Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM PROSES TEKNIK KIMIA II

EKSTRAKSI

Diajukan untuk memenuhi Laporan Praktikum Proses Teknik Kimia II

Disusun Oleh :
Kelompok II (A1)

Rahma Febrianti NIM. 190140007


Ridha Prasatia NIM. 190140013
Nurul Husna NIM. 190140016
Handoyo Harahap NIM. 190140021
Nabila Adisty Nasution NIM. 190140035

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2021
ABSTRAK

Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat
terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat bercampur untuk mengambil zat terlarut
tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain. Tujuannya adalah untuk mengetahui
proses pengambilan minyak dari jahe dan menentukan kadar minyak atsiri yang
diperoleh per satuan berat jahe. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada percobaan ini
yaitu ekstraksi pada suhu 65˚C selama 120 menit dan distilasi pada suhu 65˚C selama
120 menit. Metanol yang digunakan sebanyak 350 ml sebagai pelarut. Densitas yang
diperoleh dari minyak atsiri adalah 0,74 gr/ml. Rendemen yang diperoleh dari
percobaan ini adalah 62,40 %.

Kata Kunci : Distilasi, Ekstraksi, Jahe, Minyak Atsiri dan Rendemen.


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Judul Praktikum : Ekstraksi


1.2 Tanggal Praktikum : 01 Desember 2021
1.3 Pelaksana Praktikum : Kelompok 2
1. Rahma Febrianti NIM. 190140007
2. Ridha Prasatia NIM. 180140013
3. Nurul Husna NIM. 190140016
4. Handoyo Harahap NIM. 190140021
5. Nabila Adisty Nasution NIM. 180140151
1.4 Tujuan Praktikum :1. Menentukan proses pengambilan minyak dari
jahe.
2. Menentukan kadar minyak jahe yang
diperoleh per satuan berat serbuk jahe.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dan
bagian tumbuhan obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif
tersebut terdapat di dalam sel, namun sel tumbuhan dan hewan memiliki perbedaan
begitu pula ketebalannya sehingga diperlukan metode ekstraksi dan pelarut tertentu
untuk mengekstraksinya (Tobo F, 2001).
Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu komponen dari suatu campuran
berdasarkan proses distribusi terhadap dua macam pelarut yang tidak saling bercampur.
Ekstraksi pelarut umumnya digunakan untuk memisahkan sejumlah gugus yang
diinginkan dan mungkin menggunakan gugus pengganggu dalam analisa secara
keseluruhan. Kadang gugus pengganggu ini diekstraksi secara selektif (Petrucci, 1987).
Pengaruh adanya pelarut lain yang tercampur pada pelarut pertama dapat
menambah kelarutannya bila pelarut kedua tersebut bereaksi dengan zat terlarut. Jenis
ikatan mempengaruhi kelarutan kompleks pada fase organik. Kelarutan elektrolit pada
medium yang sangat polar akan bertambah dengan gaya elektrostatik. Kelarutan zat
pada air atau alkohol lebih ditentukan oleh kemampuan zat tersebut membentuk ikatan
hidrogen. Kelarutan zat-zat aromatik pada fase organik sebanding dengan kerapatan
elektron pada inti aromatik dari senyawa-senyawa tersebut. Garam-garam logam tidak
dapat larut sebab bersifat sebagai elektrolit kuat. Sifat kelarutan khelat atau asosiasi ion
sangat penting pada mekanisme ekstraksi (Khopkar, 2008).
Menurut Mc Cabe (1999), ekstraksi dapat dibedakan menjadi dua cara dengan
berdasarkan wujud bahannya, yaitu:
1. Ekstraksi padat cair, digunakan untuk melarutkan zat yang dapat larut dari
campurannya dengan zat padat yang tidak dapat larut.
2. Ekstraksi cair-cair, digunakan untuk memisahkan dua zat cair yang saling
bercampur, dengan menggunakan pelarut dapat melarutkan salah satu zat.
Ekstraksi padat cair secara umum terdiri dari maserasi, refluktasi, soxhletasi,
dan perkolasi. Metode yang digunakan tergantung dengan jenis senyawa yang kita
gunakan. Jika senyawa yang kita ingin cari rentan terhadap pemanasan maka metode
maserasi dan perkolasi yang kita pilih, jika tahan terhadap pemanasan maka metoda
refluktasi dan sokletasi yang digunakan.
Pada ekstraksi cair-cair, bahan yang menjadi analit berbentuk cair dengan
pemisahannya menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur sehingga terjadi
distribusi sampel diantara kedua pelarut tersebut. Pendistribusian sampel dalam kedua
pelarut tersebut dapat ditentukan dengan perhitungan KD (koefisien distribusi).

