TESIS
FERDINAN GOUTAMA
2022
HUBUNGAN ANTARA ASPARTATE TRANSAMINASE TO
PLATELET RATIO INDEX, FIBROSIS INDEX BASED ON
FOUR FACTOR, FIBRO-QUOTIENT DAN
ALFA-FETOPROTEIN DENGAN FIBROSIS HATI PADA
PASIEN HEPATITIS B KRONIK
FERDINAN GOUTAMA
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui
i
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
NIM : 16015104007
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-benar
merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau
Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan, bahwa sebagian atau
keseluruhan dari tesis ini merupakan hasil karya orang lain, saya bersedia menerima
Yang Menyatakan,
Ferdinan Goutama
ii
ABSTRAK
iii
ABSTRACT
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena
oleh- Nya penulis diberi kemampuan untuk menyelesaikan tesis ini sebagai salah
Ratulangi Manado dengan judul tesis: “Hubungan antara APRI, FIB-4, Fibro-Q
dr. B. J. Waleleng, Sp.PD-KGEH sebagai pembimbing satu dan dr. Pearla Lasut,
demi tahap hingga selesainya penyusunan tesis ini. Terima kasih disampaikan
berkenan menerima penulis dalam Program Studi Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, serta Direktur Umum RSUP Prof. dr.
Wantania, SpPD selaku Sekretaris Bagian/KSM Ilmu Penyakit Dalam, Prof. dr.
Penyakit Dalam dan dr. Fandy Gosal, MPPM, SpPD selaku Sekretaris Program
v
disampaikan terima kasih yang sebesar–besarnya atas kesempatan dan dukungan
Kepada para Guru Besar Program Studi Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Prof. dr. Eulis Alwi Datau, SpPD-KAI; Prof.
SpPD-KGEH; Prof. dr. E.J. Joseph, SpPD-KGH; Prof. Dr. dr. Karel Pandelaki,
SpPD-KEMD; Prof. Dr. dr. Emma Sy. Moeis, SpPD-KGH, Prof. Dr. dr. Starry
selaku Ketua Divisi Penyakit Tropik-Infeksi; dr. Stella Palar, SpPD-KGH selaku
Ketua Divisi Ginjal Hipertensi; dr. A. Lucia Panda, SpPD, SpJP(K), FIHA selaku
Ketua Divisi Kardiologi; Dr. dr. Yuanita A. Langi, SpPD-KEMD selaku Ketua
Ketua Divisi Alergi Imunologi; dr. Jeffrey Ongkowijaya, SpPD-KR selaku Ketua
Divisi Rematologi; dr. Edward Jim, SpPD-KGer selaku Ketua Divisi Geriatri; dr.
Fitzgerald Gonie, SpPD selaku Ketua Divisi Pulmonologi, serta para supervisor: dr.
J.H. Awaloei, SpPD-KKV, SpJP(K), FIHA; dr. P.N. Harijanto, SpPD-KPTI; dr.
Julia C. Lombo, SpP(K); Dr. dr. Ventje Kawengian, SpPD; dr. M.C.P. Wongkar,
SpPD; dr. Pearla Lasut, SpPD-KHOM; dr. Cecilia Hendratta, SpPD-KHOM; dr.
Juwita Soekarno, SpPD-KAI; dr. Luciana Rotty, SpPD; dr. Cerelia Sugeng, SpPD;
dr. Efata Polii, SpPD; dr. Victor Joseph, SpJP; dr. Bisuk Sedli, SpPD; dr. Jeanne
Winarta, SpPD; dr. Octavianus Umboh, SpPD; dr. Andrew Waleleng, SpPD; dr.
vi
Inggrit Lontoh, SpPD; dr. Antonius Wirawan, SpPD; dr. Christofan Lantu, SpP; dan
dr. Ray Rattu, SpPD disampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas
Penyakit Dalam. Terima kasih disampaikan kepada pembimbing statistik Prof. Dr.Ir.
John Kekenusa, MS yang telah membimbing dalam bidang statistik pada penulisan
tesis ini.
dr. A.R. Sumual, SpPD-KEMD; dr. E.J. Kapojos, SpPD-KGH; Alm. dr. Hans
Salonder, SpPD-KHOM, Alm. Prof. Dr. dr. Reggy L. Lefrandt, SpJP(K), FIHA, dr.
H. Mewengkang, SpP, dan Alm. dr. R.A. Aziz, SpJP(K) sebagai pelopor dan
kasih disampaikan kepada seluruh teman sejawat peserta Program Studi Ilmu
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi/RSUP Prof. Dr. dr. R.D. Kandou Manado
dalam; pimpinan dan staf laboratorium RSUP Prof. Dr. dr. R.D. Kandou Manado
pimpinan dan staf laboratorium Prodia yang telah membantu dalam pemeriksaan
darah sampel dalam penelitian ini, dan kepada para subjek penelitian yang telah
bersedia ikut serta dalam penelitian ini sehingga penulisan tesis ini dapat terwujud.
