Anda di halaman 1dari 23

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jaringan Periodontal


Jaringan periodontal merupakan jaringan yang mengelilingi dan gigi
mendukung yang mencakup gingiva, sementum, tulang alveolar, serta ligamen
periodontal.6 Fungsi utama periodonsium adalah untuk melekatkan gigi pada
jaringan tulang rahang dan mempertahankan integritas permukaan mukosa dalam
rongga mulut.7

2.1.1 Gingiva
Gingiva adalah bagian dari mukosa oral yang mengelilingi leher gigi dan
menutupi prosesus alveolaris. Gingiva meluas dari margin gingiva ke muco-
gingiva junction dan menyambung ke mukosa alveolar yang lebih bebas. Keadaan
gingiva yang sehat berwarna merah mudah, kokoh, bertepi tajam dan berlekuk –
lekuk mengikuti bentuk kontur gigi.7

Gambar 1. Gambaran Gingiva Normal16

Gingiva secara anatomi dibedakan menjadi empat bagian, yaitu:


1. Marginal gingiva
Marginal gingiva atau unattached gingiva adalah tepi ujung/ terminal atau
perbatasan dari gingiva yang mengelilingi gigi seperti kerah baju. Marginal
gingiva dibatasi dengan suatu lekukan yang dangkal dari attached gingiva yang
berdekatan, yang biasanya disebut free gingiva groove. Biasanya lebarnya sekitar
1 mm, membentuk dinding jaringan lunak dari sulkus gingiva.6

2. Sulkus gingiva
3

Sulkus gingiva adalah celah dangkal atau ruang di sekitar gigi yang dibatasi
oleh permukaan gigi pada satu sisi dan lapisan epitel dari free margin gingiva di
sisi lain. Sulkus gingiva berbentuk V dan dapat dikur dengan probe sonde ( probe
periodontal ) yang dimasukkan ke dalamnya. Penentuan klinis kedalam sulkus
gingiva merupakan parameter diagnostik yang penting. Pada kondisi yang benar-
benar normal atau kondisi ideal, kedalaman sulkus gingiva adalah sekitar nol.6
Pada gingiva yang sehat secara klinis pada manusia terdapat sulkus dengan
kedalaman tertentu. Kedalaman sulkus ini dilaporkan 1,8 mm sedangkan studi lain
melaporkan masing-masing kedalaman, 1,5 mm dan 0,69 mm. Kedalaman
probing pada sulkus gingival yang normal secara klinis pada manusia adalah 2-3
mm.6
3. Gingiva cekat / Attached gingiva
Gingiva cekat tidak terpisah dengan marginal gingiva. Attached gingiva
keras, kenyal, dan mengelilingi periousteum tulang alveolar dengan kuat. Lebar
gingiva cekat bervariasi pada daerah yang berbeda dalam rongga mulut, dan
berkisar antara kurang dari 1 mm sampai 9 mm. Lebar gingva cekat meningkat
seiring dengan usia dan pada gigi supra erupsi.6
4. Interdental gingiva
Interdental gingiva menempati embrasure gingiva yang berupa ruang
kosong di bawah daerah kontak gigi. Interdental gingiva terdiri dari dua papila,
satu di fasial, dan lainnya di lingual. Interdental gingiva dapat berbentuk piramida
atau berbentuk col,6
Bentuk gingiva dalam ruang interdental bergantung pada titik kontak di
antara dua gigi yang berdampingan dengan ada atau tidak adanya beberapa
keadaan resesi.6
4

Gambar 2. Bagian Gingiva8

2.1.2 Tulang Alveolar


Tulang alveolar adalah bagian tulang rahang yang menopang gigi-geligi.
Tulang ini sebagian bergantung pada gigi dan setelah tanggalnya gigi akan terjadi
resorpsi tulang. Prosessus alveolaris tidak terlihat pada keadaan tidak bergigi.
Tulang dari prosessus alveolaris tidak berbeda dengan tulang pada bagian tubuh
lainnya. Tulang ini mempunyai bidang fasial dan lingual dari tulang kompakta
yang dipisahkan oleh trabekulasi konselus. Tulang konselus ini terkonsentrasi
disekitar gigi untuk membentuk dinding soket gigi atau lamina kiribosa. Lamina
kiribosa terperforasi seperti saringan sehingga sejumlah besar hubungan
pembuluh vaskuler dan saraf dapat terbentuk diantara ligamentum periodontal dan
ruang trabekula. Plat kiribosa terdiri dari lamina tipis tulang kompakta yang
mengelilingi peripheral akar ke ligamentum periodontal.7

Gambar 3. Tulang Alveolar9

2.1.3 Sementum
Sementum adalah struktur yang menutupi permukaan luar anatomis pada
akar. Sementum terdiri dari matriks yang terkalsifikasi yang mengandung serabut
5

kolagen. Dua jenis utama sementum adalah sementum aseluler (primer) dan
seluler (sekunder). Keduanya terdiri dari matriks interfibrilar yang terkalsifikasi
dan fibril kolagen.8
Sementum aseluler (primer) adalah sementum yang pertama kali terbentuk,
menutupi kurang lebih 1/3 servikal atau hingga sepanjang dari akar, dan tidak
mengandung sel-sel. Sementum ini di bentuk sebelum gigi mencapai bidang
oklusal.6
Sementum seluler (sekunder) terbentuk setelah gigi mencapai bidang
oklusal, bentuknya kurang teratur dan mengandung sel-sel pada rongga – rongga
yang terpisah yang berhubungan satu sama lain melalui anatomosis kanalikulus.6

