Anda di halaman 1dari 61

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT I

“ Asuhan Keperawatan Gawat Darurat dengan Trauma Abdomen”

Disusun Oleh
Kelompok 2 :
Bernadetha Ina Dona NIM : 131911001
Elsi Oktavia NIM : 131911003
Muhammad Haritsah NIM : 131911009
Rawendi Lubis NIM : 131911018

Dosen Pembimbing :
Utari Yunie Atrie , S.Kep, Ns, M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
T.A. 2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami mampu menyusun sebuah makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan
Gawat Darurat dengan Trauma Abdomen”. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas yang
diberikan dalam mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat I di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Hang Tuah Tanjung Pinang..
Dalam Penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Wiwiek Liestyaningrum, S.Kep., Ns, M.Kep selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang.
2. Zakiah Rahman, S.Kep, Ns, M.Kes selaku Ka.Prodi S-1 Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Tanjungpinang
3. Utari Yunie Atrie, S.Kep, Ns, M.Kep selaku dosen pengampu mata kuliah
Keperawatan Gawat Darurat I

Kami menyadari makalah ini masih banyak kekurangan baik pada penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu penulis mengharapkan,
saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Tanjungpinang, 20 April 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................. 2
D. Manfaat Penulisan ............................................................................................... 2
E. Sistematika Penulisan ......................................................................................... 3

BAB II. TINJAUAN TEORI

I. Konsep Dasar Medis


A. Definisi .................................................................................................... 4
B. Anatomi Abdomen .................................................................................. 4
C. Klasifikasi ............................................................................................... 5
D. Etiologic .................................................................................................. 6
E. Patofisiologi ............................................................................................ 7
F. Manifestasi Klinis ................................................................................... 9
G. Penatalaksanaan ...................................................................................... 10
H. Komplikasi .............................................................................................. 13
I. Algoritma ................................................................................................ 14
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian ............................................................................................... 14
B. Diagnosa Keperawatan ........................................................................... 17
C. Intervensi Keperawatan .......................................................................... 18
D. Implementasi Keperawatan ..................................................................... 28
E. Evaluasi Keperawatan ............................................................................. 34

BAB III. ANALISA KASUS

A. Pengkajian ........................................................................................................... 36
B. Diagnosa Keperawatan ....................................................................................... 39
C. Intervensi Keperawatan ...................................................................................... 39

ii
D. Implementasi Keperawatan ................................................................................. 42
E. Evaluasi Keperawatan ......................................................................................... 45
F. Peran dan Fungsi Perawat pada Kasus Trauma Abdomen ................................. 47

BAB IV. EVIDENCE BASED PRACTICE................................................................ 48

BAB V. PEMBAHASAN .............................................................................................. 53

BAB VI. PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 54
B. Saran ................................................................................................................... 54

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 55

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera pada abdomen merupakan suatu kondisi yang sulit untuk dievaluasi
walaupun dirumah sakit, terlebih di lapangan. Trauma tembus abdomen sudah tentu
memerlukan tindakan pembedahan. Trauma tumpul abdomen biasanya lebeh
tersamarkan, namun memiliki potensi kematian yang sama. Trauma tumpul maupun
tembus abdomen mempunyai ancaman jiwa yang sama yaitu perdarahan dan infeksi
(Mallapasi, 2014).
Trauma abdomen menempati peringkat ketiga sebagai penyebab kematian setelah
cedera kepala dan cedera pada dada. Trauma abdomen merupakan penyebab yang
cukup signifikan bagi angka kesakitan dan kematian di Amerika Serikat. Trauma
abdomen yang tidak diketahui (terlewatkan dari pengamatan) masih tetap menjadi
penyebab kematian yang seharusnya dapat dicegah (preventable death). Diagnosis dan
penanganan yang tepat dari trauma abdomen merupakan unsur terpenting dalam
mengurangi kematian akibat trauma abdomen. Penilaian sirkulasi saat survey awal
harus mencakup deteksi dini dari kemungkinan adanya perdarahan tersembunyi di
dalam abdomen pada trauma tumpul (Indah J Umboh, 2017).
Penanganan secara sistematik sangat penting dalam penatalaksanaan pasien
dengan trauma. Perawatan penting yang menjadi prioritas adalah mempertahankan
jalan napas, memastikan pertukaran gas secara efektif dan mengontrol perdarahan.
Kematian akibat trauma memiliki pola distributif trimordial. Puncak morbiditas
pertama terjadi dalam hitungan detik atau menit setelah cedera. Kematian ini
diakibatkan oleh gangguan jantung atau pembuluh darah besar, otak, ataupun saraf
tulang bekang. Cedera seperti ini sangat parah dan jumlah pasien yang bisa
diselamatkan relative kecil. Puncak kedua terjadi dalam hitungan menit sampai jam
setelah trauma terjadi. Kematian dalamperiode ini terjadi karena memar intracranial
atau perdarahan yang tidak terkontrol akibat robekan atau banyaknya luka. Perawatan
dalam satu jam pertama (golden period) sesudah cedera sangat penting untuk
mempertahankan nyawa pasien (Kartikawati, 2016).

1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang penulis gunakan meliputi :
1. Apa itu Trauma Abdomen ?
2. Apa saja klasifikasi Trauma Abdomen ?
3. Apa etiologic dari Trauma Abdomen?
4. Bagaimana Patofisiolgi Trauma Abdomen ?
5. Bagaimana Pathway Trauma Abdomen ?
6. Apa saja Manifestasi Klinis Trauma Abdomen ?
7. Apa saja Penatalaksanaan medis dari Trauma Abdomen ?
8. Apa saja komplikasi yang muncul dari Trauma Abdomen?
9. Bagaimana konsep dan Asuhan Keperawatan pada Pasien Trauma Abdomen ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan lata belakang dan rumusan masalah diatas penulisan makalah ini bertujuan
untuk :
1. Mengetajui dan memahami definisi Trauma Abdomen.
2. Mengetahui dan memahami Klasifikasi Trauma Abdomen.
3. Mengetahui dan memahami etiologic Trauma Abdomen.
4. Mengetahui dan memahami patofisiologi dari Trauma Abdomen.
5. Mengetahui dan memahami pathway Trauma Abdomen.
6. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis Trauma Abdomen.
7. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan medis dari Trauma Abdomen.
8. Mengetahui dan memahami komplikasi yang timbul pada Trauma Abdomen.
9. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada pasien Trauma Abdomen.

D. Manfaat Penulisan
Menambah wawasan para akademisi, khususnya mahasiswa/i keperawatam, serta
menambah literatur pembejalaran tentang asuhan keperawatan gawat darurat pada
kasus Trauma Abdomen.

