Anda di halaman 1dari 8

1.

WARGA DEPOK MENGADU KE DPRD KARENA DI TUDUH DUDUKI TANAH


PEMERINTAH

Seorang warga Kompleks Pelni, Kelurahan Baktijaya, Kecamatan Sukmajaya, mengadu ke


DPRD Kota Depok lantaran tanahnya disegel satuan polisi Pamong Praja atau Satpol PP.

Boy Nurdin, pemilik lahan, menuduh penyegelan dilakukan atas dasar laporan yang tidak
benar. “Jadi tanah saya dianggap sebagai fasos fasum (fasilitas sosial dan fasilitas umum)
milik pemerintah, sehingga dilakukan penyegelan,” katanya saat ditemui di DPRD Depok,
Selasa 4 Januari 2022.

Boy mengatakan penyegelan dilakukan oleh Satpol PP Kota Depok pada 30 Desember 2021.
Hal ini membuat proyek pembangunan yang sedang dijalankan olehnya terhenti.

Ia mengklaim memiliki bukti legalitas yang jelas terhadap lahan yang dibelinya 2014 lalu.
"Sebagai orang yang mengerti hukum, tentu (saya) mengecek dulu, kan, legalitasnya. Tidak
mungkin kami beli mau kecil, mau besar, kek, enggak mungkin asal beli, kan,” kata Boy.

Atas keluhan itulah, Boy mengajukan audiensi kepada Komisi A DPRD Kota Depok untuk
menyelesaikan persoalan tersebut.

Ketua Komisi A DPRD Kota Depok Hamzah mengatakan dari hasil audiensi didapati bahwa
Boy merupakan pemilik sah tanah tersebut dan bukan termasuk dalam fasos fasum
Pemerintah Kota Depok.

“Bagian aset bagian kota menyatakan bahwa lahan tersebut bukan sebagai aset pemerintah
kota atau bukan sebagai fasos fasum Pemerintah Kota Depok,” kata politikus Partai Gerindra
tersebut.Terkait Izin Mendirikan Bangunan (IMB), kata Hamzah, pemilik tanah pun telah
memilikinya yang dikeluarkan 2014. Namun, memang perlu diperbaharui, karena IMB-nya
tunggal, sementara pemilik tanah berencana membangun 6 unit rumah di sana.

“IMB bunyinya rumah tinggal tunggal yang dikeluarkan pada 2014, (sementara di lapangan),
menjadi 5 atau 6 unit, maka harus diperbarui,” kata Ketua Komisi A DPRD Kota Depok itu.
2. PANGLIMA TNI ANDIKA MINTA WARGA LAPORKAN ANGGOTANYA JIKA
TERLIBAT KASUS TANAH

Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa meminta masyarakat untuk melaporkan jika ada
keterlibatan anggota TNI dalam sengketa lahan atau kasus lainnya.

"Jika ada masyarakat yang tahu kasus yang melibatkan anggota TNI dalam hal tanah dan
lainnya mohon kami dilaporkan, saya pastikan kita akan tegakkan," katanya di Ambon,
Kamis 9 Desember 2021.

Ditanya soal masalah lahan di Maluku, Andika Perkasa mengatakan tidak mengetahui jika
ada masalah lahan yang melibatkan anggota TNI.

"Saya justru tidak tahu, Pangdam jika tahu tolong laporkan ke saya. Jika terlibat masalah
tanah dalam kapasitas sebagai apa," katanya.

Andika menjelaskan pihaknya bukan pemilik kewenangan perihak masalah sengketa tanah,
biarkan pihak yang memiliki kewenangan yakni Kapolda, Kejari atau Kejati dalam hal
penegakan.

Ia memastikan institusinya akan menegakkan aturan, walaupun kewenangan penindakan


bukan ada pada pihaknya. "Saya janji kita akan bantu menelusuri dan kalau ditemukan ada
keterlibatan kita tegakkan hukum," ujarnya.

Andika berharap kerja sama dari masyarakat untuk membantu melaporkan anggota TNI yang
melanggar hukum dan berjanji TNI akan melindungi pelapor. "Jangan segan-segan untuk
melapor apabila ada penyimpangan dari prajurit TNI," ujarnya.
3. SENGKRUT LAHAN ROCKY GERUNG . DKPP SEBEUT PENYEBAB BANYAK
KASUS TANAH DI BOGOR

Bogor - Kepala Bidang Pertanahan Dinas Pemukiman Kawasan Perumahan dan Pertanahan
(DPKPP) Kabupaten Bogor Eko Mujiarto menyatakan selain kasus Rocky Gerung, masih
banyak kasus sengketa tanah di wilayahnya. Dia menyebut Kabupaten Bogor dan Jawa Barat
adalah wilayah yang paling banyak kasus sengketa lahan jika dibanding dengan wilayah lain
di Indonesia.

