Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PEMBAHASAN
A. Pelayanan Kefarmasian
Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Standar Pelayanan Kefarmasian adalah tolok ukur yang
dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam
menyelenggarakan pelayanan kefarmasian (PERMENKES RI, No. 72. 2016).
Pekerjaan kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah,
keadilan, kemanusiaan, keseimbangan dan perlindunganserta keselamatan
pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan sediaan farmasi yang
memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu dan kemanfaatan.
Tujuan pengaturan pekerjaan kefarmasian meliputi :
1. Memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperolah
dan/atau menetapkan sediaan farmasi dan jasa kefarmasian
2. Mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan pekerjaan kefarmasian
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan
perundang undangan
3. Memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan tenaga kefarmasian (PP
RI, No 51. 2009)
B. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktik kefarmasian oleh Apoteker apoteker adalah sarjana farmasi yang
telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
apoteker
Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bertujuan
untuk:
a. meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian
C. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak
rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety).
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi pembuatan termasuk
pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian Obat, pelayanan Obat atas Resep dokter,
pelayanan informasi Obat serta pengembangan Obat, bahan Obat dan
Obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-undangan,
Pelayanan Kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya
berfokus kepada pengelolaan Obat (drug oriented) berkembang menjadi
pelayanan komprehensif meliputi pelayanan Obat dan pelayanan farmasi
klinik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian menyatakan bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran Obat, pengelolaan Obat,
pelayanan Obat atas Resep dokter, pelayanan informasi Obat, serta
pengembangan Obat, bahan Obat dan Obat tradisional. Pekerjaan
kefarmasian tersebut harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu..
Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya
kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan
mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait Obat (drug
related problems), masalah farmakoekonomi, dan farmasi sosial (socio-
pharmacoeconomy). Untuk menghindari hal tersebut, Apoteker harus
menjalankan praktik sesuai standar pelayanan. Apoteker juga harus mampu
berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan
terapi untuk mendukung penggunaan Obat yang rasional. Dalam
melakukan praktik tersebut, Apoteker juga dituntut untuk melakukan
monitoring penggunaan Obat, melakukan evaluasi serta
mendokumentasikan segala aktivitas kegiatannya. Untuk melaksanakan
semua kegiatan itu, diperlukan Standar Pelayanan Kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu
kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik.
Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan
prasarana :
1. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan :
a. perencanaan
Perencanaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP merupakan tahap
awal untuk menetapkan jenis serta jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan
dan BMHP yang sesuai dengan kebutuhan. Tujuan perencanaan sebagai
berikut :
mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan
dan BMHP yang mendekati kebutuhan
meningkatkan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP
secara rasional.
menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP.
menjamin stok sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP tidak berlebih.
efisiensi biaya.
memberikan dukungan data bagi estimasi pengadaan, penyimpanan dan
biaya distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP.
Menentukan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP merupakan
salah satu pekerjaan kefarmasian yang harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian
di fasilitas pelayanan kesehatan.
Pemilihan metode perhitungan kebutuhan
Metode Konsumsi
A=(B+C+D)-E
Ket:
A = Rencana Pengadaan
Contoh soal
Selama tahun 2018 (Januari–Desember) pemakaian Parasetamol tablet
sebanyak 300.000 tablet. Sisa stok per 31 Desember 2018 adalah 10.000 (E)
tablet.
1) Pemakaian rata-rata (B) Paracetamol tablet perbulan selama tahun 2018
adalah 300.000 : 12 = 25.000 tablet perbulan. Pemakaian perminggu 6.250
tablet
2) Misalkan berdasarkan evaluasi data buffer stock (C), ditetapkan buffer 20%
= 20% x 25.000 tablet = 5.000 tablet.
3) Misalkan lead time stock (D) diperkirakan 1 minggu = 1 x 6.250 tablet =
6.250 tablet. Sehingga kebutuhan Paracetamol bulan Januari tahun 2019
(A) adalah = B + C + D, yaitu: 25.000 tablet + 5.000 tablet + 6.250 tablet=
36.250 tablet.
4) Jika sisa stock (E) adalah 10.000 tablet, maka rencana pengadaan
Paracetamol untuk bulan Januari tahun 2019 adalah: A = (B + C + D)- E =
36.250 tablet – 10.000 tablet = 26.250 tablet. Untuk bulan berikutnya
perhitungan menyesuaikan dengan sisa stok bulan sebelumnya
Metode mordibilitas
Metode morbiditas adalah perhitungan kebutuhan obat
berdasarkan pola penyakit. Metode morbiditas memperkirakan keperluan
obat s/d obat tertentu berdasarkan dari jumlah, kejadian penyakit dan
mempertimbangkan pola standar pengobatan untuk penyakit tertentu. Pada
prakteknya, penggunaan metode morbiditas untuk penyusunan rencana
kebutuhan obat di Apotek jarang diterapkan karena keterbatasan data
terkait pola penyakit.