2
E. Tekhnik Penulisan
Tekhnik penulisan makalah ini disusun secara sistematis yang terdiri dari enam bab,
yaitu :
• Bab I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang, tujuan penulisan,
manfaat penulisan dan teknik penulisan.
• Bab II : Tinjuauan teoritis yang meliputi konsep medis dan konsep
dasar asuhan keperawatan.
• Bab III : Tinjauan kasus yang mencakup tentang asuhan keperawatan
mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi
• Bab IV : EBP yang berisi tentang Analisa penulis tentang artikel atau
jurnal penelitian yang terkait dengan intervensi Trauma
Abdomen.
• Bab V : Pembahasan yang berisi tentang pembahasan keterkaitan dan
kesesuaian antara teori dan kasus
• Bab VI : Penutup yang mencakup kesimpulan dan saran.
• Diakhiri dengan daftar Pustaka yang memuat referensi yang dipergunakan
dalam penulisan makalah.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. Konsep Dasar Medis
A. Definisi
Trauma abdomen merupakan cedera pada abdomen yang dapat berupa
trauma tumpul dan tajam yang disengaja ataupun tidak disengaja. Trauma
abdomen adalah terjadinya kerusakan pada abdomen yang menyebabkan
perubahan fisiologis sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imunologi
dan gangguan faal berbagai organ (Musiha, 2015).
Trauma abdomen didefenisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang
terletak diantara diagfragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau
luka tusuk. Trauma pada abdomen mempunyai konsekuensi yang segera harus
diwaspadai karena dikhawatirkan akan mengakibatkan syok (Mallapasi, 2014)

B. Anatomi Abdomen
Menurut (Mallapasi, 2014) rongga abdomen terbagi menjadi tiga region yaitu :
a. Abdomen bagian atas (Thoraks)
Merupakan rongga abdomen yang terletak dibawah diafragma serta
tulang iga bagian bawah yang terdiri dari hati, kandung empedu, limfa serta
lambung. Cedera pada hati dan limpa dapat mengakibatkan perdarahan yang
fatal.
b. Abdomen bagian bawah
Abdomen bagian bawah terdiri dari usus halus dan usus besar serta
kandung kemih, kerusakan pada usus sehingga mengakibatkan infeksi,
peritonitis dan syok. Pada wanita, kandungan serta saluran indung telur
merupakan abdomen bagian bawah.
c. Region Retroperitoneal
Bagian ini terletak dibelakang abdomen atas dan abdomen bawah
termasuk didalamnya ginjal, uretra, pancreas, dan duodenum posterior. Aorta
abdominalis serta vena cava inferior karena letaknya berada di daerah ini
sehingga sangat sulit dievaluasi. Bila perdarahan terjadi di region abdomen
akan mengakibatkan distorsi dinding abdomen, perdarahan ekspensif pada
daerah retroperitoneal dapat tidak terdeteksi

4
C. Klasifikasi
Menurut (Boswick, 2014) berdasarkan mekanisme trauma, terbagi menjadi
dua yaitu trauma penetrasi dan non penetrasi :
a. Trauma Tumpul (Blunt injury)
Trauma tumpul diakibatkan oleh suatu pukulan langsung misalnya
terbentur setir ataupun bagian pintu mobil yang melesak kedalam karena
tabrakan, yang dapat menyebabkan trauma kompresi ataupun crush injury
terhadap organ viscera. Hal ini dapat merusak organ padat maupun berongga
sehingga mengakibatkan ruptur terutama pada organ yang distensi (mislnya
uterus ibu hamil) yang mengakibatkan perdarahan maupun peritonitis. Pasien
yang cedera pada pada suatu tabrakan bisa mengalami trauma decelerasi
dimana terjadi pergerakan yang tidak sama antara suatu bagian terfiksir dan
bagian yang bergerak seperti rupture hepar

b. Trauma tajam (Penetration injury)


Merupakan trauma akibat luka tusuk ataupun luka tembak yang
mengakibatkan kerusakan jaringan atau laserasi. Luka tembak dengan
kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar
terhadap organ viscera dengan adanya efek tambahan berupa temporary
cafitation dan bisa pecah menjadi fragmen yang mengakibatkan kerusakan
lainnya. Luka tusuk sering mengenai hepar (40%), usus halus (30%),
diafragma (20%) dan colon (15%). Luka tembak menyebabkan kerusakan
yang lebih besar yang ditentukan oleh jauhnya perjalanan peluru dan berapa
besar energy kinetiknya maupun kemungkinan pantulan peluru oleh tulang
serta efek dari pecahan tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai usus
halus (50%), colon (40%), hepar (30%) dan pembuluh darah abdominal (25%).

Menurut (Musiha, 2015) Trauma pada abdomen dibagi menjadi dua yaitu :
1) Trauma pada dinding abdomen, yang dibagi menjadi dua :
a) Kontusio dinding abdomen disebabkan oleh trauma non penetrasi Kontusio
dinding abdomen tidak terdapat cedera abdomen kemungkinna terjadi
penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa yang dapat menyerupai
tumor yang disebabkan oleh kecelakaan, motor jatuh atau pukulan.

5
b) Laserasi, merupakan trauma tembus abdomen yang disebabkan oleh luka
tembak atau luka tusuk yang bersifat serius dan biasanya memerlukan
pembedahan

2) Trauma pada isi abdomen


a) Perforasi organ visceral intraperitoneum, yaitu cedera pada isi abdomen
yang disertai dengan adanya cedera pada dinding abdomen
b) Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
c) Cedera thoraks abdomen, setiap luka pada thoraks dapat menembus
diafragma bagian kiri atau kanan serta hati.

D. Etiologic
Kerusakan pada abdomen dapat disebabkan oleh trauma tembus, biasanya
dapat berupa tikaman atau tembakan serta trauma tumpul akibat kecelakaan mobil,
pukulan langsung ataupun jatuh (Boswick, 2014)
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen umumnya banyak
disebabkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan
yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika
tubuh klien terbentur dengan setir kendaraan atau bend tumpul lainnya. Trauma
akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak sehingga terjadi
kerusakan pada bagian abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga
disebabkan oleh luka tusuk yang dapat menyebabkan trauma pada organ internal
di abdomen (Musiha, 2015).
Menurut (Mallapasi, 2014) trauma pada abdomen disebabkan oleh 2
kekuatan yang merusak antara lain :
Trauma Penetrasi
a. Trauma benda tumpul
Merupakan trauma abdomen penetrasi ke dalam rongga peritoneum.
Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau
pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan,
ledakan deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Trauma ini 50 %
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.

6
b. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum yang disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan kerusakan
yang besar dan serius di dalam rongga abdomen. Selain itu dapat juga
diakibatkan oleh luka tusuk. Dibandingkan dengan luka tembak, luka tusuk
menyebabkan trauma yang sedikit pada organ internal di abdomen.

Trauma Non Penetrasi


a. Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b. Hancur (tertabrak mobil)
c. Terjepit sabut pengaman karena terlalu menekan perut
d. Cidera akselerasi/deserasi karena kecelakaan olahraga

E. Patofisiologi
Trauma abdomen terjadi karena trauma, iritasi, infeksi dan obstruksi. Jika
terjadi trauma penetrasi atau non penetrasi memungkinkan terjadinya perdarahan
intrabdomen yang serius sehingga pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi
yang disertai dengan penurunan sel darah merah yang dapat mengakibatkan syok
hemoragic. Bilaa suatu organ visceral mengalami perforasi maka muncul tanda-
tanda perforasi serta tanda iritasi peritoneum tampak cepat. Tanda-tanda dalam
trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas, dan
distensi abdomen tanpa bising usus bila terjadi peritonitis umum. Bila syok telah
berlanjut maka pasien akan mengalami takikardi, dan peningkatan suhu tubuh,
juga terdapat leukositotik (Paula 2015).

