperdarahinya berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami arterosklerosis dapat
melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma (Sagala,
2009).
Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba, seperti, orang
bingung, limbung atau bertingkah laku seperti orang mabuk, salah satu bagian tubuh
terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku,
tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak
(Santoso, 2006). Infark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang
arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah
tersebut.Karena hipertensi kronik dan hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen
miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang
menyebabkan infark.Hipertropi ventrikel dapat juga menimbulkan perubahan-
perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia,
hipoksia jantung, dan peningkatan resiko pembentukan bekuan (Sagala, 2009)
2. Gagal Ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi
pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Rusaknya glomerolus, darah akan mengalir
keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi
hipoksia dan kematian. Rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui
urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang
sering dijumpai pada hipertensi kronik (Sagala, 2009).
3. Gagal Jantung
Gagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang
kembalinya kejantung dengan cepat mengakibatkan cairan terkumpul di paru, kaki
dan jaringan lain sering disebut edema. Cairan didalam paru – paru menyebabkan
sesak napas,timbunan cairan ditungkai menyebabkan kaki bengkak atau sering
dikatakan edema (Sagala, 2009). Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi
maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan
peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium
diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolap dan terjadi koma
serta kematian (Sagala, 2009).
7. Pengendalian Hipertensi
Pengendalian hipertensi pada umumnya dilakukan oleh keluarga dengan
memperhatikan pola hidup dan menjaga psikis dari anggota keluarga yang menderita
hipertensi.Pengaturan pola hidup sehat sangat penting pada klien hipertensi guna untuk
mengurangai efek buruk dari pada hipertensi. Adapun cakupan pola hidup antara lain
berhenti merokok, mengurangi kelebihan berat badan, menghindari alkohol, modifikasi
diet. Dan yang mencakup psikis antara lain mengurangi stress, olahraga, dan istirahat
(Sagala, 2009).
1. Berhenti Merokok
Merokok sangat besar peranannya meningkatkan tekanan darah, hal ini
disebabkan oleh nikotin yag terdapat didalam rokok yang memicu hormon
adrenalin yang menyebabkan tekanan darah meningkat. Nikotin diserap oleh
pembuluh-pembuluh darah didalam paru dan diedarkan keseluruh aliran darah
lainnya sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah.Hal ini menyebabkan kerja
jantung semakin meningkat untuk memompa darah keseluruh tubuh melalui
pembuluh darah yang sempi

2. Mengurangi Kelebihan berat badan


Pengurangan berat badan juga menurunkan resiko diabetes, penyakit
kardiovaskular, dan kanker. Tubuh yang berat akan semakin tinggi tekanan darah,
jika menerapkan pola makan seimbang maka dapat mengurangi berat badan dan
menurunkan tekanan darah dengan cara yang terkontrol
3. Menghindari alcohol
Alkohol dalam darah merangsang adrenalin dan hormon –hormon lain yang
membuat pembuluh darah menyempit atau menyebabkan penumpukan natrium
dan air. Minum-minuman yang beralkohol yang berlebih juga dapat
menyebabkan kekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium dan mengurangi
mengkonsumsi alkohol dapat menurunkan tekanan sistolik 10 mmhg dan
diastolik 7 mmhg.
4. Modifikasi diet
Modifikasi diet atau pengaturan diet sangat penting pada klien hipertensi,
tujuan utama dari pengaturan diet hipertensi adalah mengatur tentang makanan
sehat yang dapat mengontrol tekanan darah tinggi dan mengurangi penyakit
kardiovaskuler.Ada empat macam diet untuk menanggulangi atau minimal
mempertahankan keadaan tekanan darah yakni : diet rendah garam, diet rendah
kolestrol, lemak terbatas serta tinggi serat, dan rendah kalori bila kelebihan berat
badan (Sagala, 2009).
5. Manajemen Stres/depresi
Stres/depresi tidak menyebabkan hipertensi yang menetap, tetapi depresi
berat dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah yang bersifat sementara yang
sangat tinggi. Apabila periode depresi sering terjadi maka akan mengalami
kerusakan pada pembuluh darah, jantung dan ginjal sama halnya seperti yang
menetap (Sagala, 2009).
6. Aktivitas Olahraga
Manfaat olah raga yang sering di sebut olah raga isotonik seperti jalan kaki,
jogging, berenang dan bersepeda sangat mampu meredam hipertensi. Pada olah
raga isotonik mampu menyusutkan hormone noradrenalin dan hormon – hormon
lain penyebab naiknya tekanan darah. Hindari olah raga isometrik seperti angkat
beban, karena justru dapat menaikkan tekanan darah (Mayer, 1980 dalam Sagala,
2009). Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh energi sel dalam
tubuh, istirahat dapat dilakukan dengan meluangkan waktu. Waktu istirahat itu
perlu dilakukan secara rutin diantara ketegangan jam bekerja sehari – hari.
Istirahat juga bukan berarti melakukan rekreasi yang melelahkan, tetapi yang
dimaksudkan dengan istirahat adalah usaha untuk mengembalikan stamina tubuh
dan mengembalikan keseimbangan hormon dan dalam tubuh (Sagala, 2009)
BAB III

ASUAHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS TEORI AGREGAT DEWASA


DENGAN MASALAH HIPERTENSI

Pengkajian

1.

Anda mungkin juga menyukai