Gambar 4. Sementum

2.1.4 Ligamen Periodontal


Ligamen Periodontal merupakan jaringan ikat serabut kolagen yang
mengelilingi akar gigi dan melekat pada prosesus alveolar. Ligamen periodontal
tidak hanya menghubungkan gigi ke tulang rahang tetapi juga menopang gigi
pada soketnya dan menyerap beban yang mengenai gigi. Fungsi dari ligament
periodontal adalah untuk mendukung gigi, memelihata hubungan fisiologi antara
sementum dan tulang, sebagai pemasok nutrisi, fungsi formatif atau pembentukan,
dan fungsi sensori. 7,10
Ketebalan ligamen periodontal bervariasi dari 0,1-0,3 mm. Ligamen dengan
ketebalan terlebar ada pada bagian mulut soket dan apeks gigi, sementara ligamen
dengan ketebalan tersempit ditemukan pada aksis rotasi gigi yakkni terletak
sedikit ke apikal dari pertengahan akar.7

Gambar 5. Ligamen Periodontal8


6

2.1.5 Pengertian Penyakit Periodontal


Penyakit periodontal adalah keradangan pada jaringan periodontal
pendukung yang di tandai oleh terjadinya migrasi juctional epithelium kearah
apikal disertai dengan hilangnya perlekatan dan resobsinya puncak tulang
alveolar. Penyakit periodontal di awali dengan keradangan pada daerah gingiva
atau gingivitis, yang apabila tidak dirawat dapat berlanjut ke jaringan pendukung
dibawahnya atau periodontitis.10

2.1.6 Etiologi Penyakit Periodontal


Sebagian besar penyakit periodontal disebabkan infeksi bakteri walaupun
terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi jaringan periodontal, yaitu:10
1. Faktor resiko
a. Plak
Ada beberapa macam plak bakteri, tetapi yang berhubungan dengan
penyakit periodontal dapat dibagi menjadi dua tipe utama. Tipe plak yang pertama
terdiri dari mikroorganisme yang padat, menumpuk, berkolonisasi tumbuh dan
melekat ke permukaan gigi plak Mikroorganisme yang berperan yaitu Tanerella
forsythia, Porphyromona gingivalis, Treponema denticola.10 Tipe plak ini dapat
berupa plak supragingiva dan subgingiva . Tipe kedua adalah plak subgingiva
yang berbatas atau menempel secara longgar diantara jaringan lunak dan
permukaan gigi.6
b. Kalkulus
Kalkulus adalah masa terkalsifikasi atau berkalsifikasi yang melekat
kepermukaan gigi. Kalkulus melekat ke plak dental yang mengalami mineralisasi.
Plak yang lunak menjadi keras karena pengendapan garam-garam mineral yang
dimulai antara hari pertama sampai hari ke empat belas dari pembentukan plak.
Kalkulus dibagi menjadi dua tipe yaitu :11
1. Kalkulus Supragingiva
Merupakan kalkulus yang terletak di bagian koronal margin gingiva.
Kalkulus supra biasanya berwarna putih kekuningan dan keras dengan konsistensi
mudah terlepas dari permukaan gigi. Lokasi yang biasanya menjadi tempat
7

perkembangan kalkulus supragingiva adalah permukaan bukal molar rahang atas


dan permukaan lingual dari gigi anterior mandibular karena permukaan gigi ini
mempunyai self-cleansing yang rendah.11

Gambar 7. Kalkulus Supragingiva12


2. Kalkulus Subgingiva.
Merupakan kalkulus yang terletak di bawah margin gingiva, oleh karena itu
kalkulus ini tidak terlihat terutama pada pemeriksaan klinis. Kalkulus ini biasanya
berwarna coklat tua atau hitam kehijau-hijauan dan konsistensinya keras serta
melekat erat pada permukaan gigi.11

Gambar 8. Kalkulus Subgingiva 12


c. Merokok
Merokok merupakan faktor penting dalam terjadinya periodontitis dan dapat
mengubah patogenesisnya. Perokok memiliki flora bakteri yang berbeda dan
kurang merespon perawatan sebaik perokok. Keadaan ini disebabkan penekanan
fungsi imun, perubahan flora subgingiva dan penurunan metabolisme tulang. Pada
perokok terjadi peningkatan yang bermakna dari jumlah dan kemampuan respon
sel T.10