"Sebab di Bogor ini banyak lahan bekas HGU yang digunakan tidak begitu baik prosedur
peralihannya dan banyak digunakan tidak sesuai peruntukannya," kata Eko di kantornya,
Senin 27 September 2021.

Dia memberi contoh, lahan yang semula digunakan untuk perkebunan kini telah diubah
menjadi permukiman, bahkan banyak villa mewah berdiri di lahan HGU.

Eko mengatakan ada banyak sengketa lahan bekas HGU, yaitu eks lahan PT Perkebunan, di
Kabupaten Bogor, mulai dari ujung wilayah timur, barat dan selatan. Di wilayah timur,
misalnya, ada kasus Rocky Gerung versus PT Sentul City. Di wilayah selatan ada ilegal
okupansi di atas lahan milik PTPN VIII.

"Maka dibentuk tim Satgas Khusus Agraria, untuk melakukan inventarisir dan pendataan
lahan-lahan eks HGU. Jika masih dikelola warga dan sesuai peruntukannya berkebun dan
bertani, bisa saja kami ajukan ke pemerintah pusat untuk bisa dimiliki," kata Eko.

Namun sebaliknya, jika tidak sesuai peruntukan lahan hal tersebut akan menjadi masalah.
"Kan HGU itu mayoritas untuk berkebun dan bertani, bukan untuk membangun villa. Itu
kalau menyalahi aturan tentu akan dicarikan solusinya atau bisa kena penertiban," ucap Eko.

Penelusuran Tempo, banyak lahan HGU telah berubah fungsi. Ada juga lahan yang
dijaminkan oleh perusahaan yang terjerat kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI)
disita negara, namun secara fisik dikelola pihak lain seperti kasus di Sukamakmur dan
Jasinga.

"Untuk permasalahan-permasalahan itu, kami menunggu hasil pendataan dan inventarisir tim
satgas agraria. Jika semuanya sudah terdata dan jelas history-nya, kami akan langsung
koordinasi dengan pemerintah pusat dalam hal ini kementerian agraria," kata Eko. Kepala
Bidang Pertanahan DPKPP Kabupaten Bogor itu berharap sengkarut lahan yang berdampak
pada sengketa lahan Rocky Gerung vs Sentul City maupun kasus sengketa lain bisa
diselesaikan dengan win-win solution. "Melalui pendekatan dan komunikasi antar pihak,"
ujarnya.
4. KASUS SENGKETA LAHAN DI ARU , HAKIM PN DOBO AKAN DI LAPORKAN
KE MAHKAMAH AGUNG

Kuasa Hukum masyarakat adat Desa Marafenfen, Kecamatan Aru Selatan, Kabupaten
Kepulauan Aru, Maluku mengancam akan melaporkan majelis hakim pengadilan Negeri
Dobo ke Mahkamah Agung. Pelaporan merupakan buntut dari sengketa lahan adat antara
warga adat dan TNI AL.

Langkah tersebut diambil kuasa hukum masyarakat adat Desa Marfenfen, karena hakim
Pengadilan Negeri Dobo dinilai telah mengabaikan fakta-fakta persidangan dan tidak
memihak kepada kebenaran. “Kita bisa saja proses pidana dan yang pasti kita akan proses
hakimnya ke Mahkamah Agung. Kita akan ambil langkah itu,” kata Semuel Waileruny
kepada wartawan, Jumat (19/11/2021). Sidang sengketa lahan seluas 689 hektar antara warga
adat Desa Marafenfen dan TNI AL telah diputuskan majelis hakim Pengadilan Negeri Dobo
pada Rabu (17/11/2021).

Hakim memutuskan menolak gugatan warga dan memenangkan pihak TNI AL atas
kepemilikan lahan yang disengketakan tersebut. Menurut Semuel, majelis hakim telah
mengabaikan banyak fakta persidangan. Mereka juga tidak mempertimbangkan bukti dan
keterangan saksi yang dihadirkan di pengadilan. “Mereka (hakim) sudah mengabaikan
sejumlah fakta persidangan, mengabaikan bukti dan keterangan saksi,” ujarnya.

Terkait putusan hakim tersebut, Semual mengaku, pihaknya telah mengambil keputusan
untuk melakukan banding. “Kita akan tempuh jalur banding untuk proses selanjutnya. Kita
juga akan tempuh jalur lain seperti ke konas HAM dan lain-lain karena lokasi yang diambil
AL itu sebagai lokasi berkebun lokasi berburu masyarakat,” ungkapnya.