7
WOC : Trauma Abdomen (Paula 2015)

8
F. Manifestasi Klinis
Menurut (Musiha, 2015) manifestai klinis pada klien dengan trauma
abdomen tergantung pada penyebab terjadinya trauma, antara lain :
a. Trauma tembus abdomen (Trauma abdomen dengan penitrasi ke dalam rongga
peritoneum) dengan manifestasi :
1) Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2) Perdarahan dan pembekuan darah
3) Kematian sel
4) Kontaminasi bakteri
5) Respon stress simpatis
Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian besar
rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma penetrasi. Secara
umum organ-organ padat berespon terhadap trauma dengan perdarahan.
Sedangkanorgan berongga bila pecah mengeluarkaan isinya dalam hal ini bila
usus pecah maka akan mengeluarkan isinya ke dalam rongga peritoneal
sehingga akan mengakibatkan peradangan atau iritasi.

b. Trauma tumpul abdomen (Trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga


peritoneum) dengan manifestasi antara lain:
1) Kehilangan darah
2) Memar/jejas pada dinding perut
3) Nyeri tekan, nyeri saat di perkusi, nyeri di daerah abdomen
4) Iritasi cairan usus, Kerusakan organ

Sedangkan menurut (Mallapasi, 2014) secara umum manifestasi dari trauma


abdomen adalah sebagai berikut :
1) Laserasi, memar dan ekomisis
2) Hipotensi
3) Tidak adanya bising usus
4) Hemoperitonium
5) Mual dan muntah
6) Adanya tanda bruit (bunyi abnormal pada auskultasi pembuluh darah biasanya
pada arteri karotis)
7) Nyeri , sesak
9
8) Pendarahan , penurunan kesadaran
9) Tanda kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan
limfe. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent
10) Tanda Cullen adalah ekimosis periumbilikal pada perdarahan peritoneum
11) Tanda Grey-Turner adalah ekomisis pada sisi tubuh (pinggang) pada pada
perdarahan perdarahan retroperitoneal
12) Tanda coopermail adalah ekomisis pada perineum, skrotum, atau labia pada
fraktur pelvis
13) Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri atas
ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfa.

G. Penatalaksanaan Kegawatdaruratan (Juniadi, 2016)


a. Penanganan Awal (Pre Hospital)
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi
kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka
tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian
awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi, jika korban tidak berespon,
maka segera buka dan bersihkan jalan napas.
1) Airway (dengan kontrol Tulang Belakang)
Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin ligt’ atau
menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing
yang mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntah, makanan, adanya
darah atau benda asing lainnya.
2) Breathing (dengan Ventilasi Yang Adekuat)
Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara ‘lihat-dengan rasakan’
tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak,
Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme
dan adekuat tidaknya pernapasan).
3) Circulation (dengan Kontrol Perdarahan Hebat)
Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan
napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi lakukan
resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas
dalam RJP adalah 15:2 (15 kali komperasi dada dan 2 kali bantuan napas)
10
Penanganan awal trauma non-penetrasi (trauma tumpul) antara lain :
a) Stop makanan dan minuman
b) Imobilisasi
c) Kirim kerumah sakit
d) Diagnostic peritoneal Lavage (DPL)
Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen, tujuan dari
DPL adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan intra abdomen. Indikasi
untuk melakukan DPL, antara lain:
1) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
2) Trauma pada bagian bawah dari dada
3) Hipotensi, hematokrik turun tanpa alasan yang jelas
4) Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat alcohol,
cedera otak)
5) Pasien cedera abdominalis dan cedera medulla spinalis (sumsung
tulang belakang)
6) Patah tulang pelvis

Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapat darah segar


dalam BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma
tumpul) mengenai kolon atau usus besar, dan apabila darah hitam
terdapat pada BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi
(trauma tumpul) usus halus atau lambung. Apabila telah diketahui hasil
Diagnostic Peritoneal lavage (DPL), seperti adanya darah pada rectum
atau pada saat BAB. Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah
lebih dari 100.000 sel/mm3 , empedu atau amilase dalam jumlah yang
cukup juga merupakan indikasi untuk cedera abdomen. Tindakan
selanjutnya akan dilakukan prosedur laparatomi. Kontra indikasi
dilakukan diagnostikperitoneal lavage (DPL), antara lain:
1) Hamil
2) Pernah operasi abdominal
3) Operator tidak berpengalaman
4) Bila hasilnya tidak akan merubah piñata-laksanaan

11
Penanganan awal trauma penetrasi (trauma tajam)
1) Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)
tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis .
2) Penanganan bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain
kassa pada daerah antara pisau untuk menfiksasi pisau sehingga tidak
memperparah luka.
3) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan di masukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban bersih.
4) Imobilisasi pasien
5) Tidak dianjurkan member makan dan minum
6) Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang
7) Kirim kerumah sakit

b. Penanganan Rumah Sakit (Hospital)


1. Trauma Penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, harus
dilakukan memeriksa luka secara lokal untuk menentukan dalamnya luka.
Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang
berdekatan
a) Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan
hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara
intraperitonium. Serta rongsen abdomen sambil tidur (supine) untuk
menentukan ,jalan peluru atau adanya udara Retroperitoneum.
b) IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning ini dilakukan untuk
menngetahui jenis cedera gijal yang ada.
c) Uretrografi : dilakukan untuk mengetahui adanya rupture uretra
d) Sistografi Ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya cedera pada
kandung kencing, contohnya pada:
1) Fraktur pelvis
2) Trauma non-penetrasi

12
2. Penanganan pada trauma benda tumpul
a. Pengambilan contoh darah dan urin
Darah diambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan
laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus
seperti pemeriksaan darah lengkap, potassium, glukosa, amilase.
b. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rontgen servikal lateral, thoraks, anteroposterior dan
pelvis adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada penderita
dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara
ekstraluminal di retroperitonium atau udara bebas dibawah diafragma,
yang keduanya memerlukan laparatomi segera.
c. Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon
acendens atau decendens dan dubur.

H. Komplikasi
a. Trombosi vena
b. Emboli pulmonal
c. Stress ulerasi dan perdarahan
d. Sepsis
e. Atelaktasis

13
I. Algoritma
Trauma Tajam

Trauma Tumpul

II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian (Paula 2015)
a. Primary Survey
1) Airway
Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya sumbatan atau obstruksi
2) Breathing
14
Memastikan irama napas normal atau cepat, pola napas teratur, tidak ada
dypsnue, tidak adanya napas cuping hidung, serta suara napas vaskuler
3) Circulation
Nadi lemah/tidak teraba, cepat >100x/menit, tekanan darah dibawah
normal bila terjadi syok, pucat karena perdarahan, sianosis, kaji jumlah
perdarhan dan lokasi, capillary refill >2 detik apabila ada perdarahan, serta
penurunan kesadaran
4) Disability
Kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil anisokor apabila adanya
diskontuinitas saraf yang berdampak pada medulla spinalis.
5) Exposure/Enviroment
Apabila ada Fraktur terbuka di femur dekstra, luka laserasi pada wajah dan
tangan, memar pada abdomen dan perut tegang

b. Secondary Survey
1) Kepala : wajah, kulit kepala, tulang tengkorak, mata,
telinga, dan mulut.
Temuan yang di anggap kritis : apabila terdapat
patah tulang tengkorak (terbuka/tertutup),
robekan/laserasi pada kulit kepala, adanya
darah/muntah/kotoran di dalam mulut, adanya
pengeluaran cairan serebrospinal dari telinga
maupun hidung.
2) Leher : Lihat pada bagian depan, trakea, otot-otot leher
bahian belakang, vena jugularis.
Temuan yang dianggap kritis : apabila terdapat
distensi vena jugularis deviasi trakea atau
tugging serta emfisema kulit

15
3) Dada : lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan
otot-otot aksesoris, pergerakan dada serta suara
paru
Temuan yang dianggap kritis : adanya luka
terbuka, sucking chest wound (open
pnumothoraks), flail chest dengan gerakan dada
paradoksial, suara paru hilang atau melemah,
gerakan dada saangat lemah dengan pola napas
yang tidak adekuat (disertai dengaan gangguan
otot aksesoris)
4) Sirkulasi : ditemukannya keadaan bradipnue, takipnue,
hipoventilasi atau hiperventilasi
5) Abdomen : memar pada abdomen dan tampak semakin
tegang, lakukan auskultasi dan palpasi serta
perkusi pada abdomen.
Temuan yang dianggap kritis : ditemukannya
penurunan bising usus, nyeri tekan pada
abdomen bunyi dullnes
6) Pelvis : Daerah pubik, stabilitas pelvis, krepitasi dan
nyeri tekan
Temuan yang dianggap kritis : ditemukannya
pelvis yang lunak, nyeri tekan dan stabilitas
serta pembengkakan di daerah pubik
7) Ekstremitas : ditemukannya fraktur terbuka di femur dextra ,
ada luka laserasi pada tangan, denyut nadi,
sungsi motoric, serta fungsi sensori.
Temuan yang dianggap kritis : melemah atau
menghilangnya denyit nadi, menurun atau
hilangnya fungsi motorik atau sensori
8) Eliminasi : Adanya incontinensia kandung kemih atau usus
mengalami gangguan fungsi

