Anda di halaman 1dari 7

F3 Persalinan di Fasilitas Kesehatan (masy)

LB:
Pembangunan kesehatan pada hakikatnya merupakan penyelenggaraan upaya kesehatan untuk
mencapai kemampuan hidup sehat secara mandiri dengan upaya peningkatan derajat
kesehatan masyarakat yang optimal, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan
pemerataan jangkauan pelayanan kesehatan (Depkes, 2009). Dalam upaya pemerataan
jangkauan pelayanan kesehatan yang dititikberatkan pada pelayanan kesehatan dasar yang
dilaksanakan secara terpadu melalui Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Polindes, Posyandu
serta pelayanan rujukan melalui rumah sakit, pemerintah telah membangun Puskesmas dan
jaringannya di seluruh
Indonesia. Rata-rata setiap kecamatan mempunyai dua Puskesmas, setiap tiga desa mempunyai
satu Puskesmas pembantu dan di setiap desa memiliki satu Polindes. Puskesmas telah
melaksanakan kegiatan dengan hasil yang nyata, status kesehatan masyarakat semakin
meningkat, ditandai dengan menurunnya angka kematian ibu, makin meningkatnya status gizi
masyarakat dan umur harapan hidup (Depkes 2009).
Hingga saat ini Puskesmas belum sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat. Hal ini
dikarenakan terbatasnya ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana kesehatan yang memadai
terutama di Pukesmas Pembantu dan Polindes, serta terbatasnya ketersediaan
tenaga kesehatan yang berkualitas terutama untuk pelayanan masyarakat di desa, sehingga
menyebabkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) masih tinggi, yang
salah satu penyebabnya adalah terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan di
fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan emergensi yang dapat dicegah dengan melakukan
persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan (Kemenkes, 2011).
Menurut hasil Riskesdas 2010, persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan baru mencapai 55,4% (Riskesdas, 2010). Keadaan ini masih kurang dari target
Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang seharusnya yaitu 100% ibu bersalin ke fasilitas
kesehatan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
741/Menkes/Per/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
kabupaten/kota dan Kepmenkes RI nomor 828/Menkes/SK/IX/2008 tentang Petunjuk Teknis
Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota.

Permasalahan:
Sampai dengan saat ini Angka Kematian Ibu dan Bayi (AKIB) masih menjadi masalah kesehatan
utama dunia. Di Asia Tenggara saja, menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada 2015 AKIB
mencapai 164 kematian per 100,000 kelahiran hidup. Meskipun telah terjadi penurunan, AKIB
di Indonesia kematian ibu masih berada di kisaran 305 per 100,000, masih sangat jauh dari
target Sustainable Development Goals (SDGs) untuk mencapai angka di bawah 70 kematian per
100,000 kelahiran hidup pada tahun 2030. Tragisnya, masih banyak ibu bersalin yang dilakukan
di luar fasilitas kesehatan. Lantas pertanyaannya, faktor apa sajakah yang terkait dengan
peningkatan persalinan di fasilitas kesehatan?
Sebenarnya Indonesia telah membuat kemajuan yang baik di bidang layanan kesehatan bagi ibu
yang diindikasikan dengan kenaikan persentase persalinan di fasilitas kesehatan (faskes) dari
tahun ke tahun. Data Kemenkes terakhir juga menunjukkan bahwa 86% ibu bersalin di fasilitas
Kesehatan pada tahun 2018. Namun kondisi ini masih menyisakan pertanyaan, khususunya apa
sajakah yang memengaruhi ibu hamil menentukan pilihan persalinan di faskes.

Perencanaan &Pemilihan Intervensi:


Sosialisasi tentang persalinan di fasilitas kesehatan diberikan kepada masyarakat dengan cara
edukasi dan ceramah.

Pelaksanaan:
Penyuluhan diberikan kepada ibu hamil yang datang untuk periksa kehamian di Puskesmas
maupun Posyandu agar dapat melakukan persalinan di fasilitas kesehatan yaitu Puskesmas
Bontomatene atau Rumah Sakit. Puskesmas sendiri telah membuka pelayanan persalinan 24
jam sehingga semua masyarakat dapat melahirkan di fasilitas kesehatan. Selain itu, diterbitkan
pula peraturan dari dinas kesehatan yang melarang persalinan dilakukan di rumah. Pasien yang
melakukan persalinan di puskesmas dapat menggunakan BPJS sehingga semua biaya
ditanggung oleh BPJS.

Monitoring Evaluasi:
Antusias masyarakat sangat tinggi untuk melakukan persalinan di puskesmas. Terbukti dengan
jumlah cakupan persalinan di fasilitas kesehatan yang tercatat sudah naik. Namun masih ada
beberapa masyarakat yang melahirkan di rumah.

