Anda di halaman 1dari 11

MENGANALISIS PERBEKALAN FARMASI DI APOTEK

DISUSUN OLEH :
Dedik Diah Pradnya Dewi (02)
Ni Kd.Dwi Diva Suistri Yantini (15)
Ni Luh Widya Pratiwi (27)

SMK N 1 KLUNGKUNG
Tahun Ajaran 2021/2022
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Standar pelayanan kefarmasian di apotek diatur oleh Permenkes Nomer 73 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,yang menggantikan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomer 35 Tahun 2014.
Ketentuan umum dalam Permenkes Nomer 73 Tahun 2016 menjelaskan beberapa istilah
yang dapat mempermudah kita dalam memahami isi dari peraturan ini,di antaranya:
1. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh
apoteker.
2. Standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi
tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
3. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
4. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada apoteker, baik dalam
bentuk paper maupun elektronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien
sesuai peraturan yang berlaku.
5. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
6. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi untuk manusia.
7. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang tidak mengandung
obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan
penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk
struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
8. Bahan medis habis pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk penggunaan sekali
pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pengaturan standar pelayanan kefarmasian di apotek bertujuan untuk:


1. Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian;
2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional
keselamatan pasien (patient safety).
Standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi standar:
1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dilakukan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi perencanaan,
pengadaan, penerima penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan.
 Perencanaan
Dalam membuat perencanaan perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan
kemampuan masyarakat. Perencanaan persediaan obat-obatan di apotek berfungsi untuk
memprediksi kebutuhan persediaan obat untuk jangka waktu tertentu. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kesehatan No. 1121/Menkes/SK/XII/2008 tentang Pedoman Teknis

2
Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar,
proses perencanaan persediaan obat meliputi:
 Tahap pemilihan obat
Obat dipilih berdasarkan jenis dan memperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, pola
budaya, serta pola kemampuan masyarakat.
 Tahap kompilasi pemakaian obat
Kompilasi pemakaian obat adalah rekapitulasi data pemakaian obat di unit pelayanan
kesehatan yang bersumber dari Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO).
 Tahap perhitungan kebutuhan obat
Perhitungan kebutuhan obat dilakukan dengan menggunakan metode konsumsi dengan
melakukan analisis trend pemakaian obat tiga tahun sebelumnya atau lebih, serta
menggunakan metode morbiditas yakni perhitungan kebutuhan obat berdasarkan pola
penyakit.
 Tahap proyeksi kebutuhan
Perhitungan kebutuhan obat yang dilakukan secara komprehensif dengan
mempertimbangkan data pemakaian obat dan jumlah sisa stok pada periode yang masih
berjalan.
 Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus
jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi, jumlah,
muru. waktu penyerahan, dan harga yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik
yang diterima.
 Penyimpanan
Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau
darurat ketika isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi
dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya
memuat nama obat, nomor batch, dan tanggal kedaluwarsa.
Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga terjamin
keamanan dan stabilitasnya. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya ya yang menyebabkan kontaminasi.
Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan kelas
terapi hat serta disusun secara alfabetis. Pengeluaran obat memakai sistem FEFO (First
Expire Fint Out dan FIFO (First In First Out).
Penyimpanan berdasarkan bentuk sediaan,meliputi;
 Sediaan Padat
Untuk obat bebas dan bebas terbatas disimpan di etalase toko bagian depan. Untuk obat keras di
simpan di rok-rak tertentu. Untuk obat narkotika dan psikotropika disimpan dilemari khusus dan
terkunci. Dari semua golongan obat disusun secara alfabetis dan menggunakan metode FIFO dan
FEFO.
 Sediaan Suppositoria
Sediaan suppositoria disimpan dilemari pendingin.

3
 Sediaan Cair
Disimpan di rak khusus sediaan cair (sirup) dan berdasarkan alfabetis.
 Sediaan Tetes
Disimpan pada rak khusus sediaan tetes (tetes mata, hidung, dan telinga) disusun secara
alfabetis
 Sediaan Salep
Disimpan pada rak khusus sediaan salep dan disusun berdasarkan alfabetis
 Sediaan Injeksi
Disimpan di rak khusus sediaan injeksi.