9) Neurosensory : kehilangan kesadaran sementara,vertigo,


kehilangan kesadaran sampai koma, perubahan

16
status mental serta kesulitan dalam menentukan
posisi

B. Diagnosa Keperawatan (PPNI 2017)


a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan respon neurologis
b. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
c. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan berkurangnya aliran
darah ke otak
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ( misalnya abses,
amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, presedur operasi, trauma
serta latihan fisik berlebihan)
e. Nausea berhubungan dengan peningkatan HCL
f. Resiko infeksi dibuktikan dengan prosedur 21 nvasive, peningkatan paparan
organisme lingkungan

17
C. Intervensi Keperawatan (PPNI T.P., 2017)

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil NOC Intervensi Keperawatan


(Sue Moerhead, 2016) NIC
1 Pola napas tidak efektif NOC : Manajemen Jalan Nafas
berhubungan dengan respon Status pernapasan Obervasi
neurologis Kriteria hasil : 1. Monitor pola napas (frekuensi,
1. Frekuensi pernapasan dalam batas kedalam, usaha napas)
normal 2. Monitor bunyi napas tambahan
2. Saturasi oksigen baik 3. Monitor adanya sputum
3. Irama napas normal
4. Tidak ada bunyi tambahan saat bernapas Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas
dengan teknik head-tilt dan chin-lift
2. Posisikan pasien fowler atau semi
fowler
3. Berikan minuman hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep

18
6. Berikan oksigen jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
jika didak ada kontraindikasi
2. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodialator,
ekspektoran dan mukotik jika perlu
2 Hipovolemia berhubungan dengan NOC : Manajemen Hipovolemia
kehilangan cairan aktif, kegagalan Keseimbangan Cairan Observasi
mekanisme regulasi peningkatan Kriteria hasil : 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
permeabilitas kapiler, kekurangan 1. Tekanan darah, nadi, serta suhu tubuh (mis : rekuensi nadi meningkat, nadi
intake cairan dalam batas normal teraba lemah, tekanan darah menurun,
2. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, turgor kulit menurun, tekanan nadi
elastisitas turgor kulit baik, membrane menyempit, kekurangan volume cairan,
mukosa lembab hematocrit meningkat, volume urin
3. Intake dan output dalam 24 jam menurun, rasa haus, serta lemah)
seimbang 2. Monitor input dan output caitan
4. Tidak terdapat distensi vena jugularis

19
Terapeutik
1. Hitung kebutuhan cairan
2. Berikan posisi modified trendelenburg
3. Berikan asupan cairan oral

Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan cairan
oral
2. Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis (mis NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan hipotonis
(mis glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian koloid (mis
albumin, plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk darah
(transfuse darah)

20
Manajemen Perdarahan
Observasi
1. Identifikasi penyebab perdarahan
2. Monitor terjadinya perdarahan (jumlah)
3. Monitor nilai hemoglobin dan
hematocrit sebelum dan setelah
kehilangan darah

Terapautik
1. Istirahatkan area yang mengalami
perdarahan
2. Berikan kompres dingin jika perlu
3. Lakukan penekana atau bebat jika perlu
4. Tinggikan ekstermitas yang mengalami
perdarahan

Edukasi
1. Jelaskan tanda-tanda perdarahan
2. Anjurkan melaporkan jika ditemukan
tanda-tanda perdarahan
3. Anjurkan membatasi aktivitas

21
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan
2. Kolaborasi pemberian transfuse darah
3 Gangguan perfusi jaringan serebral NOC : Manajemen peningkatan tekanan
berhubungan dengan berkurangnya Perfusi jaringan serebral intracranial
aliran darah ke otak Kriteria hasil : Observasi
1. Tidak terjadi peningkatan tekanan 1. Identifikasi penyebab tekanan
intracranial intrakranial
2. Tidak terdapat sakit kepala 2. Monitor tanda dan gejala peningkatan
3. Tidak terjadi penurunan tingkat TIK (misalnya tekanan darah
kesadaran (GCS=15) meningkat, kesadaran menurun,
4. Tidak terjadi muntah brakikardia, pola napas ireguler)
3. Monitor MAP (mean arterial preassure)
4. Monitor CVP (central venous
preassure) jika perlu
5. Monitor PAWP, PAP, ICP (intra cranial
preassure), CPP (cerebral perfusion
preassure)
6. Monitor gelombang ICP
7. Monitor status pernapasan

22
8. Monitor input dan output cairan
9. Monitor cairan serebro-spina

Terapeutik
1. Minimalkan stimulasi dengan
menyediakan lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semifowler
3. Hindari maneuver valvasa
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
6. Atur ventilator agar PaCO2 optimal

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
konvulsan jika perlu
2. Kolaborasi pemberian diuretic osmosis
jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja jika
perlu
4 Nyeri akut berhubungan dengan NOC : Manajemen nyeri
agen pencedera fisik (misalnya 1. Kontrol nyeri Observasi

23
abses, amputasi, terbakar, terpotong, 2. Tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
mengangkat berat, presedur operasi, Kriteri Hasil : frekuensi, kualitas serta intensitas nyeri
trauma serta latihan fisik 1. Klien tampak rileks 2. Identifikasi skala nyeri, serta respon
berlebihan) 2. Mengenali kapan nyeri terjadi nonverbal terhadap nyeri
menggambarkan faktor penyebab 3. Identifikasi faktor yang memperberat
3. Menggunakan tindakan pengurangan nyeri
(nyeri) tanpa anlgesik 4. Monitor efek penggunaan analgesic
4. Melaporkan perubahan terhadap gejala
nyeri /nyeri berkurang Melaporkan nyeri Terapeutik
yang terkontrol 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
2. Kontrol lingkungan yang memperberat
nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri

24
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik

5 Nausea berhubungan dengan NOC : Manajmen mual


peningkatan produksi HCL Fungsi gastrointestinal Observasi
Kriteria hasil : 1. Identifikasi isyarat nonverbal dari
1. Mual berkurang-hilang ketidaknyamanan
2. Tidak terjadi muntah 2. Identifikasi dampak mual terhadap
3. Tidak terjadi nyeri pada lambung kualitas hidup (nafsu makan terganggu,
4. Bising usus dalam batas normal tidur terganggu dll)
3. Identifikasi faktor penyebab mual
4. Monitor mual (frekuensi, durasi, tingkat
keparahan

Terapeutik
1. Kendalikan faktor lingkungan
penyebab mual
2. Berikan makanan dalam jumlah sedikit
namun yang disukai pasien

25
Edukasi
1. Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
2. Anjurkan membersihkan mulut kecuali
saat merasa mual
3. Anjurkan makanan tinggi karbohidrat
dan rendah lemak
4. Anjurkan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi mual

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiemetic
6 Resiko infeksi dibuktikan dengan NOC : Perawatan luka
prosedur invasif, peningkatan Keparahan infeksi Observasi
paparan organisme lingkungan Kriteria hasil: 1. Monitor karakteristik luka (mis
1. Tidak terdapat kemerahan pada luka, drainase, warna, ukuran, bau)
cairan yg berbau, serta sputum purulent 2. Monitor tanda-tanda infeksi
2. Tidak terjadi demam, menggigil
3. Leukosit dalam batas norma Terapeutik
4. Tidak terdapat jaringan nekrotik pada 1. Lepaskan balutan dan plester secara
luka perlahan

