Anda di halaman 1dari 7

NAMA = AGUNG JUNI SETIAWAN

NIM 2213310005
MATA KULIAH = PERPAJAKAN

1. kapan dimulainya kewajiban pajak seseorang?


Kewajiban pajak seseorang dimulai setelah memenuhi syarat subjektif
dan objektif.
jelaskan sanksi yang di berikan apabila seseorang tidak memiliki npwp
sementara dari segi persyaratan seseorang tsb sudah diwajibkan memiliki
npwp?
Seseorang yang tidak memiliki npwo dapat dikenai sanksi berupa :
1) Terkena potongan Pajak Penghasilan (PPh) tinggi
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang tidak memiliki npwp akan
dikenakan denda sebesar 20% yang seharusnya hanya 5% saja.
2) Sulitan mengajukan pinjaman bank
Hal ini dapat terjadi karena npwp memang menjadi salah satu
syarat dokumen untuk dilampirkan saat mengajukan kredit ke
bank.
3) Menghambat perjalanan ke luar negeri
Untuk ke luar negeri kita membutuhkan visa sedangkan salah satu
persyaratan untuk membuat visa yaitu memerlukan npwp.

2. A. NPWP
Npwp adalah nomor yang diberikan kepada wajib Pajak sebagai identitas
wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya pajak.
Fungsi npwp antara lain :
1) Sarana dalam administrasi perpajakan.
2) Tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak
dan kewajiban perpajakannya.
3) Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan
administrasi perpajakan.
Syarat untuk membuat npwp untuk orang pribadi hanya membutuhkan
fotocopy KTP sedangkan untuk Wajib Pajak badan memerlukan :
1) fotokopi akta pendirian atau dokumen pendirian.
2) fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak salah satu pengurus.
3) fotokopi dokumen izin usaha.
B. PKP
Pkp adalah pengusaha orang pribadi atau badan yang melakukan usaha
dalam bidang Barang/jasa yang dikenai pajak.
Fungsi pkp antara lain :
1) Sebagai identitas pkp yang bersangkutan.
2) Pengawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban di bidang
PPN dan PPnBM
3) Sarana dalam pemenuhan kewajiban pajak pertambahan nilai &
pajak penjualan barang mewah (PPnBM).
Untuk syarat mengajukan pkp sendiri itu ada 2 yaitu syarat objektif dan
syarat subjektif.
Syarat objektif Mengisi formulir pengajuan pkp dengan melampirkan :
1) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) Direktur atau Pemilik
Usaha
2) Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Direktur atau
Pemilik Usaha
3) Fotokopi NPWP perusahaan
4) Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP)
5) Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) dan Tanda
Daftar Perusahaan (TDP)
6) Fotokopi akta perusahaan
7) Surat kuasa bermaterai (jika pengurusan selain direktur atau
pimpinan).
Syarat subjektif meliputi gambaran kegiatan usaha, yang dibuktikan
dengan dokumen berikut:
1) Laporan keuangan bulan terakhir (neraca atau laporan laba-rugi)
2) Daftar aset perusahaan secara terperinci.
3) Foto tempat kegiatan usaha.
4) Denah lokasi kegiatan usaha.