2.2 Metode Ekstraksi


Dalam melakukan ekstraksi, ada dua cara atau metode yang dapat dilakukan,
diantaranya adalah:
2.2.1 Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi istilah aslinya adalah macerare (Bahasa latin, artinya merendam).
Cara ini merupakan salah satu cara ekstraksi, dimana sediaan cair yang dibuat dengan
cara mengekstraksi bahan nabati yaitu direndam menggunakan pelarut bukan air
(pelarut nonpolar) atau setengah air, misalnya etanol encer, selama periode waktu
tertentu sesuai dengan aturan.
Maserasi adalah salah satu jenis metode ekstraksi dengan sistem tanpa
pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, jadi pada metode ini pelarut
dan sampel tidak mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga Maserasi merupakan
proses perendaman sampel menggunakan pelarut organik pada temperatur ruangan.
Pada proses perendaman, sampel tumbuhan akan mengalami pemecahan dinding dan
membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga
metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik
(Prima dan Heti, 2015).
Prinsip maserasi adalah pengikatan atau pelarutan zat aktif berdasarkan sifat
kelarutannya dalam suatu pelarut. Langkah kerjanya adalah dengan merendam
simplisia dalam suatu wadah menggunakan pelarut tertentu selama beberapa hari
sambil sesekali diaduk, lalu disaring dan diambil beningannya. Selama ini dikenal ada
beberapa cara untuk mengekstraksi zat aktif dari suatu tanaman ataupun hewan
menggunakan pelarut yang cocok. Pelarut-pelarut tersebut ada yang bersifat bisa
campur air (contohnya air sendiri, disebut pelarut polar) ada juga pelarut yang bersifat
tidak campur air (contohnya aseton, etil asetat, disebut pelarut non polar atau pelarut
organik).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah cara penyarian dengan mengalirkan penyari melalui bahan
yang telah dibasahi. Perkolasi adalah metode ekstraksi cara dingin yang menggunakan
pelarut mengalir yang selalu baru. Perkolasi banyak digunakan untuk ekstraksi
metabolit sekunder dari bahan alam, terutama untuk senyawa yang tidak tahan panas.
Prinsip perkolasi adalah menempatkan serbuk simplisia dalam suatu bejana silinder,
yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah
melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui
sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke bawah disebabkan oleh kekuatan gaya
beratnya sendiri dan cairan di atasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung
untuk menahan. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain gaya berat,
kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosis, adhesi, daya kapiler dan
daya geseran (friksi).