26
2. Bersihkan luka dengan NaCl atau
pembersih nontoksik
3. Bersihkan jaringan nekrotik
4. Berikan salep sesuai dengan kondisi
luka
5. Pertahankan teknik steril saat
perawatan luka
6. Pasang balutan sesuai jenis kulit
7. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2
jam sesuai kondisi pasien
8. Berikan suplemen dan vitamin yang
mempercepat penyembuhan luka

Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan mengkonsumsi makanan
tinggi kalori dan protein

Kolaborasi :
1. Kolaborasi prosedur debriment
2. Kolaborasi pemberian antibiotik

27
D. Implementasi
No Diagnosa Implementasi
Keperawatan
1 Pola napas tidak Manajemen Jalan Nafas
efektif berhubungan Obervasi
dengan respon 1. Memonitor pola napas (frekuensi,
neurologis kedalam, usaha napas)
2. Memonitor bunyi napas tambahan
3. Memonitor adanya sputum

Terapeutik
1. Mempertahankan kepatenan jalan
napas dengan teknik head-tilt dan
chin-lift
2. Memposisikan pasien fowler atau semi
fowler
3. Memberikan minuman hangat
4. Melakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Mengeluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep
6. Memberikan oksigen jika perlu

Edukasi
1. Menganjurkan asupan cairan 2000
ml/hari jika didak ada kontraindikasi
2. Mengajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi
1. Menkolaborasi pemberian
bronkodialator, ekspektoran dan
mukotik jika perlu
2 Hipovolemia Manajemen Hipovolemia
berhubungan dengan Observasi

28
kehilangan cairan 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia
aktif, kegagalan (mis : rekuensi nadi meningkat, nadi
mekanisme regulasi teraba lemah, tekanan darah menurun,
peningkatan turgor kulit menurun, tekanan nadi
permeabilitas kapiler, menyempit, kekurangan volume
kekurangan intake cairan, hematocrit meningkat, volume
cairan urin menurun, rasa haus, serta lemah)
2. Monitor input dan output caitan

Terapeutik
1. Hitung kebutuhan cairan
2. Berikan posisi modified trendelenburg
3. Berikan asupan cairan oral

Edukasi
1. Anjurkan memperbanyak asupan
cairan oral
2. Anjurkan menghindari perubahan
posisi mendadak

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan IV
isotonis (mis NaCl, RL)
2. Kolaborasi pemberian cairan hipotonis
(mis glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
3. Kolaborasi pemberian koloid (mis
albumin, plasmanate)
4. Kolaborasi pemberian produk darah
(transfuse darah)

Manajemen Perdarahan
Observasi
1. Identifikasi penyebab perdarahan

29
2. Monitor terjadinya perdarahan
(jumlah)
3. Monitor nilai hemoglobin dan
hematocrit sebelum dan setelah
kehilangan darah

Terapautik
1. Istirahatkan area yang mengalami
perdarahan
2. Berikan kompres dingin jika perlu
3. Lakukan penekana atau bebat jika
perlu
4. Tinggikan ekstermitas yang
mengalami perdarahan

Edukasi
1. Jelaskan tanda-tanda perdarahan
2. Anjurkan melaporkan jika ditemukan
tanda-tanda perdarahan
3. Anjurkan membatasi aktivitas

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan
2. Kolaborasi pemberian transfuse darah
3 Gangguan perfusi Manajemen nyeri
jaringan serebral Observasi
berhubungan dengan 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik,
berkurangnya aliran durasi, frekuensi, kualitas serta
darah ke otak intensitas nyeri
2. Mengidentifikasi skala nyeri, serta
respon nonverbal terhadap nyeri
3. Mengdentifikasi faktor yang
memperberat nyeri

30
4. Memonitor efek penggunaan analgesic

Terapeutik
1. Memberikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri
2. Mengontrol lingkungan yang
memperberat nyeri
3. Memfasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi
1. Menjelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
2. Menelaskan strategi meredakan nyeri
3. Mengjarkan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri

Kolaborasi
1. Mengkolaborasi pemberian analgesik

4 Nyeri akut Manajemen nyeri


berhubungan dengan Observasi
agen pencedera fisik 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
(misalnya abses, durasi, frekuensi, kualitas serta
amputasi, terbakar, intensitas nyeri
terpotong, 2. Identifikasi skala nyeri, serta respon
mengangkat berat, nonverbal terhadap nyeri
presedur operasi, 3. Identifikasi faktor yang memperberat
trauma serta latihan nyeri
fisik berlebihan) 4. Monitor efek penggunaan analgesic

Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri

31
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur

Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik

5 Nausea berhubungan Manajmen mual


dengan peningkatan Observasi
produksi HCL 1. Identifikasi isyarat nonverbal dari
ketidaknyamanan
2. Identifikasi dampak mual terhadap
kualitas hidup (nafsu makan
terganggu, tidur terganggu dll)
3. Identifikasi faktor penyebab mual
4. Monitor mual (frekuensi, durasi,
tingkat keparahan

Terapeutik
1. Kendalikan faktor lingkungan
penyebab mual
2. Berikan makanan dalam jumlah
sedikit namun yang disukai pasien

Edukasi

32
1. Anjurkan istirahat dan tidur yang
cukup
2. Anjurkan membersihkan mulut
kecuali saat merasa mual
3. Anjurkan makanan tinggi karbohidrat
dan rendah lemak
4. Anjurkan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi mual

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiemetic
6 Resiko infeksi Perawatan luka
dibuktikan dengan Observasi
prosedur invasif, 1. Monitor karakteristik luka (mis
peningkatan paparan drainase, warna, ukuran, bau)
organisme lingkungan 2. Monitor tanda-tanda infeksi

Terapeutik
1. Lepaskan balutan dan plester secara
perlahan
2. Bersihkan luka dengan NaCl atau
pembersih nontoksik
3. Bersihkan jaringan nekrotik
4. Berikan salep sesuai dengan kondisi
luka
5. Pertahankan teknik steril saat
perawatan luka
6. Pasang balutan sesuai jenis kulit
7. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2
jam sesuai kondisi pasien
8. Berikan suplemen dan vitamin yang
mempercepat penyembuhan luka

33
Edukasi
3. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
4. Anjurkan mengkonsumsi makanan
tinggi kalori dan protein

Kolaborasi :
1. Kolaborasi prosedur debriment
2. Kolaborasi pemberian antibiotik

E. Evaluasi
Evaluasi meupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
Tindakan keperawatan pasien. Evaluasi dilakukan terus-meneurs terhadap respon
pasien pada Tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi proses atau
promotive dilakukan setiap selesai Tindakan. Evaluasi dapat dilakukan
menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya.
S : Respon subjektif pasien terhadap Tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
O : Respon objektif pasien terhadap Tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah teratasi,masalah teratasi sebgaian, masalah tidak teratasi atau
muncul masalah baru
P : Perencanaan atau tindak lanjtu berdasarkan hasil Analisa pada arespon
pasien

Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evalusai meliputi :


1. Masalah teratasi, jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan
tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Masalah teratasi sebagian, jika pasien menunjukkan sebagian dari kriteria
hasil yang telah ditetapkan.
3. Masalah belum teratasi, jika pasien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang
telah ditetapkan.

