Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DINAS KESEHATAN
UPT PUSKESMAS MENGWI II
Jl. Raya TumbakBayuh-Pererenan,Br. Gunungpande- Tumbakbayuh
Tlp. (0361) 8442063 , (0361) 9075411
Email: mengwidua@gmail.com,Website : http//dikes.badung.go.id/puskesmasmengwidua
Menyetujui
(Penanggungjawab UKM Esensial) Pemegang Program
Mengetahui
Kepala UPT. Puskesmas Mengwi II
1. Pendahuluan
Dewasa ini, pembangunan kesehatan di Indonesia dihadapkan pada masalah dan
tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan perubahan
lingkungan strategis, baik secara nasional maupun global. Penerapan desentralisasi di
bidang kesehatan dan pencapaian sasaran Millenium Development Goals (MDGs)
merupakan contoh masalah dan tantangan yang perlu menjadi perhatian seluruh
stakeholder bidang kesehatan, khususnya para pengelola program, dalam menyusun
kebijakan dan strategi agar pelaksanaannya menjadi lebih efisien dan efektif.
Program pencegahan dan pengendalian penyakit menular telah mengalami
peningkatan capaian walaupun penyakit infeksi menular masih tetap menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang menonjol terutama TB, Malaria, HIV-AIDS, DBD dan Diare.
Angka kesakitan DBD masih tinggi, yaitu sebesar 65,57 per 100.000 penduduk pada tahun
2010, sedangkan angka kematian dapat ditekan di bawah 1 persen, yaitu 0,87 persen.
Target pengendalian DBD tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian
Kesehatan 2010-2014 dan KEPMENKES 1457 tahun 2003 tentang Standar Pelayanan
Minimal yang menguatkan pentingnya upaya pengendalian penyakit DBD di Indonesia
hingga ketingkat Kabupaten/Kota bahkan sampai ke desa. Melalui pelaksanaan program
pengendalian penyakit DBD diharapkan dapat berkontribusi menurunkan angka kesakitan,
dan kematian akibat penyakit menular di Indonesia.
2. Latar Belakang
Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat
dan endemis di hampir seluruh Kota/Kabupaten di Indonesia. Sejak ditemukan pertama kali
pada tahun 1968 hingga saat ini jumlah kasus DBD dilaporkan meningkat dan penyebarannya
semakin meluas mencapai seluruh provinsi di Indonesia (33 provinsi). Penyakit ini seringkali
menimbulkan KLB di beberapa daerah endemis tinggi DBD.
Sejak tahun 2005, nampak adanya kecenderungan penurunan CFR DBD. Sedikit
peningkatan nampak pada tahun 2009. Kecenderungan penurunan tersebut tidak nampak pada
IR DBD per 100.000 penduduk. IR DBD sejak 2006 hingga 2010 cenderung fluktuatif. Pada
tahun 2010 jumlah kasus DBD yang dilaporkan sebanyak 155.777 penderita (IR: 65,57/100.000
penduduk) dengan jumlah kematian sebanyak 1.358 (CFR0,87 %).
3. Tujuan
a. Umum
Untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mencegah dan melindungi diri dari
penularan DBD melalui perubahan perilaku (PSN DBD) dan kebersihan lingkungan.
b. Khusus
1. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian DBD
2. Menurunkan jumlah kelompok masyarakat yang berisiko terhadap penularan
DBD
3. Melaksanakan penanganan penderita sesuai standar
4. Menurunkan angka kesakitan DBD
5. Menurunkan angka kematian akibat DBD
c. Pengendalian vektor
Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa dan jentik
nyamuk. Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan untuk
memutuskan rantai penularan antara nyamuk yang terinfeksi kepada manusia.
Pada
fase jentik dilakukan upaya PSN dengan kegiatan 3M Plus :
1. Secara fisik dengan menguras, menutup dan memanfaatkan barang bekas
2. Secara kimiawi dengan larvasidasi
3. Secara biologis dengan pemberian ikan
4. Cara lainnya (menggunakan repellent, obat nyamuk bakar, kelambu,
memasang
kawat kasa dll)
Kegiatan pengamatan vektor di lapangan dilakukan dengan cara :
1. Mengaktifkan peran dan fungsi Juru Pemantau Jentik (Jumantik) dan
dimonitor
olah petugas Puskesmas.