2. Faktor sistemik
a. Faktor penuaan
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa insidensi penyakit periodontal
meningkat seiring dengan bertambahnya usia selain itu pada orang lanjut usia
sering ditemukan kehilangan perlekatan jaringan periodontal dan resopsi tulang
alveolar.6
b. Stress emosional dan psikososial
Mekanisme aksi faktor-faktor psikososial terhadap jaringan periodonsium
adalah berupa tidak memperhatikan oral hygiene, perubahan asupan makanan,
8

bruksisme, perubahan pada mikrosirkulasi gingiva, perubahan aliran saliva dan


komponen-komponennya, perubahan kerja sistem endokrin, dan menurunnya
resistensi inang.13
c. Kelainan darah
Inflamasi gingiva dan periodontitis kronis secara histopatologi ditandai
dengan infiltrasi sel-sel radang seperti leukosit, PMN, lImfosit. makrofag dan sel
plasma. Sel darah (Sel darah merah dan platelet) lainnya terlibat dalam nutrisi
jaringan periodontal, hemostasis dan penyembuhan luka. Oleh karena itu kelainan
darah asistemik dapat memberikan pengaruh besar terhadap jaringan periodontal.6
3. Faktor lingkungan
Seseorang yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi cenderung
mendapatkan akses kesehatan yang lebih mudah dan pada waktu yang bersamaan
pula tingginya level edukasi yang diterima bisa meningkatkan keasadaran akan
menjaga kesehatan rongga mulut.14 Pendidikan seseorang mempengaruhi
pekerjaan yang didapat sehingga menyebabkan perbedaan tingkat penghasilan
yang rendah sampai pada tingkat penghasilan yang tinggi, tergantung pada
pekerjaan yang ditekuni.

2.1.7 Klasifikasi Penyakit Peridontal


Klasifikasi penyakit periodontal yang terbaru diperkenalkan dan disikusikan
pada International Workshop for the Classification of the Periodontal Disease
oleh American Academy of Periodontology (AAP) pada tahun 1999. AAP
mengemukakan bahwa ada beberapa kelompok utama dari penyakit periodontal
yaitu penyakit periodontitis kronis, periodontitis agresif, dan periodontitis akibat
manifestasi penyakit sistemik.7
a. Periodontitis kronis
Periodontitis merupakan suatu penyakit peradangan jaringan pendukung
gigi yang disebabkan oleh kelompok mikroorganisme tertentu yang
mengakibatkan penghancuran ligamen periodontal dan tulang alveolar. Kondisi
ini disertai dengan pembentukan pada poket periodontal akibat migrasi apikal dari
junctional epithelium, terjadi resesi gingiva, atau kombinasi keduanya.15 Penyakit
yang menyerang pada gingiva dan jaringan pendukung gigi ini merupakan
9

penyakit infeksi yang serius dan apabila tidak segera dilakukan perawatan yang
tepat dapat mengakibatkan kehilangan gigi.16

Periodontitis krois

Gambar 9. Tanda Klinis Periodontitis Kronis12


Salah satu bentuk penyakit periodontitis yang paling sering terjadi adalah
periodontitis kronis. Periodontitis kronis merupakan penyakit yang disebabkan
oleh faktor lokal dan sistemik. Walaupun periodontitis kronis merupakan penyakit
yang sering ditemui pada orang dewasa, ternyata juga dapat terjadi pada anak-
anak dan remaja.7
Periodontitis kronis diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahannya dan
tempatnya. Berdasarkan keparahannya meliputi periodontitis ringan yaitu
kehilangan perlekatan sebesar 1 – 2 mm (Gambar 10. a), periodontitis sedang
yaitu kehilangan perlekatan sebesar 3- 4 mm (Gambar 10. b), dan periodontitis
parah yaitu kehilangan perlekatan lebih dari 5 mm (Gambar 10. c). Sedangkan
berdasarkan tempatnya dibagi menjadi 2 klasifikasi yaitu ada periodontitis lokal
yang melibatkan < 30% jaringan periodontal dan periodontitis general yang
melibatkan > 30% jaringan periodontal. 7

(a) (b) (c)


Gambar 10. Keparahan periodontitis : (a) periodontitis ringan, (b)
periodontitis sedang, (c) periodontitis parah14
10

c. Periodontitis agresif
Periodontitis agresif dikenal sebagai early-onset periodontitis.
Periodontitis agresif ini biasanya mempengaruhi individu sehat yang berusia di
bawah 30 tahun.7 Periodontitis agresif diklasifikasikan berdasarkan perluasan
penyakitnya, yakni periodontitis agresif lokal dan periodontitis agresif general.
Periodontitis agresif lokal biasanya mengenai gigi molar satu atau gigi insisiv
satu. Sedangkan periodontitis agresif general mengenai minimal 3 gigi selain gigi
molar satu dan isisivus pertama.17

Gambar 11. Tanda Klinis Periodontitis Agresif16

2.1.8 Patogenesis Penyakit Periodontal


1. Gingivitis
Tahapan terjadinya penyakit periodontal diawali dengan gingivitis yang secara
klinis dikategorikan dalam initial, early, established stage, serta advanced stage
yang menandai terjadinya periodontitis.7
a. Initial lesion
Manifestasi yang pertama pada peradangan gingiva adalah adanya
perubahan vaskular yang meliputi dilatasi kapiler dan peningkatan aliran darah.
Pada tahap ini perubahan terdeteksi dalam junctional epithelium dan jaringan ikat
perivaskular. Sebagai contoh , matirks jaringan ikat perivascular menjadi berubah
dan terdapat eksudat serta deposit fibrin di dalam area tersebut. Peningkatan
migrasi leukosit dan akumulasinya di dalam sulkus gingiva mungkin berkolerasi
dengan peningkatan aliran cairan gingiva kedalam sulkus.7

b. Early lesion
Merupakan kelanjutan dari initial lesion yang berkembang dalam kurun
waktu 1 minggu setelah akumulasi plak. Tanda klinis pada tahap ini adalah
11