2.2.2 Cara Panas


1. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Refluks adalah teknik yang melibatkan kondensasi uap dan kembali
kondensat ini ke sistem dari mana ia berasal. Hal ini digunakan dalam industri dan
laboratorium distilasi. Hal ini juga digunakan dalam kimia untuk memasok energi
untuk reaksi-reaksi selama jangka waktu yang panjang. Campuran reaksi cair di
tempatkan dalam sebuah wadah terbuka hanya di bagian atas. Kapal ini terhubung ke
kondensor Liebig, seperti bahwa setiap uap yang dilepaskan kembali di dinginkan ke
cair, dan jatuh kembali kedalam bejana reaksi. Kapal kemudian dipanaskan keras untuk
kursus reaksi.
Prinsip kerja pada metode refluks yaitu penarikan komponen kimia yang
dilakukan dengan cara sampel dimasukkan kedalam labu alas bulat bersama-sama
dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada
kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang akan turun kembali
menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat,
demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian
sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang
diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan.
2. Soxhletasi
Soxhletasi adalah suatu metode pemisahan suatu komponen yang terdapat
dalam sampel padat dengan cara penyarian berulang-ulang dengan pelarut yang sama,
sehingga semua komponen yang diinginkan dalam sampel terisolasi dengan sempurna.
Pelarut yang digunakan ada 2 jenis, yaitu heksana (C6H14) untuk sampel kering dan
metanol (CH3OH) untuk sampel basah. Jadi, pelarut yang dugunakan tergantung dari
sampel alam yang digunakan. Nama lain yang digunakan sebagai pengganti sokletasi
adalah pengekstrakan berulang-ulang (continous extraction) dari sampel pelarut.
Uap pelarut yang dihasilkan mengalami pendinginan dalam kondensor dan
secara kontinyu akan membasahi sampel, dimana secara teratur pelarut tersebut
dimasukkan kembali kedalam labu dengan membawa analit. Proses ini berlangsung
secara kontinyu. Pelarut yang digunakan dapat diuapkan kembali dan dipidahkan dari
analit. Soxhletasi dapat dihentikan dengan cara menghentikan pemanasan. Peralatan
yang digunakan dalam soxhletasi terdiri dari kondensor, soxhlet, labu alas bulat dan
pemanas. Soxhlet terdiri dari timbal, pipa F dan sifon. Kondensor berfungsi sebagai
pendingin untuk mempercepat proses pengembunan, timbal berfungsi sebagai wadah
untuk menyimpan sampel, pipa F berfungsi sebagai saluran bagi uap pelarut yang di
panaskan pada labu alas bulat ke kondensor, sifon berfungsi sebagai perhitungan siklus,
bila larutan pada sifon penuh dan jatuh ke dalam labu alas bulat maka dihitung sebagai
satu siklus. Labu alas bulat berfungsi sebagai wadah pelarut, sedangkan pemanas
berfungsi untuk memanaskan pelarut (Rudi dkk, 2020).
Bahan yang akan diekstraksi diletakkan dalam sebuah kantung ekstraksi
(kertas, karton, dan sebagainya) dibagian dalam alat ekstraksi dari gelas yang bekerja
kontinyu. Wadah gelas yang mengandung kantung di letakkan antara labu penyulingan
dengan labu pendingin aliran balik dan dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu
tersebut berisi bahan pelarut, yang menguap dan mencapai ke dalam pendingin aliran
balik melalui pipet, berkondensasi di dalamnya, menetes ke atas bahan yang diekstraksi
dan menarik keluar bahan yang diekstraksi.
Pada cara ini diperlukan bahan pelarut dalam jumlah kecil, juga simplisia selalu
baru artinya suplai bahan pelarut bebas bahan aktif berlangsung secara terus-menerus
(pembaharuan pendekatan konsentrasi secara kontinyu). Keburukannya adalah waktu
yang dibutuhkan untuk ekstraksi cukup lama (sampai beberapa jam) sehingga
kebutuhan energinya tinggi (listrik, gas). Selanjutnya simplisia di bagian tengah alat
pemanas langsung berhubungan dengan labu, dimana pelarut menguap.
Pemanasan bergantung pada lama ekstraksi, khususnya titik didih bahan pelarut
yang digunakan, dapat berpengaruh negatif terhadap bahan tumbuhan yang peka suhu
(glikosida, alkaloida). Demikian pula bahan terekstraksi yang terakumulasi dalam labu
mengalami beban panas dalam waktu lama. Meskipun cara soxhlet sering digunakan
pada laboratorium penelitian untuk pengekstraksi tumbuhan, namun peranannya dalam
pembuatan sediaan tumbuhan kecil.
3. Prinsip Destilasi Uap Air
Penyarian minyak menguap dengan cara simplisia dan air ditempatkan dalam
labu berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap, uap air akan masuk kedalam labu
sampel sambil mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam simplisia, uap air
dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju kondensor dan akan
terkondensasi, lalu akan melewati pipa alonga, campuran air dan minyak menguap
akan masuk kedalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri.
4. Prinsip Rotavapor
Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang
dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan penyari dapat menguap 5-10º C di
bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan.
Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor
dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang
ditampung dalam labu alas bulat penampung (Brady, 1999).
5. Metode Ekstraksi Infundasi
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia dengan air pada
suhu 90oC selama 15 menit. Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya
digunakan untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan
nabati. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah
tercemar oleh kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang diperoleh dengan cara ini
tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam. Panci infus terdiri dari dua susun, panci bagian
atas berisi bahan dan aquadest, sedangkan panci bagian bawah berupa tangas air.
Dengan demikian panci yang berisi bahan tidak langsung berhubungan dengan api.
Simplisia yang telah dihaluskan sesuai dengan derajat kehalusan yang telah
ditetapkan dicampur dengan air secukupnya dalam sebuah panci. Kemudian
dipanaskan dalam tangas air selama 15 menit, dihitung mulai suhu dalam panci
mencapai 90oC, sambil sekali-sekali diaduk. Infus diserkai sewaktu masih panas
melalui kain flannel. Untuk mencukupi kekurangan air, ditambahkan air mendidih
melalui ampasnya.
Infus simplisia yang mengandung minyak atsiri harus diserkai setelah dingin.
Infus asam jawa dan simplisia yang berlendir tidak boleh diperas. Infus kulit kina
biasanya ditambah dengan asam sitrat sepersepuluh dari bobot simplisia.
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekstraksi
Dalam proses ekstraksi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
1. Jumlah simplisia yang akan diesktrak
2. Derajat kehalusan simplisia
Semakin halus serta luas kontak permukaan yang semakin besar membuat
proses ekstraksi akan lebih optimal.
3. Jenis pelarut yang digunakan
Jenis pelarut berkaitan dengan polaritas dari pelarut tersebut. Hal yang perlu
diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah senyawa yang memiliki kepolaran
yang sama akan lebih mudah tertarik atau terlarut dengan pelarut yang memiliki
tingkat kepolaran yang sama. Berkaitan dengan polaritas dari pelarut, terdapat
tiga golongan pelarut yaitu pelarut polar, semipolar, dan nonpolar.
4. Lama waktu ekstraksi
Lama waktu ekstraksi akan menetukan banyaknya senyawa-senyawa yang
terambil. Ada waktu saat pelarut jenuh sehingga tidak pasti apakah semakin
lama ekstraksi semakin bertambah banyak ekstrak yang didapatkan.
5. Metode ekstraksi serta suhu yang digunakan
Metode ekstraksi menentukan proses saat ekstraksi yang akan menentukan hasil
ekstrak. Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil ekstraksi yang baik tentunya
metode yang digunakan harus tepat karena tidak semua bahan aktif bisa
diekstraksi dengan semua metode ekstraksi. Untuk menentukan metode
ekstraksi yang tepat, perlu diketahui mengenai sifat dan karakteristik bahan
aktif yang akan diekstrak.