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada
orang tua tercinta Sientiawan Goutama dan Hetty Besare yang senantiasa memberi
doa, dukungan moral dan materi sehingga penulis mampu menyelesaikan Program
vii
Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam ini dengan baik. Terima kasih juga
penulis sampaikan sanak keluarga lain yang selalu memberikan dukungan doa dan
terima kasih atas bantuan moral dan dukungan doa sehingga penulisan tesis ini dapat
terwujud. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih terdapat banyak
kekurangan serta jauh dari sempurna, semoga segala masukan dan koreksi dapat
Kiranya Tuhan memberkati semua pihak yang telah membantu dan membawa
perbaikan bagi penulis. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi masyarakat luas dan
Ferdinan Goutama
viii
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Abstrak…………………………………………………………………………. iii
Kata Pengantar………………………………………………………………….. v
Daftar Isi……………………………………………………………………… . ix
Daftar Gambar…………………………………………………………………..xii
Daftar Singkatan……………………………………………………………....... xv
Bab I. Pendahuluan
ix
Bab III. Kerangka Teori, Kerangka Konsep dan Variabel Penelitian
V.1. Hubungan antara nilai APRI terhadap hasil fibrosis hati berdasarkan
V.2. Hubungan antara nilai FIB-4 terhadap hasil fibrosis hati berdasarkan
V.3. Hubungan antara nilai Fibro-Q terhadap hasil fibrosis hati berdasarkan
x
V.4. Hubungan antara nilai alfa-fetoprotein terhadap hasil fibrosis hati
Daftar Pustaka………………………………………………………………… 36
Lampiran……………………………………………………………………… 40
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. Hubungan antara nilai APRI dengan nilai fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik..……….............……….............……….............………….... 28
Tabel 3. Hubungan antara nilai FIB-4 dengan nilai fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik..……….............……….............……….............………….... 28
Tabel 4. Hubungan antara nilai Fibro-Q dengan nilai fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik..……….............……….............……….............………….... 29
Tabel 5. Hubungan antara nilai AFP dengan nilai fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik..……….............……….............……….............………….... 29
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
DAFTAR SINGKATAN
AFP : Alfa-fetoprotein
Fibro-Q : Fibro-quotient
kPa : Kilopascals
TE : Transient elastography
xv
VHC : Virus Hepatitis C
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
sepertiga dari populasi dunia saat ini pernah terpajan virus ini dan 35-400 juta
Komplikasi dari infeksi VHB adalah suatu sirosis hepatis, dimana terjadi
akibat cidera kronik-reversibel pada parenkim hati disertai timbulnya jaringan ikat
difus akibat adanya cidera fibrosis. Fibrosis hati dipercaya sebagai suatu model
keuntungan termasuk mudah dilakukan, biaya lebih murah dan dapat dilakukan
pada pasien rawat jalan.3 Terdapat banyak fibrosis marker yang dapat dipakai
transaminase to Platelet Ratio Index (APRI), Fibrosis Index based on Four Factor
1
pemeriksaan ini dapat menilai derajat fibrosis hati.3 Penilaian fibrosis hati dengan
teknik TE telah dipakai secara luas, metode pemeriksaan ini tidak menyakitkan
transient elastography dengan FIB-4 dan APRI pada pasien dengan virus Hepatitis
Komplikasi lain dari VHB yang lain adalah sirosis dan karsinoma
kematian akibat VHB berkaitan dengan sirosis hati dan karsinoma hepatoselular
terutama hepatitis virus, penyakit keganasan diluar hati seperti pankreas dan
lambung. AFP dilaporkan dapat digunakan secara tidak langsung untuk menilai
diminati dan mengganti biopsi hati, bersamaan dengan angka kejadian VHB dan
antara fibrosis marker (APRI, FIB-4 dan Fibro-Q) dengan AFP yang berfungsi
sebagai suatu penanda tumor dan fibrosis marker dengan pemeriksaan transient
2
1. Apakah terdapat hubungan APRI dan fibrosis hati pada pasien hepatitis B
kronik?
2. Apakah terdapat hubungan FIB-4 dan fibrosis hati pada pasien hepatitis B
kronik?
3. Apakah terdapat hubungan Fibro-Q dan fibrosis hati pada pasien hepatitis B
kronik?
4. Apakah terdapat hubungan AFP dan fibrosis hati pada pasien hepatitis B
kronik?
marker yaitu APRI, FIB-4, Fibro-Q dan pemeriksaan AFP dengan fibrosis hati
1. Untuk mengetahui hubungan nilai APRI dengan fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik.
2. Untuk mengetahui hubungan nilai FIB-4 dengan fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik.
3. Untuk mengetahui hubungan nilai Fibro-Q dengan fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik.
4. Untuk mengetahui hubungan nilai AFP dengan fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik.
3
1.4. Manfaat Penelitian
pemeriksaan non-invasive fibrosis marker yaitu APRI, FIB-4, Fibro-Q dan AFP
Dengan diketahui hubungan APRI, FIB-4, Fibro-Q dan AFP dengan fibrosis
kronik.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Hepatitis B
II.1.1 Definisi
Virus Hepatitis B ditemukan pertama kali oleh Blumberg pada tahun 1965.3
VHB mempunyai kode DNA yang terdiri dari struktur genom yang saling
dua dari tiga pasien hepatitis B akut mempunyai gejala yang ringan bahkan tanpa
gejala dan biasaya tidak diketahui.9 Sejak ditemukan sampai saat ini telah terjadi
5
banyak perubahan istilah dalam penyebutan VHB. Definisi saat ini untuk hepatitis
B kronik adalah adanya persistensi VHB lebih dari 6 bulan, sehingga pemakaian
II.1.2. Epidemiologi
populasi dunia pernah terpajan VHB dan 350-400 juta diantaranya merupakan
Sirosis dan KHS adalah dua kompikasi dari hepatitis B kronik. Insidens kumulatif
5 tahun sirosis pada psien yang tidak diterapi menunjukkan angka 8 - 20%, dan
insidesi KHS pada pasien hepatitis B yang sudah mengalami sirosis mencapai
21%.1
II.1.3. Patogenesis
Patogenesis dari suatu VHB berkaitan erat dengan siklus hidup VHB. Virion
cotransporting polypeptide receptor pada membra sel. Setelah terlepas dari viral
6
viral protein. Pregenomic ribonucleic acid (pgRNA) bersamaan dengan protein
inti, protein polymerase, dan genom virus melakukan replikasi melalui reverse
melibatkan respons imun humoral dan selular. Virus melakukan replikasi dalam
hepatosit, dimana virus tersebut tidak bersifat sitopatik, sehingga yang membuat
kerusakan sel hati dan manifestasi klinis bukan disebabkan oleh virus yang
7
menyerang heaptosit, tetapi oleh karean respon imun yang dihasilkan oleh tubuh.
Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi VHB dapat
diakhiri, sedangkan bila proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi VHB
yang menetap. Proses eliminasi virus yang tidak efisien dapat disebabkan oleh
II.1.4. Komplikasi
Komplikasi dari suatu infeksi VHB adalah terjadi suatu fibrosis, sirosis dan
KHS. Dimana perjalan dari suatu infeksi VHB secara kronik bisa mengalami 4
fase penyakit, yaitu fase immune tolerant, fase immune clearance, fase pengidap
inaktif, dan fase reaktivasi.11 Fase immune tolerant ditandai dengan kadar DNA
VHB yang tinggi dengan kadar ALT yang normal. Sedangkan, fase immune
clearance terjadi ketika sistem imun berusaha melawan virus. Hal ini ditandai
oleh fluktuasi level ALT serta DNA VHB. Pasien kemudian dapat berkembang
menjadi fase pengidap inaktif, ditandai dengan DNA VHB yang rendah (<2000
IU/ml), ALT normal, dan kerusakan hati minimal. Seringkali pasien pada fase
pengidap inaktif dapat mengalami fase reaktivasi dimana DNA VHB kembali
8
Gambar 3. Fase VHB kronik dan manifestasi klinis
Sumber:Kgatle M dan Steshedi M. Immunopathogenesis of Hepatitis B Virus Infection
and Related Complications. European Medical Journal Hepatology. 2016.
Sirosis hati dan KHS tetap menjadi komplikasi utama dari suatu infeksi VHB
kronik. Resiko untuk terjadi suatu sirosis dan KHS akan terus meningkat setiap
tahunnya. Periode umum untuk suatu infeksi VHB untuk menjadi suatu KHS
adalah 20-30 tahun dan terjadinya suatu sirosis adalah 8-10 tahun.15 Resiko
terjadinya suatu KHS akan semakin meningkat setiap tahunnya dengan resiko
9
Gambar 4. Infeksi VHB Kronik dan komplikasi
Sumber:Kgatle M dan Steshedi M. Immunopathogenesis of Hepatitis B Virus Infection
and Related Complications. European Medical Journal Hepatology. 2016.
fibrosis hati non invasive, pertama kali dikemukakan oleh Wai dkk, dengan
pada awalnya digunakan oleh Wai untuk fibrosis signifikan dan sirosis pada
pasien hepatitis C.17 Ben dkk juga telah melakukan penelitian hubungan antara
APRI dengan pasien fibrosis signifkan pada hepatitis B, selain itu Ben dkk juga
menilai penggunaan APRI dapat menghemat biaya rumah sakit atau pasien
Studi dari Zhou dkk menilai hasil dari nilai APRI dapat di intrepretasi > 0,5 –
1,5 merupakan suatu fibrosis dan > 1,5 suatu sirosis hati. Nilai dari APRI ini
10
sangat berpengaruh dari nilai trombosit dan juga AST sebagai faktor perhitungan
Fibrosis Index Based on Four Factors adalah skor yang dikembangkan oleh
Sterling pada awalnya digunakan untuk menentukan suatu fibrosis pada hepatitis
memprediksi fibrosis dan sirosis lebih baik dibandingkan APRI pada pasien
hepatitis C kronik.21 Penggunaan skor FIB-4 sebagai suatu biomarker saat ini
tidak hanya digunakan pada hepatitis C namun juga pada hepatitis B dan
Hasil dari FIB-4 dapat di nilai dengan skor < 1.45 mempunyai prediksi
negatif untuk suatu fibrosis, dan hasil dari FIB-4 dengan skor > 3.25 prediksi
positif untuk fibrosis.23 Peningkatan dari nilai FIB-4 ini berhubungan dengan
angka trombosit dan juga fungsi hati. Trombositopenia dapat di temukan pada
pasien hepatitis B kronik dan juga pada pasien sirosis hati. Peningkatan enzim hati
11
penyakit hati dan komplikasi yang berat dan pengunaan test FIB-4 secara berkala
ratio (PT INR).13 Perhitungan dari Fibro-Q dapat di lihat berdasarkan rumus
berikut:
Hasil dari Fibro-Q dapat dinilai dengan skor < 1.6 mempunyai prediksi
negatif untuk suatu fibrosis, dan skor > 1.6 mempunyai prediksi positif untuk
suatu fibrosis, semakin tinggi hasil Fibro-Q menunjukkan semakin berat suatu
Serum AFP sudah dilaporkan sebagai tumor marker untuk suatu KHS.