adanya eritema yang disebabkan oleh poliferasi kapiler. Tanda klinis lain yang
muncul pada tahap ini adalah bleeding on probing. Aliran cairan gingiva dan
jumlah transmigrasi leukost mencapai batas maksimum antara 6-12 hari setelah
gingivitis.7
c. The established lesion
Tahap ini disebut juga gingivitis kronis yang berlangsing 2 – 3 minggu
setelah akumulasi plak awal. Pembuluh dara menjadi besar dan padat, aliran vena
terganggu, dan aliran darah lambat. Perubahan ini danamakan localized gingival
anoxemia yang memperlihatkan warna gingiva merah kebiruan.7
d. The advanced lesion
Tahap ini merupakan perluasan lesi ke tulang alveolar atau fase kerusakan
periodontal. Gingivitis akan berkembang menjadi periodontitis hanya pada
individu yang rentan.7
2. Periodontitis
Infeksi yang terjadi pada jalur periodontal akan di awali oleh penumpukan
plak dan kalkulus. Jalur periodontal merupakan port de entry melalui jaringan
penyangga gigi mulai dari gingiva hingga ke struktur periodontal. Infeksi yang
terjadi pada jalur ini akan di awali oleh penumpukan plak dan kalkulus.
Kebersihan rongga mulut yang tidak terjaga dengan baik, atau posisi gigi yang
berdesakan akan mengakibatkan sisa makanan dan debris mudah menempel pada
gigi. Debris akan menginisiasi terbentuk pelikel yang tidak teratur pada
permukaan gigi hingga daerah sementum. Pelikel yang bertambah tebal tersebut
akan terkalsifikasi. Selanjutnya kristal kalsifikasi menciptakan ikatan yang kuat di
permukaan gingiva membentuk plak dan kalkulus. Kalkulus menginisiasi
terjadinya gingivitis yang ditandai dengan adanya dilatasi vaskuler dan
peningkatan aliran gingival crevicular fluid. Terbentuknya eksudat inflamasi
menyebabkan degenerasi pada area sekitar jaringan konektif, termasuk gingival
fiber, bagian apikal dari kolagen junctional epithelium akan rusak, dan
mengakibatkan area tersebut mengalami edema oleh karena sel-sel inflamasi,
sehingga akan terbentuk poket periodontal. Kondisi tersebut akan mengakibatkan
pelebaran ligamen periodontal. Terbantuknya ruang pada jaringan periodontal
akan memudahkan invasi bakteri dan destruksi jaringan periodontal yang lebih
12

dalam melibatkan tulang alveolar. Hal ini menyebabkan terjadinya periodontitis.


Meluasnya manifestasi dari inflamasi dan kerusakan jaringan tampak secara
mikroskopis yaitu terdapat fibrosis pada daerah gingiva, dan adanya dominasi
neutrofil pada junctional epithelium. Selanjutnya terjadi collagen breakdown yaitu
menipisnya kolagen pada jaringan konektif, disertai osteoklas yang meresorbsi
tulang alveolar. Hal ini yang menyebabkan peningkatan derajat kegoyangan gigi.
Pada pemeriksaan radiografis akan didapatkan gambaran terputusnya kontinuitas
lamina dura, radiolusensi pada mesial atau distal gigi dan tahap lanjut akan
tampak penurunan alveolar crest pada interdental gigi. Apabila infeksi bakteri
menghasilkan produk purulen yang terlokalisir pada jaringan periodontal maka
terjadi abses periodontal dan secara klinis tampak sebagai abses gingiva. Infeksi
tersebut dapat menyebabkan terjadinya destruksi ligamen periodontal dan tulang
alveolar. Abses periodontal juga dapat terjadi oleh karena perluasan infeksi dari
apikal gigi (jalur pulpo periapikal). Namun apabila abses tersebut berasal dari
jalur periodontal, maka secara klinis tidak didapatkan perforasi pulpa atau gigi
non vital, terdapat kalkulus, terdapat poket yang dalam, gigi goyang, perkusi
nyeri, edema mendekati daerah servikal gigi, apabila sudah muncul fistula, maka
letak fistula berada di daerah keratinized gingiva. Pada pemeriksaan radiografis
didapatkan radiolusen pada lateral akar.3

2.2 Alzheimer

2.2.1 Definisi
Penyakit Alzheimer (AD), juga disebut sebagai Alzheimer, adalah
penyakit neurodegeneratif kronis yang biasanya mulai perlahan dan
berangsur-angsur memburuk dari waktu ke waktu. Alzheimer adalah
penyebab 60-70% kasus demensia. Gejala awal yang paling umum adalah
kesulitan dalam mengingat suatu peristiwa. Seiring perkembangan
penyakit, gejalanya dapat mencakup bahasa, disorientasi (termasuk mudah
13

tersesat), perubahan suasana hati, kehilangan motivasi, sulit merawat diri,


dan masalah perilaku. Ketika kondisi seseorang menurun, mereka sering
menarik diri dari keluarga dan masyarakat. Secara bertahap, fungsi tubuh
hilang, yang pada akhirnya menyebabkan kematian. Meskipun kecepatan
perkembangannya bisa bervariasi, usia harapan hidup setelah diagnosis
Alzheimer adalah tiga hingga sembilan tahun.1