2.4 Pemilihan Pelarut


Salah satu hal kunci yang sangat menentukan dalam pertimbangan desain
proses ekstraksi adalah pemilihan solven yang akan digunakan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan diantaranya:
1. Reproksivitas atau kemampuan untuk melakukan kontak antara pelarut dengan
suatu zat terlarut.
2. Selektivitas atau kemampuan suatu pelarut untuk melarutkan salah satu
komponen zat terlarut. Bandingkan rasio kesetimbangan solute tiap fasa.
3. Koefisien distribusi atau nilai rasio y/x dalam kesetimbangannya yang
menunjukkan kemampuan zat terlarut terdistribusi dalam pelarut. Nilai 1
menunjukkan zat terlarut sangat mudah terdistribusi dalam pelarut. y/x pada
kesetimbangan, nilai koefisien semakin besar disukai.
4. Ketidaklarutan (insolubility) atau pelarut tidak boleh larut dalam cairan karier.
5. Recoverability atau kemampuan pelarut untuk dapat dimurnikan lagi (recover).
Pertimbangan hambatan (misalnya azeotrop).
6. Kerapatan (density) harus menunjukkan konsentrasi zat terlarut dalam solven.
Harus ada perbedaan densitas antar komponen sehingga fasa-fasa dapat
dipisahkan dengan pengendapan.
7. Tegangan permukaan harus menunjukkan kemampuan dua jenis cairan untuk
bercampur, jika tegangan permukaan terlalu tinggi maka cairan akan sulit
bercampur.
8. Reaktivitas kimia atau kemampuan untuk bereaksi secara kimiawi antara 2
cairan sehingga dapat diketahui apakah dua larutan tersebut dapat dicampurkan
tanpa bereaksi (inert).
9. Viskositas, tekanan uap, dan titik beku.
10. Sifat lain seperti toksisitas, flammabilitas serta nilai ekonomi.

2.5 Minyak Atsiri


Minyak atsiri atau yang disebut juga dengan essensial oils, etherical oils, atau
volatile oils adalah senyawa yang mudah menguap yang tidak larut di dalam air dan
merupakan ekstrak alami dari tanaman, baik yang berasal dari daun, bunga, kayu, biji-
bijian, ataupun kulit buah. Komponen senyawa kimiawi dalam minyak atsiri dapat
dibagi dalam 3 golongan yaitu:
1. Hydrocarbon
Senyawa yang termasuk dalam golongan ini terbentuk dari unsur hidrogen (H)
dan karbon (C).
2. Oxygenated Hydorcarbon
Senyawa yang termasuk dalam golongan ini terbentuk dari unsur hidrogen (H),
karbon (C), dan oksigen (O).
3. Komponen-komponen lainnya
Senyawa lainnya seperti asam, lacones, senyawa belerang dan nitrogen.
Minyak atsiri merupakan salah satu komoditas yang memiliki potensi besar di
Indonesia. Setidaknya ada 80 jenis minyak atsiri yang selama ini diperdagangkan di
pasar internasional, dan 40 jenis diantaranya dapat diproduksi di Indonesia karena
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang dibudidayakan.
Salah satu jenis minyak atsiri yang dapat diproduksi di Indonesia adalah minyak
kulit jeruk (citrus pell oil). Kulit buah jeruk peras (Citrus nobillis L), hasil akibat
kurangnya pengetahuan akan manfaatnya. Secara umum, ekstrak kulit buah jeruk
mengandung asam sitrat, asam amino, dan minyak atsiri. Dari ketiga senyawa di atas,
presentase kandungan minyak atsiri adalah yang tertinggi (Kartika dkk 2013).
Para ahli biologi menganggap, minyak atsiri merupakan metabolit sekunder
yang biasanya berperan sebagai alat pertahanan diri agar tidak dimakan oleh hewan
(hama) ataupun sebagai agen untuk bersaing dengan tumbuhan lain (lihat alelopati)
dalam mempertahankan ruang hidup (Brady, 1999).

2.6 Ciri - ciri Minyak Atsiri


Minyak atsiri bersifat mudah menguap karena titik uapnya rendah. Selain itu,
susunan senyawa komponennya kuat memengaruhi saraf manusia (terutama di hidung)
sehingga seringkali memberikan efek psikologis tertentu (baunya kuat). Setiap
senyawa penyusun memiliki efek tersendiri, dan campurannya dapat menghasilkan
rasa yang berbeda.
Minyak atsiri banyak dimanfaatkan di bidang perindustrian untuk minyak
wangi/parfum, obat-obatan, kosmetik, dan makanan. Pada minyak atsiri terkandung
terpen, sesquiterpen, aldehida, ester, dan sterol dengan rincian komponen sebagai
berikut: limonene (95%), myrcene (2%), n-Octanal (1%), pinene (0,4%), linanool
(0,3%), decanal (0,3%), sabiene (0,2%). geranial (0,1%), dodecanal (0,1%), neral
(0,1%), dan senyawa minor lain (0,5%). Dari konponen-komponen tersebut, limonene
memiliki persentase terbesar dan merupakan bahan aktif yang paling berperan
dibanding yang lainnya (Kurniawan dkk, 2008).