Walaupun AFP tidak spesifik untuk KHS, peningkatan dari AFP dapat juga dilihat
pada penyakit hati kronik, terutama karena virus, maupun penyakit hati bukan
keganasan. Peningkatan AFP > 400 ng/mL dapat dijadikan sebagai suatu indikator
untuk KHS. Selain digunakan sebagai suatu indikator untuk KHS, AFP juga telah
digunakan sebagai salah satu indikator tidak langsung untuk menilai suatu fibrosis
pada VHB.8
12
Penelitian dari Ahmari menunjukkan pemeriksaan AFP dapat membantu
memprediksi fibrosis hati dan membantu deteksi dini dari KHS. Namun masih
diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menilai korelasi dari hasil angka AFP
menggantikan posisi dari biopsi hati sebagai suatu baku emas. Pemeriksaan TE
guideline European Association for the Study of Liver (EASL) dan Asian Pacific
Pengukuran fibrosis hati dengan TE dapat dilakukan secara cepat, tidak nyeri,
dan dapat dengan mudah dilakukan bahkan pada pasien rawat jalan. Pemeriksaan
keras jaringan hati semakin cepat hantaran getaran dari alat TE. Hasil dari TE di
13
Gambar 5. Skema dari pemeriksaan TE untuk mengukur fibrosis hati
Sumber: Yu J dan Lee J. Current Role of Transient Elastography in the Management of
Chronic Hepatitis B Patients. Korean Society of Ultrasound in Medicine:
e-Ultrasonography.org. 2017
peningkatan nilai LS > 11.7 kPa sudah dapat diduga sebagai suatu sirosis. Studi
yang lain menunjukkan peningkatan nilai TE dari > 7.2 kPa menunjukkan suatu
fibrosis awal (F2), dan > 8.1 menunjukkan fibrosis lanjut (F3). Rekomendasi dari
guideline TE berguna untuk indetifikasi sirosis dan fibrosis pada pasien infeksi
5.85 - 8.8 kPa, F3 7.0 - 13.5 kPa, dan F4 > 9 - 16.9 kPa.32
14
Gambar 6. Derajat fibrosis hati berdasarkan TE
Sumber: Singh A dan Misra R. Assesment of Liver Fibrosis by Transient Elastography
and APRI (AST to Platetlet Ratio) in Patients with Chronic Liver Disease. 2018.
15
BAB III
Infeksi kronis dari VHB akan mengalami komplikasi lanjut yaitu fibrosis hati,
sirosis hati maupun KHS. Pemeriksaan dari suatu fibrosis hati menurut baku emas
dilakukan dengan biopsi hati, namun mempunyai resiko tinggi, dan tidak praktis.
Pemeriksaan non invasive untuk suatu fibrosis dilakukan dengan teknik mengukur
dan Fibro-Q.13,23 Peningkatan nilai APRI, FIB-4 dan Fibro-Q berkaitan dengan
Komplikasi dari suatu hepatitis B kronik adalah KHS, dimana AFP saat ini
digunakan untuk sebagai pemeriksaan awal dari KHS, nilai AFP yang sangat
tinggi (>400ng/mL) dapat dikaitkan dengan KHS, dan nilai AFP yang tinggi
(10-400 ng/mL) dikaitan dengan infeksi hati dan inflamasi di hati.33 Penelitian ini
bermaksud menarik hubungan antara nilai APRI, nilai FIB-4, nilai Fibro-Q, nilai
AFP, dan nilai dari fibrosis hati dengan pemeriksaan TE pada pasien hepatitis B
kronik.
16
Hepatitis B kronik
Fibrosis Hati
17
III.2 Kerangka Konsep
AFP
APRI
FIB-4
Fibro-Q
Fibrosis Hati
Hipotesis Pertama
Hipotesis Kedua
Hipotesis Ketiga
Hipotesis Keempat
18
III.4 Hipotesis Penelitian
1. Terdapat hubungan antara nilai APRI dengan nilai fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik.
2. Terdapat hubungan antara nilai FIB-4 dengan nilai fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik.
3. Terdapat hubungan antara nilai Fibro-Q dengan nilai hasil fibrosis hati pada
4. Terdapat hubungan antara nilai AFP dengan nilai fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik.
19
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di poli hepatologi BLU RSUP Prof. dr. R.D.
Kandou Manado. Penelitian dilakukan dalam waktu 6 bulan mulai Januari 2021 -
Juni 2021.
eksklusi.
20
IV.4.2. Kriteria eksklusi
jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi. Besar sampel yang dibutuhkan dalam
Keterangan :
N = Jumlah sampel
N = 29 sampel
sampel.
21
IV.6. Metode Pengambilan Sampel
hepatitis B kronik yang di BLU RSUP Prof. dr. R.D. Kandou Manado
teknik TE.
Definisi Operasional : Infeksi dari VHB yang tidak sembuh secara spontan dan
Kriteria obyektif : HBsAg seropositif > 6 bulan atau HBV DNA positif.1
Cara pemeriksaan :
22
Kriteria obyektif : Nilai APRI 0,5 – 1,5 menunjukkan adanya fibrosis hati.19
Cara pemeriksaan :
IV.7.4. Fibro-Quotient
Cara pemeriksaan :
Kriteria obyektif : Nilai Fibro-Q > 1.6 menunjukkan adanya fibrosis hati.13
penanda tumor KHS, nilai yang tinggi dapat dikaitkan dengan infamasi di hati,
23
Kriteria obyektif :
Cara pemeriksaan :
Nilai pemeriksaan TE > 7.2 - 18.2 kPa menunjukkan adanya fibrosis hati
memenuhi kriteria diberi penjelasan tentang penelitian dan bila bersedia diminta
karakteristik subjek. Tahap kedua, subjek yang memenuhi kriteria inklusi dan
24
IV.9. Alur Penelitian
Tahap 1
Subjek Hepatitis B Kronik berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
penunjang, dan catatan medik
Kriteria eksklusi
Tahap 2
Pemeriksaan penunjang yaitu APRI, FIB-4, Fibro-Q, AFP, TE
Tahap 3
Analisis data
menerangkan secara singkat tentang latar belakang, tujuan dan manfaat penelitian
serta tindakan pengambilan sampel darah yang dialami oleh peserta penelitian.
Package for Social Sciences (SPSS) versi 25 . Uji statistik yang digunakan adalah:
25
1. Analisis deskriptif secara umum dengan metode univariat untuk mendapatkan
nilai minimum, maksimum, rerata dan simpang baku serta distribusi dari
semua variabel.