3. Pengertian penetapan dan ketetapan pajak


Pengertian penetapan pajak menurut pasal 12 ayat (2) UU KUP
disebutkan bahwa “Jumlah Pajak yang terutang menurut Surat
pemberitahuan yang disampaikan oleh wajib pajak adalah jumlah pajak
yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.” Hal ini menegaskan bahwa surat pemberitahuan (SPT) yang
telah disampaikan oleh wajib pajak dianggap benar.
Pengertian ketetapan pajak menurut pasal 12 ayat (3) UU KUP yang
menyebutkan “apabila direktur jenderal pajak mendapatkan bukti jumlah
pajak yang terutang menurut surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak benar, direktur jenderal pajak menetapkan jumlah
pajak yang terutang.” Hal ini menegaskan bahwa peranan fiskus adalah
untuk menguji kebenaran SPT yang disampaikan oleh wajib pajak
melalui self assessment tersebut.
Mekanisme yang bisa dilakukan oleh wajib pajak apabila tidak
menyetujui atas ketetapan pajak yang telah ditetapkan oleh dirjen pajak
adalah dengan cara mengajukan keberatan banding dan peninjauan
kembali
A. keberatan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan suatu ketetapan pajak
dengan mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur
Jenderal Pajak paling lambat 3 bulan sejak tanggal dikirim surat
ketetapan pajak. Syarat pengajuan keberatan antara lain :
1) Mengajukan surat keberatan kepada direktur jenderal pajak
atau kepala kantor pelayanan pajak setempat atas SKPKB,
SKPKBT, SKPLB, SKPN, dan pemotongan dan
pemungutan oleh pihak ketiga.
2) Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan
mengemukakan jumlah pajak terutang menurut perhitungan
wajib pajak dengan menyebutkan alasan-alasan yang jelas.
3) Wajib pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar
paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak
dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan atau pembahasan
akhir hasil verifikasi, sebelum surat keberatan disampaikan
B. Banding
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan
Keberatan atas keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak
masih dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak. Syarat
pengajuan banding adalah:
1) Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan
keberatan diterima dilampiri surat Keputusan Keberatan
tersebut.
2) Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat
Banding.
C. Peninjauan kembali
Apabila wajib pajak masih belum puas dengan putusan banding,
maka wajib pajak masih memiliki hak mengajukan peninjauan
kembali yang hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah
Agung melalui Pengadilan Pajak.

4. SPT
SPT adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melaporkan
penghitungan atau pembayaran pajak
Jenis-jenis SPT
1) SPT Tahunan
SPT Tahunan adalah SPT untuk satu tahun pajak
2) SPT Masa
SPT Masa Pajak ialah jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib
pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang
terutang. Untuk SPT Masa sendiri terdiri dari :
 SPT Masa Pajak Penghasilan (PPh)
 SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

5.
No Jenis pajak Batas penyetoran Sanksi Batas Sanksi
keterlambatan pelaporan
pembayaran
1. Pasal 21 Tgl 10 bulan 2% per bulan Tgl 20 bulan Rp. 100.000
berikutnya dari jumlah berikutnya
pajak terutang
2. Pasal 22 impor yang 1 hari berikutnya 2% per bulan Hari kerja Rp. 100.000
pemungutan oleh dari jumlah terakhir
bea cukai pajak terutang minggu
berikutnya
Pasal 22 Hari yang sama 2% per bulan 14 hari setelah Rp. 100.000
pemungutan oleh dengan dari jumlah masa pajak
bendaharawan pembayaran atas pajak terutang berakhir
pembayaran
barang
Pasal 22 migas Tgl 10 bulan 2% per bulan Tgl 20 bulan Rp. 100.000
berikutnya dari jumlah berikutnya
pajak terutang
Pasal 22 Tgl 10 bulan 2% per bulan Tgl 20 bulan Rp. 100.000
pemungutan oleh berikutnya dari jumlah berikutnya
wp badan tertentu pajak terutang
Pasal 22 impor Saat penyelesaian 2% per bulan Rp 100.000
setor dokumen PIB dari jumlah
sendiri(dilunasi pajak terutang
bersamaan dengan
bea
masuk,PPM,PPnBm
3. Pasal 23 Tgl 10 bulan 2% per bulan Tgl 20 bulan Rp. 100.000
berikutnya dari jumlah berikutnya
pajak terutang
4. Pasal 25 Tgl 15 bulan 2% per bulan Tgl 20 bulan Rp. 100.000
berikutnya dari jumlah berikutnya
pajak terutang
5. PPh pasal 4 (2) Tgl 15 bulan 2% per bulan Tgl 20 bulan Rp. 100.000
setor sendiri berikutnya dari jumlah berikutnya
pajak terutang
PPh pasal 4 (2) Tgl 10 bulan 2% per bulan Tgl 20 bulan Rp. 100.000
pemotongan berikutnya dari jumlah berikutnya
pajak terutang
6. PPh badan Jangka waktu 1 2% per bulan 4 bulan setelah Rp.
(tahunan) (satu) tahun dari jumlah masa pajak 1.000.000
kalender kecuali pajak terutang berakhir
bila wajib pajak
menggunakan
tahun buku yang
tidak sama
dengan tahun
kalender
7. Pph op (tahunan) Jangka waktu 1 2% per bulan 3 bulan setelah Rp. 100.000
(satu) tahun dari jumlah masa pajak
kalender kecuali pajak terutang berakhir
bila wajib pajak
menggunakan
tahun buku yang
tidak sama
dengan tahun
kalender