Dia memaparkan, masalah antara warga adat Desa Marfenfen dan pihak TNI AL itu berawal
saat TNI AL mendatangi desa tersebut pada 1991 silam. Saat itu, TNI AL langsung membuat
patok dan setelah itu mereka kembali bersama badan pertanahan untuk mengukur tanah
tersebut. “Mereka (TNI AL) datang tanpa permisi lalu patok tanah dan setelah itu mereka
kembali dengan Agraria lalu ukur tanah iitu. Mereka bilang itu tanah negara,” kata Semuel.
Menurut Semual untuk memuluskan langkah terhadap penguasaan lahan tersebut, TNI AL
kemudian memanipulasi dukungan dari sekitar 100 warga berupa kesepakatan pelepasan
lahan. Padahal banyak warga yang tercantum di dokumen itu tidak berada di Aru dan
sebagian lagi ternyata masih anak-anak. “Masyarakat berangkat dua kali ke Jakarta untuk
melakukan perlawanan meminta TNI AL keluar, lalu TNI AL bikin administrasinya seakan-
akan masyarakat sudah musyawarah untuk melepaskan tanah itu ke AL," ujar dia. "Tapi
setelah diteliti dari 100 orang itu ternyata ada yang belum lahir, ada anak-anak dan ada yang
di Ambon di Dobo, di Sorong, ada juga masyarakat bukan penduduk asli,” lanjutnya.

Dia mengaku, anak-anak yang dicatut TNI AL dalam data dukungan pelepasan lahan itu telah
dihadirkan dalam persidangan. Namun hakim tidak mempertimbangkan fakta tersebut.
Semual mengaku manipulasi yang dilakukan untuk menguasai lahan warga adat itu sebagai
sebuah kejahatan besar. “Ini sebuah penipuan dan kejahatan yang sangat luar biasa besar,”
katanya.

Terkait hal terebut, Komandan Pangkalan Utama TNI AL (Danlantamal) IX Ambon, Brigjen
TNI (Mar) Said Latuconsina menegaskan apa yang dituduhkan itu tidaklah benar. “Tidak
benar kita merampas tanah adat masyarakat. Itu tanah negara yang dari dulu sudah ada di situ
dan sudah disertifikasi oleh Negara dalam hal ini oleh TNI AL,” kata Komandan Pangkalan
Utama TNI Angkatan Laut (Lanal) IX Ambon, Brigjen TNI (Mar), Said Latuconsina kepada
Kompas.com saat dihubungi via telepon, Kamis (18/11/2021). Said menjelaksan, selama ini
hubungan TNI AL dengan warga Desa Marafenfen sangat baik dan tidak ada masalah
apapun.

Said mengaku, ada pihak yang senagaja mewacanakan lahan seluas 689 hektar yang saat ini
dikuasai TNI AL dengan bukti sertifikat itu merupakan tanah adat yang dirampas TNI AL.
Menurutnya pihak yang memeainkan wacana tersebut sebenarnya bukan warga asli dari Desa
Marafenfen. sebab selama ini hubungan TNI AL dengan warga desa tersebut sangat baik. “Ini
yang yang mempermasalahkan (warga) Marfenfen yang mana, marga boleh sama tapi mereka
ini dari luar bukan orang dari situ, orang-orang yang sudah tinggal di mana-mana lalu
dimanfaatkan untuk menggugat tanah itu, padahal tanah itu kan sudah bersertifkat dan itu
tanah negara,” ungkapnya. Dia mengungkapkan siapa pun boleh berspekulasi dan mengklaim
status kepemilikan tanah tersebut, namun fakta secara hukum di pengadilan, lahan tersebut
milik TNI AL.

“Makanya pada sidang itu kan pembuktiannya di situ kalau mereka bisa buktikan itu tanah
mereka itu tanah adat harusnya mereka menang di sidang, tapi faktanya kan tidak. Faktanya
gugatan mereka ditolak,” tegasnya. Menurutnya pada saat pembuktian di lapangan, warga
yang mengklaim tanah tersebut milik mereka juga tidak bisa membuktikan dan menunjukkan
di mana batas-batas tanah yang mereka klaim milik mereka. “Mereka tidak bisa menunjukan
batas-batas lahan itu, jadi yang dibilang tanah adat itu mereka tidak bisa menunjukan dan
proses itu sudah lama dan selama ini tidak ada masalah," katanya. "Hubungan kita dengan
masyarakat marfenfen di sana baik kita saling membantu kita bantu ada yang sakit kita bawa
ke rumah sakit,” lanjut Danlantamal.
5. KLAIM LAHAN 2 HEKTAR MILIKNYA DIKUASAI PENGEMBANG , OJOL DI
TANGSEL AKAN TEMPUH JALUR HUKUM

Pengemudi Ojek Online (Ojol) Rijal Usman (51) dan keluarganya, yang diduga menjadi
korban mafia tanah dan lahannya dikuasai pengembang Jaya Real Property akan tempuh jalur
hukum. Rijal mengatakan, dia bersama kuasa hukumnya akan melaporkan peristiwa yang
membuat lahan seluas 2 hektar milik keluarganya di kawasan Pondok Ranji berpindah tangan
ke pengembang, meski tidak pernah dijual. "Saya sudah urus buat laporan ke Polda Metro
Jaya. Dulu saya ditolak, alasannya data kurang lengkap. Disuruh melengkapi data terkait
tanah itu. Saya enggak ngerti itu urusan pengacara," ujar Rijal saat diwawancarai, Jumat
(29/10/2021).