F3  Pentingnya Pemberian ASI Eksklusif (masy)


LB:
Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi masih memprihatinkan. Menurut Data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010, bayi yang mendapatkan ASI eksklusif di Indonesia
hanya 15,3 persen. Rendahnya pemberian ASI bisa jadi ancaman serius bagi tumbuh kembang
anak yang akan mempengaruhi kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia di masa
mendatang.
Menurut Dirjen Gizi dan KIA masalah utama masih rendahnya penggunaan ASI di Indonesia
adalah faktor sosial budaya, kurangnya pengetahuan ibu hamil, keluarga dan masyarakat akan
pentingnya ASI, serta jajaran kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung Peningkatan
Pemberian ASI (PP-ASI). Penyakit diare masih menjadi penyebab utama kematian pada bayi.
Persentasenya mencapai 12 persen karena tidak diberikan ASI, melainkan susu formula. Diare
ini terjadi ka¬rena terkontaminasi bakteri susu formula atau sanitasi yang buruk.
Masalah rendahnya pemberian ASI ini diperparah dengan gencarnya promosi susu formula dan
kurangnya dukungan dari masyarakat, termasuk institusi yang memperkerjakan perempuan
yang belum memberikan tempat dan kesempatan bagi ibu menyusui di tempat kerja (seperti
ruang ASI). Keberhasilan ibu menyusui untuk terus menyusui bayinya sangat ditentukan oleh
dukungan dari suami, keluarga, petugas kesehatan, masyarakat serta lingkungan kerja.
Rendahnya pemberian ASI merupakan ancaman bagi tumbuh kembang anak yang akan
berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan kualitas SDM secara umum. Oleh karena
itu diperlukan upaya optimal untuk mengkampanyekan manfaat pemberian ASI pada bayi
disertai cara menyusui yang benar dan cara memeras ASI.

Permasalahan:
Rendahnya pengetahuan mengenai pentingya pemberian ASI pada bayi dan bagaimana
menyusui yang benar salah satunya menjadi penyebab rendahnya angka pemberian ASI pada
bayi di Indonesia. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif di Indonesia hanya 15,3 persen.
Rendahnya pemberian ASI bisa jadi ancaman serius bagi tumbuh kembang anak yang akan
mempengaruhi kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia di masa mendatang.

Perencanaan &Pemilihan Intervensi:


Pemberian pengetahuan dengan upaya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat
mengenai pemberian ASI eksklusif. Dijelaskan cara menyusui yang benar dan bagaimana
meningkatkan produksi ASI.
Sosialisasi dan edukasi diberikan kepada ibu hamil maupun pasangan yang datang ke
puskesmas dan posyandu, maupun melakukan IMD pada ibu hamil yang melakukan partus di
puskesmas.

Pelaksanaan:
Edukasi diberikan kepada masyarakat yang berobat ke puskesmas maupun yang datang ke
posyandu untuk meningkatkan pengetahuan mengenai ASI Eksklusif. Inisiasi menyusui dini
(IMD) selama 1 jam dilakukan pada ibu yang melahirkan di puskesmas.

Monitoring Evaluasi:
Antusiasme masyarakat untuk menerapkan pemberian ASI Eksklusif kepada bayi baru lahir
sangat tinggi. Selain itu, pengetahuan masyarakat akan manfaat pemberian ASI eksklusif, tata
cara menyusui yang benar, maupun cara meningkatkan produksi ASI meningkat setelah
diberikan edukasi dan sosialisasi. Para ibu hamil yang menjalani IMD saat melahirkan di
puskesmas merasa puas dan merasakan manfaat dari IMD.

F3 Keluarga Berencana (KB) (masy)


LB:
Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang utama bagi
wanita. Keluarga Berencana menurut WHO (World Health Organization) adalah tindakan yang
membantu pasangan suami istri untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mengatur
jarak kelahiran, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga. Tujuan program KB adalah
membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi (Rismawati, 2012).
Program keluarga berencana memberikan kesempatan untuk mengatur jarak kelahiran atau
mengurangi jumlah kelahiran dengan menggunakan metode kontrasepsi hormonal atau non
hormonal. Upaya ini dapat bersifat sementara ataupun permanen, meskipun masing-masing
jenis kontrasepsi memiliki tingkat efektifitas yang berbeda dan hampir sama (Gustikawati,
2014).
Penggunaan kontrasepsi merupakan tanggung jawab bersama antara pria dan wanita sebagai
pasangan, sehingga metode kontrasepsi yang akan dipilih sesuai dengan kebutuhan serta
keinginan bersama. Dalam hal ini bisa saja pria yang memakai kontrasepsi seperti kondom,
coitus interuptus (senggama terputus) dan vasektomi. Sementara itu apabila istri yang
menggunakan kontrasepsi suami mempunyai peranan penting dalam mendukung istri dan
menjamin efektivitas pemakaian kontrasepsi (Saifuddin, 2010).
Usia produktif perempuan pada umumnya adalah 15-49 tahun. Maka dari itu perempuan atau
pasangan usia subur ini lebih diprioritaskan untuk menggunakan kontrasepsi atau cara KB.
Tingkat pencapaian pelayanan KB dapat dilihat dari cakupan peserta KB yang sedang atau
pernah menggunakan kontrasepsi, tempat pelayanan KB, dan jenis kontrasepsi yang digunakan
oleh akseptor (Depkes, 2010).