6. E-billing pajak adalah aplikasi pembayaran pajak secara elektronik atau


cara setor pajak online menggunakan sistem billing (billing system)
dirjen pajak. Tata cara pembayaran E-biling system :
1) Log in ke laman djponline.pajak.go.id.
2) Masukkan NPWP, password, dan kode keamanan untuk login ke
akun Anda.
3) Selanjutnya pilih menu e-Billing System.
4) Pilih pada menu Isi SSE.
5) Kemudian Anda akan mendapat form Surat Setoran Elektronik
(SSE) yang harus Anda isi.
6) Data pada formulir tersebut akan terisi otomatis. Yang perlu Anda
ubah hanya pada kolom Jenis Pajak, Jenis Setoran, Masa Pajak,
Tahun Pajak, Uraian Pajak yang dibayarkan, dan Jumlah Setoran.
7) Setelah merampungkan pengisian, klik Simpan.
8) Klik pada pilihan Kode Billing.
9) Klik Cetak Kode Billing.
10) Setelah mendapatkan Kode Billing, bayar pajak online
lewat bank, kantor pos, atau ATM yang Anda gunakan. Bisa juga
melalui internet banking jika Anda menggunakan fasilitas tersebut.

7. Dalam Pasal 1 angka 29 UU KUP, disebutkan bahwa pembukuan adalah


suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban,
modal, penghasilan yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan
berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut.
Sementara, pencatatan merupakan pengumpulan data secara teratur
tentang penerimaan bruto atau penghasilan sebagai dasar untuk
menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang
bukan objek pajak atau yang dikenai pajak yang bersifat final. Pada
prinsipnya wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dan wajib pajak badan di Indonesia wajib
menyelenggarakan pembukuan. Kewajiban pembukuan ini diatur dalam
Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (UU KUP). Namun, kewajiban pembukuan itu dikecualikan
bagi wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan
diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma
penghitungan penghasilan neto (NPPN).

8. A. Pemeriksaan
Berdasarkan Pasal 1 Nomor 25 UU KUP, pemeriksaan adalah
serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, atau
bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan
suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Berdasarkan
tujuannya, pemeriksaan dibagi menjadi dua yaitu:
1) Pemeriksaan Khusus, dilakukan karena adanya indikasi
ketidakpatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, baik
berdasarkan data konkret maupun hasil analisis risiko.
2) Pemeriksaan Rutin, dilakukan sehubungan dengan pemenuhan hak
dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib Pajak
B. Pemeriksaan bukti permulaan dilakukan untuk menegaskan bahwa ada
dan terdapat bukti penyimpangan pajak yang dapat menjadi acuan untuk
dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan tersebut. Tidak
ada tindakan penyidikan tanpa didahului oleh pemeriksaan bukti
permulaan. Hal ini mengisyaratkan bahwa penyidikan dilakukan apabila
terdapat indikasi penyimpangan pajak yang didasarkan pada bukti per
mulaan. Dalam hal ini pemeriksaan bukti permulaan merupakan alat yang
bertujuan untuk mengungkapkan keberadaan bukti permulaan ada dugaan
terjadi tindak pidana perpajakan. Apabila ditemukan adanya
penyimpangan dan tindak pidana perpajakan maka akan ditindak lanjuti
ke arah penyidikan. Sebaliknya, jika tidak ditemukan bukti permulaan
adanya dugaan terjadi penyimpangan dan tindak pidana perpajakan maka
informasi, data, laporan atau pengaduan itu tidak dapat dijadikan sebagai
alat bukti untuk memberikan legalitas adanya dugaan terjadinya tindak
pidana perpajakan.
C. Penyidikan pajak merupakan salah satu proses penegakan hukum di
bidang perpajakan untuk menilai kepatuhan para wajib pajak. Dalam
Pasal 1 angka 31 Undang-Undang No 6 Tahun 1983 s.t.d.d. Undang-
Undang No 28 Tahun 2007 tentang UU KUP diatur mengenai definisi
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan. Dalam pasal itu
disebutkan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah
serangkaian tindakan yang dilakukan penyidik untuk mencari serta
mengumpulkan bukti. Pengumpulan bukti itu ditujukan

Anda mungkin juga menyukai