2. Melaksanakan bulan bakti “Gerakan 3M” pada saat sebelum musim
penularan.
3. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) setiap 3 bulan sekali dan dilaksanakan
oleh
petugas Puskesmas.
4. Pemantauan wilayah setempat (PWS) dan dikomunikasikan kepada
pimpinan wilayah pada rapat bulanan POKJANAL DBD, yang
menyangkut hasil pemeriksaan Angka Bebas Jentik (ABJ).
d. Peningkatan peran serta masyarakat
Sasaran peran serta masyarakat terdiri dari keluarga melalui peran PKK dan
organisasi kemasyarakatan atau LSM, murid sekolah melalui UKS dan
pelatihan guru, tatanan institusi (kantor, tempat0tempat umum dan tempat
ibadah).
e. Sistem kewaspadaan dini (SKD) dan penanggulangan KLB
Upaya SKD DBD ini sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya KLB dan
apabila telah terjadi KLB dapat segera ditanggulang dengan cepat dan tepat. Upaya
dilapangan yaitu dengan melaksanakan kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE) dan
penanggulangan seperlunya meliputi foging fokus, penggerakan masyarakat dan
penyuluhan untuk PSN serta larvasidasi. Demikian pula kesiapsiagaan di RS untuk
dapat manampung pasien DBD, baik penyediaan tempat tidur, sarana logistik, dan
tenaga medis, paramedis dan laboratorium yang siaga 24 jam. Pemerintah daerah
menyiapkan anggaran untuk perawatan bagi pasien tidak mampu.
f. Penyuluhan
Promosi kesehatan tentang penyakit DBD tidak hanya menyebarkan leaflet atau
poster tetapi juga ke arah perubahan perilaku dalam pemberantasan sarang nyamuk
sesuai dengan kondisi setempat. Metode ini antara lain dengan COMBI, PLA dsb.
g. Kemitraan/jejaring kerja
Disadari bahwa penyakit DBD tidak dapat diselesaikan hanya oleh sektor kesehatan
saja, tetapi peran lintas program dan lintas sektor terkait sangat besar. Wadah
kemitraan telah terbentuk melalui SK KEPMENKES 581/1992 dan SK
MENDAGRI 441/1994 dengan nama Kelompok Kerja Operasional (POKJANAL).
Organisasi ini merupakan wadah koordinasi dan jejaring kemitraan dalam
pengendalian DBD.
h. Monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi ini dilaksanakan secara berjenjang dari tingkat
kelurahan/desa sampai ke pusat yang menyangkut pelaksanaan pengendalian DBD,
dimulai dari input, proses, output dan outcome yang dicapai pada setiap tahun.\
6. Sasaran
a. Individu, keluarga dan masyarakat di tujuh tatanan dalam PSN yaitu tatanan rumah
tangga, institusi pendidikan, tempat kerja, tempat-tempat umum, tempat penjual
makanan, fasilitas olah raga dan fasilitas kesehatan yang secara keseluruhan di
daerah terjangkit DBD mampu mengatasi masalah termasuk melindungi diri dari
penularan DBD di dalam wadah organisasi kemasyarakatan yang ada dan mengakar
di masyarakat.
b. Lintas program dan lintas sektor terkait termasuk swasta/dunia usaha, LSM dan
organisasi kemasyarakatan mempunyai komitmen dalam penanggulangan penyakit
DBD.
c. Penanggungjawab program mampu membuat dan menetapkan kebijakan operasional
dan menyusun prioritas dalam pengendalian DBD.
d. SDM bidang kesehatan Kabupaten/Kota, Kecamatan dan Desa/Kelurahan
6 Penyuluhan Puskesmas
dan
Tempat
Kunjungan
7 Kemitraan/jejaring Wilayah
kerja Puskesmas