Contoh soal :
Anak-anak
Satu siklus pengobatan diare diperlukan 15 bungkus oralit @ 200 ml. Jumlah
kasus 180.
Jumlah oralit yang diperlukan = 180 kasus x 15 bungkus = 1.620 bungkus @
200ml
Dewasa
Analisis ABC
1) Kelompok A:
Analisis VEN
1) Kelompok V (Vital)
Adalah kelompok sediaan farmasi yang mampu menyelamatkan jiwa (life
saving). Contoh: obat shock anafilaksiS
2) Kelompok E (Esensial)
Adalah kelompok sediaan farmasi yang bekerja pada sumber penyebab
penyakit dan paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan. Contoh:
Sediaan farmasi untuk pelayanan kesehatan pokok (contoh: anti
diabetes, analgesik, antikonvulsi)
Sediaan farmasi untuk mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar.
3) Kelompok N (Non Esensial)
Merupakan sediaan farmasi penunjang yaitu sediaan farmasi yang kerjanya
ringan dan biasa dipergunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau untuk
mengatasi keluhan ringan. Contoh: suplemen.
A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC
Untuk obat high alert (obat dengan kewaspadaan tinggi) berupa elektrolit
konsentrasi tinggi dan obat risiko tinggi harus disimpan dengan terpisah
dan penandaan yang jelas untuk menghindari kesalahan pengambilan dan
penggunaan
Adanya multidiagnosis.
Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan terhadap
penerimaan dan penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai sumbangan/dropping/ hibah.
Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai dengan cara sumbangan/dropping/hibah harus
disertai dokumen administrasi yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dapat
membantu pelayanan kesehatan, maka jenis sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di rumah
sakit. Instalasi Farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada pimpinan
rumah sakit untuk mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang tidak
bermanfaat bagi kepentingan pasien rumah sakit.
d. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua dokumen
terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik.
e. Penyimpanan
Setelah barang diterima di instalasi farmasi perlu dilakukan penyimpanan
sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas
dan keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang
dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya,
kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai.
Komponen yang harus diperhatikan antara lain:
Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi
label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan
dibuka, tanggal kadaluwarsa dan peringatan khusus.
Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk
kebutuhan klinis yang penting.
Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien
dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan
pada area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan
yang kurang hati-hati.
Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang dibawa
oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan barang
lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
Instalasi farmasi harus dapat memastikan bahwa obat disimpan secara
benar dan diinspeksi secara periodik. sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai yang harus disimpan terpisah yaitu:
Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi
tanda khusus bahan berbahaya.
Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan
untuk menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan
tabung gas medis kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya.
Penyimpanan tabung gas medis di ruangan harus menggunakan tutup demi
keselamatan.
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk
sediaan, dan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First Expired First Out
(FEFO) dan First In First Out (FIFO) disertai sistem informasi manajemen.
Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
yang penampilan dan penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike) tidak
ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk mencegah
terjadinya kesalahan pengambilan Obat.
Rumah Sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan Obat
emergensi untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus mudah
diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan pencurian.
f. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan/pasien
dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan ketepatan waktu.
Rumah sakit harus menentukan sistem distribusi yang dapat menjamin
terlaksananya pengawasan dan pengendalian sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai di unit pelayanan.
g. Pemusnahan dan Penarikan Sediaan
Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara
yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan
peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan
perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi
sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan
laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan alat kesehatan dan bahan medis habis
pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri
Pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai bila:
Produk tidak memenuhi persyaratan mutu
Telah kadaluwarsa
Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan
atau kepentingan ilmu pengetahuan; danatau
Dicabut izin edarnya
Tahapan pemusnahan terdiri dari:
Membuat daftar sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai yang akan dimusnahkan;
Menyiapkan berita acara pemusnahan;
Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak
terkait;
Menyiapkan tempat pemusnahan; dan
Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta
peraturan yang berlaku.
h. Pengendalian
Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan
penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.
Pengendalian penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai dapat dilakukan oleh instalasi farmasi harus bersama dengan
Komite/Tim Farmasi dan Terapi di Rumah Sakit.
Tujuan pengendalian persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai adalah untuk:
Penggunaan obat sesuai dengan formularium rumah sakit
Penggunaan Obat sesuai dengan diagnosis dan terapi; dan
Memastikan persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta
pengembalian pesanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai.
2. Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik, meliputi:
a. Pengkajian dan pelayanan resep
Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,
pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai
pemberian informasi. Pada setiap tahap alur pelayanan resep dilakukan upaya
pencegahan terjadinya kesalahan pemberian obat (medication error).