2. Uji menilai korelasi antara nilai APRI, FIB-4, Fibro-Q dan AFP dengan
fibrosis hati digunakan analisis uji korelasi Pearson antara variabel bebas dan
variabel tergantung bila sebaran data normal, dan uji Spearman bila sebaran
data tidak normal. Untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak normal
26
BAB V
HASIL PENELITIAN
Karakteristik Sampel
dilakukan selama 4 bulan mulai bulan Oktober 2021 sampai bulan Januari 2022
Data deskriptif pada penelitian ini meliputi usia, nilai APRI, nilai FIB-4,
nilai Fibro-Q, alfa fetoprotein dan nilai fibrosis hati. Rerata usia pada penelitian
ini adalah 49,95 tahun ± simpangan baku 12,18 tahun. Rerata nilai APRI pada
penelitian ini adalah 1,46 ± simpangan baku 1,89. Rerata nilai FIB-4 pada
penelitian ini adalah 3,64 ± simpangan baku 4,76. Rerata nilai Fibro-Q pada
penelitian ini adalah 7,14 ± simpangan baku 11,48. Rerata alfa-fetoprotein pada
penelitian ini adalah 30,02 ± simpangan baku 71,06 ng/mL. Rerata fibrosis hati
27
V.1. Hubungan antara nilai APRI dengan nilai fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik
Pada penelitian ini didapatkan nilai rerata APRI adalah 1,46 ± simpangan
baku 1,89 dan rerata nilai fibrosis hati adalah 10,62 ± simpangan baku 2,31 kPa.
Uji normalitas data dengan Uji Shapiro-Wilkinson didapatkan sebaran data yang
tidak normal, sehingga untuk melihat apakah terdapat hubungan antara nilai APRI
dengan nilai fibrosis hati dilakukan uji Spearman. Hasil korelasi didapatkan
koefisien korelasi (r) adalah 0,388 dan nilai signifikansi (p) adalah 0,034.
Tabel 2. Hubungan antara nilai APRI dengan nilai fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik
Hubungan Variabel N Koefisien Korelasi Signifikansi
APRI – Fibrosis hati 30 0,388 0,034
Keterangan: Uji Korelasi Spearman
V.2. Hubungan antara nilai FIB-4 dengan nilai fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik
Pada penelitian ini didapatkan nilai rerata FIB-4 adalah 3,64 ± simpangan
baku 4,76 dan rerata nilai fibrosis hati adalah 10,62 ± simpangan baku 2,31 kPa.
Uji normalitas data dengan Uji Shapiro-Wilkinson didapatkan sebaran data yang
tidak normal, sehingga untuk melihat apakah terdapat hubungan antara nilai FIB-4
dengan nilai fibrosis hati dilakukan uji Spearman. Hasil korelasi didapatkan
koefisien korelasi (r) adalah 0,422 dan nilai signifikansi (p) adalah 0,02.
Tabel 3. Hubungan antara nilai FIB-4 dengan hasil fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik
Hubungan Variabel N Koefisien Korelasi Signifikansi
FIB-4 – Fibrosis hati 30 0,422 0,02
Keterangan: Uji Korelasi Spearman
28
V.3. Hubungan antara nilai Fibro-Q dengan nilai fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik
Pada penelitian ini didapatkan nilai rerata Fibro-Q pada penelitian ini
adalah 7,14 ± simpangan baku 11,48 dan rerata nilai fibrosis hati adalah 10,62 ±
simpangan baku 2,31 kPa. Uji normalitas data dengan Uji Shapiro-Wilkinson
didapatkan sebaran data yang tidak normal, sehingga untuk melihat apakah
terdapat hubungan antara nilai Fibro-Q dengan nilai fibrosis hati dilakukan uji
Spearman. Hasil korelasi didapatkan koefisien korelasi (r) adalah 0,378 dan nilai
Tabel 4. Hubungan antara nilai Fibro-Q dengan nilai fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik
Hubungan Variabel N Koefisien Korelasi Signifikansi
Fibro-Q – Fibrosis hati 30 0,378 0,04
Keterangan: Uji Korelasi Spearman
V.4. Hubungan antara nilai alfa-fetoprotein dengan nilai fibrosis hati pada
Pada penelitian ini didapatkan nilai rerata AFP pada penelitian ini adalah
30,02 ± simpangan baku 71,06 ng/mL dan rerata nilai fibrosis hati adalah 10,62 ±
simpangan baku 2,31 kPa. Uji normalitas data dengan Uji Shapiro-Wilkinson
didapatkan sebaran data yang tidak normal, sehingga untuk melihat apakah
terdapat hubungan antara nilai AFP dengan nilai fibrosis hati dilakukan uji
Spearman. Hasil korelasi didapatkan koefisien korelasi (r) adalah 0,504 dan nilai
Tabel 5. Hubungan antara nilai alfa-fetoprotein terhadap nilai fibrosis hati pada
pasien hepatitis B kronik
Hubungan Variabel N Koefisien Korelasi Signifikansi
AFP – Fibrosis hati 30 0,504 0,005
Keterangan: Uji Korelasi Spearman
29
BAB VI
PEMBAHASAN
laki-laki berjumlah 20 orang (66,7%) dan wanita 10 orang (33,3%). Rerata usia
pada penelitian ini adalah 49,95 tahun ± simpangan baku 12,18 tahun. Hal ini
sesuai dengan data Indonesia tahun 2013 dimana proporsi HBsAg positif
Rerata nilai APRI pada penelitian ini adalah 1,46 ± simpangan baku 1,89.
