Anda di halaman 1dari 3

Kasus 4

Spesific Market Risk PT Gudang Garam Tbk

Contoh penerapan manajemen risiko kali ini bisa diketahui dari specific market risk yang
merupakan studi kasus pada PT Gudang Garam Tbk. Specific risk sendiri adalah risiko
perubahan harga instrumen keuangan karena faktor issuer atau penerbitnya.

a.Latar Belakang Masalah


Salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia yaitu PT Gudang Garam sempat menjadi
perusahaan yang juga mendapat dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika Serikat yang melanda Indonesia. Sebagaimana dijelaskan dalam berita yang
diterbitkan oleh liputan6.com berikut ini:

Dampak Pelemahan Rupiah Mulai Terasa ke Emiten

Pelemahan mata uang rupiah dalam beberapa hari terakhir mempengaruhi laba-laba
perusahaan yang sudah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah pada hari Rabu (21/8/2013) sudah
menyentuh ke level Rp 10.963 per dolar Amerika Serikat (AS). Pergerakan nilai tukar rupiah
yang terjadi hari ini sangat mempengaruhi emiten-emiten yang sudah melantai di bursa.

Kepala Strategi Riset dan Ekuitas Bahana Sekuritas me Harry Su mengatakan, akibat dampak
pergerakan pelemahan rupiah, banyak emiten yang terkena dampak dari pelemahan rupiah
tersebut.

“Jelaslah, pelemahan rupiah itu sangat jelek untuk pasar. Tapi emiten yang mempunyai
utang berdasarkan mata uang dolar AS,” ujar Harry ketika ditemui dalam acara Halal bi Halal
Bahana Group dan Market Update di Graha Cimb Niaga, Jakarta, Rabu (21/8/2013).

Menurut Harry, selain faktor pelemahan rupiah yang mempengaruhi laba bersih di setiap
emiten, dan juga kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate). Adapun saham yang
sangat terpengaruh terhadap pelemahan nilai tukar rupiah adalah, PT Indosat Tbk (ISAT).
Saham telekomunikasi tersebut terkena dampak 17,9% dari laba bersih, sedangkan
pengaruh BI Rate hampir sebesar 24% dari raihan laba bersih.

Selain ISAT, laba bersih perusahaan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) juga megalami
penurunan hingga 0,9%. Laba PT Bakrie Telekomunikasi Tbk (BTEL) juga mengalami
penurunan hingga 5,9% dan laba bersih PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) mengalami penurunan
5,9%.

Lanjut Harry, pelemahan rupiah juga menurunkan laba bersih emiten, tapi juga memberikan
dampak pada keuntungan emiten. PT Timah Tbk (TINS) mengalami penurunan keuntungan
hingga 5,2%, sedangkan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) mengalami penurunan laba bersih
hingga 3,4 %.
“Pelemahan mata uang rupiah juga berdampak pada PT Sarana Menara Nusantara Tbk
(TOWR) mengalami penurunan laba bersih hingga sebesar 3,9%,” tegasnya.

Ditambahkannya, pelemahan rupiah yang semakin tajam, memang mempengaruhi kinerja


emiten, khususnya yang berpendapatan mata uang dolar AS.

Berdasarkan berita diatas PT Gudang Garam menjadi salah satu perusahaan yang mengalami
penurunan laba bersihnya sebesar 0,9% akibat melemahnya nilai rupiah. Hal ini dialami oleh
PT Gudang Garam karena perusahaan membutuhkan bahan baku utama berupa tembakau
dan cengkeh yang berkualitas untuk produk mereka.

Sementara kualitas panen tembakau dan cengkeh lokal yang menjadi bahan baku utama
tersebut sangatlah bergantung pada cuaca. Faktor cuaca yang kini sering tidak menentu
mengakibatkan penurunan kualitas panen kedua bahan baku tersebut.

Akibatnya, perusahaan terpaksa harus mengimpor persediaan bahan baku mereka dari luar
negeri untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan. Hal inilah pada akhirnya yang
menyebabkan menurunnya pendapatan dan laba bersih perusahaan.

Selain itu penurunan pendapatan dan laba bersih PT. Gudang Garam disebabkkan juga oleh
aturan pemerintah, karena sebelumnya industri rokok diberatkan dengan aturan pemerintah
yaitu regulasi mengenai rokok, PP Nomor 109 tentang Pengamanan Bahan yang
Mengandung Zat Adiktif berupa produk Tembakau bagi kesehatan yang dikeluarkan
pemerintah tahun 2012.

Aturan itu mengacu pada Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang
dicanangkan oleh WHO pada tahun 2003. Salah satu aturannya berupa kenaikan bea pita
cukai yang secara terus menerus dan juga kewajiban menampilkan gambar-gambar seram
dari bahaya rokok pada kemasan dan iklan rokok.

Biaya pita cukai dan PPN Gudang Garam pada tahun 2013 mencapai 29 triliun, atau setara
67% dari total beban biaya pokok penjualan Gudang Garam. Jika dibandingkan dengan
pendapatan penjualan, maka biaya pita cukai Gudang Garam tahun 2013 setara dengan 54%
hasil pendapatan penjualan perusahaan. Artinya, 54% dari total pendapatan penjualan
Gudang Garam tahun 2013 digunakan untuk membayar bea pita cukai dan PPN.

Selanjutnya, jika dilihat dalam beberapa tahun belakang, kontribusi biaya pita cukai dan PPN
tersebut nilainya selalu diatas 50% dari total pendapatan penjualan Gudang Garam.
Bagaimana pun itu perusahaan harus tetap mengeluarkan dana untuk membayar besarnya
biaya pita cukai sesuai aturan.

Kemudian, ditambah dengan kewajiban perusahaan menampilkan gambar-gambar dari


bahaya dan dampak negatif rokok pada kemasan serta iklan produk secara tidak langsung
akan mengurangi minat para konsumen untuk merokok. Hal ini tentu saja akan menurunkan
penjualan rokok, termasuk rokok Gudang Garam itu sendiri, dan dampak lainnya dari
ketatnya aturan pemerintah dalam industri rokok adalah Gudang Garam harus mengurangi
dan menghemat biaya perusahaan yang lainnya.

Anda mungkin juga menyukai