Terpisah, pihak PT Jaya Real Property mengaku tak mempermasalahkan upaya Rijal dan
keluarganya untuk menempuh jalur hukum atas kasus kepemilikan tanah 2 hektar tersebut.
"Tempuh jalur hukum silakan. Itukan hak warga negara untuk mengajukan upaya hukum,"
ujar Tim Legal Jaya Real Property Fachrulian saat dikonfirmasi. Nantinya, kata Fachrulian,
pihaknya juga akan mempersiapkan sejumlah langka untuk menyelesaikan permasalahan
tersebut sesuai perundang-undangan.

"Kami juga mencadangkan langkah hukum lah, untuk melakukan tindakan hukum ke mereka.
Tapi semuanya harus berdasarkan hukum. Enggak apa-apa. Itukan hak, kalau dia merasa
punya bukti ya silahkan diselesaikan di pengadilan," pungkasnya. Sebelumnya, Rijal dan
keluarganya mengaku menjadi korban mafia tanah di Tangerang Selatan. Warisan berupa
bidang tanah seluas kurang lebih 2 hektar dari sang Ayah kini dikuasai pengembang. Rijal
beserta istri dan kakaknya bingung ketika mengetahui bahwa tanah girik peninggalan
ayahnya bernama Ahmad Basim telah berpindah tangan.

Pasalnya, tidak pernah ada satupun anggota keluarga yang menjual tanah peninggalan
ayahnya. "Tiba-tiba ada yang jual tanah 2 hektar ini. Keluarga pegang girik. Ada bukti
pembayaran PBB (Pajak Bumi Bangunan) juga waktu Pak Ahmad Basim masih hidup," ujar
Rijal saat diwawancarai, Jumat (29/10/2021). Tanah seluas dua hektar yang disebut Rijal
telah berpindah tangan terletak di Jalan Nusa Indah Jaya. Lokasinya tak jauh dari stasiun
kereta rel listrik (KRL) Pondok Ranji, Ciputat Timur, Tangerang Selatan dan kawasan milik
pengembang Bintaro. Tanah yang diklaim Rijal sebagai milik keluarganya itu kini tengah
digarap oleh pihak pengembang untuk pembangunan jembatan penyeberangan orang (JPO)
dan gedung sebagai akses menuju Stasiun Pondok Ranji. Rijal menjelaskan, tanah tersebut
mulanya merupakan lahan yang dipakai Basim untuk bercocok tanam. Sepeningalnya Basim,
tanah tersebut akhirnya tak terurus dan dimanfaatkan warga sekitar untuk bercocok tanam.

"Waktu itu, pak Basim meninggal, anaknya masih kecil-kecil. Ya tanah itu enggak keurus
lagi, karena Ibu urus anak yang masih kecil-kecil," ungkap Rijal. "Lama-lama itu tanah suka
dipakai bercocok tanam sama warga lain lah. Sama orang-orang sekitar sini digarap. Buat Ibu
sih enggak jadi masalah itu," sambungnya.

Sampai pada akhirnya, kata Rijal, pihak keluarga mendapatkan informasi bahwa 6.000 meter
tanah tersebut sudah dimiliki oleh seseorang bernama Siti Khadijah sejak 1980-an.

Dia mengaku sempat menanyakan status kepemilikan tanah dua hektar tersebut kepada Sang
Ibu dan kakaknya yang bernama Suryadarma, sebelum meninggal dunia beberapa tahun lalu.
Dari situ, Rijal mengetahui bahwa tidak ada satupun anggota keluarga yang menjual 6.000
meter tanah tersebut. "Tanah itu kan jumlahnya hampir dua hektar. Ternyata dalam 2 hektar
itu 6.000 itu sudah ada yang mengakui. Namanya ibu Siti Khadijah," ungkapnya. Terkini,
seluruh tanah girik itu telah terjual menjadi 20 kavling dengan akta jual beli (AJB) yang
berbeda-beda. Status kepemilikannya telah berpindah ke pihak pengembang Jaya Real
Property. Rijal mengaku sudah mendatangi kelurahan dan juga pihak pengembang untuk
memastikan status kepemilikan tanah warisan tersebut. Pihak kelurahan, kata Rijal,
menyampaikan bahwa tanah itu sudah terjual dengan bukti surat keterangan jual beli bertanda
tangan Ahmad Basir Sementara pihak pengembang disebut rizal belum memberikan
penjelasan.

Anda mungkin juga menyukai