Nilai APRI antara 0.5 – 1.5 menunjukkan adanya suatu fibrosis hati. dan nilai
APRI > 1.5 menunjukkan adanya suatu sirosis hati. Nilai dari APRI ini sangat
Rerata nilai FIB-4 pada penelitian ini adalah 3,64 ± simpangan baku 4,76.
Hasil dari FIB-4 dengan skor > 3.25 prediksi positif untuk fibrosis hati.
Peningkatan dari nilai FIB-4 ini berhubungan dengan angka trombosit dan juga
fungsi hati. Trombosit yang menurun dapat di temukan pada pasien hepatitis B
kronik dan juga pada pasien sirosis hati. Peningkatan enzim hati juga berkaitan
Rerata nilai Fibro-Q pada penelitian ini adalah 7,14 ± simpangan baku
11,48. Hasil dari FibroQ dengan skor > 1.6 mempunyai prediksi positif untuk
suatu fibrosis, semakin tinggi hasil fibroQ menunjukkan semakin berat suatu
fibrosis.25
Rerata alfa fetoprotein pada penelitian ini adalah 30,02 ± simpangan baku
30
membantu memprediksi fibrosis hati dan membantu deteksi dini dari KHS.26
Menurut She dkk nilai AFP 10 - 400 ng/mL menunjukkan adanya inflamasi di
Rerata nilai fibrosis hati pada penelitian ini adalah 10,62 ± simpangan baku
2,31 kPa. Pemeriksaan TE untuk menentukan suatu fibrosis dapat dikatakan sudah
mulai menggantikan posisi biopsi hati sebagai baku emas.28 Pemeriksaan ini dapat
dilakukan secara cepat, tidak nyeri, dan mudah untuk dilakukan. Untuk nilai
VI.1. Hubungan antara nilai APRI dengan nilai fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik
Pada penelitian ini didapatkan korelasi positif rendah dan bermakna antara
nilai APRI dengan fibrosis hati (r = 0,388 dan p = 0,034). Hasil dari penelitian ini
menunjukkan semakin tinggi nilai APRI, semakin tinggi juga nilai fibrosis hati.
Penelitian sebelumnya dari Taringan dkk pada tahun 2013, dengan subyek pasien
hepatitis B dan hepatitis C didapatkan juga hubungan positif antara APRI dengan
fibrosis hati (r = 0.628 dan p <0.05). Hal ini menunjukan APRI tidak hanya dapat
digunakan untuk hepatitis C namun dapat digunakan juga untuk hepatitis B.35
Nilai APRI yang semakin tinggi menunjukkan nilai fibrosis juga yang
semakin tinggi, hal ini menunjukkan suatu korelasi positif. Penelitian lain yang
dilakukan Ayed dkk pada tahun 2017 dengan sampel 179 pasien hepatitis B
dengan membandingkan skor APRI dengan hasil biopsi hati, dimana didapatkan
31
VI.2. Hubungan antara nilai FIB-4 dengan nilai fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik
Pada penelitian ini didapatkan korelasi positif sedang dan bermakna antara
nilai FIB-4 dengan fibrosis hati (r = 0,422 dan p = 0,02). Hasil dari penelitian ini
menunjukkan semakin tinggi nilai FIB-4, semakin tinggi juga nilai fibrosis hati.
Hal ini sejalan dengan Adrianti dkk tahun 2018 dimana terdapat 145 sampel
pasien hepatitis B, dan didapatkan hasil korelasi positif (r = 0.517 dan p < 0.01).
Penelitian dari Adrianti juga menunjukkan hubungan nilai FIB-4 dengan fibrosis
hubungan Fibro-Q dengan fibrosis hati (r = 0.255) pada pasien hepatitis B.36
Rungta dkk tahun 2021 melakukan penelitian pada 520 pasien untuk
menilai perbandingan nilai APRI dan FIB-4 dengan fibroscan pada pasien
untuk menilai suatu fibrosis berdasarkan TE. Selain itu didapatkan juga FIB-4
mempunyai nilai diagnosis lebih baik dari APRI karena mempunyai nilai area
under the receiver operating characteristic (AUROC) lebih tinggi. Hal ini sejalan
VI.3. Hubungan antara nilai Fibro-Q dengan nilai fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik
Pada penelitian ini didapatkan korelasi positif rendah dan bermakna antara
nilai Fibro-Q dengan fibrosis hati (r = 0,378 dan p = 0,04). Hasil dari penelitian
ini menunjukkan semakin tinggi nilai FIB-4, semakin tinggi juga nilai fibrosis hati.
32
Nilai korelasi positif yang rendah pada penelitian ini dapat disebabkan karena
Fibro-Q mempunyai nilai yang lebih baik dalam menilai suatu sirosis
dibandingkan dengan fibrosis hati seperti pada penelitian yang dilakukan oleh
Penelitian Shilpha dkk tahun 2017 menunjukkan juga nilai Fibro-Q dapat
dimana didapatkan nilai Fibro-Q mempunyai nilai diagnosis lebih baik karena
memiliki nilai AUROC lebih tinggi. Pada penelitian ini nilai FibroQ (r = 0,378)
dan APRI (r = 0,388) dibandingkan dengan nilai fibrosis hati mempunyai nilai
VI.4. Hubungan antara nilai alfatetoprotein dengan nilai fibrosis hati pada
Pada penelitian ini didapatkan korelasi positif sedang dan bermakna antara
nilai AFP dengan fibrosis hati (r = 0,504 dan p = 0,005). Hasil dari penelitian ini
menunjukkan semakin tinggi nilai AFP, semakin tinggi juga nilai fibrosis hati.