Permasalahan:
Beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan kontrasepsi adalah pengetahuan, dukungan
suami dan pengalaman KB. Semakin baik pengetahuan seseorang tentang kontrasepsi semakin
rasional dalam menggunakan kontrasepsi. Pengalaman istri dalam penggunaan kontrasepsi
yang dipilih merupakan hal yang tidak terlupakan. Pengalaman baik akan selalu dijadikan acuan
untuk mengikuti program keluarga berencana.
Dukungan suami juga mempengaruhi penggunaan kontrasepsi, karena istri yang mendapat
dukungan dari suami akan menggunakan kontrasepsi secara terus menerus sedangkan yang
tidak mendapatkan dukungan akan sedikit yang menggunakan kontrasepsi

Perencanaan &Pemilihan Intervensi:


Sosialisasi tentang keluarga berencana disampaikan dalam bentuk ceramah kepada pasien
puskesmas maupun ibu-ibu hamil dengan multi gravida yang datang saat ANC.

Pelaksanaan:
Konseling dan penjelasan menyeluruh dan detail tentang manfaat keluarga berencana (KB) dan
jenis-jenis KB yang dapat digunakan, disampaikan kepada pasangan suami istri, pasien
puskesmas dan ibu-ibu dengan multi gravida yang datang saat ANC, serta kepada pasien yang
sudah menggunakan KB namun tidak cocok.

Monitoring Evaluasi:
Kesadaran akan perlunya program KB pada pasangan suami istri diharapkan dapat menurunkan
jumlah penduduk dan meningkatkan kesejahteraan keluarga.

F3 Tumbuh Kembang Bayi dan Anak (masy)


LB:
Program Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) merupakan revisi
dari program Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) yang telah dilakukan sejak tahun 1988 dan
termasuk salah satu program pokok Puskesmas. Kegiatan ini dilakukan menyeluruh dan
terkoordinasi diselenggarakan dalam bentuk kemitraan antara keluarga (orang tua, pengasuh
anak dan anggota keluarga lainnya), masyarakat (kader, organisasi profesi, lembaga swadaya
masyarakat) dengan tenaga professional. Pemerintah telah melakukan beberapa upaya dalam
mendukung pelaksanaan SDIDTK. Salah satu program pemerintah. Proses tumbuh kembang
sangat tergantung kepada orang dewasa atau orang tua. Periode penting dalam tumbuh
kembang anak adalah masa balita. Karena pada masa ini pertumbuhan dasar akan
mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa balita ini
perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional, dan
intelegensia anak dapat berlangsung secara alamiah, tetapi proses tersebut berjalan sangat
cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-
dasar kepribadian juga dibentuk pada masa ini. Pada masa periode kritis ini, diperlukan
rangsangan atau stimulasi yang berguna agar potensinya berkembang. Perkembangan anak
akan optimal bila interaksi diusahakan sesuai dengan kebutuhan anak pada berbagai tahap
perkembangannya, bahkan sejak bayi masih dalam kandungan. Untuk bisa merawat dan
membesarkan anak secara maksimal orang tua terutama ibu perlu mengetahui banyak hal yang
berkaitan dengan tumbuh kembang balita.