34
4. Munculm masalah baru, jika pasien menunjukkan adanya perubahan
kondisi atau munculnya masalah baru

35
BAB III
ANALISA KASUS
A. Pengkajian
1. Identittas Klien
Nama : Tn. B
Umur : 45 tahun
Pendidkan : SMA
Pekerjaan : Wirawasta
Agama : Islam
Alamat : Pangkep
Tanggal pengkajian : 20 April 2019

2. Identitas penanggung jawab


Nama : Ny. A
Umur : 43 tahun
Alamat : Pangkep
Hubungan dengan pasien : Istri

3. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama : Nyeri perut kanan atas
b. Riwayat Kesehatan
Tn”B” masuk rumah sakit diantar oleh keluarganya dengan keluhan nyeri pada
perut kanan atas disertai keringat dingin pasca mengalami kecelakaan. Tn”B”
mengeluh nyeri dan dirasakan seperti tertekan secara terus menerus disekitar
area perut, pasien mengatakan nyerinya pada skala 7 dan pasien merasa sesak.
Perjalanan dari tempat kecelakaan pasien pernah muntah 3x dan terdapat jejas
pada abdomen sebelah kanan
c. Survey Primer
TRAISE : KUNING
1) Airway
Bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada secret, tidak ada fraktur cervical.
2) Breathing
Frekuensi nafas 30x/ menit, suara nafas vesikular, tidak tampak jejas pada
dada, terpasang alat bantuan nafas simple mask 8 ltr/ menit
36
3) Circulation
tampak memar abdomen kuadran kanan atas, akral dingin, diaphoresis dan
takikardi
4) Disability
Kesadaran : Respon Verbal, tidak ada tanda lateralisasi, tidak ada cedera
pada kepala

d. Survey Sekunder
Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Bentuk simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup bersih. Kepala dapat
digerakkan kesegala arah, pupil isokor, sklera tidak ikhterik, konjungtiva
tidak anemis. Hidung simetris tidak ada secret.
2) Leher
Tidak ada fraktur servikal
3) Paru-paru
Inspeksi : bentuk simetris, gerakan antara kanan dan kiri sama
Palpasi : tidak ada krepitasi, tidak teraba deviasi trachea
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesicular semua sisi paru
4) Abdomen
Inspeksi : terdapat jejas pada abdomen kanan atas
Auskultasi : tidak terdengar peristaltik usus
Palpasi : nyeri tekan + pada daerah memar
Perkusi : pekak pada daerah jejas
5) Ekstremitas
Ekstermitas atas dan bawah tidak ada oedem, akral dingin, tampak pucat,
oksimetri : 90 %, TD : 140/90 mmHg N: 110x/menit.

Klasifikasi Data
Data subjektif :
1. Pasien mengatakan nyeri pada abdomen atas
2. Pasien mengatakan nyeri seperti tertekan dan terjadi secara terus menerus
3. Pasien mengatakan sesak
37
4. Pasien mengatakan pernah muntah 3x

Data Objektif :
1. Terdapat jejas pada bagian abdomen atas
2. Skala nyeri 7
3. Ekspresi wajah meringis
4. Pasien keringat dingin
5. Pasien tampak sesak
6. Teraba akral dingin
7. Tampak pucat
8. Pasein tampak lemas
9. TTV : TD: 140/90 mmHg, N:110x/m RR:30x/m
10. Pasien takhikardi
11. Oksimetri 90%

Analisa Data
Data Etiologic Masalah
Ds : Respon neurologis pola napas tidak efektif
- Pasien mengatakan
sesak

Do :
- Pasien tampak sesak
- Pernafasan : 30x/m
- Takikardi
- Saturasi Oksigen
Ds : Kehilangan cairan aktif ; Hypovolemia
- Pasien mengatakan internal bleeding
pernah muntah 3x

Do :
- Terdapat jejas pada
bagian abdomen

38
- pasien tampak
berkeringat dingin
- akral dingin
- tampa pucat
- pasien tampak lemas
Ds : Cedera biologis Nyeri Akut
- Nyeri pada abdomen
bagian atas
- Nyeri seperti
tertekan, secara terus
menerus

Do :
- Skala nyeri 7
- Ekspresi wajah
meringis
- Frekuensi
pernapasan 30x/m

B. Diagnosa keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan respon neurologis dibuktikan dengan
Pasien tampak sesak , Pernafasan : 30x/m , Takikardi dan Saturasi Oksigen 90%
2. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ; internal bleeding
dibuktikan dengan Terdapat jejas pada bagian abdomen , pasien tampak berkeringat
dingin, akral dingin , tampak pucat serta lemas
3. Nyeri akut berhubungan dengan cedera biologis dibuktikan dengan nyeri yang
dirasakan seperti tertekan, ekspresi wajah meringis, skala nyeri 7 serta pernapasan
30x/m

39
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1 Pola nafas tidak S etelah dilakukan tindakan 1. Monitor frekuensi pola
efektif berhubungan keperawatan selama 1x24 jam nafas
dengan respon diharapkan pola nafas dapat 2. Posisikan pasien fowler
neurologis teratasi dengan atau semi fowler
Kriteria Hasil : 3. Kalaborasi pemberian
1. Frekuensi pernapasan oksigen
dalam batas normal 4. Kalaborasi pemberian
2. Satu ras oksigen baik bronkodilator,
3. Irama napas normal ekspentoran dan
4. Tidak ada bunyi mukolitik
tambahan saat
bernapas
2 Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TTV
berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 jam 2. Berikan asupan cairan
kehilangan cairan diharapkan keseimbangan oral
aktif ; internal cairan dapat teratasi dengan 3. Anjurkan menghindari
bleeding Kriteria hasil : perubahan posisi
1. TTV dalam batas mendadak
normal 4. Kalaborasi pemberian
2. Tidak ada tanda-tanda cairan IV isoton
dehidrasi, elastisitas 5. Kalaborasi pemberian
turgor kulit baik, produk darah ( transfusi
membrane mukosa darah )
lembab
3. Intake dan output
dalam 24 jam
seimbang
4. Tidak terdapat distensi
vena jugularis

40
3 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi,
berhubungan dengan keperawatn selama 1x24 jam karakteristik, frekuensi,
cedera biologis diharapkan nyeri dapat durasi, kualitas serta
terkontrol dengan intensitas nyeri
Kriteria hasil : 2. Identifikasi skala nyeri ,
1. Klien tampak rileks serta respon non verbal
2. Mengenali kapan terhadap nyeri
nyeri terjadi 3. Berikan teknik
menggambarkan nonfarmakologis untuk
factor penyebab mengurangi nyeri
3. Menggunakan 4. Jelaskan penyebab ,
tindakan pengurangan periode dan pemicu
(nyeri) tanpa analgesik nyeri
4. Melaporkan 5. Kalaborasi pemberian
perubahan terhadap analgesik
gejala nyeri /nyeri
berkurang
5. Melaporkan nyeri
yang terkontrol

41
D. Implementasi

No Tanggal & Jam Implementasi Evaluasi


Dx 1 20 april 2019 1. Melakukan pengukur frekuensi nafas S : Pasien mengatakan sesak
14.25 WITA Hasil : Pernapasan 30x/menit O:
2. Memberikan posisi fowler atau semi - Pasien tampak sesak
fowler - Pernafasan : 30x/m
Hasil : Posisi pasien semifowler - Saturasi oksigen 90%
3. Melakukan Pemberian oksigen A : masalah belum teratasi
Hasil : 8 liter/menit P:
4. Melakukan kolaborasi pemberian Intervensi dilanjutkan
bronkodilator , ekspentoran dan 1. Monitor frekuensi pola nafas
mukolitik 2. Posisikan pasien fowler atau semi fowler
Hasil : Terpasang simple mask 3. Pemberian O2
Dx 2 14.30 WITA 1. Memonitor TTV S : Pasien mengatakan pernah muntah 3x serta lemas
Hasil - TD: 140/90 mmHg, N:110x/m O :
,RR:30x/m - Terdapat jejas pada bagian abdomen
2. Memberikan asupan cairan oral - pasien tampak berkeringat dingin
Hasil : Pasien minum air ½ gelas - akral dingin , tampak pucat, tampak lemah
3. Menganjurkan menghindari perubahan A : Masalah belum teratasi
posisi mendadak P:
Hasil : Posisi pasien semifolwer Lanjutkan intervensi