Obat Narkotika dan Psikotropika harus disimpan di lemari khusus yang dibuat
seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat, tidak mudah dipindahkan dengan ukuran
40x80x100 cm dilengkapi kunci ganda. Lemari khusus ini diletakkan di tempat yang aman
serta tidak terlihat oleh umum dan kunci lemari dikuasai oleh apoteker penanggung/apoteker
yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.

GAMBAR LEMARI NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA


 Pemusnahan dan penarikan
Obat kedaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuaidengan jenis dan bentuk sedia
Pemusnahan obat kedaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika
dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota. Pemusnahan
obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga
kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin kerja.
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan
Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas
lain d apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan berita
acara
Penarikan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan terhadap produk
yang isin edamnya dicabur oleh menteri. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi
standard/ ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar
berdasarkan:
1) perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan, atau
2) inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (oluntary recall) dengan tetap memberikan
laporan kepada Kepala BPOM.
 Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan sesuai
kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau pengadaan, penyimpanan,
dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan,
kekosongan, kerusakan,kedaluwarsa,kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian
persediaan dilakukan menggunakan kartu stok, baik dengan cara manual maupun elektronik.

4
Kartu stok sekurang-kurangnya memuat;
1) Nama obat
2) Tanggal kedaluarsa
3) Jumlah pemasukan
4) Jumlah pengeluaran
5) Jumlah sisa persediaan
 Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan sediaan farmasi,alat kesehatan,dan
bahan habis pakai meliputi:
1) Pengadaan (surat pesanan, faktur)
2) Penyimpanan (kartu stok)
3) Penyerahan (nota atau struk penjualan)
4) Pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal:
1) Pelaporan internal: pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek.
meliputi keuangan, barang, dan laporan lainnya.
2) Pelaporan eksternal: pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi pelaporan narkotika,
psikotropika. dan pelaporan lainnya.
2. Pelayanan farmasi klinik
Pelayanan farmasi klinik meliputi pengkajian dan pelayanan resep, dispensing: Pelayanan
Obat (PIO), konseling: pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care): Pemantauan
Terapi Obat (PTO); dan Monitoring Efek Samping Obat (MESO).
a) Pengkajian Resep
Kegiatan pengkajian resep terdiri atas:
1) Kajian administratif meliputi:
 nama pasien, umur. jenis kelamin, dan berat badan
 nama dokter, nomor Surat Jain Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf, dan
 tanggal penulisan resep
2) Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
 bentuk dan kekuatan sediaan:
 stabilitas;dan
 kompatibilitas (ketercampuran obat).
3) Pertimbangan klinis meliputi:
 ketepatan indikasi dan dosis obat;
 aturan, cara dan lama penggunaan obat;
 duplikasi dan/atau polifarmasi;
 reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain);
 kontra indikasi; dan
 interaksi.
b) Dispensing
Terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat. Setelah melakukan
pengkajian resep dilakukan hal sebagai berikut.

5
1) Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep:
 menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep
 mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama
obat, tanggal kedaluwarsa, dan keadaan fisik obat.
2) Melakukan peracikan obat apabila diperlukan
3) Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
 warna putih untuk obat dalam/oral;
 warna biru untuk obat luar dan suntik:
 menempelkan label "kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.
4) Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda
untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah.
Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut :
1) Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali
mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan, serta jenis dan
jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep);
2) Memanggil nama dan nomor runggu pasien:
3) Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien;
4) Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat
5) Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait dengan obat
antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan
efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain;
6) Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik,
mengingat pasien dalam kondisi tidak sehar mungkin emosinya tidak stabil;
7) Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya;
8) Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker (apabila
diperlukan);
9) Menyimpan resep pada tempatnya:
10) Apoteker membuat cataran pengobatan pasien
c) Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam pemberian informasi mengenai
obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala
aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi
mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal. Pelayanan informasi obat harus
didokumentasikan untuk membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat.
Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metode
pemberian farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan
penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan,
harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-lain.
Kegiatan pelayanan informasi obat di apotek meliputi
1) Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan
2) Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat (penyuluhan)
3) Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien
4) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik
profesi