2.7 Metode Produksi (Pengambilan) Minyak Atsiri


Ada beberapa teknik ekstraksi untuk mendapatkan minyak atsiri: destilasi air,
destilasi uap dan destilasi air-uap. Dari ketiga metode tersebut, rendemen terendah
diperoleh dari destilasi air (0,35-0,37%), diikuti destilasi uap (0,6%) (Muhtadin dkk,
2013), sedangkan rendemen tertinggi didapat dengan destilasi air-uap (2,38%).
Disamping itu, minyak atsiri yang didapat melalui metode destilasi air-uap memiliki
kadar limonene tinggi (sekitar 98,27%) (Nainggolan, 2002). Faktor-faktor yang
mempengaruhi kualitas minyak atsiri secara garis besar dapat dikelompokkan sebagai
berikut, yaitu: jenis dan kualitas bahan baku, serta proses pengambilan minyak atsiri.
Dalam proses ekstraksi minyak atsiri, perbandingan pelarut dengan bahan baku
mempengaruhi rendemen dan kualitas minyak atsiri Pelarut yang terlalu sedikit dapat
menyebabkan solut tidak seluruhnya terlarut dengan maksimal, sedangkan pelarut yang
terlalu banyak dapat menyebabkan minyak atsiri yang dihasilkan terlalu encer.
Leaching merupakan ekstraksi dari solute yang terdapat dalam padatan dengan
menggunakan pelarut organik. Mekanisme yang terjadi pada proses leaching adalah
sebagai berikut: perpindahan pelarut ke permukaan padatan kemudian pelarut
mendifusi ke dalam padatan, sehingga solut yang terdapat di dalamnya akan larut ke
dalam pelarut, kemudian solut yang terlarut dalam pelarut tersebut akan mendifusi ke
luar menuju ke permukaan padatan, dan akhirnya solut akan berpindah ke badan
larutan.
2.8 Jahe (Zingiber Officinale)
Jahe (Zingiber Officinale) termasuk famili Zingiberacae yang dapat tumbuh di
daerah tropis dan sub tropis. Tanaman ini sudah banyak digunakan sebagai obat
tradisional dengan cara pengolahan yang sederhana dan sifatnya turun-temurun.
Berdasarkan hasil penelitian para ahli, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, jahe
memiliki efek farmakologis yang berkhasiat sebagai obat dan mampu memperkuat
khasiat obat lain yang dicampurkannya. Jahe memiliki kandungan minyak atsiri dan
oleotesin yang ampuh menyembuhkan berbagai penyakit. Pemakaian jahe sebagai
tanaman obat semakin berkembang pesat seiring dengan mulai berkembangnya
pemakaian bahan-bahan alami untuk pengobatan. Pemanfaatan jahe berkembang
secara komersial dengan pengolahan yang menggunakan teknologi tepat guna.
Penyulingan minyak jahe dan oleoresin yang berasal dari rimpang jahe juga semakin
berkembang untuk dijadikan bahan baku pembuatan obat di perusahaan farmasi.
Komponen senyawa kimia yang terkandung pada jahe terdiri dari minyak menguap,
minyak tidak menguap dan pati. Minyak atsiri termasuk minyak menguap dan
merupakan komponen yang memberi bau khas, sedangkan oleoresin termasuk minyak
tidak menguap yang memberi pahit dan pedas.
Rimpang jahe emprit mengandung minyak atsiri yang terdiri dari senyawa-
senyawa seskuiterpen, zingiberene, zingeron, oleoresin, camphena, limonen, borneol,
sineol, sitral, zingiberal, Phellandrene. Kandungan utama minyak jahe emprit adalah
zingiberene dengan total kandungan 30% - 35% dari total minyak atsiri. Senyawa ini
juga mempengaruhi kualitas yang dihasilkan. Perbedaan perlakuan antara bahan baku
basah dan kering juga berakibat pada kandungan kimia yang berbeda pula. Pada bahan
baku kering ditemukan Zingiberene dan Curcumen sedangkan pada jahe emprit
basah/segar tidak didapati Curcumen.
Sejak dulu jahe dipergunakan sebagai obat atau bumbu dapur dan aneka
keperluan lainnya. Jahe dapat merangsang kelenjar pencernaan, baik untuk
membangkitkan nafsu makan dan pencernaan. Jahe yang digunakan sebagai bumbu
masak, terutama berkhasiat untuk menambah nafsu makan, memperkuat lambung, dan
memperbaiki pencernaan (kurniasari dkk, 2008).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat-alat
Adapun alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1. Seperangkat alat ekstraksi 1 buah
2. Kondensor 1 buah
3. Gelas kimia 250 ml 1 buah
4. Termometer 1 buah
5. Neraca Analitik 1 buah
6. Gelas ukur 500 ml 1 buah
7. Picnometer 5 ml 1 buah
8. Kertas saring 1 buah
9. Corong 1 buah
10. Aluminium Foil secukupnya