Penelitian retrospektif dari Liu dkk tahun 2015 dengan 619 sampel juga
menunjukkan hubungan korelasi antara nilai AFP dengan fibrosis pada pasien
antara nilai AFP dengan inflamasi hati dan juga fibrosis hati.8
Wang dkk tahun 2021 juga meneliti tentang hubungan AFP dengan fibrosis
Kim dkk tahun 2016, dimana penelitian ini dilakukan untuk pasien hepatitis B dan
33
hepatits C dan didapatkan juga hubungan yang bermakna antara kedua variabel
tersebut.42
Penelitian lainnya dilakukan Gamil dkk tahun 2017 mengenai AFP, FIB-4
dan Fibrosis dengan TE pada pasien hepatitis C didapatkan hasil adanya korelasi
bermakna.43 Penelitian ini juga menilai AFP dan FIB-4 mempunyai tingkat
dihubungkan dengan fibrosis pada pemeriksaan TE. Penelitian dari Wang dkk
tahun 2021 juga menunjukkan AFP mempunyai nilai AUROC lebih tinggi
dibandingkan dengan APRI dan FIB-4 pada pasien hepatitis B dengan fibrosis
hati.9
34
BAB VII
VII.1 Kesimpulan
1. Terdapat hubungan antara nilai APRI dengan fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik
2. Terdapat hubungan antara nilai FIB-4 dengan Fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik.
3. Terdapat hubungan antara nilai Fibro-Q dengan Fibrosis hati pada pasien
hepatitis B kronik.
4. Terdapat hubungan antara nilai AFP dengan Fibrosis hati pada pasien hepatitis
B kronik.
VII.2. Saran.
2. Perlu penelitian lebih spesifik tentang AFP untuk dapat dijadikan sebagai
35
DAFTAR PUSTAKA
2. Hirlan. Asistes dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Keenam Jilid II.
Jakarta: InternaPublishing. 2015: 1980-5.
9. Liang T. Hepatitis B: the Virus and Disease. NIH Hepatolog. 2009: 1-17
11. WHO. Guidelines for the Prevention, Care and Treatment of Persons with
Chronic Hepatitis B Infection. France: WHO Press. 2015: 25-27
13. Sanityoso A, Christine G. Hepatitis Viral Akut dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi Keenam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing. 2015:
1945-62
36
15. Kgatle M dan Setshedi M. Immunopathogenesi of Hepatitis B Virus Infection
and Related Complications. Hepatology EMJ. 2016: 84-92
19. Zhou K, Gao C, Zhao Y, et all. Simpler score of routine laboratory tests
predicts liver fibrosis in patients with chronic hepatitis B. Journal of
Gastroenterology and Hepatology 25. 2010: 1569–77
21. Wang C, Liu C, Lin C, et all. Fibrosis Index Based on Four Factors Better
Predicts Advanced Fibrosis or Cirrhosis than Aspartate Aminotransferase/
Platelet Ratio Index in Chronic Hepatitis C Patients. Taiwan: Elseveir. 2015:
923-8
25. Hsieh Y, Tung S, Lee I, et all. Fibro-Q: An Easy and Useful Noninvasive Test
for Predicting Liver Fibrosis in Patients with Chronic Viral Hepatitis. Chang
Gung Med J Vol. 32 No. 6. 2009; 614-22
37
28. Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia. Naskah Lengkap: the 12th Liver Update
and the Annual Scientific Meeting of INA ASL/PPHI “Evaluasi dan
Monitoring Progresi Fibrosis Hati Terkini”. Jakarta: PPHI. 2019: 343-359
35. Taringan dan Zain. Relationship Beetween Liver Fibrosis Degree on APRI
Score compare with Fibroscan in Patients with Chronic Hepatitis B and C.
Division of Gastroenterology and Hepatology, Department of Internal
Medicine, Medical Faculty of Universitas Sumatera Utara, Medan. 2013:
16-24.
38. Wang H, Peng C, Lai H, et all. New noninvasive index for predicting liver
fibrosis in Asian patients with chronic viral hepatitis. Scinetific Report. 2017..
DOI:10.1038/s41598-017-03589-w: 1-8
39. Wang Y, Dong F, Sun S, et all. Increased INR Values Predict Accelerating
Deterioration and High Short-Term Mortality Among Patients Hospitalized
38
With Cirrhosis or Advanced Fibrosis. Frontiers in Medicine, Vol 8. 2021:
1-12.
42. Kim C, Kim B, Lee S, et all. Clinical features of hepatitis B and C virus
infections, with high a-fetoprotein levels but not hepatocellular carcinoma.
Medicine (2017) volume 96: issue 2(e5844): 1-6.