2.2.2 Etiologi
Meskipun Penyebab Alzheimer disease belum diketahui, sejumlah
faktor yang saat ini berhasil diidentiifikasi yang tampaknya berperan besar
dalam timbulnya penyakit ini.2
Faktor genetik berperan dalam timbulnya Alzheimer Disease pada
beberapa kasus, seperti dibuktikan adanya kasus familial. Penelitian
terhadap kasus familial telah memberikan pemahaman signifikan tentang
patogenesis alzheimer disease familial, dan , mungkin sporadik. Mutasi di
paling sedikit empat lokus genetik dilaporkan berkaitan secara eksklusif
dengan AD familial. Berdasarkan keterkaitan antara trisomi 21 dan
kelainan mirip AP di otak yang sudah lama diketahui, mungkin tidaklah
mengherankan bahwa mutasi pertama yang berhasil diidentifikasi adalah
suatu lokus di kromosom 21 yang sekarang diketahui mengkode sebuah
protein yang dikenal sebagai protein prekursor amiloid (APP). APP
merupakan sumber endapan amiloid yang ditemukan di berbagai tempat di
dalam otak pasien yang menderita Alzheimer disease. Mutasi dari dua gen
lain, yang disebut presenilin 1 dan presenilin 2, yang masing- masing
terletak di kromosom 14 dan 1 tampaknya lebih berperan pada AD
familial terutama kasus dengan onset dini.2
Pengendapan suatu bentuk amiloid, yang berasal dari penguraian APP
merupakan gambaran yang konsisten pada Alzheimer disease. Produk
penguraian tersebut yang dikenal sebagai β- amiloid (Aβ) adalah
komponen utama plak senilis yang ditemukan pada otak pasien Alzheimer
disease, dan biasanya juga terdapat di dalam pembuluh darah otak.2
14

Hiperfosforilisasi protein tau merupakan keping lain teka-teki


Alzheimer disease. Tau adalah suatu protein intra sel yang terlibat dalam
pembentukan mikrotubulus intra akson. Selain pengendapan amiloid,
kelainan sitoskeleton merupakan gambaran yang selalu ditemukan pada
AD. Kelainan ini berkaitan dengan penimbunan bentuk hiperfosforilasi
tau, yang keberadaanya mungkin menggaggu pemeliharaan mikrotubulus
normal.2
Ekspresi alel spesifik apoprotein E (ApoE) dapat dibuktikan pada AD
sporadik dan familial. Diperkirakan ApoE mungkin berperan dalam
penyaluran dan pengolahan molekul APP. ApoE yang mengandung alel ε4
dilaporkan mengikat Aβ lebih baik daripada bentuk lain ApoE, dan oleh
karena itu, bentuk ini mungkin ikut meningkatkan pembentukan fibril
amiloid.2

2.2.3 Faktor Penyebab


1) Usia
Risiko terjadinya penyakit Alzheimer meningkat secara nyata
dengan meningkatnya usia, meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun pada
individu diatas 65 tahun dan 50% individu diatas 85 tahun mengalami
demensia.18
2) Jenis Kelamin
Beberapa studi prevalensi menunjukkan bahwa penyakit Alzheimer
lebih tinggi pada wanita dibanding pria. Angka harapan hidup yang
lebih tinggi dan tingginya prevalensi AD pada wanita yang tua dan
sangat tua dibanding pria. Kejadian demensia vaskular lebih tinggi pada
pria secara umum walaupun menjadi seimbang pada wanita yang lebih
tua.18
3) Riwayat Keluarga dan Faktor Genetik
Penyakit Alzheimer Awitan Dini (Early Onset Alzheimer
Disease/EOAD) terjadi sebelum usia 60 tahun, kelompok ini
menyumbang 6-7% dari kasus penyakit Alzheimer. Sekitar 13% dari
EOAD ini memperlihatkan transmisi autosomal dominan. Tiga mutasi
15

gen yang teridentifikasi untuk kelompok ini adalah amiloid-β protein


precursor pada kromosom 14 ditemukan pada 30-70% kasus, presenilin
pada kromosom 1 ditemukan pada kurang dari 5% kasus. Sampai saat
ini tidak ada mutasi genetik tunggal yang teridentifikasi untuk Penyakit
Alzheimer Awitan Lambat. Diduga faktor genetik dan lingkungan
saling berpengaruh. Diantara semua faktor genetik, gen Apolipoprotein
E (APOE E) yang paling banyak diteliti. Telaah secara sistematik studi
populasi menerangkan bahwa APOE E4 signifikan meningkatkan risiko
demensia penyakit Alzheimer terutama pada wanita dan populasi antara
55-56 tahun, pengaruh ini berkurang pada usia yang lebih tua (Ong dkk,
2015).
Sampai saat ini tidak ada studi yang menyebutkan perlunya tes
genetik untuk pasien demensia atau keluarganya. Apabila dicurigai
autosomal dominan, maka tes ini dapat dilakukan hanya setelah dengan
informed consent yang jelas atau untuk keperluan penelitian.

4) Faktor risiko infeksi


Infeksi seperti gingivitis dan periodontitis dapat menjadi faktor
risiko Alzheimer. Penyebaran infeksi dari gingivits dan periodontitis ke
otak dapat terjadi melalui jalur hematogen.