Kegiatan ini untuk menganalisa adanya masalah terkait obat,
bila ditemukan masalah terkait obat harus dikonsultasikan kepada dokter
penulis resep. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai
persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik
untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
Persyaratan administrasi meliputi nama, umur, jenis kelamin, berat
badan dan tinggi badan pasien, nama, nomor izin, alamat dan paraf dokter,
tanggal resep, dan ruangan/unit asal resep. Persyaratan farmasetik meliputi
nama obat, bentuk dan kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat, stabilitas, dan
aturan dan cara penggunaan. Persyaratan klinis meliputi ketepatan indikasi,
dosis, dan waktu penggunaan obat, duplikasi pengobatan, alergi dan Reaksi
Obat Yang Tidak Dikehendaki (ROTD), kontraindikasi, dan interaksi obat.
b. Penelusuran riwayat penggunaan obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk
mendapatkan informasi mengenai seluruh obat/sediaan farmasi lain yang
pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari
wawancara atau data rekam medik/pencatatan penggunaan obat pasien.
Kegiatan yang dilakukan meliputi penelusuran riwayat penggunaan obat kepada
pasien/keluarganya, dan melakukan penilaian terhadap pengaturan
penggunaan obat pasien. Informasi yang harus didapatkan yaitu nama
obat, dosis, bentuk sediaan, frekuensi penggunaan, indikasi dan lama
penggunaan obat; reaksi obat yang tidak dikehendaki termasuk riwayat
alergi; dan kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat.
c. Rekonsiliasi obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi dilakukan untuk
mencegah terjadinya kesalahan obat (medication error) seperti obat
tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau interaksi obat. Kesalahan obat
(medication error) rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu rumah sakit
ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari
rumah sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya. Tahapan proses
rekonsiliasi obat yaitu pengumpulan data obat yang sedang dan akan digunakan
pasien; membandingkan data obat yang pernah, sedang, dan akan digunakan;
dan melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian
dokumentasi.
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias,
terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter,
apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar
rumah sakit. Kegiatan PIO meliputi menjawab pertanyaan, menerbitkan media
informasi (bulletin, leaflet, poster, dan newsletter), menyediakan informasi
bagi TFT sehubugan dengan penyusunan formularium rumah sakit, bekerja sama
dengan tim penyuluhan kesehatan rumah sakit melakukan penyuluhan,
melakukan pendidikan berkelanjutan, dan melakukan penelitian. Faktor-
fator yang perlu diperhatikan dalam PIO adalah sumber daya manusia,
tempat, dan perlengkapan.
e. Konseling
Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran
terkait terapi obat dari apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau
keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di
semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif apoteker, rujukan
dokter, keinginan pasien atau keluarganya. Pemberian konseling yang
efektif memerlukan kepercayaan pasien dan/atau keluarga terhadap apoteker.
Pemberian konseling obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi,
meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan
meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan
penggunaan Obat bagi pasien (patient safety).
f. Visite
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk
mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah
terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki,
meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat kepada
dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya.
Visite juga dapat dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit
baik atas permintaan pasien maupun sesuai dengan program rumah sakit yang
biasa disebut dengan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care).
Sebelum melakukan kegiatan visite apoteker harus mempersiapkan diri dengan
mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi obat
dari rekam medik atau sumber lain.
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup
kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan rasional bagi
pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan
risiko Reaksi Obat Yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
Kegiatan dalam PTO meliputi:
Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi, reaksi
obat yang tidak dikehendaki (ROTD).
Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat.
Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat.
Tahapan PTO yaitu:
Pengumpulan data pasien.
Identifikasi masalah terkait obat.
Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat.
Pemantauan.
Tindak lanjut.
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan
setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang terjadi pada dosis
lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosa dan
terapi. Efek samping obat adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki yang terkait
dengan kerja farmakologi.
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi
penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan
kuantitatif. Tujuan EPO yaitu mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola
penggunaan obat, membandingkan pola penggunaan obat pada periode
waktu tertentu, memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat, dan
menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
j. Dispensing Sediaan Steril
Dispensing sediaan steril harus dilakukan di instalasi farmasi rumah sakit
dengan teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk
dan melindungi petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari
terjadinya kesalahan pemberian obat. Dispensing sediaan steril bertujuan
menjamin agar pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang dibutuhkan;
menjamin sterilitas dan stabilitas produk, melindungi petugas dari paparan
zat berbahaya, dan menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.
Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi pencampuran obat suntuk,
penyiapan nutrisi parenteral, dan penanganan sediaan sitostatik.
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi
hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang
merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari apoteker
kepada dokter. PKOD bertujuan untuk mengetahui kadar obat dalam
darah dan memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat.
Kegiatan PKOD meliputi:
Melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan Pemeriksaan
Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
Mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan Pemeriksaan
Kadar Obat dalam Darah (PKOD).
Menganalisis hasil Pemeriksaan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) dan
memberikan rekomendasi (Depkes RI. 2016).