42
4. Kolaborasi pemberian cairan IV isoton 1. Monitor TTV
Hasil : Terpasang cairan RL 2. Berikan asupan cairan oral
5. Mengkalaborasi pemberian produk 3. Kolaborasi pemberian transfusi darah jika ada
darah (transfusi darah) indikasi
Hasil : Belum ada indikasi pemberian
transfusi darah
Dx 3 14.45 WITA 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, S : Pasien mengatakan nyeri pada abdomen bagian
frekuensi, durasi, kualitas serta atas, nyeri seperti tertekan secara terus menerus
intensitas nyeri O:
Hasil : - Skala nyeri 7
P : nyeri bertambah jika bergerak - Ekspresi wajah meringis
Q : nyeri seperti tertekan A : Masalah belum teratasi
R : nyeri pada abdomen kanan atas P:
S : skala nyeri 7 Lanjutkan intervensi
T : nyeri dirasakan terus menerus 1. Identifikasi skala nyeri , serta respon non
2. Mengidentifikasi respon nonverbal verbal terhadap nyeri
terhadap nyeri 2. Menganjurkan klien menggunakan teknik
Hasil : Ekspresi wajah meringis nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
3. Memberikan teknik nonfarmakologis 3. Kolaborasi pemberian analgesik
untuk mengurangi nyeri

43
Hasil : Pasien menggunakan teknik
masase untuk mengurangi nyeri
4. Menjelaskan penyebab , periode dan
pemicu nyeri
Hasil : Nyeri disebabkan oleh benturan
yang terjadi pada saat kecelakaan
5. Melakukan kolaborasi pemberian
analgesik
Hasil : Pemberian metamizol 5 ml i.v

44
E. Evaluasi

No Tanggal & Jam Diagnosa Evaluasi Paraf


1 20 april 2019 Pola napas tidak efektif S : Pasien mengatakan sesak berkurang
20.00 WITA berhubungan dengan respon O :
neurologis - Pasien tampak rileks
- Pernafasan : 22x/m
A :Masalah teratasi sevbagian
P:
- Teruskan pemberian oksigen dan tetap posisikan
pasien pada posisi semifowler untuk mengurangi
sesak.
2 20 april 2019 Hipovolemia berhubungan S : pasien mengatakan tidak muntah lagi
20.00 WITA dengan kehilangan cairan O :
aktif : internal bleeding - Masih terdapat jejas pada bagian abdomen
- Pasien tidak berkeringat
- Akral hangat
- Pasien masih tampak lemah
A : Masalah teratasi sebagian
P:

45
- Berikan asupan cairan oral dan Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
- Kolaborasi pemberian transfuse darah jika
3 20 april 2019 Nyeri akut berhubungan S : pasien mengatakan nyeri berkurang
20.00 WITA dengan agen cedera biologis O:
- Skala nyeri 4
- Ekspresi wajah meringis
A : Masalah belum teratasi
P:
- Kolaborasi pemberian analgesik untuk mengurangi
nyeri

46
F. Peran dan Fungi Perawat pada Kasus Trauma Abdomen
Pengalaman saat merawat pasien trauma dengan kondisi kritis dengan
melakukan segala tindakan kepada pasien secara total dan selalu memberikan
dukungan moral, spiritual, motivasi untuk kesembuhan dan kebaikan pasien serta
memberikan kesempatan keluarga untuk mendampingi pasien selama masa
perawatan dapat menciptakan kenyamanan serta ketenangan bagi pasien. Selain
itu selama masa merawat pasien, perawat merasakan adanya perubahan emosi
baik itu sedih dan senang dalam memberikan perawatan.Hal ini membuat perawat
untuk dapat mengelola emosinya dengan baik dan bersikap professional dengan
segala hal yang terjadi selama merawat pasien. Oleh karena perawat harus
memiliki niat kuat dari dalam dirinya untuk memberikan pertolongan kepada
pasien sebagai upaya untuk menghasilkan perawatan yang terbaik dan berkualitas.
Saran yang diberikan yaitu Rumah sakit sebaiknya memaksimalkan peran dan
fungsi perawat IGD pada saat memberikan pelayanan kepada pasien. Diperlukan
tambahan staf perawat untuk meningkatkan peran dan fungsinya secara maksimal
agar dapat mewujudkan perilaku caring secara maksimal kepada pasien. Penelitian
selanjutnya dapat menggali pengalaman caring perawat pada pasien dengan kasus
trauma khusus (misalnya trauma abdomen, trauma pada anak) disertai dengan
observasi secara langsung supaya dapat mengetahui secara pasti penerapan caring
yang dilakukan oleh pera

47
BAB IV
EVIDANCE BASED PRACTICE

Penulis
Design
No (Tahun) Judul Tujuan Sampel Intervensi Hasil Penelitian
Penelitian
dan Negara
1 Serri Penerapan Untuk Sampel yang Design Pada penerapan intervensi Hasil studi kasus
Hutahean, Prosedur memperoleh diambil dari penelitian ini keperawatan penulis lebih menunjukan
Nancy Teknik gambaran penelitian ini menggunakan menekankan kepada teknik adanya penurunan
Febriana, Relaksasi terhadap adalah 2 orang metode studi nonfarmakologi melalui teknik nyeri pada pasien
Lia Apifah Terhadap penerapan pasien yang di kasus relaksasi dan sebelum dengan post
(2019), Intensitas prosedur Teknik rawat di RSUD mengajarkan teknik relaksasi, operasi laparatomi
Indonesia Nyeri pada relaksasi dengan Kota Jakarta penulis melakukan pendekatan dengan melakukan
Pasien Post relaksasi napas Utara dengan strategi komunikasi teknik relaksasi
Operasi dalam untuk terapeutik. Hal tersebut sesuai sehingga pasien
Laparatomi di mengruangi rasa dengan teori yang merasa nyaman
RSUD Kota nyeri pada pasien dikemukakan oleh Sri Utami dan terlihat rileks
Jakarata Utara post operasi (2014) yang menjelaskan
laparatomi bahwa dengan memberikan
teknik relaksasi pada pasien,
pasien dapat mengontrol diri

48
ketika terjadi rasa tidak
nyaman atau nyeri dan
membuat otot-otot menjadi
rileks dan tidak mengalami
ketegangan.
2 Rizky Tiara Perbedaan Untuk Populasi Desain Intervensi relaksasi gennga, Secara umum,
Damayanti, Intensitas mengetahui penelitian ini penelitian ini jari dilakukan yang dilakukan hasil penelitian ini
Isnaemi, Nyeri Antara perbedaan adalah klien post menggunakan selama 2 kali dalam sehari sejalan dengan
Joko Pemberian intensitas nyeri laparotomi di metode selama 10 menit dan terapi kebenaran teori
Wiyono Terapai Back antara pemberian RSUD Ngudi penelitian back massage yang dilakukan Smeltzer (2001)
(2019), Massage terapi bck Waluyo Wlingi eksperimen selama 2 kali dalam sehari bahwa tindakan
Indonesia dengan massage dengan yaitu 170 pasien semu (Quasy selama 15 menit. non-farmakologis
Relaksasi relaksasai selama kurun Experiment). dapat membantu
Genggam Jari gennggam jari waktu tiga bulan dalam
pada Pasien pada pasien post mulai bulan Juli menghilangkan
Post laparatomi di sampai nyeri. Meskipun
Laparatomi RSUD Ngudi September tindakan tersebut
Waluyo Wlingi 2017.Pengambilan bukan merupakan
sampel dilakukan pengganti obat-
dengan cara non obatan, tindakan
probability tersebut mungkin