2.2.4 Stadium Alzheimer


Stadium awal atau demensia ringan berlangsung 2-4 tahun yang
ditandai dengan gejala yang sering diabaikan dan disalahartikan sebagai
usia lanjut atau sebagai bagian normal dari proses menua. Umumnya klien
menunjukkan gejala kesulitan dalam berbahasa, mengalami kemunduran
daya ingat secara bermakna, disorientasi waktu dan tempat, sering tersesat
16

ditempat yang biasa dikenal, kesulitan membuat keputusan, kehilangan


inisiatif dan motivasi, dan kehilangan minat dalam hobi dan agitasi.7
Stadium menengah atau demensia sedang berlangsung 2-10 tahun
yang ditandai dengan proses penyakit berlanjut dan masalah menjadi
semakin nyata. Pada stadium ini, klien mengalami kesulitan melakukan
aktivitas kehidupan sehari- hari dan menunjukkan gejala sangat mudah
lupa terutama untuk peristiwa yang baru dan nama orang, tidak dapat
mengelola kehidupan sendiri tanpa timbul masalah, sangat bergantung
pada orang lain, semakin sulit berbicara, membutuhkan bantuan untuk
kebersihan diri (ke toilet, mandi dan berpakaian), dan terjadi perubahan
perilaku, serta adanya gangguan kepribadian.22
Stadium lanjut atau demensia berat berlangsung 6-12 tahun ditandai
dengan ketidakmandirian dan inaktif total, tidak mengenali lagi anggota
keluarga (disorientasi personal), sukar memahami dan menilai peristiwa,
tidak mampu menemukan jalan di sekitar rumah sendiri, kesulitan
berjalan, mengalami inkontinensia (berkemih atau defekasi), menunjukkan
perilaku tidak wajar dimasyarakat, akhirnya bergantung dikursi roda atau
tempat tidur.21

2.2.5 Patofisiologi
Komponen utama patologi penyakit Alzheimer adalah plak senilis dan
neuritik, neurofibrillarytangles, dan hilangnya neuron/sinaps. Plak
neuruitik mengandung β-amyloid ekstraseluler yang dikelilingi neuritis
distrofik, sementara plak difus (atau nonneuritik) adalah istilah yang
kadang digunkan untuk deposisi amyloid tanpa abnormalitas neuron.
Deteksi adanya ApoE di dalam plak β-amyloid menunjukkan bukti
hubungan antara amylodogenesis dan ApoE. Plak neuritik juga
mengandung protein komplemen, mikroglia yang teraktivasi, sitokin-
sitokin, dan protein fase akut, sehingga komponen inflamasi juga dapat
terlibat pada patogenesis penyakit Alzheimer. Gen yang mengkode ApoE
terdapat di kromosom 19 dan gen yang mengkode amyloid prekursor
protein (APP) terdapat di kromosom 21. Adanya sejumlah plak senilis
17

adalah suatu gambaran patologis utama untuk diagnosis penyakit


Alzheimer. Sebenarnya jumlah plak meningkat seiring usia, dan plak ini
juga muncul di jaringan otak orang usia lanjut yang tidak demensia.
Dilaporkan bahwa satu dari tiga orang berusia 85 tahun yang tidak
demensia mempunyai deposisi amyloid yang cukup di korteks cerebri
untuk memenuhi kriteria diagnosis penyakit Alzheimer, namun apakah ini
mencerminkan fase preklinik dari penyakit, masih belum diketahui.20
Neurofibrillary tangles merupakan struktur intraneuron yang
mengandung protein tau yang terhiperfosforilasi pada pasangan filamen
helix. Individu usia lanjut yang normal juga diketahui mempunyai
neurofibrillary tangles di beberapa lapisan hippokampus dan korteks
entorhinal, tapi struktur ini jarang ditemukan di neokorteks pada seseorang
tanpa demensia. Neurofibrillary tangles inin tidak spesifik untuk penyakit
Alzheimer dan juga timbul pada penyakit dementia lannya.20

2.2.6 Gejala Klinis


Orang dengan alzheimer disease mengalami gangguan progresif daya
ingat dan fungsi kognitif lainnya. Gangguan mula-mula mungkin samar
dan mudah disalah-sangka sebagai depresi, penyakit penting lain pada usia
lanjut. Gangguan kognitif berlanjut terus, biasanya dalam waktu 5 hingga
15 tahun, yang menyebabkan disorientasi total dan hilangnya fungsi
bahasa dan fungsi luhur korteks lainnya. Pada sebagian kecil pasien, dapat
muncul kelainan gerakan khas parkinsonisme, biasanya berkaitan dengan
adanya pembentukan badan lewy.21
1. Gangguan memori
Muncul pada tahap awal, gangguan memori hal-hal yang baru lebih
berat dari yang lama, memori verbal dan visual juga terganggu,
memori procedural relatif masih baik
2. Gangguan perhatian
Muncul pada tahap awal, sulit untuk mengubah mental set, sulit untuk
mendorong perhatian dan perservasi, gangguan untuk
mempertahankan gerakan yang terus menerus 
18