3.1.2 Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1. Jahe 60,2 gr
2. Methanol 350 ml

3.2 Prosedur Kerja


3.2.1 Tahap ekstraksi
Adapun Prosedur kerja yang dilakukan dalam percobaan ini yaitu:
1. Jahe yang sudah dicuci dan dibersihkan kulitnya
2. Jahe dioven sampai kering
3. Jahe tersebut dihaluskan sebanyak 60,2 gram.
4. Dirangkai alat untuk proses ekstraksi.
5. Kemudian sampel di masukkan kedalam alat ekstraksi.
6. Dimasukkan pelarut (Metanol) dalam labu sebanyak 350 ml.
7. Dimasukkan pemanas dan suhu di atur sesuai metanol 65oC sehingga pelarut
menguap, lama waktu ekstraksi di lakukan selama 2 jam.
8. Ekstraksi dihentikan dan di saring filtratnya.

3.2.2 Tahap distilasi


1. Di masukkan filtrat yang telah di saring ke dalam labu distilasi.
2. Di atur suhunya menjadi 65oC.
3. Di atur putaran dan waktu distilasi selama 2 jam.
4. Setelah 2 jam, proses distilasi dihentikan untuk dianalisa.

3.3 Tahap analisa


3.3.1 Analisa rendemen minyak
Rendemen minyak dari jahe di hitung berdasarkan perbandingan minyak yang
di hasilkan dengan berat jahe yang di panaskan dikalikan 100%. Atau dapat di
rumuskan sebagai berikut:
B-A
Rendemen minyak atsiri = x 100%..........................................(3.1)
C
Dimana : A = berat Erlenmeyer kosong
B = berat minyak atsiri + Erlenmeyer
C = berat sampel
(Penuntun Praktikum Proses Teknik Kimia II, 2021)

3.3.2 Analisa densitas


1. Ditimbang piknometer kosong dan di catat sebagai A
2. Di masukkan sampel kedalam piknometer 5 ml dan di catat sebagai B.
3. Di timbang piknometer dan isinya
4. Kemudian di cari densitas dengan rumus:
B-A
Densitas = ...................................................................(3.2)
C
Dimana : A = berat piknometer kosong
B = berat minyak atsiri + minyak piknometer
C = volume piknometer
(Penuntun Praktikum Proses Teknik Kimia II, 2021)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan ekstraksi ini adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.1 Tahapan Ekstraksi dan Destilasi pada Percobaan Ekstraksi
No. Tahapan Bahan Baku Pelarut Suhu (oC) Waktu (menit)
1 Ekstraksi Serbuk jahe Metanol 65 120
2. Destilasi Hasil ekstraksi 65 120
(Sumber: Praktikum Ekstraksi, 2021)

Tabel 4.2 Hasil Analisa Percobaan Ekstraksi


No. Analisa Hasil
1 Rendemen (%) 62,40 %
2. Densitas (gr/ml) 0,74 gr/ml
(Sumber: Hasil Praktikum Ekstraksi, 2021)

4.2 Pembahasan
Pada praktikum Ekstraksi ini bertujuan untuk mengekstraksi suatu zat atau
senyawa menggunakan pelarut, yang mana zat terlarut adalah jahe yang sudah
dihaluskan (diblender) dengan pelarut adalah metanol. Setelah diekstraksi, dilanjutkan
dengan proses destilasi untuk memisahkan antara minyak atsiri dengan metanol.
4.2.1 Analisa Rendemen Minyak Serbuk Jahe
Berdasarkan Tabel 4.1 massa bahan baku dengan volume pelarut berpengaruh
signifikan terhadap rendemen minyak atsiri yang dihasilkan. Tinggi rendahnya
rendemen yang didapatkan dipengaruhi oleh kontak antara pelarut dengan bahan baku.
Pada percobaan yang kami lakukan bahwa luas permukaan bahan baku tidak terlalu
halus saat diblender sehingga hasil yang didapat pada minyak atsiri setelah di destilasi
masih ada kandungan metanol sedikit berbau metanol pada minyak atsiri. Berdasarkan
tabel 4.2 rendemen yang didapat adalah 62,40 %.
Semakin banyak bahan baku yang digunakan maka kandungan minyak dalam
bahan semakin banyak, akan tetapi jika terlalu banyak, hasil destilasi minyak atsiri
cenderung menurun dan apabila luas permukaan sampel lebih halus lagi maka akan
menghasilkan minyak atsiri yang maksimal. Apabila massa bahan baku terlalu banyak
menyebabkan pelarut yang digunakan tidak mampu berdifusi dan mendesak minyak
atsiri ke permukaan secara optimal. Akibatnya, minyak atsiri masih banyak yang
tertinggal di dalam jaringan bahan baku.
Dalam proses destilasi air-uap, massa bahan baku yang terlalu sedikit juga tidak
efisien karena menyebabkan uap pelarut lebih banyak yang menguap langsung ke
kondensor dari pada yang berdifusi kedalam jaringan dan mendesak minyak atsiri ke
permukaan. Pada praktikum ini rendemen dihasilkan dengan massa minyak atsiri
permassa sampel awal. Hal ini menunjukkan bahwa pada perbandingan tersebut
kemampuan pelarut optimal untuk berdifusi ke dalam jaringan tanaman dan mendesak
minyak atsiri ke permukaan.