6
5) Melakukan penelitian penggunaan obat
6) Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah
7) Melakukan program jaminan mutu
d) Konseling
Merupakan proses interaktif antara apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan
pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku
dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah
memahami obat yang digunakan. Untuk mengawali konseling apoteker menggunakan three
prime questions, yaitu:
1) Apa yang disampaikan dokter tentang obat Anda?
2) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat Anda!
3) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda
menerima terapi obat tersebut?
Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, maka dilanjutkan dengan metode health
belief model. Health Relief Model (HBM) atau Model Kepercayaan Kesehatan adalah sebuah
model yang didasarkan pada kenyataan bahwa masalah kesehatan ditandai oleh kegagalan-
kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan dan
penyembuhan penyakit yang dilakukan oleh petugas kesehatan.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling adalah:
1) Pasien kondini khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan
menyusui)
2) Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: tb, dm, aids, epilepsi),
3) Pasien yang menggunakan obat dengan intruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan
tapering downloff)
4) Pasien yang menggunakan obar dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, teofilin)
5) Pasien dengan polifarmasi, yaitu pasien menerima beberapa obat untuk indikasi penyakit
yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk
penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.
6) Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
Tahap kegiatan konseling, yaitu:
1) Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien
2) Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui three prime questions
3) Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk
mengeksplorasi masalah penggunaan obat
4) Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan obat
5) Melakukan verifikasi akhir untuk memainkan pemahaman pasien
6) Dokumentasi
e) Pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian
yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan
pengobatan penyakit kronis lainnya.
Jenis pelayanan kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh apoteker, meliputi
1) Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan

7
2) Identifikasi kepatuhan pasien
3) Pendampingan pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya pemakaian obat
asma, penyimpanan insulin
4) Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum
5) Monitoring (pemantauan) pelaksanaan, efektivitas dan keamanan penggunaan berdasarkan
catatan pengobatan pasien
6) Dokumentasi pelaksanaan pelayanan kefarmasian di rumah
f) Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obar efektif
dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.
Kegiatan PTO meliputi:
1) Memilih pasien yang memenuhi kriteria. Kriteria pasien yang memerlukan PTO, yaitu
 Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui
 Pasien yang menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis
 Adanya multidiagnosis
 Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati
 Pasien yang menerima obat dengan indeks terapi sempit
 Pasien yang menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang
merugikan.
2) Mengambil data yang dibutuhkan, yaitu riwayat pengobatan pasien yang terdiri dari riwayat
penyakit, riwayat penggunaan obat dan riwayat alergi; melalui wawancara dengan pasien
atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain
3) Melakukan identifikasi masalah terkait obat. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai
kondisi pasien dan menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi.
4) Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana pemantauan dengan
tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki.
5) Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh apoteker
harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi
6) Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi obat
g) Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respons terhadap obat yang merugikan atau tidak
diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan
profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Kegiatan MESO meliputi:
1) Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami efek samping
obat
2) Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
3) Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional
Penyelenggaraan standar pelayanan kefarmasian di apotek harus didukung oleh ketersediaan
sumber daya kefarmasian yang berorientasi kepada keselamatan pasien.
Sumber daya kefarmasian meliputi:
1. Sumber daya manusia

8
Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh
Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang memiliki Surat
Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP).
Dalam melakukan pelayanan kefarmasian seorang apoteker harus menjalankan peran,
yaitu:
a. Pemberi layanan Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi
dengan pasien dan harus mengintegrasikan
pelayanannya.

b. Pengambil keputusan Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam


mengambil ke purusan dengan menggunakan seluruh
sumber daya yang ada secara efektif dan efisien
c. Komunikator Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien
maupun profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan
terapi pasien.
d. Pemimpin Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk
menjadi pemimpin, serta kemampuan
mengomunikasikan dan mengelola hasil keputusan
e. Pengelola Apoteker hans mampu mengelola sumber daya
manusia, fisik, anggaran dan informasi secara efektif
f. Pembelajar seumur hidup Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap
dan keterampilan profesi melalui pendidikan
berkelanjutan (Continuing Profesional Development
CPD)
g. Peneliti Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah
ilmiah dalam mengumpulkan informasi sediaan farmasi
dan pelayanan kefarmasian serta memanfaatkannya
dalam pengembangan dan pelaksanaan pelayanan
kefarmasian
2. Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian di apotek
meliputi sarana yang memiliki fungsi :
a. Ruang penerimaan resep
b. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
c. Ruang penyerahan obat
d. Ruang konseling
e. Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
f. Ruang arsip
Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian di apotek, harus dilakukan evaluasi
mutu pelayananan kefarmasian. Evaluasi mutu di apotek dilakukan terhadap:
1. Mutu Manajerial
2. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik
Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah:
1. Pelayanan farmasi klinik diusahakan zero deffect dari medication error