3. Gangguan fungsi visuo-spasial


Muncul pada tahap awal, gangguan dalam hal menggambat dan
mencari.menemukan alur 
4. Gangguan dalam pemecahan masalah
Muncul pada tahap awal, gangguan hal abstraksi dan menyatakan
pendapat 
5. Gangguan dalam kemampuan berhitung(muncul pada tahap awal)
6. Gangguan kepribadian (kehilangan rem, agitasi, mudah tersinggung)
7. Gangguan isi pikiran seperti waham 
8. Gangguan afek, yaitu depresi 
9. Gangguan berbahasa
Sulit menemukan kata yang tepat, artikulasi dan komprehensi relative
masih baik
10. Gangguan persepsi
Gangguan visual, penghiduan, dan pendengaran: halusinasi, ilusi.
11. Gangguan praksis apraksia ideasional dan ideomotor
12. Gangguan kesadaran dari penyakit
Menolak pendapat bahwa dia sakit, mungkin diikuti waham,
konfabulasi, dan indifference
13. Gangguan kemampuan sosial (muncul dikemudian har)
14. Defisit motoric (muncul dikemudian hari, relative ringan)
15. Inkontinensia urin dan alvi (muncul dikemudian hari)
16. Kejang/epilepsy (muncul dikemudian hari)19

2.2.7 Diagnosis Alzheimer


Menurut DSM IV, Kriteria diagnosis klinis untuk probable
penyakit Alzheimer mencakup:
a. Demensia yang tidtegakkan oleh pemeriksaan klinis dan tercatat
dengan pemeriksaan the mini-mental test,Blessed Dementia Scale,atau
pemeriksaan sejenis,dan dikonfirmasi oleh tes neuropsikologis
b. Defisit pada dua atau lebih area kognitif
19

c. Tidak ada gangguan kesadaran


d. Awitan antara umur 40 dan 90, umumnya setelah umur 65 tahun
e. Tidak adanya kelinan sistemik atau penyakit otak lain yang dapat
menyebabkan defisit progresif pada memori dan kognitif 20

Diagnosis probable penyakit Alzheimer didukung oleh:


a. Penurunan progresif fungsi kognitif spesifik seperti
afasia,apraksia,dan agnosia
b. Gangguan aktivitas hidup sehari-hari dan perubahan pola perilaku
c. Riwayat keluarga dengan gangguan yang sama,terutama bila sudah
dikonfirmasi secara neuropatologi
d. Hasil laboratorium yang menunjukkan
e. Pungsi lumbal yang normal yang dievaluasi dengan teknik standar
Pola normal atau perubahan yang nonspesifik pada EEG,seperti
peningkatan atktivitas slow-wave
f. Bukti adanya atrofi otak pada pemeriksaan CT yang progresif dan
terdokumentasi oleh pemeriksaan serial 20

Gambaran klinis lain yang konsisten dengan diagnosis probable


penyakit Alzheimer, setelah mengeksklusi penyebab demensia selain
penyakit Alzheimer:20
a. Perjalanan penyakit yang progresif namun lambat (plateau)
b. Gejala-gejala yang berhubungan seperti depresi, insomnia,
inkontinensia, delusi, halusinasi, verbal katastrofik, emosional,
gangguan seksual, dan penurunan berat badan
c. Abnormalitas neurologis pada beberapa pasien,terutama pada penyakit
tahap lanjut,seperti peningkatan tonus otot,mioklunus,dan gangguan
melangkah
d. Kejang pada penyakit yang lanjut
e. Pemeriksaan CT normal untuk usianya
20

Gambaran yang membuat diagnosis probable penyakit Alzheimer menjadi


tidak cocok adalah: 20
a. Onset yang mendadak dan apolectic
b. Terdapat defisit neurologis fokal seperti hemiparesis,gangguan
sensorik,defisit lapang pandang,dan inkoordinasi pada tahap awal
penyakit;dan kehang atau gangguan melangkah pada saat awitan atau
tahap awal perjalanan penyakit

Diagnosis possible penyakit Alzheimer:


a. Dibuat berdasarkan adanya sindrom demensia, tanpa adanya
gangguan neurologis psikiatrik,atau sistemik alin yang dapat
menyebabkan demensia, dan adandya variasi pada awitan,gejala
klinis,atau perjalanan penyakit
b. Dibuat berdasarkan adanya gangguan otak atau sistemik sekunder
yang cukup untuk menyebabkan demensia,namun penyebab
primernya bukan merupakan penyabab demensia

Kriteria untuk diagnosis definite penyakit Alzheimer adalah:


a. Kriteria klinis untuk probable penyakit Alzheimer
b. Bukti histopatologi yang didapat dari biopsi atau atutopsi

2.2.8 Pemeriksaan penunjang


1. Neuropatologi Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya
konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan atrofi yang
bilateral, simetris, sering kali berat otaknya berkisar 1000 gr (850-
1250gr).Beberapa penelitian mengungkapkan atropi lebih menonjol
pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks
21

oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh.