49
sampling dengan diperlukan atau
teknik Purposive sesuai untuk
Sampling. mempersingkat
episode nyeri yang
berlangsung hanya
beberapa detik dan
menit..
3 Noefriana Massage Membandingkan Sampel yang Penelitian ini Menurut Estri, dkk, (2016), Hasil penelitian
Widiyawati, Abdominal perbedaan pola dalam penelitian menggunakan mengatakan bahwa Massage ini rata-rata skor
Francisca Sebagai Terapi eliminasi ini adalah 36 metode abdominal dengan teknik pola defekasi pada
anjar Rina Komplementer defekasi pasien responden yang penelitian effleurage lebih efisien dalam kelompok
Setyani, Untuk pada kelompok dibagi yaitu Qyasi waktu pelaksanaan, energi intervensi yaitu
Emmelia Menjaga intervensi (terapi kelompok Eksperimental yang dikeluarkan lebih sebesar 1,33 lebih
Ratnawati Keteraturan standar dan intervensi (n=18) Post Test Only minimal, gerakan massage tinggidibandingkan
Pola Eliminasi massage dan kelompok Non lebih sistematis dan mudah dengan pola
defekasi pada abdominal) kontrol(n=18). Equipalent untuk diterapkan, serta defekasi pada
Pasien di dengan Cnotrol memberikan efek kelompok kontrol,
Ruang ICU kelompok Group kenyamanan. Massage yaitu sebesar
control (terapi abdominal dengan teknik 0,67.Hasil analisis
standar) untuk effleurage dapat menjadi data perbedaan
pencegahan pilihan intervensi untuk skor pola defekasi

50
kontisipasi pada pencegahan konstipasi pada pada kelompok
pasien yang di pasien yang terpasang kontrol dan
Rawat di ICU RS ventilasi mekanik. Hasil intervensi
Panti Rapih penelitian ini dapat menunjukkan p
Yogyakarta. dijadikan terapi komplementer value 0,025, hal
yang dapat dikembangkan di ini menunjukkan
tatanan keperawatan kritis bahwa ada
serta dijadikan dasar pengaruh
penelitian lanjutan mengenai pemberian
lamanya efek massage massage
abdominal terhadap defekasi abdominal
meskipun massage abdominal terhadap rata-rata
sudah dihentikan.Berdasarkan pola defekasi
penelitiansebelumnya,tindakan pasien yang sedang
massage abdominal terbukti dirawat di Ruang
efektif untuk mengatasi ICU, hal tersebut
konstipasi terutama pada membuktikan
pasien yang dirawat di bahwa tindakan
ruang ICU. komplementer
berupa massage
abdominal efektif

51
untuk mengatasi
masalah
konstipasi pada
pasien yang
sedang dirawat di
ICU

52
BAB V
PEMBAHASAN
1. Pengkajian
Berdasarkan pengkajian konsep teori dan kasus tidak terdapat kesenjangan antara
konsep teori dan kasus yang terjadi dilapangan.

2. Diagnosa keperawatan
Berdasarkan konsep teroi yang PPNI 2017, diagnosis keperawatan yang mungkin
muncul pada pasien trauma abdomen :
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan respon neurologis
b. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
c. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan berkurangnya aliran
darah ke otak
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ( misalnya abses,
amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, presedur operasi, trauma
serta latihan fisik berlebihan)
e. Nausea berhubungan dengan peningkatan HCL
f. Resiko infeksi dibuktikan dengan prosedur 21 nvasive, peningkatan paparan
organisme lingkungan
Pada konsep teori terdapat enam masalah keperawatan pada pasien trauma
abdomen . pada kasus lapangan hanya ditemukan 3 diagnosis yaitu Pola napas
tidak efektif berhubungan dengan respon neurologis, Hipovolemia
berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dan Nyeri akut berhubungan
dengan agen pencedera fisik ( misalnya abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, presedur operasi, trauma serta latihan fisik berlebihan)
Maka tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus dilapangan karena
terdapat data-data yang mendukung untuk diagnosis yang diangkat pada kasus.

3. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan konsep teori PPNI 2017 terdapat itervensi untuk pola nafas tidak efektif,
hipovolumia dan nyeri akut . Pada kasus, intervensi yang disusun untuk diagnosa ini
sama dengan konsep teori.

53
4. Implemntasi
Implementasi diagnosis pola nafas tidak efektif, hipoviolumia dan nyeri akut
dilaksanakan berdasarkan intervensi yang telah disusun.

5. Evaluasi
Evaluasi diagnosis rpola nafas tidak efektif, hipovolumia dan nyeri akut belum sesuai
dengan kriteria hasil dikarenakn masih ada intervensi yang belum teeratasi masalahnya.

54
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen umunya banyak disebabkan
oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan yang tidak
terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma Ketika tubuh klien terbentur
dengan setir kendaraan atau bent tumpul lainnya. Trauma akibat benda tajam umumnya
disebabkan oleh luka tembak sehingga terjadi kerusakan pada bagian abdomen. Selain
luka tembak, traum abdomen daoat juga disebabkan oleh luka tusuk yang dapat
menyebabkan trauma pada organ internal di abdomen.

B. Saran
Sebagai perawat diharapkan terus meningkatkan keterampilan dan pengetahuan
sehingga mampu memberikan asuhan keperawatan yang spesifik pada pasien deeng
trauma trauma abdomen.

55
DAFTAR PUSTAKA
Boswick, J. A. (2014). Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC

Damayanti, R. T., & Wiyono, J. (2019). DIFFERENCES PAIN INTENSITY BETWEEN


BACK MASSAGE THERAPY AND FINGER HOLD RELAXATION IN PATIEN
POST LAPARATOMY. Jurnal Keperawatan Terapan (E-Journal), 5(1), 10-21.

Hutahaean, S., Febriana, N., & Apifah, L. (2019). Penerapan Prosedur Teknik Relaksasi
Terhadap Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Laparatomi di RSUD Koja Jakarta
Utara. JURNAL AKADEMI KEPERAWATAN HUSADA KARYA JAYA, 5(1).

Indah J Umboh, H. B. (2017). Hubungan penatalaksanaan operatif trauma abdomen dan


kejadian laparatomi begatif di RSUD Prof. Dr. R. D Kandou Manado. Jurnal
Kedokteran Universitas kedokteran Sam Ratulang Manado, 53

Junaidi, d. I. (2016). Pedoman pertolongan pertama yang harus dilakukan saat Gawat & Darurat
medis. Jakarta: C.V Andi Offset.

Kartikawati, D. (2016). Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Salemba
Medika.

Mallapasi, D. M. (2014). Buku Panduan Basic Trauma Cardiac Life Support (BTCLS).
Makassar: Brigade Siaga Bencana.

Musiha, S. N. (2015). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.

Ns. Paula Krisanty, S. M. (2015). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta : CV Trans
Info Media.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesi. Jakarta : Dean pengurus pusat.

PPNI, T. P. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus


Pusat.

56
Sue Moerhead, M. J. (2016). Nursing Outcomes Classification (NOC). Oxford: United
kingdom

Widiyawati, N., & Ratnawati, E. (2021). MASSAGE ABDOMINAL SEBAGAI TERAPI


KOMPLEMENTER UNTUK MENJAGA KETERATURAN POLA ELIMINASI
DEFEKASI PADA PASIEN DI RUANG ICU. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada,
142-148.

57

Anda mungkin juga menyukai