43. Gamil M, Alboraie M, Sayed M, et all. Novel scores combining AFP with
non-invasive markers for prediction of liver fibrosis in chronic hepatitis C
patients. Journal of Medical Virology. 2017. DOI 10.1002/kmv.25026: 1-6
39
LAMPIRAN 1. Formulir Persetujuan
Manado, 2021
40
LAMPIRAN 2. Lembar Data Penelitian
Nomor :
1. Identitas Pasien
• Nama :
• RM :
• TTL / Umur :
• Jenis Kelamin :
• Suku Bangsa :
• Alamat :
• Pendidikan :
• Pekerjaan :
• Status :
• Nomor HP :
1. Anamnesis
Riwayat penyakit sekarang :
2. Pemeriksaan Fisik
Berat badan : kg
Tinggi Badan : cm
IMT : kg/m2
41
Lingkar pinggang : cm
Tekanan darah :
Nadi : X/menit,
Respirasi : X/menit
0
Suhu : C
Saturasi Oksigen :
3. Pemeriksaan Laboratorium
• Hb :
• Hematokrit :
• Leukosit :
• Trombosit :
• SGOT :
• SGPT :
• PT-INR :
• AFP :
• HBsAg :
• HBV DNA :
• Anti HCV :
4. Pemeriksaan Penunjang
42
LAMPIRAN 3. Estimasi Biaya dan Time Table Penelitian
Bulan Keterangan
Agustus 2021
Oktober 2021
November 2021
Desember 2021
43
LAMPIRAN 4. Data Subyek Penelitian
Fibro-
No Nama Umur JK GOT GPT PLT PT INR AFP APRI FIB-4 Fibro-Q
scan
1 RR 64 L 135 68 50 17.3 1.02 10.5 94.56 6.75 20.96 25.92
2 JJ 23 L 209 403 102 13.3 1.01 10.9 4.7 5.12 2.35 1.18
3 RK 29 L 35 25 131 12.7 0.95 12.9 20.6 0.67 1.55 2.94
4 L 23 P 10 7 255 12.5 0.92 13.1 208.4 0.10 0.34 1.19
5 JP 69 P 37 30 103 15.9 1.25 11.6 11.8 0.90 4.53 10.33
6 N 51 P 120 58 67 19 1.56 14.7 342.6 4.48 11.99 24.57
7 JW 51 L 18 18 227 12.8 0.96 8.8 2 0.20 0.95 2.16
8 DT 41 L 50 26 259 12.6 0.95 7.9 5.1 0.48 1.55 2.89
9 AS 46 L 54 117 202 12.8 0.97 8.7 4.6 0.67 1.14 1.02
10 JL 32 L 20 32 217 13.2 1 6.2 2 0.23 0.52 0.92
11 SHI 60 P 24 31 102 13.8 1.06 14.1 4.2 0.59 2.54 4.83
12 RP 48 L 58 53 57 16.5 1.32 9.4 2 2.54 6.71 12.16
13 MT 52 L 13 13 333 13.7 1.01 14.4 1.68 0.10 0.56 1.58
14 PS 59 L 22 23 103 13.5 1.03 8.7 2.8 0.53 2.63 5.64
15 AK 60 P 21 17 109 12.8 0.94 9.9 3.11 0.48 2.80 6.39
16 WS 48 P 383 720 173 15.8 1.18 11.8 5.91 5.53 3.96 1.74
17 OT 57 P 72 36 190 12.9 0.95 14.6 8.56 0.95 3.60 5.70
18 MM 59 L 53 18 47 19.3 1.6 13.9 3.6 2.82 15.68 59.14
19 HM 58 L 20 23 226 14.2 1.1 8.6 2 0.22 1.07 2.45
20 SL 50 L 45 73 250 15.2 1.19 12 6.2 0.45 1.05 1.47
21 NL 49 L 41 81 264 12.2 0.91 7.3 2.8 0.39 0.85 0.85
22 SS 48 L 28 39 157 13 0.98 8.9 2 0.45 1.37 2.15
23 M 42 P 396 443 198 15.9 1.36 12.4 63.4 5.00 3.99 2.58
24 JYN 41 L 28 43 182 15.2 1.19 8.7 2.8 0.38 0.96 1.75
25 HT 29 L 51 50 305 16.2 1.28 8.8 6.5 0.42 0.69 1.24
26 MMP 52 P 29 29 275 13.4 1.02 9.4 4.8 0.26 1.02 1.93
27 KA 60 P 50 38 289 14.2 1.05 11.6 10.5 0.43 1.68 2.87
28 KSS 60 L 33 36 254 14.2 1.05 8.9 2.71 0.32 1.30 2.27
29 FM 60 L 40 48 275 14.1 1.05 9.3 8.23 0.36 1.26 1.91
30 ARR 64 L 48 27 62 17.3 1.22 10.5 60.3 1.94 9.54 22.39
44
LAMPIRAN 5. Statistik Penelitian
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Fibroscan .164 30 .038 .942 30 .101
AFP .399 30 .000 .441 30 .000
FIB4 .271 30 .000 .651 30 .000
APRI .338 30 .000 .682 30 .000
FibroQ .325 30 .000 .545 30 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Correlations
Fibroscan APRI
Spearman's rho Fibroscan Correlation
1.000 .388*
Coefficient
Sig. (2-tailed) . .034
N 30 30
APRI Correlation
.388* 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .034 .
N 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
Fibroscan AFP
Spearman's rho Fibroscan Correlation
1.000 .504**
Coefficient
Sig. (2-tailed) . .005
N 30 30
AFP Correlation
.504** 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .005 .
N 30 30
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
45
Correlations
Fibroscan FIB4
Spearman's rho Fibroscan Correlation
1.000 .422*
Coefficient
Sig. (2-tailed) . .020
N 30 30
FIB4 Correlation
.422* 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .020 .
N 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
Fibroscan Fibro-Q
Spearman's rho Fibroscan Correlation
1.000 .378*
Coefficient
Sig. (2-tailed) . .040
N 30 30
Fibro-Q Correlation
.378* 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .040 .
N 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
AFP APRI
Spearman's rho AFP Correlation
1.000 .460*
Coefficient
Sig. (2-tailed) . .011
N 30 30
APRI Correlation
.460* 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .011 .
N 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
46
Correlations
AFP FIB4
Spearman's rho AFP Correlation
1.000 .396*
Coefficient
Sig. (2-tailed) . .031
N 30 30
FIB4 Correlation
.396* 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .031 .
N 30 30
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
AFP Fibro-Q
Spearman's rho AFP Correlation
1.000 .279
Coefficient
Sig. (2-tailed) . .136
N 30 30
Fibro-Q Correlation
.279 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .136 .
N 30 30
47
LAMPIRAN 6. Ethical Clearence
48
LAMPIRAN 7. Riwayat Hidup Peneliti
A. Data Pribadi
B. Riwayat Pendidikan
C. Riwayat Pekerjaan
49