4.2.2 Analisa Densitas Minyak Atsiri


Pada praktikum ini densitas dihasilkan dengan massa minyak atsiri per volume
piknometer. Dapat dilihat pada Tabel 4.2 densitas minyak adalah 0,74 gr/ml. Hal ini
menunjukkan bahwa massa bahan baku terhadap volume pelarutnya berpengaruh
terhadap jumlah minyak atsiri yang dihasilkan, tapi tidak berpengaruh terhadap
komposisi minyak atsiri itu sendiri. Hal tersebut dikarenakan densitas suatu minyak
dipengaruhi oleh jumlah komponen senyawa yang terkandung dalam minyak atsiri itu
sendiri. Densitas minyak atsiri sering dihubungkan dengan berat komponen yang
terkandung didalamnya. Semakin besar fraksi berat yang terkandung di dalam minyak,
semakin besar pula nilai densitasnya.
Jumlah volume pelarut dengan massa bahan baku yang digunakan pada
destilasi air-uap berpengaruh terhadap aroma dan warna minyak atsiri yang dihasilkan,
tapi tidak berpengaruh terhadap tekstur minyak tersebut. Aroma, warna dan tekstur
merupakan parameter penting dalam menentukan mutu dan kemurnian minyak atsiri.
Aroma mengindikasikan kandungan yang terdapat dalam minyak atsiri. Semakin besar
massa bahan baku yang digunakan maka akan semakin menyengat baunya tetapi pada
massa bahan baku yang terlalu banyak aroma minyak atsiri yang ditimbulkan
cenderung berkurang. Perbedaan tingkat aroma berasal dari perbedaan kadar senyawa
yang dihasilkan dari minyak atsiri. Berkurangnya aroma yang timbul pada massa bahan
baku yang terlalu banyak dengan volume pelarut yang tetap diduga didalam minyak,
semakin besar pula nilai densitasnya.
Indeks bias minyak atsiri dengan pelarut metanol mempunyai nilai indeks bias
lebih besar dibandingkan dengan nilai indeks bias minyak atsiri dengan pelarut n-
heksana, dan aseton, hal ini disebabkan oleh komponen bergugus oksigen dalam
minyak atsiri yang terekstrak oleh metanol tersuling lebih banyak sehingga kerapatan
minyak akan bertambah dan cahaya yang datang akan sulit dibiaskan menyebabkan
nilai indeks biasnya menjadi lebih besar. Jadi minyak atsiri dengan nilai indeks bias
yang lebih besar lebih mendekati kemurnian minyak atsiri dibandingkan dengan
minyak atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil., hal ini disebabkan oleh komponen
bergugus oksigen dalam minyak atsiri yang terekstrak oleh metanol tersuling lebih
banyak sehingga kerapatan minyak akan bertambah dan cahaya yang datang akan sulit
dibiaskan menyebabkan nilai indek biasnya menjadi lebih besar (Fransiska,Laurentia
dan Felycia,2008).
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengambilan minyak atsiri pada serbuk jahe dengan metode ekstraksi dapat
meningkatkan rendemen.
2. Banyaknya massa bahan baku dengan volume pelarut yang digunakan
berpengaruh terhadap rendemen minyak atsiri serbuk jahe yang dihasilkan dari
destilasi air-uap, sehingga rendemen yang diperoleh adalah 62,40 %.
3. Semakin besar fraksi berat yang terkandung didalam minyak, semakin besar
pula nilai densitasnya. Pada analisa densitas minyak atsiri serbuk jahe diperoleh
0,74 gr/ml.
4. Pada proses ekstraksi minyak atsiri serbuk jahe digunakan pelarut metanol pada
suhu 65oC dengan waktu 120 menit. Hasil ekstraksi kemudian di distilasi pada
suhu 65oC dan waktu 120 menit.
5. Aroma, warna dan tekstur merupakan parameter penting menentukan mutu dan
kemurnian minyak atsiri.

5.2 Saran
Pada praktikum ini hanya dilakukan dua Analisa yaitu rendemen dan densitas.
Harapan pada praktikum selanjutnya dilakukan Analisa yang lain seperti mengitung
yield, kadar limonene, dan menganalisa warna dari minyak atsiri atau lainnya agar bisa
disimpulkan perbandingan antar Analisa tersebut. Dan juga dalam praktikum ini
praktikan lama menunggu untuk proses distilasi, karena bentrok dengan praktikum
distilasi. Harapan semoga alat distilasi bertambah agar waktu tidak habis menunggu.
DAFTAR PUSTAKA

Brady, E. James. 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur, Jilid 1, edisi 5,
Jakarta:Binarupa Aksara.