9
2. Standar Prosedur Operasional (SPO) untuk menjamin mutu pelayanan sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan
3. Lama waktu pelayanan resep antara 15-30 menit
4. Keluaran pelayanan kefarmasian secara klinik berupa
a. kesembuhan penyakit pasien,
b. pengurangan atau hilangora gejala penyakit,
c. pencegahan terhadap penyakit atau gejala,
d. memperlambat perkembangan penyakit
Apotek wajib mengirimkan laporan pelayanan kefarmasian secara berjenjang kepada dinas
kesehatan kabupaten/kota , dinas kesehatan provinsi, dan kementerian kesehatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

3.Pengelolaan administrasi di apotek


Pekerjaan administrasi apotek terdiri dari pembukuan dan pelaporan yang antara lain:
1) Buku Defecta
Buku ini digunakan untuk mencatat barang atau obat yang harus dipesan untuk memenuhi
kebutuhan ketersediaan barang atau obat. Fungsi buku ini untuk mengecek barang dan stok barang,
menghindari kelupaan pemesanan kembali barang.

Tanggal Nama obat Stok yang Kebutuhan/ Jumlah Nama PBF Kondisi
ada Minggu yang
Harus di
pesan
Format buku defecta
2) Buku Pembelian/ Penerimaan Barang
Buku ini mencatat barang yang diterima dari PBF. Kadang-kadang buku ini juga bisa digunakan
sebagai buku penerimaan barang digudang dan biasanya disebut buku gudang.

Tanggal Tanggal Nama Nomer Nama Jumlah Harga Ket.


barang faktur PBF faktur obat Satuan kondisi
datang (+ppn)
Format buku penerimaan barang
3) Buku Register Narkotika
Buku ini untuk mencatat penambahan persediaan narkotika dan pembelian, juga mencatat
pengurangan narkotika baik untuk resep maupun keperluan yang lain.

Tgl Tgl Nama No. Jumlah No Nama Alamat Nama Alamat


faktur PBF Faktur Masuk Keluar R/ pasien pasien dokter dokter
Format buku catatan narkotika
4) Buku Catatan Psikotropika
Buku ini mencatat penambahan psikotropika dari pembelian dan pengurangan psikotropika
karena penggunaan untuk resep

10
Tgl Tgl Nama No. Jumlah No Nama Alamat Nama Alamat
faktur PBF faktur Masuk Keluar R/ pasien pasien dokter dokter
Format buku catatan psikotropika
5) Buku Catatan Obat Wajib Apotek (OWA)
Buku ini untuk mencatat penjualan OWA
Tgl Nama pasien Alamat pasien Nama obat Jumlah Keluhan
pasien
Format buku catatan OWA

6) Kartu Stock Gudang


Kartu ini terletak di gudang dan dipakai untuk mencatat keluar masuknya barang ke dan dari
gudang. Satu lembar kartu hanya untuk satu macam barang atau obat Kartu ini memuat nama barang
atau obat, satuan, nama pabrik, tanggal faktur, nama PBF tanggal kadaluarsa, nomor batch, harga
beli, jumlah masuk, jumlah keluar, sisa.
7) Kartu Stelling
Kartu ini terletak melekat pada wadah obat di tempat sirkulasi. Kegunaan kartu ini adalah untuk
mencatat keluar masuk dan sisa obat pada setiap kali penambahan dan pengambilan.
Kartu Stelling
Nama obat/barang=….
Tgl Dari/kepada Mutasi Sisa Ket. Paraf
Masuk Keluar
Format kartu stelling
8) Buku Penjualan Obat dengan Resep
Buku ini untuk mencatat resep-resep yang dilayani setiap hari. Dalam buku ini dicatat tanggal,
nomor resep, nama pasien, jumlah R/, harga resep, jumlah R/ generik, harga resep generik.
9) Buku Hutang
Buku ini mencatat nama nama PBF rekanan dilengkapi catatan tanggal dan nomer faktur, jumlah
huang apotek pada masing-masing PBF
Tgl Nama PBF Tanggal dan Jumlah (Rp.) Ket.
nomer faktur
Format buku hutang

11

Anda mungkin juga menyukai