Kelainan-kelainan neuropatologi pada penyakit Alzheimer terdiri dari:
a. Neurofibrillary Tangles (NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang terbuat dari filamenfilamen
abnormal yang berisi protein neurofilamen, ubiquine, epitoque.
NFT ini juga terdapat pada neokorteks, hipokampus, amigdala,
substansia alba, lokus seruleus, dorsal raphe dari inti batang otak.
NFT selain didapatkan pada penyakit Alzheimer, juga ditemukan
pada otak manula, down syndrome, parkinson, SSPE, sindroma
ektrapiramidal, supranuklear palsy. Densitas NFT berkolerasi
dengan beratnya demensia.21
b. Senile Plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi akibat degenerasi nerve
ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat amiloid
ektraseluler, astrosit, mikroglia. Protein prekursor amiloid yang
terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile
plaque ini terutama terdapat pada neokorteks, amygdala,
hipokampus, korteks piriformis, dan sedikit didapatkan pada korteks
motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual, dan
auditorik.Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan perifer. Perry
(1987) mengatakan densitas Senile plaque berhubungan dengan
penurunan kolinergik. Kedua gambaran histopatologi (NFT dan
senile plaque) merupakan gambaran karakteristik untuk penderita
penyakit Alzheimer. 21

c. Degenerasi neuron
Ada pemeriksaan mikroskopik perubahan dan kematian neuron pada
penyakit Alzheimer sangat selektif. Kematian neuron pada
neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus
temporal dan frontalis. Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala,
nukleus batang otak termasuk lobus serulues, raphe nukleus, dan
substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik terutama pada
22

nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada


lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis,
nukleus tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan
saraf pada neuron kolinergik yang berdegenerasi pada lesi
eksperimental binatang dan ini merupakan harapan dalam
pengobatan penyakit Alzheimer. 21
d. Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang berbentuk oval dan
dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan secara
bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering
didapatkan pada korteks temporomedial, amygdala dan insula.
Tidak pernah ditemukan pada korteks frontalis, parietal, oksipital,
hipokampus, serebelum dan batang otak.
2. CT Scan dan MRI. Merupakan metode non invasif yang beresolusi
tinggi untuk melihat kuantifikasi perubahan volume jaringan otak
pada penderita Alzheimer antemortem.Pemeriksaan ini berperan
dalam menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia
lainnya selain Alzheimer seperti multi infark dan tumor serebri.Atropi
kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan
gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini.
Tetapi gambaran ini juga didapatkan pada demensia lainnya seperti
multi infark, parkinson, binswanger sehingga kita sukar untuk
membedakan dengan penyakit Alzheimer. Penipisan substansia alba
serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala
klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental.
3. EEG Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang
suklinis.Sedang pada penyakit Alzheimer didapatkan perubahan
gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik.22
4. PET (Positron Emission Tomography). Pada penderita Alzheimer,
hasil PET ditemukan penurunan aliran darah, metabolisme O2, dan
glukosa di daerah serebral. Uptake I. 123 sangat menurun pada
regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi
23

kognisi dan selalu sesuai dengan hasil observasi penelitian


neuropatologi.
5. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) Aktivitas I.
123 terendah pada regio parieral penderita Alzheimer. Kelainan ini
berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif.
Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara
rutin.23

2.3 Hubungan Penyakit Periodontal dengan Alzheimer

Penyebaran infeksi dari penyakit periodontal ke otak dapat melalui jalur


hematogen.3 Bakteri penyebab alzheimer adalah bakteri anaerob. Plak dental
menjadi sumber utama mikroorganisme ini, khususnya pada pasien dengan
penyakit periodontal. Pada penyakit periodontal dijumpai sekitar 500 spesies
mikroorganisme yang didominasi oleh bakteri anaerob gram negatif. Bakteri
periodontal yang dapat menyebabkan alzheimer adalah Porphyromonas
gingivalis.5 Penyebaran infeksi ini terjadi secara hematogen, dimulai dengan
infeksi jaringan sekitar gigi, sehingga pembuluh darah akan mengalami
vasodilatasi. Salah satu tujuan vasodilatasi tersebut agar terjadi ekstravasasi PMN
dalam pembuluh darah menuju daerah yang terinfeksi. Namun, endotoksin yang
dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut juga dapat mengakibatkan kerusakan
pada pembuluh darah. Peningkatan permeabilitas dan kerusakan dinding
pembuluh darah menjadi jalan masuk bakteri ke dalam pembuluh darah. Bakteri
kemudian masuk ke sistem vaskuler dan akan mengikuti aliran darah menuju ke
otak. Agen infeksi mampu menginduksi respon inflamasi di otak, yang ditandai
oleh disfungsi sawer darah darah otak, terjadinya migrasi sel-sel peradangan ke
jaringan otak, dan peningkatan produksi sitokin pro-inflamasi di otak. Kondisi
tersebut akan mengaktivasi mikroglia dan astrosit dijaringan otak sehingga terjadi
produksi radikal bebas dan semakin meningkatnya produksi sitokin pro-
inflamasi.4 Akibatnya mikroglia akan menjadi lebih aktif dari keadaan normalnya.
Mikroglia kemudian akan menginduksi produksi beta amyloid dan hiperfosforilasi
protein tau.5 Beta amyloid dihasilkan dari pemotongan Amyloid Precursor Protein
24

(APP) oleh beta secretase (BACE1) dan gamma secretase. Produksi beta amyloid
berlebih akan membentuk plak yang sukar larut dalam cairan plasma sehingga
sukar dieliminasi dari tubuh. Efek beta amyloid terhadap sel-sel saraf merupakan
efek neurotoksik yang menyebabkan apoptosis sel-sel saraf sehingga
perkembangannya terganggu.20
Selain itu hiperfosforilasi protein tau dapat mengakibatkan terbentuknya
Neurofibrillary Tangles (NTs) yang akan mengakibatkan disfungsi sinaps atau
neuron dan hilangnya neuron selektif diikuti dengan adanya penurunan
neurotransmitter.21

Anda mungkin juga menyukai