Fransisca, Martinova. 2016. Ekstrak Minyak Atsiri Serai (Cymbopogon citarus (DC.)
Stapf) Sebagai Antibakteri Dalam Hand Sanitizer. Yogyakarta: Fakultas
Teknobiologi Universitas Atma Jaya.

Handayani, Prima Astuti dan Nurcahyati, Heti. 2015. Ekstraksi Minyak Atsiri Daun
Zodia (Evodia Suaveolens) dengan Metode Maerasi dan Distilasi Air. Jurnal
Bahan Alam Terbarukan. Semarang: UNS.

Kartika, dkk. 2013. Pemanfaatan Limonene dari jahe merah (Jeniper) dalam
pembuatan Lilin Aromatik Penolak Serangga (Repelen). PKM-Penelitian.

Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik II. Jakarta: UI

Kurniasari, dkk. 2008. Kajian Ekstraksi Minyak Jahe Menggunakan Microwave


Assisted Extraction (MAE). Jurnal Teknik Kimia. Semarang: Universitas
Wahid Hasyim.

Kurniawan, dkk. 2008. Ekstraksi Minyak Kulit dengan Metode Destilasi,


Pengempresan dan Leaching. Jurnal Widya Teknik Vol 7 No. 1

Laurentia dan Felycia. 2008. Ekstraksi Minyak Atsiri dengan Tanaman Serai. Jakarta:
UNS.

McCabe, W.L. Smith dan J.C. Smith 1976. Unit Operation of Chemical
Engineering. McGraw Hill Book Kogokhusa Ltd. Tokyo.

Muhtadin, Ahmad Fatur, dkk. 2013. Pengambilan Minyak Atsiri dari Kulit Jeruk Segar
dan Kering dengan Menggunakan Metode Steam Distillation. Jurnal Teknik
POMITS Vol 2, No. 1, ISSN: 2337-3539.

Penuntun Praktikum PTK II. 2021. UNIMAL: Lhokseumawe

Petrucci. 1987. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga.

Rudi Firyanto, Priyono Kusumo, Indya Eka Yuliasari. 2020. Pengambilan Minyak
Atsiri dari Tanaman Sereh Menggunakan Metode Ekstraksi Soxhletasi.
Semarang: Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas 17
Agustus 1945.

Tobo, F. 2001. Buku Pegangan Laboratorium Fitokimia I. UNHAS: Makassar.


LAMPIRAN B
PERHITUNGAN

B.1 Tahap Analisa Rendemen Minyak Atsiri


Diketahui:
1. Berat Erlenmeyer Kosong = 144, 22 gr
2. Berat Erlenmeyer + minyak jahe = 181,79 gr
3. Berat minyak jahe = 37,57 gr
Berat minyak atsiri
Rendemen Minyak Atsiri = x 100%
Berat sampel awal
37,57 gr
= x 100%
60,2 gr

= 62,40 %

B.2 Tahap Analisa Densitas Minyak Atsiri


Diketahui:
1. Berat piknometer kosong = 13,70 gr
2. Berat piknometer + minyak jahe =17,39 gr
3. Berat minyak atsiri = 3,69 gr
Berat minyak atsiri
Densitas Minyak Atsiri =
Volume piknometer
3,69 gr
=
5 ml
= 0,74 gr/ml
LAMPIRAN C
GAMBAR ALAT

No Gambar Dan Nama Alat Fungsi Alat

1. Kertas Saring untuk memisahkan partikel suspensi


dengan cairan, atau untuk
memisahkan antara zat terlarut
dengan zat padat.

2. Picnometer Untuk mengukur nilai suatu massa


jenis atau densitas dari fluida.
Erlenmeyer
3 Digunakan untuk proses titrasi untuk
3. menampung larutan yang akan
dititrasi.

Corong pemisah Digunakan dalam ekstraksi cair-cair


4 untuk memisahkan komponen-
4. komponen dalam suatu campuran
antara dua fase pelarut dengan
densitas berbeda yang tak campur.

Termometer
5 Untuk mengukur suhu (temperatur),
. ataupun perubahan suhu.
6. Seperangkat alat ekstraksi Pemisahan suatu komponen yang
terdapat dalam sampel padat dengan
cara penyarian berulang–ulang
dengan pelarut yang sama, sehingga
semua komponen yang diinginkan
dalam sampel terisolasi dengan
sempurna.

7. Seperangkat alat destilasi Untuk memisahkan larutan dengan


menguapkan berdasarkan titik didih
larutan.
8. Gelas kimia • Untuk mengukur volume larutan
ataupun bahan yang tak memerlukan
tingkat ketelitian yang tinggi.

9. Gelas Ukur • Sebagai tempat untuk mengukur


suatu larutan.

Anda mungkin juga menyukai