Permasalahan:
Kualitas pertumbuhan dan perkembangan anak yang dikembangkan melalui pengasuhan oleh
keluarga, terutama orang tua. Pertumbuhan dan perkembangan balita secara fisik, mental,
sosial, emosional dipengaruhi oleh gizi, kesehatan dan pendidikan. Ini telah banyak dibuktikan
dalam berbagai penelitian, diantaranya penelitian longitudinal oleh Bloom mengenai
kecerdasan yang menunjukkan bahwa kurun waktu 4 tahun pertama usia anak, perkembangan
kognitifnya mencapai sekitar 50%, kurun waktu 8 tahun mencapai 80%, dan mencapai 100%
setelah anak berusia 18 tahun. Penelitian lain mengenai kecerdasan otak menunjukkan fakta
bahwa untuk memaksimalkan kepandaian seorang anak, stimulasi harus dilakukan sejak 3
tahun pertama dalam kehidupannya mengingat pada usia tersebut jumlah sel otak yang
dipunyai dua kali lebih banyak dari sel-sel otak orang dewasa. Mengingat jumlah balita di
Indonesia sangat besar yaitu sekitar 10% dari seluruh populasi, maka sebagai calon generasi
penerus bangsa, kualitas tumbuh kembang balita di Indonesia perlu mendapat perhatian serius
yaitu mendapat gizi yang baik, stimulasi yang memadai serta terjangkau oleh pelayanan
kesehatan berkualitas termasuk deteksi dan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang
sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya dan
mampu bersaing di era global. Pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif dan
berkualitas yang diselenggarakan melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini
penyimpangan tumbuh kembang balita dilakukan pada “masa kritis” tersebut di atas.

Perencanaan &Pemilihan Intervensi:


Penyuluhan tentang pentingnya memperhatikan tumbuh kembang anak, dan cara pemberian
melalui metode ceramah dan edukasi.

Pelaksanaan:
Penyuluhan dengan cara edukasi, bila perlu dibantu dengan dalam media booklet, dijelaskan
pada saat jam pelayanan pasien di ruang tunggu pasien maupun di puskesmas.

Monitoring Evaluasi:
Terjadi pemahaman dan pengertian dari masyarakat umum terutama ibu – ibu tentang
pentingnya tumbuh kembang anak. Kegiatan akan dilakukan rutin agar dapat mencapai banyak
cakupan masyarakat.

F3  Imunisasi (masy)
LB:
Imunisasi merupakan salah satu upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Dasar
utama pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas utama, dengan melakukan
imunisasi terhadap seorang anak atau balita, tidak hanya memberikan perlindungan pada anak
lainnya, karena terjadi tingkat imunitas umum yang meningkat dan mengurangi penyebaran
infeksi (Ranuh dkk, 2011).
Strategisnya imunisasi sebagai alat pencegahan, menjadikan imunisasi sebagai program utama
suatu negara. Bahkan merupakan salah satu alat pencegahan penyakit yang utama di dunia. Di
Indonesia, imunisasi merupakan andalan program kesehatan (Achmadi, 2006).
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi untuk mencapai kadar kekebalan di
atas ambang perlindungan (Depkes RI, 2012). Jenis- jenis imunisasi dasar, yaitu: BCG, yaitu
imunisasi dasar yang diberikan untuk mencegah penyakit TBC. Kemudian imunisasi dasar
Hepatitis B, yang diberikan untuk mencegah penyakit hepatitis B. Selanjutnya DPT, yaitu
imunisasi dasar yang diberikan untuk mencegah penyakit difteri, pertusis, dan tetanus.
Kemudian imunisasi dasar Campak, yang diberikan untuk mencegah penyakit campak dan yang
terakhir imunisasi dasar Polio, yang diberikan untuk mencegah penyakit polio (IDAI, 2014).

Permasalahan:
Faktor yang berperan penting terhadap pemberian imunisasi dasar secara lengkap pada bayi
adalah orangtua, khususnya ibu. Menurut penelitian serta pengamatan, pengetahuan dan
motivasi ibu memiliki hubungan yang signifikan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi.
Selain itu, kepatuhan jadwal imunisasi yang telah ditentukan masih tidak berjalan.
Kekhawatiran orangtua akan dampak pemberian imunisasi juga menjadi alasan untuk tidak
memberikan vaksin

Perencanaan &Pemilihan Intervensi:


Penjelasan tentang imunisasi dan jadwal imunisasi disampaikan kepada ibu dengan bayi dan
batita saat Posyandu.

Pelaksanaan:
Pemberian imunisasi dasar dan penjelasan mengenai imunisasi disampaikan dalam bentuk
penyuluhan di posyandu sekitar wilayah kerja Puskesmas Bontomatene.

Monitoring Evaluasi:
Kesadaran orang tua akan pentingnya imunisasi tampak dari meningkatnya kunjungan imunisasi
di Posyandu maupun Puskesmas.
Penyuluhan ini diharapkan tetap berlanjut dan diharapkan angka kejadian penyakit infeksi yang
bisa dicegah dapat mengalami penurunan.
F3

LB:

Permasalahan:

Perencanaan &Pemilihan Intervensi:

Pelaksanaan:

Monitoring Evaluasi:

Anda mungkin juga menyukai